55 6 KANDUNGAN SAPONIN LILI HASIL INDUKSI MUTASI Abstrak Saponin merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan pada beberapa jenis tanaman. Saponin pada lili banyak dijumpai pada bagian umbi dan akar. Tujuan penelitian ialah untuk mendapatkan kandungan saponin pada lili hasil induksi mutasi. Pengujian kandungan saponin menggunakan bagian akar dan umbi lili Asiatik cv. Purple Maroon (PM) dan lili Oriental cv. Frutty Pink (FP) hasil induksi mutasi. Pengujian menggunakan TLC scanner. Hasil pengujian menunjukkan kandungan saponin pada lili yang diiradiasi lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa iradiasi. Kandungan saponin lili Asiatik cv. PM lebih rendah dibandingkan dengan lili Oriental cv. FP. Kata kunci : Saponin,lili, TLC. Abstract Saponin is a secondary metabolite which is produced by several plants. Saponin of lilium is generally found in bulbs and roots. The objective of this experiment was to determine saponin contents on lily after iradiated by Gamma ray. The assessment was using TLC scanner with roots and bulbs of Asiatic lily cv. PM (Purple Maroon) and Oriental lily cv. FP (Frutty Pink) as materials. Saponin contents on iradiated lily was higher than those on the bulb without Gamma ray iradiation. Saponin contents of Asiatic lily cv. PM was lower than Oriental lily cv. FP. Keywords : Saponin, lily, TLC. Pendahuluan Saponin merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan pada beberapa jenis tanaman seperti bayam, ginseng, bawang merah dan bawang putih, alfalfa, buncis dan kedelai (Fenwick dan Oakenfull 1983). Pada tanaman lili, kandungan saponin Lili brownii var. viridulum, Lili speciosum, martagon dan candidum terdapat di bagian umbi dan akar. Saponin ini digunakan dalam industri farmasi di antaranya untuk detoksifikasi dan obat penderita kanker (Mimaki 1999), menurunkan kolesterol darah dan menghambat pertumbuhan sel kanker (Shi et al. 2005). Saponin juga bermanfaat sebagai obat penyakit cardiovascular, fungsi hati, sistem kekebalan dan antioksidan (Rao dan Gurfinkel 2000). Pada tanaman, saponin berperan dalam mekanisme pertahanan tanaman terhadap patogen dan proses detoksifikasi. Steroida glycoside yang terdiri dari steroidal glycoalkaloid dan furostanol saponin pada Lilium longiflorum menghambat aktivitas pertumbuhan cendawan Botrytis cinerea. Senyawa tersebut 56 menghambat pertumbuhan cendawan dengan cara meningkatkan aktivitas antifungal dan menghambat metabolisme Botrytis cinerea (Munafo dan Gianfagna 2011). Saponin menurunkan populasi cendawan hingga 70% (Goel et al. 2008; Wang et al. 2007). Pada Lilium longiflorum terdapat 18 steroid glicosides, yang terbagi dalam tiga kelompok yaitu spirostanol, furostanol dan steroid alkaloid. Cytotoksid 50 mg/l ketiga kelompok steroid tersebut menurunkan 12% viabilitas sel, 100 mg/l menurunkan 75% viabilitas sel dan 500 mg/l menurunkan 100% viabiltas sel (Shi et al. 2005). Pada Lilium candidum, steroid saponin 6.71 x 10 mol.dm3 menghambat 20% aktivitas lipooksigenase (Bezakova et al. 2004). Saponin dapat menurunkan populasi cendawan hingga 20- 60% (Hu et al. 2005). Saponin merupakan senyawa penting tanaman yang terdiri atas triterpenoid atau steroidal dengan glycoside. Steroidal saponin terbagi dalam dua struktur yaitu spirostanol saponin dan furostanol saponin (Challinar dan De Voss 2013). Steroid saponin berperan dalam proses hemolisis dan aktivitas cytotoksid dengan mekanisme berbeda (Wang et al. 2007). Biosintesis saponin triterpenoid dan steroid berasal dari asam piruvat dan isopentenil pirophosphate (IPP). Rantai samping terbentuk sesudah terbentuknya squalen, sebagian terjadi inti steroid spiroketal dan triterpenoid pentasiklik. Gugus gulanya terdiri 1- 55 gula dan dalam beberapa hal agliklon tidak diikat dengan gula, namun dengan asam uronat. Faktor yang mempengaruhi hasil ekstraksi saponin pada Lilium brownii antara lain suhu, volume etanol untuk ekstraksi, rasio larutan dan padatan dalam sistem ekstrasi dan waktu ekstrasi. Suhu optimum yang digunakan dalam ekstraksi sekitar 70 °C, volume alkohol 80%, rasio padatan: larutan: 1:6, dan waktu ekstraksi 3 kali masing- masing 3 jam. Kandungan saponin Lilium brownii adalah 3.48 mg/g (Feng Lian et al. 2005). Rantai karbohidrat gula terpaut pada C-3 kelompok HMG (3-hydroxy-3 methylglutarate). Rantai disakarida terpaut C-26 kelompok hidroksi furospirostanol ( Hong et al. 2012). Saponin dan polisakarida adalah dua kandungan penting dalam aktivitas biologi lili. Optimum kondisi untuk ekstrasi polisakarida adalah suhu 95 °C, rasio padat/larutan 1:10 dan reflux time 3 jam selama 2 kali (Xiao-bin et al. 2006). Bahan dan Metode Analisis kadar saponin dilakukan pada bulan Desember 2012 di Laboratorium pengujian mutu Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO) Bogor. Bahan yang digunakan umbi dan akar lili Asiatik cv.Purple Maroon (PM) kontrol dan hasil induksi EMS, umbi dan akar lili Oriental cv. Frutty Pink (FP) hasil iradiasi sinar Gamma dan kontrol (Gambar 6.1). 57 Gambar 6.1 Bahan tanaman yang digunakan dalam uji kandungan saponin lili. Metode analisis saponin menggunakan TLC (Thin Layer Chromatography) Scanner pada panjang gelombang 301 nm. Metode TLC terdiri atas dua fase yaitu fase diam menggunakan Al silica dan fase gerak menggunakan etanol. Tahap pengujian meliputi pengeringan sampel akar dan umbi lili hingga ± 0.1 gram berat kering, pengujian pada fase diam dan gerak serta pengukuran kandungan saponin dengan TLC. Hasil dan Pembahasan Kandungan saponin (%) Pengujian saponin pada planlet lili menggunakan metode TLC scanner dengan menggunakan bagian umbi dan akar lili menunjukkan bahwa lili Oriental cv. Frutty Pink tanpa iradiasi memiliki kandungan saponin lebih rendah dibandingkan lili hasil iradiasi (Gambar 6.2). Kandungan saponin meningkat sekitar 0.22%. 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 1.11 0.89 FP tanpa iradiasi FP iradiasi Gambar 6.2. Kandungan saponin lili Oriental cv. FP dengan menggunakan TLC scanner. Kandungan saponin (%) Demikian juga pada lili Asiatik cv. Purple Maroon tanpa induksi mutagen kimia EMS memiliki kadar saponin lebih rendah daripada lili hasil induksi dengan EMS (Gambar 6.3). Kandungan saponin meningkat ± 0.02%. 0.815 0.81 0.805 0.8 0.795 0.79 0.785 0.78 0.81 0.79 PM tanpa EMS PM dengan EMS Gambar 6.3. Kadar saponin lili Asiatik cv.PM dengan menggunakan TLC scanner. Hasil ini mengindikasikan bahwa iradiasi dan induksi mutasi dengan EMS berpengaruh terhadap gen yang berkaitan dengan produksi saponin pada lili. Peningkatan kandungan saponin lili dengan induksi sinar Gamma lebih banyak dibandingkan dengan induksi EMS. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya 58 bahwa perubahan maupun kerusakan akibat iradiasi sinar Gamma lebih tinggi dibandingkan dengan mutagen kimia (IAEA 1977). Penelitian Liu et al. (2011) menyatakan bahwa kandungan saponin pada sisik umbi lili Oriental cv. Cai 74 berkorelasi dengan ketahanan terhadap Fusarium oxysporum. Berdasarkan kandungan saponin yang dimiliki lili Oriental cv. Frutty Pink dan lili Asiatik cv. Purple Maroon (Gambar 6.2 dan 6.3) dan apabila dihubungkan dengan ketahanan terhadap Fusarium maka diketahui bahwa lili Oriental cv. Frutty Pink lebih tahan terhadap Fusarium dibandingkan dengan lili Asiatik cv. Purple Maroon. Ketahanan lili terhadap Fusarium diduga berkaitan dengan kandungan saponin yang terdiri atas spirostanol dan furostanol yang bersifat racun (Mimaki et al. 1998) dan kemampuan saponin dalam penghambatan siklus AMP phosphodiesterase (Mimaki et al. 1993). Simpulan 1. Induksi mutasi berpengaruh terhadap gen yang berkaitan dengan produksi saponin, sehingga terjadi peningkatkan kandungan saponin. Saponin pada lili hasil induksi mutasi lebih tinggi bandingkan dengan lili tanpa induksi mutasi. 2. Kandungan saponin lili Oriental cv. Frutty Pink lebih tinggi daripada lili Asiatik cv.Purple Maroon.