BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Uraian Tumbuhan Daun bangun

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Uraian Tumbuhan
Daun bangun-bangun merupakan tanaman daerah tropis, daunnya
memiliki aroma tertentu sehingga dikenal sebagai tanaman aromatik. Tanaman ini
banyak ditemukan di India, Ceylon dan Afrika Selatan, memiliki bungaberbentuk
tajam dan mengandung minyak atsiri sehingga disebut juga Coleus aromaticus
(Anonim, 2010; Kaliappan, et al., 2008).
2.1.1Sistematika Tumbuhan
Menurut Pandey (2003), sistematika tanaman bangun-bangun adalah
sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Lamiales
Famili
: Lamiaceae
Genus
: Plectranthus
Spesies
: Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng
2.1.2Nama Daerah
Di beberapa daerah di Indonesia, tanaman ini dikenal dengan nama yang
berbeda-beda. Masyarakat Sumatera menyebutnya bangun-bangun atau torbangun,
daun jinten, daun hati, daun sukan; orang Jawa menyebutnya acerang, daun
kucing, daun kambing, majha nereng, di Jawa Tengah disebut daun cumin. Orang
7
Universitas Sumatera Utara
Sunda menyebutnya daun ajeran; di Nusatenggara disebut iwak, kumu etu, bumbu
jo (Depkes, 1989; Anonim, 2010; Jaitun, 2010). Daun ini juga dikenal di Negara
lain misalnya Inggris dengan sebutan country borage, indian mint, mexican mint,
di Vietnam disebut tan day la, sedangkan di Cina disebut zuo shou xiang, yin du
bo he, dao shou xiang. Dan di Jepang disebut kuuban oregano (Jaitun, 2010).
2.1.3Morfologi Tumbuhan
Tumbuhan ini, berdaun tunggal; berwarna hijau; helaian daun berbentuk
bulat telur; kadang-kadang agak membundar; panjang helaian daun 3,5 cm sampai
6 cm; lebar 2,5 cm; pinggir daun beringgit atau agak berombak; tangkai daun
panjang 1,5 cm sampai 3 cm; tulang daun menyirip. Pada keadaan segar helai
daun tebal dan berair, tulang daun bercabang-cabang dan menonjol sehingga
membentuk jala, permukaan atas berbingkul-bingkul, berwarna hijau muda,
permukaan bawah berambut halus berwarna putih. Pada keadaan kering helai
daun tipis dan sangat berkerut, permukaan atas kasar, warna coklat sampai coklat
tua, permukaan bawah berwarna lebih muda dari permukaan atas, tulang daun
kurang menonjol, pada kedua permukaan terdapat rambut halus berwarna putih
(Depkes, 1989).
2.1.4Kandungan Kimia Tumbuhan
Kandungan kimia daun bangun-bangun adalah glikosida, karbohidrat,
asam amino, protein, flavonoid, tanin, senyawa fenol, dan terpenoid (Rout, et al.,
2010), Daun bangun-bangun juga mengandungkalium dan minyak atsiri 0,2%
terdiri atas karvakrol, isoprofil-o-kresol, fenol dan sineol (Dalimartha, 2008).
8
Universitas Sumatera Utara
2.1.5Khasiat Tumbuhan
Daun bangun-bangun berkhasiat sebagai antioksidan, mengobati bronkitis,
asma, diare, epilepsi, batuk, sakit kepala, gangguan pencernaan, dispepsia,
konvulsi, batu ginjal, disentri, kolera, antioksidan, antitumor, antimikroba,
antimutagenik danantijamur
(Rout, et al., 2010); sakit gigi, gangguan
pendengaran dan gangguan saluran cerna (Chandrappa, et al., 2010); malaria, obat
cacing dan hepatoprotektif (Kaliappan, et al., 2008), obat luka dan sariawan
(Depkes,1989).Daun
bangun-bangun
juga
digunakan
sebagai
karminatif,
meningkatkan pengeluaran ASI (laktagoga), menghilangkan nyeri, penurun panas
dan antiseptik (Dalimartha, 2008; Wijayakusuma, 1996).
2.2 Uraian Kandungan Kimia Tumbuhan
2.2.1 Alkaloida
Alkaloida merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar.
Alkaloida mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih
atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik.
Alkaloida mempunyai aktivitas fisiologi yang menonjol sehingga digunakan
secara luas dalam pengobatan (Harborne, 1987).
Ada tiga pereaksi yang sering digunakan dalam skrining fitokimia untuk
mendeteksi alkaloida sebagai pereaksi pengendapan yaitu pereaksi Mayer,
pereaksi Bouchardat, dan pereaksi Dragendorff (Farnsworth, 1966).
2.2.2Flavonoida
Flavonoida mencangkup banyak pigmen yang paling umum dan terdapat
pada seluruh dunia tumbuhan mulai dari fungus sampai angiospermae. Pada
9
Universitas Sumatera Utara
tumbuhan tinggi, flavonoida terdapat baik dalam bagian vegetatif maupun
padabunga. Pigmen bunga flavonoida berperan jelas untuk menarik burung dan
serangga penyerbuk bunga. Beberapa fungsi flavonoida pada tumbuhan ialah
pengatur tumbuh, pengatur fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus serta
antiserangga (Robinson, 1995).
2.2.3Saponin
Saponin mula-mula diberi nama demikian karena sifatnya yang
menyerupai sabun (bahasa latin sapo berarti sabun). Saponin tersebar luas diantara
tanaman
tinggi.
Saponin
merupakan
senyawa
berasa
pahit,
menusuk,
menyebabkan bersin dan mengiritasi selaput lendir. Saponin adalah senyawa aktif
permukaan yang kuat yang menimbulkan busa jika dikocok. Dalam larutan yang
sangat encer saponin sangat beracun untuk ikan, dan tumbuhan yang mengandung
saponin telah digunakan sebagai racun ikan selama beratus-ratus tahun (Robinson,
1995: Gunawan, et al., 2002).
2.2.4Tanin
Tanin merupakan salah satu senyawa yang termasuk ke dalam golongan
polifenol yang terdapat dalam tumbuhan, mempunyai rasa sepat dan memiliki
kemampuan menyamak kulit. Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh,
dalam angiospermae secara khusus terdapat dalam jaringan kayu (Harborne,
1987).
Umumnya tumbuhan yang mengandung tanin dihindari oleh pemakan
tumbuhan karena rasanya yang sepat. Salah satu fungsi tanin dalam tumbuhan
adalah sebagai penolak hewan pemakan tumbuhan (herbivora) (Harborne, 1987).
10
Universitas Sumatera Utara
2.2.5Glikosida
Glikosida adalah suatu senyawa bila dihidrolisis akan terurai menjadi gula
(glikon) dan senyawa lain (aglikon atau genin). Umumnya glikosida mudah
terhidrolisis oleh asam mineral atau enzim. Hidrolisis oleh asam memerlukan
panas, sedangkan hidrolisis oleh enzim tidak memerlukan panas (Sirait, 2007).
2.2.6Glikosida Antrakuinon
Golongan kuinon alam terbesar terdiri atas antrakuinon. Beberapa
antrakuinon merupakan zat warna penting dan sebagai pencahar. Keluarga
tumbuhan yang kaya akan senyawa jenis ini adalah Rubiaceae, Rhamnaceae, dan
Polygonaceae.
Antrakuinon biasanya berupa senyawa kristal bertitik leleh tinggi, larut
dalam pelarut organik biasa, senyawa ini biasanya berwarna merah, tetapi yang
lainnya berwarna kuning sampai coklat, larut dalam larutan basa dengan
membentuk warna violet merah (Robinson, 1995).
2.2.7Steroid/triterpenoid
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam
satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik,
yaitu skualen. Triterpenoid adalah senyawa tanpa warna, berbentuk kristal, sering
kali bertitik leleh tinggi dan aktif optik. Uji yang banyak digunakan ialah reaksi
Liebermann-Burchard (asam asetat anhidrida – H2SO4 pekat) yang kebanyakan
triterpena dan sterol memberikan warna hijau biru. Steroida adalah triterpena yang
kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana perhidrofenanten (Harborne, 1987).
Dahulu steroida dianggap sebagai senyawa satwa tetapi sekarang ini makin
banyak senyawa steroida yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan (fitosterol).
11
Universitas Sumatera Utara
Fitosterol merupakan senyawa steroida yang berasal dari tumbuhan. Senyawa
fitosterol yang biasa terdapat pada tumbuhan tinggi yaitu sitosterol, stigmasterol,
dan kampesterol (Harborne, 1987).
2.3 Doksorubisin
Doksorubisin adalah obat antikanker golongan antrasiklin yang sangat
efektif dan telah digunakan selama lebih dari empat dekade untuk mengobati
berbagai neoplasma pada manusia (Xi, et al., 2010). Salah satu mekanisme
doksorubisin sebagai agen kemoterapi melalui pembentukan radikal bebas yang
menyebabkan kerusakan DNA atau peroksida lipid (Gewirtz, 1999).
Mekanisme doksorubisin pada terapi kanker ternyata memberikan efek
samping antara lain kardiotoksik. Efek kardiotoksik doksorubisin terjadi karena
pembentukan radikal bebas (Chularojmontri, et al., 2005). Efek kardiotoksik yang
muncul akibat radikal bebas adalah kardiomiopati. Kardiomiopati merupakan
penurunan fungsi miokardium yang disebabkan oleh beberapa fator salah satunya
adalah agen kemoterapi (Murray, et al., 1995). Saat dosis kumulatif doksorubisin
mencapai 550 mg/ml, risiko efek samping pada jantung meningkat, termasuk
gagal jantung, pelebaran kardiomiopati dan kematian. Efek kardiotoksik
doksorubisin ditunjukkan oleh penurunan fosforilasi oksidatif di miokondria.
Oksigen reaktif yang muncul dari interaksi doksorubisin dan besi dapat merusak
myosit (sel jantung), hilangnya myofibrillar (serabut otot) dan citoplasmik
vacuolization (kelainan sitoplasma) (Chabner, et al., 2008).
Miokardium mudah terserang radikal bebas karena kurangnya substansi
biokimia untuk menangkal radikal bebas seperti superoksid dismutase, glutation
peroksidase, dan enzim katalase dibandingkan organ hati dan ginjal. Doksorubisin
12
Universitas Sumatera Utara
juga diketahui mempunyai afinitas yang tinggi terhadap kardiolipin, suatu
komponen fosfolipid pada membran mitokondrial di otot jantung (Ewer, 2010;
Ashrafi, 2012).
2.4Nitrogen Monooksida (NO)
Nitrogen monooksida atau nitric oxide merupakan endothelium-derived
relaxing factor (EDRF), untuk relaksasi otot polos pembuluh darah, berfungsi
sebagai vasodilator dan meningkatkan aliran darah (Cerielo, 2008). NOmerupakan
mediator penting pada proses fisiologi dan patologi tubuh. NO disintesis oleh
NOS yang merubah L-arginin menjadi L-citrulline dan NO. Reaksi pembentukan
NO adalah sebagai berikut:
L-arginine + 3/2 NADPH + H + + 2 O 2→ L-citrulline + nitric oxide + 3/2 NADP+
Tiga isoform mayor NOS yaitu neuronal NOS (nNOS), endothelial NOS
(eNOS), dan inducible NOS (iNOS). Endothelial NOS dan nNOS berperan
penting pada kondisi normal. Kedua isoform ini terdapat didalam sel dan secara
cepat diaktivasi oleh Ca2+ dan calmodulin intrasel dan menghasilkan NO dalam
jumlah yang kecil. Neuronal NOS mempunyai fungsi pada neurotransmitter,
sedangkan eNOS berperan pada relaksasi otot polos pembuluh darah. Inducible
NOS tidak diekspresikan pada kondisi normal tetapi diinduksi oleh sitokin dan
atau endotoksin selama proses inflamasi dan menghasilkan jumlah NO yang
berlebihan (Hala, 2011; Zhang, 2011).
Toksisitas NO sebagian berhubungan dengan oksidasi lanjut dari NO
menjadi NO2 . Selama terapi NO, sangat penting untuk mempertahankan
pembentukan NO2 dalam kadar yang sangat rendah dan scavenger yang tepat.
Dosis rendah NO selama penggunaan kronis menyebabkan inaktivasi surfaktan
13
Universitas Sumatera Utara
dan pembentukan peroksinitrit melalui interaksi dengan superoksida. Kemampuan
NO untuk menginhibisi atau mengubah fungsi dari sejumlah protein yang
mengandung besi dan heme menjadi penting untuk dilakukan investigasi lanjut
mengenai
potensial
toksik
dari
NO
dalam
terapi.
Pembentukan
methemoglobinemia adalah komplikasi signifikan dari penghirupan NO dalam
konsentrasi tinggi dan kematian telah dilaporkan akibat overdosis NO. Kadar
methemoglobinemia dalam darah harus dimonitor selama penggunaan NO. NO
dapat menginhibisi fungsi platelet dan telah menunjukkan peningkatan waktu
perdarahan dalam beberapa studi. Pada pasien dengan gangguan fungsi ventrikel
kiri, NO berpotensi untuk memperparah fungsi ventrikel kiri dengan mendilatasi
sirkulasi pulmonal dan meningkatkan aliran darah ke ventrikel kiri sehingga
meningkatkan tekanan atrium kiri dan pembentukan edema pulmonal (Brunton,
2008).
2.5Spektrofotometri UV-Visible
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan
spektrofotometri UV-Vis terutama untuk senyawa yang semula tidak berwarna
yang akan dianalisis dengan spektrofotometri visibel karena senyawa tersebut
harus diubah terlebih dahulu menjadi senyawa yang berwarna. Berikut adalah
tahapan-tahapan yang harus diperhatikan :
a. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-Visible
Hal ini diperlukan jika senyawa yang dianalisis tidak menyerap pada
daerah panjang gelombang. Cara yang digunakan adalah dengan merubahnya
menjadi senyawa lain atau direaksikan dengan pereaksi tertentu. Pereaksi yang
digunakan harus memenuhi persyaratan yaitu :
14
Universitas Sumatera Utara
i. reaksinya selektif dan sensitif
ii. reaksinya cepat, kuantitatif dan reprodusibel
iii. hasil reaksi stabil dalam jangka waktu yang lama
b. Waktu operasional (operating time)
Cara ini biasa digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau pembentukan
warna. Tujuannya adalah untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil. Waktu
operasional ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran
dengan absorbansi larutan.
c. Pemilihan panjang gelombang
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah
panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Untuk memilih
panjang gelombang maksimal, dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara
absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi
tertentu. Ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang gelombang
maksimal, yaitu :
i. Pada panjang gelombang maksimal tersebut, perubahan absorbansi untuk
setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar.
ii. Di sekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar dan
pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi.
iii. Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh
pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika digunakan
panjang gelombang maksimal.
15
Universitas Sumatera Utara
a. Pembuatan kurva baku
Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai
konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi
diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi
dengan konsentrasi. Bila hukum Lambert - Beer terpenuhi maka kurva baku
berupa garis lurus. Penyimpangan dari garis lurus biasanya disebabkan
oleh kekuatan ion yang tinggi, perubahan suhu dan reaksi ikutan yang terjadi.
b. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan
Absorban yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2
sampai 0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitans. Anjuran ini
berdasarkan anggapan bahwa kesalahan dalam pembacaan T adalah 0,005 atau 0,5%
(kesalahan fotometrik) (Gandjar, 2007).
2.6 Pereaksi Griess
Reaksi
Griess
pertama
kali
dideskripsikan
pada
1879.
Karena
kemudahannya, reaksi Griess telah digunakan secara luas pada analisa sampel
biologis ceperti plasma, serum, urin, cairan serebrospinal, dan saliva. Pada metode
ini, nitrit ditambahkan dengan reagen pendiazotasi seperti sulfanilamid dalam
media asam untuk membentuk garam diazonium sementara. Hasil antara ini
kemudian direaksikan dengan reagen pengkopel, N-naftil-etilendiamin (NED),
untuk membentuk senyawa azo yang stabil. Reaksi selengkapnya dapat dilihat
pada Gambar 2.2. Warna ungu yang dihasilkan memungkinkan untuk analisa nitrit
dengan tingkat sensitivitas yang tinggi (Sun, 2003).
16
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Skema reaksi diazotasi (Sun, 2003)
17
Universitas Sumatera Utara
Download