BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pentagamavunon-0 (PGV-0) atau 2,5-bis-(4ʹ hidroksi-3ʹ metoksibenzilidin) siklopentanon adalah salah satu senyawa analog kurkumin yang telah dikembangkan oleh Tim Proyek Molekul Nasional (MOLNAS) Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta bekerjasama dengan PT. Indo Farma Tbk. dan PT. Kalbe Farma Jakarta (Setiawan dkk., 2006). Senyawa ini, telah diteliti aktivitasnya sebagai anti-inflamasi, antikanker, dan antioksidan (Da‟i, 1998). Keunggulan PGV-0 tersebut, dianggap menjanjikan untuk dikembangkan menjadi suatu bentuk sediaan farmasi dan diharapkan dapat bersaing di pasaran. Pemberian obat melalui infus/injeksi intravena dipandang tidak menguntungkan karena tidak praktis dan tidak memungkinkan pemakaian sendiri, dapat menimbulkan luka dan rasa nyeri serta membutuhkan tenaga terlatih seperti dokter dan perawat untuk penggunaannya sehingga mengurangi kepatuhan dan keberhasilan pasien dalam menjalani terapi (Nugroho dkk., 2007). Formulasi PGV-0 untuk sediaan oral terkendala besar akibat rendahnya bioavailabilitas yang diduga terkait dengan tingkat metabolisme lintas pertama (first pass effect) yang intensif (Nugroho dkk., 2007). Hasil penelitian mengenai profil farmakokinetika PGV-0 pada tikus menunjukkan profil kadar PGV-0 dalam darah sangat eratik (naik turun) dan bahkan tidak terdeteksi bila diberikan secara oral (Hakim dkk., 2006). 1 Salah satu kendala utama dalam pengembangan PGV-0 adalah bahwa PGV-0 sukar larut dalam air. Kelarutan yang sangat kecil akan mempengaruhi kecepatan absorpsinya (bioavailabilitas) yang selanjutnya akan mempengaruhi pula intensitas anti-inflamasinya (Shargel dan Yu, 1993), serta waktu paruh eliminasi yang pendek (kurang dari 1 jam) sehingga penghantaran transdermal dalam bentuk sediaan matriks dapat menjadi salah satu alternatif penghantaran PGV-0 yang menjanjikan (Nugroho, 2005). Pada penghantaran transdermal obat berpermeasi menembus lapisan terluar epidermis yang disebut stratum corneum sebelum mencapai epidermis dan pembuluh darah di dermis untuk didistribusikan keseluruh tubuh. Sistem penghantaran ini mempunyai banyak keunggulan, salah satunya bersifat non invasif, bebas first pass effect, dan pelepasan obat mendekati orde nol (seperti infus intravena), serta praktis dan mudah digunakan oleh pasien (Nugroho, 2005). Matriks (Patch) transdermal adalah salah satu sistem penghantaran obat secara transdermal yang akan menghantarkan obat ke kulit dengan kecepatan tertentu untuk mencapai efek sistemik. Penggunaan sediaan dalam bentuk matriks relatif lebih praktis jika dibandingkan bentuk sediaan yang lain (Patel dkk., 2012). Berdasarkan uraian di atas dan sebagaimana dilaporkan pada penelitian terdahulu (Nugroho dkk., 2007), maka peneliti tertarik untuk mengoptimasi formula matriks transdermal PGV-0. Pada penelitian ini dibuat formulasi matriks transdermal menggunakan kombinasi polimer Polyvinylpyrollidone (PVP) dan Polivinil alkohol (PVA). Pemilihan PVP dan PVA sebagai polimer didasarkan pada sifat sebagai pembentuk film yang bagus, tidak mengiritasi dan mudah larut 2 dalam pelarut yang aman terhadap kulit (Ammar dkk., 2009). Formulasi patch dengan menggunakan polimer hidrofilik (PVP dan PVA) pada papaverin HCl dilaporkan memiliki kecepatan pelepasan yang lebih baik jika dibandingkan dengan polimer hidrofobik ataupun polimer kombinasi hidrofilik dan hidrofobik (Prabhakara dkk., 2010). Pada penelitian ini, peneliti akan mempelajari sifat fisikokimia matriks transdermal PGV-0 yang diformulasikan dengan kombinasi polimer PVP dan PVA, propilen glikol sebagai enhancer dan plasticizer dengan menggunakan metode simplex lattice design (SLD). Penelitian ini juga mempelajari profil transpor in vitro formula optimum matriks transdermal PGV-0. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah kombinasi polimer PVP dan PVA sebagai matriks transdermal PGV-0 berpangaruh terhadap sifat fisikokimia dan laju pelepasan PGV-0 dari matriks transdermal? 2. Berapakah jumlah proporsi polimer PVP dan PVA pada formula optimum matriks PGV-0 yang dapat menghasilkan sifat fisikokimia dan laju pelepasan yang optimum? 3. Bagaimanakah profil transpor transdermal PGV-0 melalui kulit tikus secara in vitro pada formula matriks yang optimum? 3 C. Keaslian Penelitian Hasil penelusuran pustaka pada beberapa data base yang sudah dilakukan berkaitan dengan formulasi PGV-0 dan uji transpor transdermal PGV-0, ditemukan beberapa penelitian sebagai berikut: 1. Sardjiman (2000) mensintesis PGV-0 dan menguji aktivitasnya sebagai antioksidan, anti-inflamasi, inhibitor, siklo-oksigenase, dan antibakteri. Diketahui bahwa aktivitas PGV-0 sebagai antioksidan menghasilkan nilai IC50 6,4 ± 0,4 µM, sebagai anti-inflamasi menghasilkan persen penghambatan tertinggi pada dosis 10-20 mg/kg BB secara peroral, sebagai inhibitor siklooksigenase menghasilkan nilai IC50 0,91 µM, dan menghambat bakteri Gram positif. 2. Oetari dkk., (2001) meneliti tentang peningkatan absorpsi PGV-0, hasilnya menunjukkan bahwa polyvinylpyrollidon (PVP) dengan konsentrasi sebesar 0,4 x 10-3 M sudah dapat meningkatkan kelarutan PGV-0 sebesar 22 kali pada suhu 37oC. 3. Wahyuningsih (2003) meneliti tentang peningkatan kelarutan dan absorbsi PGV-0 secara in vitro dan in situ melalui pembentukan kompleks dengan PVP, dimana penggunaan PVP dengan konsentrasi lebih dari 10% pada serbuk dispersi PGV-0 akan menurunkan disolusinya. Pada kadar yang semakin besar interaksi antara PGV-0 dan PVP akan semakin kuat yakni menghasilkan serbuk yang lebih padat dan kompak, akibatnya PGV-0 sulit terlarut atau memerlukan waktu lama untuk melarut. 4 4. Harsanti (2007) yang meneliti tentang profil transpor perkutan PGV-0 dari larutan PGV-0 dengan enhancer natrium lauril sulfat (NLS) dan propilen glikol. Pada penelitian ini divariasikan dosis PGV-0 sebesar 10, 20, dan 40 mg%. Diperoleh hasil jumlah transpor kumulatif selama 6 jam tertinggi dicapai pada dosis PGV-0 40 mg% dengan kadar enhancer 5% propilen glikol dan 1% NLS. Selain itu, pada variasi kadar propilen glikol dari 5-15% menunjukkan jumlah transpor kumulatif tertinggi pada kadar propilen glikol 10%. 5. Laksitorini (2007) meneliti tentang profil transpor perkutan PGV-0 dari gel PGV-0 dengan enhancer natrium lauril sulfat (NLS). Pada penelitian ini dosis PGV-0 sebesar 40 mg% dengan rentang kadar NLS 0-1%. Diperoleh hasil nilai fluks tertinggi yang dicapai dalam penelitian ini lebih kecil dari nilai fluks pada uji difusi dengan donor larutan atau suspensi PGV-0 (Akhmad Kharis Nugroho dkk., 2007). 6. (Nugroho dkk., 2007) meneliti tentang profil transpor perkutan PGV-0 melewati kulit mencit secara in vitro, dimana hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa PGV-0 potensial untuk dihantarkan melalui rute transdermal dengan mengoptimalkan formulasinya untuk mencapai aktivitas terapi yang diharapkan. Fokus pada penelitian tentang optimasi desain simplex lattice formulasi PGV-0 dalam sediaan matriks dengan kombinasi polimer PVP dan PVA belum pernah dilakukan. Hasil penelusuran pustaka cetak dan internet mengindikasikan bahwa belum ada penelitian terkait dengan pengembangan sediaan matriks transdermal PGV-0 menggunakan desain simplex lattice. 5 D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini memberikan informasi dalam rangka kemajuan ilmu kefarmasian dalam pengembangan formulasi matriks transdermal PGV-0. Bagi industri farmasi di Indonesia, hasil penelitian yang diperoleh dapat menjadi dasar pertimbangan untuk megembangkan produk baru berupa patch transdermal PGV-0. E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui pengaruh kombinasi polimer PVP dan PVA sebagai matriks transdermal terhadap sifat fisikokimia dan laju pelepasan PGV-0 dari sediaan matriks PGV-0. 2. Mengetahui jumlah proporsi polimer PVP dan PVA pada formula optimum matriks PGV-0 yang dapat menghasilkan sifat fisikokimia dan laju pelepasan yang optimum? 3. Mengetahui profil transpor transdermal PGV-0 melewati kulit secara in vitro pada formula matriks transdermal yang optimum? 6