Chapter II

advertisement
15
BAB II
URAIAN TEORITIS
A. Penelitian Terdahulu
Apriani (2005) melakukan penelitian “Reaksi Pasar Terhadap Pergerakan
Kenaikan/Penurunan Dividen (Studi Empiris Pada Perusahaan Utilitas Publik dan
Perusahaan Dalam Industri Tidak Diregulasi)”. Penelitian ini dilakukan pada 63
perusahaan yang aktif dalam perdagangan saham di Bursa Efek Jakarta pada
tahun 1999-2000.
Peneliti memperoleh 16 perusahaan yang melakukan
pembayaran dividen dan aktif dalam perdagangan saham di bursa. Hasil
penelitian ini menyatakan bahwa terdapat perbedaan harga saham sebelum dan
sesudah pengunguman kenaikan/penurunan dividen.
Maru’ao (2008) melakukan penelitian “Pengaruh Dividen dan Laba
Terhadap Harga Saham Perusahaan Manufaktur di Bursa efek Indonesia”.
Penelitian ini dilakukan pada tahun 2002-2006 dan memperoleh 21 Perusahaan
Manufaktur yang melakukan pembayaran dividen berturut-turut dan memperoleh
laba berturut-turut selama periode penelitian di Bursa Efek Indonesia.
Hasil
penelitian ini menyatakan bahwa laba dan dividen berpengaruh positif dan
signifikan terhadap harga saham.
Susanto dan ekawati (2006) melakukan penelitian “Relevansi Nilai
Informasi Laba dan Aliran Kas Terhadap Harga Saham Dalam Kaitannya Dengan
Siklus Hidup Perusahaan”. Penelitian ini dilakukan pada seluruh sektor industri
di Bursa Efek Jakarta pada tahun 1993-2003. Peneliti memperoleh 278
perusahaan sebagai sampel. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa pada tahap
start-up relevansi nilai laba berpengaruh negatif dan signifikan terhadap harga
16
saham. Selanjutnya pada tahap growth dan mature relevansi nilai informasi laba
berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham.
Penelitian empiris lainya dilakukan oleh Husnan dan Pudjiastuti (2003)
mengatakan apabila kinerja perusahaan baik maka kemampuan perusahaan
menghasilkan laba meningkat, harga saham akan meningkat. Dengan kata lain,
profitabilitas akan mempengaruhi harga saham. Elton dan Gruber (2003) dalam
Modern Portfolio Theory and Investment Analysis mengemukakan bahwa terdapat
hubungan antara laba bersih (earning) dengan perubahan harga saham.
B. Pengertian Laba dan Dividen
Laba bersih yaitu laba akhir sesudah semua biaya baik biaya operasi
maupun biaya hutang dan pajak dibayar (Sundjaja dan Berlian, 2002:42).
Salah satu informasi yang diperlukan di pasar modal adalah laporan keuangan
perusahaan, yang didalamnya terdapat laba bersih perusahaan.
Adapun
manfaat dari informasi laba bersih perusahaan adalah (Tandelilin, 2001:239):
1. Memberikan informasi bagi investor tentang kondisi perusahaan, termasuk
pertumbuhan dan prospek perusahan di masa depan
2. Informasi ini diperlukan investor dalam memprediksi pertumbuhan
perusahaan di masa datang, dan kemudian diperlukan dalam membuat
keputuan investasi yang tepat.
3. Membantu investor dalam menentukan layak atau tidaknya suatu saham
yang diterbitkan perusahaan untuk dijadikan alternatif investasi.
Dalam
rangka
mencapai
tujuan
perusahaan
adalah
untuk
memakmurkan pemilik perusahaan, kemampuan memperoleh laba sangat
17
perlu diperhatikan oleh perusahaan karena sangat erat hubungannya dengan
tujuan perusahaaan tersebut.
Pemilik perusahaan adalah pihak yang
menanamkan dananya di perusahaan atau disebut juga investor.
Bagi
perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) maka pemilik perusahaan
adalah mereka yang memiliki saham PT tersebut.
Jika perusahaan yang
mengeluarkan saham (emiten) adalah go public, maka pemilik perusahaan
adalah masyarakat luas yang memiliki saham perusahaan yang bersangkutan.
Tujuan memiliki saham suatu perusahaan antara lain adalah ingin memperoleh
dividen.
Dividen akan dibagi oleh emiten apabila perusahaan tersebut
memperoleh laba. Laba (dalam hal ini adalah laba bersih perusahaan) tersebut
sebagian dibagikan sebagai dividen kepada para pemegang saham dan
sebagian lain ditahan di perusahaan (disebut laba ditahan). Apabila laba yang
diperoleh kecil, maka dividen yang akan dibagikan juga kecil. Oleh karena itu
agar para pemegang dapat menikmati dividen yang besar, maka manajemen
perusahaan juga akan berusaha untuk memperoleh laba yang sebesar-besarnya
guna meningkatkan kemampuan membayar dividen.
diperolehnya
laba
yang maksimal
diharapkan
Dengan demikian,
kemakmuran
pemilik
perusahaan akan maksimal.
Laba juga mempunyai hubungan dengan harga saham sehubungan
dengan tujuan perusahaan dalam memaksimalkan nilai perusahaan yang
tercermin pada harga sahamnya. Nilai perusahaan dapat menunjukkan nilai
aset yang dimiliki perusahaan seperti surat-surat berharga. Saham merupakan
salah satu surat berharga yang dikeluarkan oleh perusahaan.
Tinggi
rendahnya harga saham banyak dipengaruhi oleh kondisi emiten. Salah satu
18
faktor yang mempengaruhi harga saham adalah kemampuan perusahaan
membayar dividen.
sahamnya.
Besarnya dividen ini akan mempengaruhi harga
Apabila dividen yang dibayar tinggi, maka harga saham
cenderung tinggi sehingga nilai perusahaan juga tinggi.
Sebaliknya, bila
dividen yang dibayarkan kecil maka harga saham perusahaan tersebut juga
rendah.
Kemampuan
membayar
dividen
erat
hubungannya
dengan
kemampuan perusahaan memperoleh laba. Jika perusahaan memperoleh laba
yang besar, maka kemampuan membayar dividen juga besar. Oleh karena itu,
dengan dividen yang besar cenderung akan meningkatkan harga saham
perusahaan sehingga akan meningkatkan nilai perusahaan.
Kebijakan dividen mempunyai arti yang penting bagi perusahaan
karena empat alasan berikut (Warsono, 2003:272):
1. Kebijakan keuangan ini berpengaruh pada sikap para investor.
Pemotongan dividen dapat dipandang negatif oleh para investor, karena
pemotongan seperti itu sering dikaitkan dengan kesulitan keuangan yang
dihadapi perusahaan.
2. Kebijakan keuangan ini berdampak pada program pendanaan dan
anggaran modal perusahaan.
3. Kebijakan keuangan ini dapat mempengaruhi arus kas perusahaan.
Perusahaan dengan likuiditas buruk dapat dipaksa untuk membatasi
pembayaran dividennya.
4. Kebijakan keuangan ini menurunkan nilai ekuitas pemegang saham biasa
karena besarnya dividen ditentukan oleh besarnya laba ditahan.
19
C. Teori Kebijakan Dividen
1. Dividen adalah tidak relevan
Modigliani dan Miller (1961) berpendapat bahwa di dalam kondisi
keputusan investasi yang given, pembayaran dividen tidak berpengaruh
terhadap kemakmuran pemegang saham. Lebih lanjut Modigliani dan Miller
berpendapat bahwa nilai perusahaan ditentukan oleh earning power dari asset
perusahaan. Dengan demikian nilai perusahaan ditentukan oleh keputusan
investasi.
Sementara itu keputusan apakah laba yang diperoleh akan
dibagikan dalam bentuk dividen atau akan ditahan tidak mempengaruhi nilai
perusahaan.
Modigliani dan Miller membuktikan pendapatnya secara
matematis dengan berbagai asumsi (Brigham-Housten, 2001:66):
1. Pasar modal yang sempurna di mana semua investor bersikap rasional
2. Tidak ada pajak perseoranagan dan pajak penghasilan perusahaan.
3. Tidak ada biaya emisi atau floation cost dan biaya transaksi.
4. Kebijakan dividen tidak berpengaruh terhadap biaya modal sendiri
perusahaan.
5. Informasi tersedia untuk setiap individu terutama yang menyangkut
tentang kesempatan investasi.
2. Bird in the hand theory
Kesimpulan utama dari teori irelevansi dividen Modigliani dan Miller
adalah kebijakan dividen tidak mempengaruhi tingkat pengembalian atas
ekuitas yang diminta atau ks. Kesimpulan ini telah mendapat perdebatan
sengit di dalam lingkungan akademisi. Khususnya, Myron Gordon dan John
20
Lintner yang berpendapat bahwa ks turun seiring dengan peningkatan
pembayaran dividen karena para investor kurang yakin akan penerimaan dari
keuntungan modal yang seharusnya berasal dari saldo laba ditahan
dibandingkan dengan penerimaan dari pembayaran dividen. Gordon dan
Lintner mengatakan, secara tidak langsung, investor menilai dolar dari
keuntungan modal yang diharapkan karena komponen imbal hasil dividen,
D1/Po, lebih baik berisiko jika dibandingkan dengan komponen g dalam
persamaan total pengembalian yang diharapkan, ks = D1 /P0 + g (BrighamHousten, 2006:71).
MM tidak setuju dengan pendapat ini. Mereka berpendapat bahwa ks
adalah hal yang independen terhadap kebijakan dividen, yang artinya investor
akan bersikap indiferen terhadap D1 /P0 dan g dan, akibatnya, terhadap dividen
dan keuntungan modal. MM menyebut argumentasi Gordon-Lintner sebagai
pemikiran burung di tangan (bird in the hand) yang keliru karena, menurut
pendapat MM, kebanyakan investor akan berencana untuk menginvestasikan
dividen mereka kembali ke dalam saham dari arus kas perusahaan dalam
jangka panjang bagi para investor akan ditentukan oleh tingkat risiko dari arus
kas operasi, dan bukan dari kebijakan pembayaran dividennya (BrighamHousten, 2006:71).
3. Tax diiferential theory
Teori referensi pajak menyatakan bahwa karena dividen cenderung
dikenakan pajak yang lebih tinggi dari pada capital gain, maka investor akan
meminta tingkat keuntungan yang lebih tinggi untuk saham dengan dividend
21
yield yang tinggi (Brigham-Housten, 2001:68). Teori ini menyarankan bahwa
perusahaan lebih baik menentukan dividend payout ratio yang rendah atau
bahkan tidak membagikan dividen sama sekali untuk meminimumkan biaya
modal dan memaksimumkan nilai perusahaan.
Terdapat tiga alasan yang berhubungan dengan pajak mengapa kita dapat
berpikiran bahwa investor mungkin akan lebih menyukai pembayaran dividen
yang rendah ketimbang menerima pembayaran yang tinggi (BrighamHousten, 2006:71-72):
1. Keuntungan modal jangka panjang biasanya dikenakan pajak dengan tarif
20 persen, sedangkan laba dividen dikenakan pajak dengan tarif efektif
yang dapat mencapai angka maksimal 38,6 persen. Oleh sebab itu,
investor yang kaya (yang memiliki saham lebih banyak dan menerima
sebagian besar dividen) mungkin lebih menyukai perusahaan menahan dan
menanamkan kembali labanya ke dalam bisnis.
Pertumbuhan laba
mungkin akan mengarah pada kenaikan harga saham, dan akibatnya
keuntungan modal yang pajak rendahnya akan menggantikan dividen yang
pajaknya tinggi.
2. Pajak atas keuntungan tidak akan dibayarkan sampai saham tersebut
dijual. Karena adanya pengaruh nilai waktu, satu dolar pajak yang
dibayarkan di masa depan akan memiliki biaya efektif yang lebih rendah
daripada satu dolar yang dibayarkan sekarang.
3. Jika sebuah saham dimiliki oleh seseorang sampai ia meninggal dunia,
keuntungan modal saham tersebut tidak akan dikenakan pajak sama
sekali-para ahli waris yang menerimanya dapat menggunakan nilai saham
22
pada saat kematian sebagai dasar harga perolehan mereka sehingga
sepenuhnya terhindar dari pajak keuntungan modal.
Karena keunggulan-keunggulan di bidang perpajakan ini, para investor
mungkin lebih menyukai perusahaan menahan sebagian besar laba mereka.
Jika demikian, investor akan bersedia untuk membayar lebih bagi perusahaan
dengan pembayaran dividen yang rendah daripada pada perusahaan serupa
dengan pembayaran yang tinggi.
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen
Besarnya dividen yang dibayarkan oleh perusahaan kepada pemegang
saham didasarkan oleh beberapa faktor antara lain (Sundjaja-Berlian,
2002:339-341):
1. Peraturan Hukum
a. Peraturan mengenai laba bersih menetukan bahwa dividen dapat dapat
dibayar dari laba tahun-tahun yang lalu berjalan.
b. Peraturan mengenai tindakan yang merugikan modal.
Melindungi
para kreditur, dengan melarang pembayaran dividen yang berasal dari
modal-membagikan investasinya bukan membagikan keuntungannya.
c. Peratuan mengenai tak mampu bayar.
Perusahaan boleh tidak
membayar dividen jika tidak mampu (bangkrut-jumlah hutang lebih
besar dari pada jumlah harta).
2
Posisi Likuidasi
Laba ditahan biasanya diinvestasikan dalam bentuk aktiva yang
diperlukan untuk menjalankan usaha.
Laba ditahan dari tahun-tahun
23
terdahulu sudah diinvestasikan dalam bentuk mesin dan peralatan,
persediaan dan barang-barang lainnya, bukan disimpan dalam bentuk uang
tunai. Oleh karena itu, suatu perusahaan yang keuntungannya yang luar
biasa mungkin saja tidak dapat membayar dividen karena keadaan
lukuiditasnya.
3. Membayar Pinjaman
Jika perusahaan telah membuat pinjaman untuk memperluas usahanya
atau untuk pembiayaan lainnya maka ia dapat melunasi pinjamannya pada
saat jatuh tempo atau ia dapat menyisihkan cadangan-cadangan untuk
melunasi pinjaman itu nantinya. Jika pinjaman itu akan dilunasi, maka
biasanya harus ada laba ditahan.
4. Kontrak Pinjaman
Kontrak pinjaman, apalagi jika menyangkut pinjaman jangka panjang,
seringkali membatasi kemampuan perusahaan untuk membayar dividen
tunai. Pembatasan-pembatasan yang dimaksud untuk melindungi para
kreditur:
a. Dividen yang akan datang hanya boleh dibayar dari keuntungan yang
diperoleh sesudah ditandatanganinya kontrak pinjaman.
b. Dividen tidak boleh dibayarkan jika modal kerja bersih jumlahnya
lebih kecil dari suatu jumlah tertentu. Begitu pula persetujuan
mengenai saham preferen biasanya menyatakan bahwa dividen atas
saham biasa tidak boleh dibayarkan sebelum dividen preferen selesai
dibayar.
24
5. Pengembangan Aktiva
Semakin cepat pertumbuhan perusahaan, semakin besar kebutuhannya
untuk membiayai pengembangan aktiva perusahaan.
Semakin banyak
dana yang dibutuhkan dikemudian hari, semakin banyak laba yang harus
ditahan dan tidak dibayarkan.
6. Tingkat Pengembalian Dividen
Tingkat pengembalian dividen atas asset menentukan pembagian laba
dalam bentuk dividen yang dapat diguanakan oleh pemegang saham baik
ditanamkan kembali di dalam perushaan maupun di tempat lain.
7. Stabilitas Keuntungan
Perusahaan yang keuntungannya relatif teratur seringkali dapat
memperkirakan bagaimana keuntungan di kemudian hari.
perusahaan
seperti
itu
kemungkinan
besar
akan
Maka
membagikan
keuntungannya dalam bentuk dividen dengan prestasi yang lebih besar
dibandingkan dengan perusahaan yang keuntungannya berfluktuasi.
8. Pasar Modal
Perusahaan besar yang sudah mantap, dengan profitabilitas yang tinggi
dan keuntungan yang teratur, dengan mudah dapat masuk ke pasar modal
atau memperoleh dana dari luar untuk pembiayaanya. Perusahaan kecil
yang masih baru atau yang agak gegabah adalah terlalu berisiko bagi para
calon debitur.
Karena itu perusahaan yang sudah mantap akan
mempunyai tingkat dividen yang lebih tinggi dibandingkan dengan
perusahaan kecil atau yang masih baru.
25
9. Kendali Perusahaan
Jika perusahaan hanya memperluas ushanya dari pembiayaan intern
maka pembayaran dividen akan berkurang. Kebijakan ini dijalankan atas
pertimbangan bahwa menambah modal dengan menjual saham biasa akan
mengurangi pengendalian atas perusahaan itu oleh golongan pemegang
saham yang kini sedang berkuasa.
10. Keputusan Kebijakan Dividen
Hampir semua perushaan ingin mempertahankan dividen per saham
pada tingkat yang konstan.
Tetapi naiknya dividen selalu terlambat
dibandingkan dengan naiknya keuntungan. Artinya dividen itu baru akan
dinaikkan jika sudah jelas bahwa meningkatnya keuntungan itu benarbenar mantap dan nampak sudah cukup permanen.
merosot,
tingkat
dividen
yang
baru
itu
Jika keuntungan
sementara
akan
tetap
dipertahankan, sampai betul-betul menjadi jelas bahwa keuntungannya
memang tak mungkin pulih kembali.
E. Harga Saham
Di negara maju yang pasar sahamnya sudah efisien dan persentase
saham publik sudah cukup signifikan, harga saham dipakai sebagai salah satu
tolak ukur menilai kinerja direksi suatu perusahaan publik, termasuk bank.
Harga saham yang terjadi di pasar sangat berfluktuasi tergantung dari jumlah
permintaan dan penawaran saham tersebut. Harga saham akan cenderung
naik apabila mengalami kelebihan permintaan dan akan cenderung turun
apabila mengalami kelebihan penawaran.
26
Market Price merupakan harga pada pasar riil dan merupakan harga
yang paling mudah ditentukan karena merupakan harga dari suatu saham pada
pasar yang sedang berlangsung atau jika pasar sudah tutup, maka harga pasar
adalah harga penutupannya (closing price) (Anoraga, 2006:59).
Harga suatu saham dapat berubah naik atau turun dalam hitungan yang
begitu cepat. Harga tersebut dapat berubah dalam hitungan menit, bahkan
dalam hitungan detik. Hal tersebut dimungkinkan karena banyaknya pesanan
yang dimasukkan ke sistem JATS (Jakarta Automated Trading System). Pada
lantai perdagangan BEI terdapat lebih 400 terminal komputer di mana para
floor trader dapat memasukkan pesanan yang diterimanya dari nasabah.
Darmadji dan Fakhruddin (2006:10) mengatakan bahwa harga saham
dibentuk karena adanya pemintaan dan penawaran atas saham. Permintaan
dan penawaran tersebut terjadi karena adanya banyak faktor, baik yang
sifatnya spesifik atas tersebut (kinerja perusahaan dan industri dimana
perusahaan tersebut bergerak) maupun faktor yang sifatnya makro seperti
kondisi ekonomi negara, kondisi sosial dan politik, maupun informasiinformasi yang berkembang.
MeadPress TeamWork (2002:26), faktor-faktor yang mempengaruhi
harga saham adalah:
1. Kebijakan pemeritah dan dampaknya.
Kebijakan pemerintah yang berkaitan langsung dengan bidang
bisnis perusahaan emiten sangat berpengaruh terhadap harga saham
misalnya swastanisasi perusahaan negara.
27
2. Pergerakan suku bunga.
Suku bunga yang tinggi menyebabkan peningkatan proporsi
operating. Dari sisi perbankan, peningkatan suku bunga SBI memberikan
peluang pendapatan dari simpanannya di bank sentral dan menaikkan
biaya usaha. Dengan naiknya SBI, menaikkan suku bunga deposito dan
mengakibatkan meningkatnya suku bunga kredit (karena pendapatan
andalan bank di Indonesia adalah pendapatan bunga) yang menyebabkan
emiten sulit untuk mengembalikan pinjamannya sehingga cash flow
terganggu dan harga saham menjadi terkoreksi amat tinggi.
3. Fluktuasi nilai tukar.
Melambungnya kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika secara
otomatis meningkatkan volume hutang luar negeri perusahaan-perusahaan
emiten.
Hal ini memperburuk kinerja keuangan dan meningkatkan
proporsi financial leverage. Indeks pasar di BEI cenderung mengikuti
pergerakan bursa internasional karena domonasi dana asing dan pemodal
lokal cenderung menggunakan strategi follower terhadap aksi pemodal
asing.
4. Rumor dan sentimen pasar.
Sentimen pasar terbentuk oleh pemicu seperti kebijaksanaan
pemerintah atau pernyataan pejabat-pejabat tertentu.
Indeks harga saham merupakan indikator utama yang menggambarkan
pergerakan harga saham (Fakhruddin, 2001:201). Indeks harga saham
membandingkan perubahan harga saham dari waktu ke waktu, apakah suatu
28
harga saham mengalami kenaikan atau penurunan dibandingkan suatu waktu
tertentu.
Penentuan indeks harga saham dibedakan menjadi dua, yaitu indeks
harga saham individu (indeks individual) dan Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG). Indeks individual merupakan indeks masing-masing saham terhadap
harga dasarnya (Darmadji, 2001:95), indeks ini tidak dapat mengukur harga
dari suatu saham perusahaan tertentu apakah mengalami perubahan kenaikan
atau penurunan.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) disebut juga indeks pasar
(market index) merupakan alat ukur kinerja sekuritas khususnya saham yang
listing di bursa yang digunakan oleh bursa-bursa di dunia. Indeks pasar di
Bursa Efek Indonesia (BEI) diberi nama Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) yang merupakan suatu nilai yang digunakan untuk mengukur kinerja
saham. Indeks di pasar modal mempunyai fungsi antara lain sebagai
benchmark kinerja portfolio, indikator trend pasar, indikator tingkat
keuntungan, dan sebagai fasilitas perkembangan produk derivatif. IHSG juga
menunjukkan pergerakan harga saham secara umum yang tercatat di bursa
efek (Anoraga, 2006:101).
IHSG di Indonesia, merupakan salah satu indeks yang merangkum
perkembangan harga-harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI).
IHSG
dapat dibaca sebagai gambaran ekonomi nasional Indonesia, jika IHSG
menunjukkan peningkatan menjelaskan bahwa ekonomi sedang dalam siklus
membaik dan sebaliknya jika IHSG menurun, menjelaskan bahwa keadaan
ekonomi Indonesia sedang mengalami kesulitan.
Download