Koalisi Lingkungan Desak Penghentian Deforestasi di Pulau Padang, Riau Anugerah Perkasa - Sabtu, 22 November 2014, 12:13 WIB Bisnis.com, JAKARTA— Komite Penasihat Pemangku Kepentingan atau stakeholder advisory committee (SAC) dari Asia Pacific Resources International Limited (APRIL) didesak untuk meminta penghentian operasi pembukaan hutan dan drainase gambut di Pulau Padang, Riau karena diduga melanggar peraturan dan komitmen perusahaan sendiri. Hal itu disampaikan dalam surat resmi Eyes on the Forest (EoF), koalisi tiga organisasi lingkungan di Riau kepada SAC pada APRIL, perusahaan induk yang mengendalikan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), salah satu perusahaan kertas terbesar di Indonesia. Area konsesi Pulau Padang yang dimiliki perusahaan itu mencapai 34.000 hektar, terletak di Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau. Koalisi organisasi itu terdiri dari WWF Indonesia Program Riau, Walhi Riau dan Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari). Dalam suratnya, EoF menyatakan pihaknya menemukan operasi pembukaan hutan dan drainase gambut yang terletak pada area dengan nilai konservasi tinggi, atau high conservation value (HCV) sehingga diduga melanggar aturan pemerintah dan Sustainable Forest Management Policy (SFMP), milik APRIL yang diumumkan pada Januari. Salah satu komitmennya adalah melakukan moratorium pada konsesi perusahaan saat penilaian HCV belum rampung. Oleh karena itu, koalisi itu menyampaikan keluhannya ke SAC berdasarkan hasil penyelidikan mereka atas dugaan deforestasi dalam laporan berjudul APRIL/RGE Continues Deforestation: PT RAPP Operations Violate Government Regulations and Its Own Sustainability Policy in Pulau Padang, Riau, Sumatra. "EoF memohon SAC agar meminta perusahaan untuk menghentikan penuh semua pembukaan hutan dan drainase gambut sampai penilaian HCV diverifikasi secara independen," demikian Muslim Rasyid dari EoF dalam suratnya yang diterima Bisnis, Jumat (21/11/2014). Dalam laporan itu disebutkan, EoF menemukan perusahaan menimbun kayu hutan alam yang baru ditebang, dan membuat kanal untuk drainase gambut terkait dengan aktivitas penanaman di kawasan selatan konsesi di Pulau Padang. Selain itu, perusahaan juga membawa kayu-kayu tersebut ke pabrik milik APRIL di Pangkalan Kerinci. Koalisi memaparkan pembukaan hutan alam yang dilakukukan sejak 3 tahun lalu di Pulau Padang, tanpa melakukan penilaian HCV secara independen dan kredibel. Pada November 2013, menurut EoF, APRIL menyajikan peta yang 'hampir selesai' untuk area HCV kepada WWF dan disetujui bahwa area itu akan dilindungi sampai penilaian yang tepat dari HCV Resource Network. Ini adalah organisasi yang beranggotakan pelbagai pihak macam perusahaan, organisasi lingkungan dan asosasi, guna mengindentifikasi dan mengawasi nilai sosial dan lingkungan terkait lanskap produksi yang berkaitan dengan meningkatnya permintaan ahan. "Menariknya, area HCV yang diindentifikasi sudah hilang sekitar 1.600 hektar dari hutan alam pada 8 Oktober 2013, bahkan sebelum laporan penilaian itu selesai," demikian EoF. EoF merekomendasikan agar APRIL menghentikan kegiatan pembukaan hutan alam dan drainase gambut, tidak pada sebatas area konsesi Pulau Padang, tapi juga konsesi para pemasoknya. Selain itu, laporan itu juga meminta perusahaan itu menyiapkan penilaian HCV baru dan independen. Juru Bicara APRIL Indonesia Kusnan Rahmin menegaskan pihaknya telah melaksanakan komitmen SFMP sesuai dengan yang dijanjikan serta membentuk SAC yang terdiri dari kalangan akademisi, LSM, pelaku industri dan masyarakat yakni Lembaga Adat melayu Riau untuk mengawasi implementasi SFMP. “Bahkan SFMP APRIL diaudit oleh Lembaga Independen KPMG ,” jelas Kusnan Rahmin, dalam pernyataannya ketika diminta konfirmasi terkait dengan riset EoF. Kusnan menambahkan bahwa perusahaan telah melakukan kajian HCV sejak 2005, dan khusus di Pulau Padang, penilaian telah selesai dilakukan oleh anggota HCV Resources Network. Dalam situs resmi APRIL, SAC melakukan pertemuan di Pangkalan Kerinci pada 12-14 Agustus lalu yang beranggotakan Joe Lawson (ketua), dan lainnya adalah Al Azhar, Budi Wardhana, Jeffrey Sayer dan Peter White. SAC menyatakan pihaknya mencatat kekhawatiran yang disampaikan WWF dan organisasi lingkungan di Riau lainnya terkait dengan implementasi SFMP, khususnya soal dugaan pelanggaran HCV. SAC dalam hal ini mendesak APRIL agar menerapkan pengawasan tata ruang yang lebih teliti, termasuk Kampar Peninsula dan Pulau Padang. Namun, APRIL mengklarifikasi ke SAC bahwa penilaian HCV sudah dilakukan oleh konsultan teknis yang terdaftar di HCV Resource Network. "APRIL juga mengklarifikasi bahwa proses FPIC sudah dilakukan, namun dua desa memilih tak terlibat dengan APRIL," demikian laporan SAC. Mekanisme FPIC (free, prior and informed consent) adalah prinsip persetujuan tanpa paksaan atas dasar informasi yang diterapkan ketika bisnis akan beroperasi di wilayah tertentu dan berpotensi berdampak pada komunitas lokal. Dalam hal ini, masyarakat akan memutuskan apakah akan menerima atau menolak bisnis yang akan beroperasi tersebut. Editor : Saeno Sumber: http://industri.bisnis.com/read/20141122/99/274787/koalisi-lingkungan- desak-penghentian-deforestasi-di-pulau-padang-riau