7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Manajemen Keuangan • Manajemen keuangan merupakan bidang yang terluas dari tiga bidang keuangan, dan memiliki kesempatan karir yang sangat luas. Adapun tiga bidang keuangan adalah: 1. Pasar uang dan pasar modal, yang terkait dengan pasar sekuritas dan lembaga keuangan. 2. Investasi, yang memfokuskan pada keputusan yang dibuat oleh investor individual dan institusional dalam memilih sekuritas untuk portofolio investasi. 3. Manajemen keuangan, atau keuangan perusahaan, yang mencakup semua keputusan dalam perusahaan. (Brigham, 2001, p6) • Pengertian manajemen keuangan dapat dirumuskan oleh fungsi dan tanggung jawab para manajer keuangan. Fungsi pokok manajemen keuangan antara lain menyangkut keputusan tentang penanaman modal, pembiayaan kegiatan usaha dan pembagian deviden pada suatu perusahaan (Weston, 2002, p3). • Manajemen keuangan adalah aktivitas pemilik dan manajemen perusahaan untuk memperoleh sumber modal yang semurah-murahnya dan menggunakan seefektif, seefisien, dan seproduktif mungkin untuk menghasilkan laba (Prawinogoro, 2006, p1). • Aktivitas dalam manajemen keuangan meliputi : 1) Aktivitas Pembiayaan (Financing Activity) 8 Aktivitas pembiayaan ialah kegiatan pemilik dan manajemen perusahaan untuk mencari sumber modal untuk membiayai kegiatan bisnis. 2) Aktivitas Investasi (Investment Activity) Aktivitas investasi ialah kegiatan penggunaan dana berdasar pemikiran hasil yang sebesar-besarnya dan risiko yang sekecil-kecilnya. 3) Aktivitas Bisnis (Business Activity) Aktivitas bisnis ialah kegiatan untuk mencari laba melalui efektivitas penjualan barang atau jasa dan efisiensi biaya yang akan melahirkan laba. (Darsono, 2006, p1) • Manajemen keuangan mencakup keputusan investasi, pembiayaan, dan deviden suatu perusahaan. Fungsi utama manajer keuangan adalah merencanakan, memperoleh, dan menggunakan dana untuk menghasilkan kontribusi yang maksimum terhadap operasi yang efisien dari suatu organisasi (Weston, 2002, p21). • Manajemen keuangan dapat didefinisikan sebagai : (1) usaha manajemen untuk memperoleh dana (modal) dengan biaya yang semurahmurahnya, (2) menggunakan dana yang efektif, efisien, dan produktif dengan tujuan akhir untuk memperoleh keuntungan (Darsono, 2006, p35). 2.1.2 Laporan Keuangan 2.1.2.1 Pengertian Laporan Keuangan Menurut Myer dalam bukunya Financial Statement Analysis (Munawir, 2004, p5) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan laporan keuangan adalah: Dua daftar yang disusun oleh Akuntan pada akhir periode untuk suatu perusahaan. Kedua daftar itu adalah daftar neraca atau daftar posisi keuangan dan daftar pendapatan atau daftar rugi-laba. Pada waktu akhir-akhir ini sudah menjadi kebiasaan bagi 9 perseroan-perseroan untuk menambahkan daftar ketiga yaitu daftar surplus atau daftar laba yang tak dibagikan (laba yang ditahan). Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap meliputi neraca, laporan laba-rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan (IAI, 2002, p2). Laporan keuangan atau financial statements berisi informasi tentang prestasi perusahaan di masa lampau dan dapat memberikan petunjuk untuk penetapan kebijakan di masa yang akan datang (Weston, 2002, p17). Laporan keuangan adalah beberapa lembar kertas yang bertuliskan angka-angka, tetapi sangat penting juga untuk memikirkan aktiva riil dibalik angka-angka tersebut (Brigham, 2001, p36). Laporan keuangan (financial statement) merupakan daftar ringkasan akhir transaksi keuangan organisasi yang menunjukkan semua kegiatan operasional organisasi dan akibatnya selama tahun buku yang bersangkutan (Sugiyarso, 2006, p1). Laporan tahunan atau annual report adalah laporan yang diterbitkan setiap tahun oleh perusahaan kepada para pemegang saham. Laporan ini berisi laporan keuangan dasar dan opini manajemen atas operasi perusahaan selama tahun lalu dan prospek perusahaan di masa depan (Brigham, 2001, p38). 2.1.2.2 Bentuk-bentuk Laporan Keuangan Laporan keuangan yang utama bagi perusahaan perorangan adalah laporan labarugi, laporan ekuitas pemilik, neraca, dan laporan arus kas. Urutan penyusunan dan sifat data yang terdapat dalam laporan-laporan tersebut adalah sebagai berikut: 10 1. Laporan Laba-rugi (Income Statement) → Laporan laba atau rugi untuk periode tertentu terdiri atas penerimaan bersih dikurangi beban periode itu (Keown, 2001, p80). → Laporan laba rugi (disebut juga laporan pendapatan) menyajikan pendapatan, beban, laba bersih, dan laba per lembar saham untuk satu periode akuntansi. Biasanya satu tahun sekali atau satu kuartal sekali (Fraser, 2004, p100). → Laporan laba-rugi adalah laporan yang mengikhtisarkan pendapatan dan beban perusahaan selama periode akuntansi tertentu, yang umumnya setiap kuartal atau satu tahun. (Brigham, 2001, p42). 2. Laporan Laba Ditahan (Statement of Retained Earnings) → Laporan laba ditahan menunjukkan perubahan laba ditahan antara dua tanggal neraca. Laba ditahan menunjukkan klaim terhadap aktiva, bukannya aktiva per ekuitas pemegang saham (Brigham, 2001, p38). 3. Neraca (Balance Sheet) → Neraca adalah unsur yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah aktiva, kewajiban, dan ekuitas (IAI, 2002, p12-13). → Neraca adalah laporan posisi keuangan perusahaan pada suatu waktu tertentu (Brigham, 2001, p39). → Neraca adalah laporan yang sistematis tentang aktiva, kewajiban, dan ekuitas dari suatu perusahaan pada suatu saat tertentu (Sugiyarso, 2006, p2). → Laporan posisi keuangan (balance sheet) suatu perusahaan terdiri dari harta (assets), kewajiban (liabilities), dan modal, atau neraca merupakan persamaan dari: Harta = Utang + Modal (Darsono, 2006, p36) 11 → Neraca adalah laporan posisi keuangan pada saat tertentu. Bentuk laporan mengikuti persamaan neraca: Total aktiva = total kewajiban + ekuitas pemegang saham pemilik (Keown, 2001, p82). → Bentuk penyajian neraca di dalam praktek sangat bervariasi. Hal ini dipengaruhi oleh sifat dan ukuran usaha perusahaan, sifat kekayaan yang dimiliki perusahaan, persyaratan tertentu yang dimiliki oleh lembaga pengaturan seperti IAI, Bapepam, dan lain-lain. Namun secara umum neraca dapat disajikan dalam 2 bentuk, yaitu: Bentuk Perkiraan (Account Form) yang melaporkan aktiva di kiri (debet) dan kewajiban serta modal pemilik di kanan (kredit). Bentuk Laporan (Report Form) yang melaporkan aktiva, kewajiban, dan modal pemilik dalam susunan vertikal (Saputra, 2002, p301-302). 4. Laporan arus kas (Cash Flow) → Laporan arus kas menggambarkan penerimaan dan pengeluaran kas untuk jangka waktu tertentu (biasanya setahun) (Keown, 2001, p85). 2.1.2.3 Sifat dan Keterbatasan Laporan Keuangan Sifat dan keterbatasan laporan keuangan yang disusun perusahaan adalah : i. Laporan keuangan bersifat historis yaitu laporan yang sudah lewat, karena laporan keuangan tidak dapat dianggap sebagai satu-satunya sumber informasi dalam proses pengambilan keputusan ekonomi. ii. Laporan keuangan bersifat umum dan bukan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pihak tertentu. 12 iii. Proses penyusunan laporan keuangan tidak luput dari penggunaan taksiran dan berbagai pertimbangan. iv. Akuntansi hanya melaporkan informasi yang material. Demikian pula, penerapan standar akuntansi terhadap suatu fakta atau pos tertentu mungkin tidak dilaksanakan jika hal ini tidak menimbulkan pengaruh yang material terhadap kelayakan laporan keuangan. v. Laporan keuangan bersifat konservatif dalam menghadapi ketidakpastian: bila terdapat beberapa kemungkinan simpulan yang tidak pasti mengenai penilaian suatu pos, maka lazimnya yang dipilih alternatif yang menghasilkan laba bersih atau nilai aktiva yang paling kecil. vi. Laporan keuangan lebih menekankan pada makna ekonomis suatu peristiwa atau transaksi daripada bentuk hukumnya (formalitasnya). vii. Adanya pelbagai alternatif metode akuntansi yang dapat digunakan menimbulkan variasi dalam pengukuran sumber ekonomis dan tingkat kesuksesan antar perusahaan. viii. Informasi yang bersifat kualitatif dan fakta yang tidak dapat dikuantifikasikan umumnya diabaikan. Untuk mengatasi sifat dan keterbatasan laporan keuangan, maka penyusunan laporan keuangan disusun harus mengikuti standar akuntansi keuangan dan biasanya setiap tahun menjadi obyek audit (Lung, 2002, p137). 2.1.3 Economic Value Added (EVA) 2.1.3.1 Sejarah Economic Value Added (EVA) Dasar teoritis dari konsep Nilai Tambah Ekonomis disajikan dalam kertas akademis yang dipublikasikan antara tahun 1958 dan 1961 oleh dua ekonom finansial, yaitu 13 Merton H. Miller dan Franco Modigliani, yang memenangkan hadiah Nobel dalam bidang ekonomi. Mereka berargumentasi bahwa laba ekonomis (economic income) merupakan sumber penciptaan nilai (value creation) di perusahaan dan bahwa tingkat kembalian (rate of return/ cost of capital) ditentukan berdasarkan tingkat resiko yang diasumsikan oleh investor. Sayangnya, Miller dan Modigliani tidak memberikan teknik untuk mengukur laba ekonomis (economic income) dalam suatu perusahaan. Konsep EVA dipopulerkan oleh G. Bennet Steward, III, Managing Partner dari Stern Steward & Co dalam bukunya ”The Quest for Value” pada tahun 1991. Buku yang terbaru dari Joe M. Stern Managing Partner dari Stern Steward & Co berjudul ”The EVA Challenge Implementing Value – Added Change in An Organization” diterbitkan tahun 2001. Konsep EVA diluncurkan Stern Steward & Co pada tahun 1989. Sejak itu, lebih dari 300 perusahaan di dunia mengadopsi disiplin tersebut, antara lain: Coca Cola, Quaker Oats, Boise Cascade, Briggs & Stratton, Lafarge, Siemens, Tate & Lyle, Telecom New Zealand, Telstra, Monsanto, SPX, Herman Miller, JC Penney, dan US Portal Service (Joel M. Stern, 2001, hal 15-16). 2.1.3.2 Pengertian Economic Value Added (EVA) • Menurut Steward sebagaimana yang dikutip oleh Sapto Jumono (Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. 1 No. 01 Agustus, 2005, p55) menyatakan bahwa EVA dipopulerkan oleh Stern Stewart Management Service yang merupakan salah satu perusahaan konsultan di Amerika Serikat. EVA ini pada prinsipnya bukanlah merupakan metode yang relatif baru dalam mengevaluasi dan menghargai kinerja manajemen. • Menurut Tunggal sebagaimana yang dikutip oleh Iramani (Jurnal Akuntansi dan Keuangan Volume 7 No. 1 Mei, 2005, p3) menyatakan bahwa metode EVA 14 pertama kali dikembangkan oleh Stewart & Stern seorang analis keuangan dari perusahaan Stern Steward & Co pada tahun 1993. Di Indonesia metode tersebut dikenal dengan metode NITAMI (Nilai Tambah Ekonomi). EVA/ NITAMI adalah metode manajemen keuangan untuk mengukur laba ekonomi dalam suatu perusahaan yang menyatakan bahwa kesejahteraan hanya dapat tercipta manakala perusahaan mampu memenuhi semua biaya operasi dan biaya modal. EVA merupakan tujuan perusahaan untuk meningkatkan nilai atau value added dari modal yang telah ditanamkan pemegang saham dalam operasi perusahaan. Oleh karenanya EVA merupakan selisih laba operasi setelah pajak (Net Operating Profit After Tax atau NOPAT) dengan biaya modal (Cost of Capital). • Economic Value Added (EVA) merupakan indikator tentang adanya penciptaan nilai dari suatu investasi yang secara sederhana dapat diartikan sebagai laba operasi setelah pajak (After Tax Operating Income) yang dikurangi dengan total biaya modal (Total Cost of Capital), dimana total biaya dihitung dengan cara mengalikan tingkat biaya modal dengan total biaya yang diinvestasikan (Diana, 2005, p40). • Menurut Widayanto sebagaimana yang dikutip oleh Diana (Jurnal Ilmiah Bidang Manajemen & Akuntansi Volume 2 No. 1 Maret, 2005, p40) mengemukakan bahwa EVA merupakan konsep yang dapat menilai kinerja perusahaan secara adil. Adil disini mengandung pengertian bahwa dalam pengukuran laba perusahaan, perusahaan harus dengan adil memperhatikan dan mempertimbangkan harapanharapan penyedia dana (kreditur dan pemegang saham) dan derajat keadilan ini diukur dengan penggunaan ukuran tertimbang dari strukur modal yang ada. • EVA merupakan salah satu ukuran untuk kinerja operasional. EVA dapat didefinisikan sebagai keuntungan operasional setelah pajak dikurangi dengan biaya modal atau dengan kata lain EVA merupakan pengukuran pendapatan sisa 15 (residual income) yang mengurangkan biaya modal terhadap laba operasi. Laba operasi setelah pajak menggambarkan hasil penciptaan ”value” di dalam perusahaan, sedangkan biaya modal dapat diartikan sebagai pengorbanan yang dikeluarkan dalam penciptaan ”value” tersebut (Rusdiyanti, 2002, p58). • EVA adalah laba yang tertinggal setelah dikurangi dengan biaya modal (cost capital) yang diinvestasikan untuk menghasilkan laba tersebut. EVA merupakan suatu tolak ukur kinerja keuangan yang berbasis nilai. EVA merupakan suatu tolak ukur yang menggambarkan jumlah absolut dari nilai pemegang saham (shareholder value) yang diciptakan (created) atau dirusak (destroyed) pada suatu periode tertentu, biasanya setahun. EVA yang positif menunjukkan penciptaan value (value creation), sedangkan EVA yang negatif menunjukkan penghancuran nilai (value destruction). (Widjaja, 2001, p2) • EVA merupakan keuntungan ekonomis yang didefinisikan sebagai laba operasi setelah pajak (Net Operating Profit After Tax atau NOPAT) dikurangi dengan total biaya modal (total cost of capital atau COC). Formula perhitungannya sebagai berikut: → Keuntungan ekonomis = NOPAT – (coc x Capital Invested) → NOPAT = Net Operating Profit After Tax Formula tersebut dapat disajikan dengan: → Keuntungan ekonomis = (Return of Capital - coc) x capital → Return on capital = NOPAT / Capital Menghitung NOPAT, elemen yang penting adalah laba operasi setelah pajak dan cash operating taxes. Perhitungan NOPAT dari data laporan keuangan harus di- 16 adjust dengan item yang setara dengan ekuitas (equity equivalents) seperti: deffered tax reserve, LIFO reserve, goodwill amortization, dan lainnya. Modal (capital), yaitu didefinisikan sebagai penjumlahan working capital, net plant property and equipment, goodwill, other assets, dan beberapa penyesuaian seperti present value dari operating lease dan akumulasi amortisasi goodwill. Biaya modal, biaya yang muncul dari adanya modal sendiri dan hutang. Untuk mengetahui biaya modal perusahaan harus menghitung biaya rata-rata dari biaya masing-masing modal yang dipergunakan, yaitu dengan cara menjumlahkan biaya masing-masing modal dari dana sendiri dan dana pinjaman (perkalian porsi modal sendiri dan hutang dengan biaya modalnya, namun modal hutang harus mempertimbangkan pajak). Perhitungan biaya modal dapat juga dengan cara menggunakan capital assets pricing model (CAPM). • Nilai tambah ekonomis merupakan nilai tambah kepada pemegang saham oleh manajemen selama satu tahun tertentu. Nilai tambah ekonomis (EVA) memfokuskan pada efektivitas manajerial dalam satu tahun tertentu (Brigham, 2001, p51). Rumus dasar EVA adalah sebagai berikut: EVA = Laba operasi setelah pajak – Biaya modal setelah pajak = EBIT (1-Tarif pajak) – (Total modal) (Biaya modal setelah pajak) Total modal mencakup utang jangka panjang, saham preferen, dan ekuitas saham biasa. Jadi, EVA adalah suatu estimasi laba ekonomis yang sesungguhnya dari perusahaan dalam tahun berjalan, dan hal ini sangat berbeda dengan laba akuntansi. EVA menunjukkan sisa laba setelah semua biaya modal, termasuk modal ekuitas, dikurangkan, memperhitungkan modal ekuitas. sedangkan laba akuntansi ditentukan tanpa 17 • Nilai tambah ekonomis (Ecomonic Value Added / EVA) memberikan cara berpikir yang bermanfaat tentang modal kerja (Brigham, 2001, p153). Rumus EVA: EVA = ((EBIT x (1-T)) – (WACC x Jumlah modal) • EVA atau keuntungan ekonomis yang positif menandakan bahwa tingkat pengembalian yang dihasilkan melebihi tingkat biaya modal atau tingkat pengembalian yang diminta investor atas investasi yang dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan berhasil menciptakan nilai tambah bagi pemilik modal, sesuai dengan tujuan memaksimumkan nilai perusahaan atau meningkatkan kemakmuran pemodal. Sebaliknya EVA yang negatif menandakan bahwa nilai perusahaan berkurang sebagai akibat tingkat pengembalian yang dihasilkan lebih rendah dari pada tingkat pengembalian yang dituntut investor (Jumono, 2005, p56). 2.1.3.3 o Pengukuran EVA Menurut Velez sebagaimana yang dikutip oleh Iramani (Jurnal Akuntansi dan Keuangan Volume 7 No. 1 Mei, 2005, p4) menyatakan bahwa ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur EVA, tergantung dari struktur modal dari perusahaan. Apabila dalam struktur modalnya perusahaan hanya menggunakan modal sendiri, secara sistematis EVA dapat ditentukan sebagai berikut: EVA = NOPAT – (ie x E) Dimana: NOPAT = Net Operating Profit After Taxes ie = opportunity cost of equity 18 E = Total Equity Namun, manakala dalam struktur perusahaan terdiri dari hutang dan modal sendiri, secara sistematis EVA dapat dirumuskan sebagai berikut: EVA = NOPAT – (WACC x TA) Dimana: NOPAT = Net Operating Profit After Taxes WACC = Weighted Average Cost of Capital TA = Total Assets (Total Modal) Dari perhitungan akan diperoleh kesimpulan dengan interprestasi hasil sebagai berikut: Jika EVA > 0, hal ini menunjukkan terjadi nilai tambah ekonomis bagi perusahaan. Jika EVA < 0, hal ini menunjukkan tidak terjadi nilai tambah ekonomis bagi perusahaan. Jika EVA = 0, hal ini menunjukkan posisi impas karena laba telah digunakan untuk membayar kewajiban kepada penyandang dana baik kreditur maupun pemegang saham. o Rumus: EVA = NOPAT – C. CCR Keterangan: NOPAT = Net Operating Profit After Tax C = Capital CCR = Capital Cost Rate atau Cost of Capital (Widjaja, 2001, p2). 19 2.1.3.4 Manfaat EVA Menurut Rousana sebagaimana yang dikutip oleh Sapto Jumono (Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. 1 No. 01 Agustus, 2005, p58) menyatakan bahwa EVA sangat bermanfaat dalam penilaian kinerja perusahaan, dengan fokus penilaian pada penciptaan nilai tambah. Bagi negara-negara yang sudah mapan pasar modalnya, di mana harga saham merupakan cerminan dari nilai atau kinerja perusahaan, maka penggunaan EVA sangat terkait dengan kesadaran manajer dalam menjalankan tugasnya yaitu meningkatkan atau memaksimumkan nilai perusahaan dan nilai pemegang saham. Dengan perkataan lain, bahwa dengan EVA perhatian manajer sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Manajer akan berfikir dan bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham, yaitu memilih investasi yang memaksimumkan tingkat pengembalian (rate of return) dan meminimumkan tingkat biaya modal (cost of capital). Menurut Tunggal sebagaimana yang dikutip oleh Iramani (Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Volume 7, No. 1, Mei 2005, p3) menyatakan bahwa beberapa manfaat EVA dalam mengukur kinerja perusahaan antara lain: (1) EVA merupakan suatu ukuran kinerja perusahaan yang dapat berdiri sendiri tanpa memerlukan ukuran lain baik berupa perbandingan dengan menggunakan perusahaan sejenis atau menganalisis kecenderungan (trend), (2) Hasil perhitungan EVA mendorong pengalokasian dana perusahaan untuk investasi dengan biaya modal yang rendah. Menurut Isnani dan Iswati sebagaimana yang dikutip oleh Turangan (Jurnal Akuntansi/ Th.VII/ 02/ Des/ 2003, p151) menyatakan bahwa kelebihan dari EVA adalah: 1) bermanfaat sebagai penilai kinerja yang berfokus pada penciptaan nilai (value creation); 2) membuat perusahaan lebih memperhatikan struktur modal; 20 dan 3) dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kegiatan atau proyek yang memberikan pengembalian lebih tinggi daripada biaya modal. Menurut Utama sebagaimana yang dikutip oleh Iramani (Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Volume 7, No. 1, Mei 2005, p3-4) menyatakan bahwa manfaat EVA adalah: (1) EVA dapat digunakan sebagai penilaian kinerja keuangan perusahaan karena penilaian kinerja tersebut difokuskan pada penciptaan nilai (value craetion), (2) EVA akan menyebabkan perusahaan lebih memperhatikan kebijakan struktur modal, (3) EVA membuat manajemen berpikir dan bertindak seperti halnya pemegang saham yaitu memilih investasi yang memaksimumkan tingkat pengembalian dan meminimumkan tingkat biaya modal sehingga nilai perusahaan dapat dimaksimalkan, (4) EVA dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kegiatan atau proyek yang memberikan pengembalian lebih tinggi daripada biayabiaya modalnya. EVA akan menyebabkan perusahaan memperhatikan struktur modalnya. EVA secara eksplisit memperhitungkan biaya modal atas ekuitas dan mengakui bahwa karena lebih tingginya resiko yang dihadapi oleh pemilik ekuitas, besarnya tingkat biaya modal atas ekuitas adalah lebih tinggi daripada tingkat biaya modal atas hutang (Rusdiyanti, 2002, p60). EVA dapat digunakan untuk mengidentifikasi kegiatan atau proyek yang memberikan pengembalian lebih tinggi daripada biaya modalnya. Kegiatan atau proyek yang memberikan nilai sekarang dari total EVA yang positif menunjukkan bahwa proyek tersebut menciptakan nilai perusahaan dan dengan demikian sebaiknya diambil (Rusdiyanti, 2002, p60). EVA dapat digunakan sebagai alat untuk menilai perusahaan, apabila perhitungan EVA tidak hanya pada periode masa kini tetapi juga mencakup periode yang akan 21 datang. Hal ini disebabkan karena EVA pada satu tahun tertentu menunjukkan besarnya penciptaan nilai pada tahun tersebut, sedangkan nilai perusahaan menunjukkan nilai sekarang dan total penciptaan selama umur perusahaan tersebut (Rusdiyanti, 2002, p60). Menurut Coates sebagaimana yang dikutip oleh Rusdiyanti (Jurnal Dinamika Sosial Budaya 4(1) Juni, 2002, p60) menyatakan bahwa EVA diharapkan mampu menjadi ”quantitative yardstick”, seberapa efektif pencapaian tujuan (objective achievement) diukur. Pengukuran kinerja yang baik diharapkan dapat membantu maksud-maksud berikut ini. 1. Mengarahkan dan memotivasi pihak manajemen terhadap kesamaan tindakan dan tujuan. 2. Sebagai bagian dari mekanisme kontrol membandingkan seberapa dekat prestasi yang ditargetkan akan tercapai. 3. Mengidentifikasikan seberapa efektif strategi atau berbagai kebijakan beroperasi dalam lingkungan perusahaan. 4. Bertindak sebagai dasar pemberian remunerasi, insentif, dan pertimbangan promosi jabatan. Menurut Soetjipto sebagaimana yang dikutip oleh Sapto Jumono (Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. 1 No. 01 Agustus, 2005, p58) menyatakan bahwa bila EVA dibanding dengan ukuran akuntansi tradisional seperti ROA dan ROE yang lazim digunakan selama ini dalam mengukur kinerja perusahaan, nampaknya ukuran tradisional memiliki kelemahan yaitu mengabaikan adanya biaya modal, sehingga sulit untuk mengetahui apakah suatu perusahaan telah menciptakan nilai atau tidak. 22 Secara implisit, aplikasi EVA dalam pengukuran kinerja keuangan dapat mendorong manajer perusahaan dalam menjalankan operasional perusahaan akan memperhatikan kebijakan struktur modalnya. Selama ini banyak orang beranggapan bahwa dana sendiri (ekuitas) adalah merupakan dana murah yang tidak perlu dikompensasi dengan tingkat pengembalian yang lebih tinggi. Anggapan bahwa ekuitas adalah dana murah, antara lain karena tidak diperhitungkan biaya modal ekuitas pada laporan keuangan, sehingga seolah-olah dana ekuitas itu gratis. EVA yang secara eksplisit memasukan biaya modal atas ekuitas akan mengubah pandangan ini dan memaksa perrusahaan untuk selalu berhati-hati dalam menentukan struktur permodalannya. Salah satu keunggulan EVA sebagai penilai kinerja perusahaan adalah dapat digunakan sebagai penciptaan nilai (value creation). Keunggulan EVA yang lain adalah: (1) EVA memfokuskan penilaian pada nilai tambah dengan memperhitungkan beban sebagai konsekuensi investasi, (2) Konsep EVA adalah alat perusahaan dalam mengukur harapan yang dilihat dari segi ekonomis dalam pengukurannya yaitu dengan memperhatikan harapan para penyandang dana secara adil dimana derajat keadilan dinyatakan dengan ukuran tertimbang dari struktur modal yang ada dan berpedoman pada nilai pasar dan bukan pada nilai buku, (3) Perhitungan EVA dapat dipergunakan secara mandiri tanpa memerlukan data pembanding seperti standar industri atau data perusahaan lain sebagai konsep penilaian, (4) Konsep EVA dapat digunakan sebagai dasar penilaian pemberian bonus pada karyawan terutama pada divisi yang memberikan EVA lebih sehingga dapat dikatakan bahwa EVA menjalankan stakeholders satisfaction concepts dan (5) Pengaplikasian EVA yang mudah menunjukkan bahwa konsep tersebut merupakan ukuran praktis, mudah dihitung dan mudah digunakan 23 sehingga merupakan salah satu bahan pertimbangan dalam mempercepat pengambilan keputusan bisnis (Iramani, 2005, p6). Menurut Soter sebagaimana yang dikutip oleh Sapto Jumono (Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. 1 No. 01 Agustus, 2005, p59) menyatakan bahwa EVA dapat juga digunakan untuk mengidentifikasikan kegiatan atau proyek yang memberikan pengembalian lebih tinggi daripada biaya modalnya. Kegiatan atau proyek yang memberikan nilai sekarang dari total EVA yang positif menunjukkan bahwa proyek tersebut menciptakan nilai perusahaan dan dengan demikian sebaiknya diambil atau dilaksanakan. Sebaliknya bila negatif, berarti proyek tersebut tidak perlu diambil atau dilaksanakan. Dengan demikian, sebagai manajer perusahaan harus selalu membandingkan proyek dengan tingkat biaya modal yang mencerminkan risiko proyek dengan tingkat pengembalian hasil. Menurut Lehn sebagaimana yang dikutip oleh Sapto Jumono (Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. 1 No. 01 Agustus, 2005, p59) menyatakan bahwa dengan ukuran akuntansi tradisional kenaikan laba perusahaan belum tentu mengakibatkan nilai perusahaan meningkat. Hal ini disebabkan naiknya laba operasi dapat mengakibatkan naiknya risiko bisnis yang dihadapi perusahaan, apabila kenaikan laba operasi tidak berasal dari efisiensi internal melainkan hasil investasi pada bidang-bidang bisnis yang baru. Keunggulan lain dari EVA dibanding ukuran tradisional adalah EVA dapat digunakan secara mandiri tanpa memerlukan data pembanding seperti standar industri atau data perusahaan lain, sebagaimana konsep penilaian dengan menggunakan analisa ratio (dalam kenyataannya data pembanding atau ratas industri sering tidak tersedia). Menurut Widayanto sebagaimana yang dikutip oleh Diana (Jurnal Ilmiah Bidang Manajemen dan Akuntansi Volume 2 No. 1 Maret, 2005, p40) menyatakan bahwa 24 beberapa keunggulan Economic Value Added (EVA) sebagai pengukur kinerja finansial diantaranya adalah : a.) Sebagai ukuran kinerja yang dapat berdiri sendiri tanpa adanya perbandingan dengan perusahaan sejenis. b.) Alat ukur yang mudah digunakan. c.) Dapat melihat segi ekonomis dalam pengukuran kinerja perusahaan secara adil memperhatikan harapan penyandang dana. 2.1.3.5 Kelemahan EVA → Meskipun pendekatan nilai tambah mempunyai kelebihan dari ukuran tradisional, namun pendekatan ini memiliki berbagai kelemahan yaitu : a. EVA hanya mengukur hasil akhir, konsep ini tidak mengukur aktivitas-aktivitas penentu seperti loyalitas konsumen. b. EVA hanya menggambarkan penciptaan nilai pada suatu tahun tertentu. Seperti diketahui bahwa nilai perusahaan tersebut merupakan akumulasi dari EVA selama umur perusahaan atau nilai sekarang selama umur dari perusahaan. c. Penggunaan CAPM dalam aplikasi keuntungan ekonomis untuk menghitung biaya modal, tidak cukup untuk mengukur hubungan antara risk dan return, karena bergantung pada data yang dipergunakan, dalam hitungan beta. d. Perbedaan taksiran market risk premium akan mengakibatkan perbedaan pada biaya modal dan selanjutnya mengakibatkan perbedaan pada keuntungan ekonomis (Jumono, 2005, p59). 25 Æ Menurut Mirza sebagaimana yang dikutip oleh Iramani (Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Volume 7, No. 1, Mei 2005, p6) menyatakan bahwa EVA terlalu bertumpu pada keyakinan bahwa investor sangat mengandalkan pendekatan fundamental dalam mengkaji dan mengambil keputusan untuk menjual atau membeli saham tertentu padahal faktor-faktor lain terkadang justru lebih dominan. Æ Kekurangan dari model EVA adalah: 1. Hanya menggambarkan penciptaan nilai pada suatu periode tertentu. 2. Proses perhitungannya memerlukan estimasi atas biaya modal. Estimasi tersebut cukup sulit dilakukan dengan tepat, terutama pada perusahaan yang belum go public. 3. EVA terlalu menekankan pada keyakinan bahwa investor sangat mengandalkan pendekatan fundamental dalam mengkaji dan mengambil keputusan untuk menjual atau membeli saham tertentu, padahal faktor-faktor lain kadangkadang justru dominan. 4. Konsep EVA sangat bergantung pada transparansi internal untuk menghasilkan perhitungan yang akurat. Di dalam kenyataan perusahaan jarang mengemukakan kondisi internalnya. (Turangan, 2003, p151). 2.1.3.6 Guidelines untuk suksesnya pengimplementasian EVA 1. Tindakan implementasi harus dipandang sebagai suatu proyek dalam perusahaan, dengan adanya alokasi anggaran khusus serta adanya seorang pemimpin proyek yang berasal dari lingkungan senior eksekutif. 2. Pengambilan keputusan harus dilakukan secara desentralisasi, hal ini menjadi sangat penting sehingga manajer tingkat bawah memiliki kekuasaan untuk 26 mengambil langkah penting apa saja yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja yang dipakai untuk pengukuran EVA. 3. Pendekatan secara bertahap dalam melakukan implementasi sangat direkomendasikan, penggunaan EVA pertama kali bisa saja dilakukan untuk mengukur kinerja perusahaan, baru kemudian dijadikan sebagai dasar untuk skema insentif perusahaan. Hal ini ditujukan untuk menghindari tidak terbentuknya komitmen dari para manajer untuk mensukseskan implementasi jika skema insentif berbasis EVA diadopsi secara bersamaan. (Turangan, 2003, p151). 2.1.3.7 Permasalahan dalam penerapan EVA 1) Tidak adanya harapan yang nyata bahwa EVA dengan sendirinya dapat memperbaiki keadaan perusahaan. 2) Timbulnya demotivasi pada saat perusahaan tidak mampu menaikkan EVA karena faktor-faktor eksternal perusahaan yang tidak dapat dikontrol. 3) Kesulitan dalam menghitung biaya modal dan penyusunan alokasi modal. 4) Kesulitan komunikasi dan perbedaan konsep, terutama jika EVA diimplementasikan ke seluruh bagian perusahaan. 5) Administrasi dari EVA membutuhkan pengawasan yang sangat hati-hati untuk menghindari terjadinya birokrasi yang berbelit-belit. 6) Pengukuran dengan EVA saja, sama dengan alat pengukur keuangan yang lainnya, adalah tidak cukup jika berdiri sendiri digunakan untuk mengawasi pencapaian tujuan strategik perusahaan. (Turangan, 2003, p152). 27 2.1.4 Kinerja 2.1.4.1 Pengertian Kinerja • Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke 2, terbitan Balai Pustaka tahun 1993, sebagaimana yang dikutip oleh Helianti (Jurnal Pendidikan Penabur No.02/ Th.III/ Maret 2004, p19) menyatakan bahwa pengertian kinerja adalah (1) sesuatu yang dicapai, (2) prestasi yang diperlihatkan, dan (3) kemampuan kerja. Kinerja adalah pengalihbahasaan dari kata bahasa Inggris “ performance”. • Menurut Whitmore (1997: 104) sebagaimana yang dikutip oleh Helianti (Jurnal Pendidikan Penabur - No.02/ Th.III/ Maret 2004, p19) mendefinisikan kinerja sebagai pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang, tetapi itu kedengarannya seperti melakukan kebutuhan yang paling minim untuk berhasil. Kinerja yang nyata jauh melampaui apa yang diharapkan; kinerja menetapkan standar-standar tertinggi orang itu sendiri, selalu standar-standar yang melampaui apa yang diminta atau diharapkan orang lain. Hal ini tentu saja merupakan ekspresi potensi seseorang. Ini mendekati arti kinerja yang kedua sebagaimana didefinisikan oleh Whitmore adalah suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan. • Menurut Bernadin & Russell (1993: 379) sebagaimana yang dikutip oleh Genoveva (Menyusun Sistem Penilaian Kinerja Dosen yang Mendukung Tri Dharma Perguruan Tinggi, 2001, p3) menyatakan bahwa pengertian kinerja adalah hasil dari prestasi kerja yang telah dicapai seorang karyawan sesuai dengan fungsi tugasnya pada periode tertentu. • Menurut Rao (1986: 120) sebagaimana yang dikutip oleh Helianti (Jurnal Pendidikan Penabur - No.02/ Th.III/ Maret 2004, p19) mengemukakan bahwa penilaian kinerja adalah sebuah mekanisme untuk memastikan bahwa orang- 28 orang pada tiap tingkatan mengerjakan tugas-tugas menurut cara yang diinginkan oleh para majikan mereka. Adapun dimensi meliputi: (1)pencapaian sasaran pekerjaan, (2)inisiatif, (3)kerjasama, (4)sumbangan kepada kemajuan karyawan dan(5)perilaku lain. • Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI, 1996) sebagaimana yang dikutip oleh Febryani (Analisis Kinerja Bank Devisa Dan Bank Non Devisa Di Indonesia, 2003, p42) mengemukakan bahwa kinerja perusahaan dapat diukur dengan menganalisa dan mengevaluasi laporan keuangan. Informasi posisi keuangan dan kinerja keuangan di masa lalu seringkali digunakan sebagai dasar untuk memprediksi posisi keuangan dan kinerja di masa depan dan hal-hal lain yang langsung menarik perhatian pemakai seperti pembayaran dividen, upah, pergerakan harga sekuritas dan kemampuan perusahaan untuk memenuhi komitmennya ketika jatuh tempo. • Kinerja merupakan hal penting yang harus dicapai oleh setiap perusahaan di manapun, karena kinerja merupakan cerminan dari kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber dayanya. Selain itu tujuan pokok penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang diharapkan. Standar perilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan (Febryani, 2003, p42). • Menurut Suprihanto (1988: 7) sebagaimana yang dikutip oleh Helianti (Jurnal Pendidikan Penabur - No.02/ Th.III/ Maret 2004, p19) mengemukakan tentang penilaian kinerja, dikatakan suatu sistem yang digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah seorang karyawan telah melaksanakan pekerjaannya 29 masingmasing secara keseluruhan. Penilaian itu mencakup aspek yang tidak hanya dilihat dari segi fisiknya tetapi meliputi berbagai hal seperti kemampuan kerja, disiplin, hubungan kerja, prakarsa, kepemimpinan dan hal-hal khusus sesuai dengan bidang dan level pekerjaannya. • Pengertian kinerja keuangan adalah penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba (Sucipto, 2003, p2). 2.1.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja • Menurut Rossett dan Arwady (1987) sebagaimana yang dikutip oleh Helianti (Jurnal Pendidikan Penabur - No.02/ Th.III/ Maret 2004, p19) mengemukakan bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi kinerja, yaitu: 1)kurangnya keterampilan dan pengetahuan, 2)kurangnya insentif atau tidak tepatnya insentif diberikan, 3)lingkungan kerja yang tidak mendukung,dan 4)tidak adanya motivasi. Untuk mengetahui tinggi-rendahnya kinerja seseorang, perlu dilakukan penilaian kinerja. • Menurut Mangkunegara (2001 : 67-68) sebagaimana yang dikutip oleh Genoveva (Menyusun Sistem Penilaian Kinerja Dosen yang Mendukung Tri Dharma Perguruan Tinggi, 2001, p5), menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang ialah: (1) Faktor kemampuan, secara umum kemampuan ini terbadi menjadi 2 yaitu kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge dan skill). Seorang dosen seharusnya memiliki kedua kemampuan tersebut agar dapat menyelesaikan jenjang pendidikan formal minimal S2 dan memiliki kemampuan mengajar dalam mata kuliah ampuannya. 30 (2) Faktor motivasi, motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi bagi dosen sangat penting untuk mencapai visi dan misi institusi pendidikan. Menjadi dosen hendaknya merupakan motivasi yang terbentuk dari awal (by plan), bukan karena keterpaksaan atau kebetulan (by accident). • Menurut Ruky (2001: 48) sebagaimana yang dikutip oleh Helianti (Jurnal Pendidikan Penabur - No.02/ Th.III/ Maret 2004, p20) mengemukakan bahwa menetapkan sejumlah faktor untuk menentukan penilaian yaitu kuantitas pekerjaan, kualitas pekerjaan, kejujuran, ketaatan, dan inisiatif. Yang dimaksud kinerja adalah hasil kerja berdasarkan penilaian tentang tugas dan fungsi jabatan sebagai pendidik, manajer lembaga pendidikan, administrator, supervisor, inovator, dan motivator, yang digambarkan melalui lima indikator yaitu: (1)kompetensi, (2)kewajiban, (3)ketaatan, (4)Kejujuran,dan (5)kerjasama. 2.1.4.3 Manfaat Penilaian Kinerja Menurut T. Hani Handoko (1994 : 135), Jennifer M. George & Gareth R. Jones (1996 : 223) dan Sondang P. Siagian (1995 : 227) sebagaimana yang dikutip oleh Genoveva (Menyusun Sistem Penilaian Kinerja Dosen yang Mendukung Tri Dharma Perguruan Tinggi, 2001, p3), menyatakan bahwa manfaat penilaian kinerja adalah sebagai berikut : (1) Perbaikan prestasi kerja (2) Penyesuaian kompensasi (3) Keputusan penempatan (4) Kebutuhan latihan dan pengembangan (5) Perencanaan dan pengembangan karier 31 (6) Memperbaiki penyimpangan proses staffing (7) Mengurangi ketidak-akuratan informasi (8) Memperbaiki kesalahan desain pekerjaan (9) Kesempatan kerja yang adil (10) Membantu menghadapi tantangan eksternal 2.1.5 Biaya Modal (Cost of Capital) 2.1.5.1 Pengertian Biaya Modal (Cost of Capital) → Biaya modal (cost of capital) adalah tingkat pengembalian minimum atas modal yang dibutuhkan untuk mengganti pinjaman dan ekuitas investor (Widjaja, 2001, p3). → Biaya modal adalah rate of return yang diwajibkan atau dipersyaratkan oleh pemilik modal (investor) pada suatu perusahaan. Biaya modal tersebut mencakup biaya bunga (eksplisit) atas hutang ditambah dengan minimum return yang diwajibkan oleh pemodal. Sedangkan keuntungan akuntansi (sebagaimana terdapat ukuran tradisional) merupakan selisih antara pendapatan dan biaya eksplisit (Jumono, 2005, p54). → Menurut Keown sebagaimana yang dikutip oleh Iramani (Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Volume 7, No. 1, Mei 2005, p5) menyatakan bahwa Cost of Capital atau biaya modal mempunyai dua makna, tergantung dari sisi investor atau perusahaan. Dari sudut pandang investor cost of capital adalah opportunity cost dari dana yang ditanamkan investor pada suatu perusahaan. Sedangkan, dari sudut pandang perusahaan, cost of capital adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh sumber dana yang dibutuhkan. 32 → Menurut Utomo sebagaimana yang dikutip oleh Iramani (Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Volume 7, No. 1, Mei 2005, p5) menyatakan bahwa untuk praktisi keuangan, istilah cost of capital ini digunakan sebagai: (1) discount rate untuk membawa cash flow pada masa mendatang suatu project ke nilai sekarang, (2) tarif minimum yang diinginkan untuk menerima project baru, (3) biaya modal dalam perhitungan EVA dan (4) benchmark untuk menaksir tarif biaya pada modal yang digunakan. → Biaya modal merupakan (opportunity cost) biaya peluang dari penggunaan dana untuk diinvestasikan dalam proyek baru. Tingkat pengembalian modal dapat diperoleh pendapatan sendiri di mana risikonya serupa. Maka, tingkat pengembalian investasi perusahaan harus memperhatikan investasi dengan tujuan menemukan tingkat pengembalian investasi perusahaan investor (Keown, 2000, p444). → Tiga alasan yang mendasari penentuan besarnya biaya modal perusahaan adalah: 1. Maksimisasi nilai perusahaan mensyaratkan adanya minimisasi semua biaya input, termasuk biaya modal. 2. Keputusan investasi yang tepat mensyaratkan estimasi biaya modal yang tepat. 3. Beberapa keputusan lain seperti: leasing, bond refunding, dan manajemen modal kerja memerlukan estimasi biaya modal. Biaya modal adalah uang yang harus dikeluarkan atau harus dibayar untuk mendapatkan modal baik yang berasal dari utang, saham preferen, saham biasa, maupun laba ditahan untuk membiayai investasi perusahaan dalam jangka panjang (Sugiyarso, 2006, p86). 33 → Biaya modal ialah sesuatu yang dibayarkan oleh perusahaan kepada pemilik modal, yaitu kepada kreditur dan kepada pemilik perusahaan. Kepada kreditur berupa bunga dan kepada pemilik modal berupa dividen atau tingkat hasil yang diperlukan. Biaya modal dihitung dari modal permanen yaitu utang jangka panjang dan modal sendiri (Darsono, 2006, p154). → Unsur-unsur biaya modal yang lazim diperhitungkan ialah biaya utang obligasi, biaya utang hipotik, biaya saham istimewa, dan biaya saham biasa. 1. Biaya utang obligasi. Obligasi ialah surat utang jangka panjang tanpa jaminan. Jaminannya hanya kepercayaan saja. Penerbit obligasi bisa dilakukan oleh negara, perusahaan negara, dan perusahaan swasta. Perusahaan yang menerbitkan obligasi seharusnya perusahaan yang mampu menghasilkan laba operasi dan mempunyai hari depan bisnis yang tumbuh dan berkembang. Pemegang obligasi ialah investor atau pemberi pinjaman (kreditur) mendapatkan bunga, dan penerbit membayar bunga sebagai biaya modal. 2. Biaya utang hipotik Utang hipotik ialah utang yang dijamin dengan harta tetap berupa tanah, bangunan, mesin-mesin pabrik, dan sebagainya. Pemberi utang biasanya bank, perusahaan asuransi, lembaga dana pensiun, dan sebagainya. Pihak yang berutang atau perusahaan yang berutang akan membayar bunga dan berbagai biaya perolehan pinjaman yang lazim disebut biaya utang. 3. Biaya saham istimewa Saham istimewa (preferred stock atau saham preferen) ialah surat tanda kepemilikan perusahaan secara istimewa. Disebut istimewa karena dua alasan yaitu: (1) ia berhak memperoleh dividen permanen baik perusahaan laba atau rugi, 34 (2) jika terjadi likuidasi, ia berhak memperoleh pengembalian modalnya terlebih dahulu sebelum pemegang saham biasa. Karena keistimewaannya itu, saham preferen merupakan model pembiayaan jangka panjang campuran (hybrid financing), di mana satu sisi, ia sebagai utang jangka panjang karena ia memperoleh dividen permanen seperti bunga pinjaman, pada sisi lain, ia sebagai modal sendiri karena jika terjadi likuidasi ia bisa tidak memperoleh pengembalian modal bila dana likuidasi tidak mencukupi untuk dibagikan kepadanya. 4. Biaya saham biasa Saham biasa ialah surat tanda kepemilikan perusahaan oleh masyarakat umum. Masyarakat umum yang memiliki uang yang ingin menanamkan uangnya sebagai capital untuk mencari laba dapat membeli saham biasa yang ditawarkan oleh suatu perusahaan di Pasar Bursa. Perusahaan yang menerbitkan saham biasa akan memberikan laba dan pemegang saham akan memperoleh hasil yang diharapkan. Penerbit saham biasa menghitung hasil yang diharapkan oleh pemegang saham biasa lazim disebut biaya modal saham biasa atau biasa saham biasa. (Darsono, 2006, p155-157). 2.1.5.2 Komponen Biaya Modal (Cost of Capital) 2.1.5.2.1 Biaya Utang (Cost of Debt) • Hutang dapat diperoleh dari lembaga pembiayaan atau dengan menerbitkan surat pengakuan hutang (obligasi). Biaya hutang yang berasal dari pinjaman adalah merupakan bunga yang harus dibayar perusahaan, sedangkan biaya hutang dengan menerbitkan obligasi adalah required of return yang diharapkan investor yang digunakan sebagai tingkat diskonto dalam mencari nilai obligasi. Mengingat biaya hutang (bunga) dibayar sebelum perusahaan 35 memperhitungkan pajak penghasilan (tax deductible), maka biaya riil yang ditanggung perusahaan adalah biaya hutang setelah pajak (cost of debt after tax). Biaya hutang = kd Biaya hutang setelah pajak = kd* = kd (1-t) Di mana: Kd* = biaya hutang setelah pajak Kd = biaya hutang sebelum pajak t = tarif pajak (Iramani, 2005, p5) • Biaya utang dapat didefinisikan sebagai tingkat yang harus diterima dari investasi untuk memenuhi tingkat pengembalian yang disyaratkan kreditor. Rumusnya : n Po = ∑ t =1 Dimana: $I t (1 + k d ) t + $M (1 + k d )n Po = harga pasar utang $ I t = bunga tahunan yang dibayar ke investor $ M = nilai pari atau jatuh tempo utang n = jumlah tahun hingga jatuh tempo k d = tingkat pengembalian yang disyaratkan pemegang utang (Keown, 2000, p454). • Biaya utang perusahaan adalah tingkat keuntungan yang diminta (required rate of return= K d ) oleh investor. Besarnya keuntungan yang diminta tersebut sama dengan tingkat bunga yang menyamakan present value 36 penerimaan di masa datang yang berupa: (1) bunga = i, dan (2) pembayaran pokok pinjaman = M; dengan dana yang diberikan saat ini (=harga surat berharga atau obligasi= Po ). n i M + t (1+ kd )t t =1 (1 + kd ) Po = ∑ Biaya utang setelah pajak adalah: biaya utang sebelum pajak x (1- tingkat pajak). k t = k d (1 − t ) (Sugiyarso, 2006, p90) 2.1.5.2.2 Cost Of Equity • Biaya modal saham merupakan tingkat hasil pengembalian atas saham biasa yang diinginkan oleh para investor (Iramani, 2005, p5). 2.1.6 Biaya Modal Saham Preferen • Menurut Weston dan Copeland sebagaimana yang dikutip oleh Iramani (Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Volume 7, No. 1, Mei 2005, p5) menyatakan bahwa salah satu metode yang dapat digunakan dalam perhitungan biaya modal laba ditahan, yaitu pendekatan capital asset pricing model (CAPM), dimana biaya modal laba ditahan adalah tingkat pengembalian atas modal sendiri yang diinginkan oleh investor yang terdiri dari tingkat bunga bebas resiko dengan premi resiko pasar dikalikan dengan β(resiko saham perusahaan). Secara matematis dapat ditulis ks dapat dicari dengan rumus: ks = Rf + (Rm – Rf) β 37 Dimana: ks = tingkat pengembalian yang diinginkan investor (opportunity of equity) Rf = tingkat bunga investasi yang diperoleh tanpa resiko (risk free) R = tingkat bunga investasi rata-rata dari pasar β • = ukuran resiko saham perusahaan Biaya modal saham preferen adalah tingkat keuntungan yang disyaratkan (required rate of return) oleh investor saham preferen. Apabila saham preferen yang dikeluarkan memiliki jatuh tempo, maka untuk mencari biaya modal saham preferen ( K p ) adalah sama dengan menghitung biaya modal utang. Kp = Dp Pn K p = Biaya saham preferen D p = Dividen saham preferen per tahun Pn = Harga saham preferen bersih (setelah dikurangi Flotation cost = biaya peluncuran saham) (Sugiyarso, 2006, p88). • Biaya saham preferen adalah tingkat pengembalian perusahaan yang harus diperoleh dari investasi saham preferen untuk memenuhi tingkat pengembalian yang disyaratkan. Biaya dikaitkan dengan keuntungan saham preferen biaya utang dalam pasar modal (Keown, 2000, p456). 38 2.1.7 Biaya Modal Rata-rata Tertimbang (WACC) Biaya modal tertimbang adalah rata-rata tertimbang dari sumber pembiayaan pribadi, di mana timbangannya sama dengan persentase modal yang ada dari beberapa sumber pembiayaan. Dua elemen dasar diperlukan untuk menghitung biaya modal tertimbang: 1. Perkiraan tingkat pengembalian yang disyaratkan untuk setiap sumber modal perusahaan. 2. Proporsi dari setiap sumber modal yang digunakan perusahaan. (Keown, 2000, p446-447). Untuk menghitung biaya modal tertimbang perusahaan harus melakukan tiga hal: 1) Hitung biaya modal untuk setiap sumber pembiayaan (yaitu setiap sumber utang, saham preferen, dan saham biasa). 2) Tentukan persentase utang, saham preferen, dan saham biasa yang akan digunakan dalam membiayai investasi masa depan. 3) Hitung biaya modal rata-rata yang dengan menggunakan persentase pembiayaan sebagai timbangan. (Keown, 2000, p452). Biaya modal rata-rata tertimbang adalah rata-rata tertimbang komponen biaya utang, saham preferen dan ekuitas saham biasa (Brigham, 2001, p418). Biaya modal rata-rata tertimbang ialah biaya seluruh modal permanen yang disesuaikan dengan kontribusinya setelah diperhitungkan pajak perseroan. Bagi modal dari utang, perusahaan memperoleh penghematan pajak, karena beban bunga mengurangi laba operasi, baru kemudian diperhitungkan pajak atas laba. Rumusnya: k = k b1 (1 − T )( B1 / V ) + k b 2 (1 − T )( B2 / V ) + k PS ( Ps / V ) + k CS (C E / V ) 39 Di mana: k b1 = Biaya utang obligasi k b 2 = Biaya utang hipotik k PS = Biaya preferred stock atau biaya modal saham istimewa k CS = Biaya common equity (common stock) atau biaya modal saham biasa V = Value of investment (nilai investasi atau modal permanen) B1 = Jumlah utang obligasi B2 = Jumlah utang hipotik PS = Jumlah Preferred Stock (Saham Istimewa) C E = Jumlah Common Equity (Ekuitas Biasa) k = Biaya Modal Rata-rata Tertimbang (Weighted Average Cost of Capital atau WACC) (Darsono, 2006, p 159) Biaya modal rata-rata tertimbang (Weighted Average Cost of Capital/ WACC) adalah biaya modal yang merupakan perimbangan setiap komponen modal dalam struktur modal secara keseluruhan (Sugiyarso, 2006, p99). Menurut Weston dan Copeland sebagaimana yang dikutip oleh Iramani (Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Volume 7, No. 1, Mei 2005, p6) menyatakan bahwa Dalam praktek, pembiayaan/ pendanaan yang digunakan perusahaan diperoleh dari berbagai sumber. Dengan demikian biaya riil yang ditanggung oleh perusahaan merupakan keseluruhan biaya untuk semua sumber pembiayaan yang digunakan, dimana perhitungannya dapat menggunakan rumus berikut ini: WACC = Wd. kd (1-t) + Ws.ks 40 Dimana: WACC = biaya modal rata-rata tertimbang Wd = proporsi hutang dalam struktur modal kd = cost of debt Ws = proporsi saham biasa dalam struktur modal ks = tingkat pengembalian yang diinginkan investor 2.1.8 Return On Assets (ROA) • Berdasarkan pendapat Brigham (2001, p 97), rumus ROA adalah: Return on Assets = net income/ total assets Rasio laba bersih terhadap total aktiva mengukur tingkat pengembalian atas total aktiva (ROA) setelah bunga dan pajak. ROA merupakan suatu rasio penting yang dapat dipergunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dengan investasi yang telah ditanamkan (aset yang dimilikinya) untuk mendapatkan laba. ROA menjadi salah satu pertimbangan investor di dalam melakukan investasi terhadap saham di bursa saham. (Jumono, 2005, p53). • Rumus dasar untuk hasil pengembalian atas aktiva (return on assets/ ROA) adalah Hasil Pengembalian Atas Aktiva = Laba Bersih Aktiva Laba bersih berkaitan dengan perputaran laba dan juga pada penjualan. Jadi, adalah mungkin untuk menyatakan kembali rumus itu sebagai berikut: Hasil Pengembalian Atas Aktiva ( ROA) = Laba Bersih Penjualan x Penjualan Aktiva 41 Perhatikan bahwa elemen penjualan terhapus dalam rumus kedua, yang menghasilkan persamaan awal. Tetapi kita selanjutnya dapat memperluas hubungan ini dengan menggantikan lebih banyak elemen ke dalam persamaan dasar: ROA = H arg a x Volume ( Marjin bruto − beban)(1 − tarif Pajak ) x H arg a x Volume Aktiva Tetap + Lancar + Lain Kita dapat melihat bahwa hubungan yang dinyatakan di sini berlaku sebagai model sederhana dari pengukit keputusan utama yang dapat digunakan manajemen untuk meningkatkan hasil pengembalian atas aktiva. Manajemen aktiva sangat penting karena hasil pengembalian atas aktiva akan meningkat jika lebih sedikit aktiva yang digunakan, dan semua ukuran manajemen modal kerja yang efektif berlaku. Meminimalkan pajak dalam pilihan legal yang tersedia juga akan meningkatkan laba (Helfert, 1991, p77). 2.1.9 Pengertian Perdagangan Eceran Pedagang pengecer (retailer) adalah perorangan atau badan usaha yang kegiatan pokoknya melakukan penjualan secara langsung kepada konsumen akhir dalam partai kecil (Departemen Koperasi, 2007, p17). Pedagang eceran (retailer) adalah pedagang yang membeli barang dan menjualnya kembali langsung kepada konsumen. Untuk membeli biasa partai besar, tetapi menjualnya biasanya dalam partai kecil atau per-satuan. Larangan bagi perusahaan dibidang perdagangan eceran (retailer) adalah: 1. merangkap sebagai distributor/ pedagang besar (wholesaler) dan sebagai pedagang informal; 2. menimbun/ menyimpan bahan pokok kebutuhan masyarakat di dalam gudang untuk tujuan spekulasi dan barang-barang yang sifatnya berbahaya. 42 Perdagangan eceran meliputi semua kegiatan yang berhubungan secara langsung dengan penjualan barang atau jasa kepada konsumen akhir untuk keperluan pribadi (bukan untuk keperluan usaha). Namun demikian tidak tertutup kemungkinan adanya penjualan secara langsung dengan para pemakai industri karena tidak semua barang industri selalu dibeli dalam jumlah besar. Secara definisi dapat dikatakan bahwa pengecer adalah: sebuah lembaga yang melakukan kegiatan usaha menjual barang kepada konsumen akhir untuk keperluan pribadi (Nurbaity, 2004, p4). 2.1.10 Investasi 2.1.10.1 Pengertian Investasi Pengeluaran untuk memperoleh kekayaan, peralatan, dan aktiva modal lainnya yang dapat menghasilkan pendapatan, dapat diartikan juga sebagai suatu pengorbanan dalam bentuk penundaan pengeluaran sekarang untuk memperoleh keuntungan (return) yang lebih baik di masa datang (duves.net, 2007). 2.1.10.2 Tipe-Tipe Investor Ada tiga tipe investor yang dikenal di beberapa literatur : Risk Avoider (penghindar resiko) disebut juga investor konservatif, yaitu tipe investor yang sangat menghindari resiko karena takut asetnya hilang. Tipe ini biasanya berinvestasi dalam bentuk tabungan, deposito dan obligasi pemerintah (surat utang negara). Return yang didapat relatif kecil (Low Risk Low Return). Risk Moderate/ Medium, yaitu tipe investor yang sangat memperhitungkan resiko akan tetapi mengharapkan return tertentu (lebih tinggi dari risk avoider) sehingga tipe investor ini biasanya berinvestasi di Reksadana. Risk Taker, yaitu tipe investor yang sangat berani mengambil resiko dengan harapan mendapatkan return yang tinggi pula. 43 Tipe investor ini biasanya berinvestasi di pasar uang, saham dan HYIP (High Yield Investment Program) (duves.net, 2007). Ada tiga tipe sikap dan perilaku pengambilan risiko, yaitu risk taker (menanggung/menghampiri risiko), risk avoider (menghindari risiko) dan risk neutral, yaitu memikirkan risiko secara matang sebelum mengambil keputusan. (Studi Perilaku Manajer Pengembangan Produk Dalam Menghadapi Risiko Pada Pengembangan Produk Baru, 2007). 2.2 Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran dalam penelitian ini ditujukan untuk mengetahui seberapa besar nilai EVA (Economic Value Added) dari perusahaan perdagangan eceran yang terdaftar di BEJ dengan menggunakan teori-teori dalam studi keuangan. Data-data perusahaan yang ada diperoleh dari Bursa Efek Jakarta berupa laporan keuangan neraca dan laporan laba rugi perusahaan selama tahun 2001-2005. Economic Value Added (EVA) merupakan indikator tentang adanya penciptaan nilai dari suatu investasi yang secara sederhana dapat diartikan sebagai laba operasi setelah pajak (After Tax Operating Income) yang dikurangi dengan total biaya modal (Total Cost of Capital), dimana total biaya dihitung dengan cara mengalikan tingkat biaya modal dengan total biaya yang diinvestasikan (Diana, 2005, p40). EVA merupakan suatu tolak ukur kinerja keuangan yang berbasis nilai. EVA merupakan suatu tolak ukur yang menggambarkan jumlah absolut dari nilai pemegang saham (shareholder value) yang diciptakan (created) atau dirusak (destroyed) pada suatu periode tertentu, biasanya setahun. EVA yang positif menunjukkan penciptaan value (value creation), sedangkan EVA yang negatif menunjukkan penghancuran nilai (value destruction). 44 Variabel-variabel yang dibutuhkan dalam perhitungan EVA adalah NOPAT, Invested Capital, dan WACC (Weighted Average Cost of Capital). NOPAT (Net Operating Profit After Tax/ Laba Bersih setelah Pajak) adalah laba yang diperoleh dari operasi perusahaan setelah dikurangi pajak penghasilan, tetapi termasuk biaya keuangan (financial cost) dan ”non cash bookeeping entries” seperti biaya penyusutan. Invested capital adalah jumlah seluruh pinjaman perusahaan di luar pinjaman jangka pendek tanpa bunga (non-interest bearing liabilies), seperti hutang dagang, biaya yang masih harus dibayar, hutang pajak, uang muka pelanggan, dan sebagainya. Sedangkan WACC adalah jumlah biaya dari masing-masing komponen modal, misalnya pinjaman jangka pendek, dan pinjaman jangka panjang (cost of debt) serta setoran modal saham (cost of equity) yang diberikan bobot sesuai dengan proporsinya dalam struktur modal perusahaan. Berikut ini adalah kerangka pemikiran: 45 Gambar 2.1 ”Kerangka Pemikiran” Sumber: Hasil Pengolahan Data