7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN

advertisement
7
BAB 2
LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Manajemen Keuangan
•
Manajemen keuangan merupakan bidang yang terluas dari tiga bidang keuangan, dan
memiliki kesempatan karir yang sangat luas. Adapun tiga bidang keuangan adalah:
1. Pasar uang dan pasar modal, yang terkait dengan pasar sekuritas dan lembaga
keuangan.
2. Investasi, yang memfokuskan pada keputusan yang dibuat oleh investor individual
dan institusional dalam memilih sekuritas untuk portofolio investasi.
3. Manajemen keuangan, atau keuangan perusahaan, yang mencakup semua
keputusan dalam perusahaan.
(Brigham, 2001, p6)
•
Pengertian manajemen keuangan dapat dirumuskan oleh fungsi dan tanggung jawab
para manajer keuangan. Fungsi pokok manajemen keuangan antara lain menyangkut
keputusan tentang penanaman modal, pembiayaan kegiatan usaha dan pembagian
deviden pada suatu perusahaan (Weston, 2002, p3).
•
Manajemen keuangan adalah aktivitas pemilik dan manajemen perusahaan untuk
memperoleh sumber modal yang semurah-murahnya dan menggunakan seefektif,
seefisien, dan seproduktif mungkin untuk menghasilkan laba (Prawinogoro, 2006, p1).
•
Aktivitas dalam manajemen keuangan meliputi :
1) Aktivitas Pembiayaan (Financing Activity)
8
Aktivitas pembiayaan ialah kegiatan pemilik dan manajemen perusahaan untuk
mencari sumber modal untuk membiayai kegiatan bisnis.
2) Aktivitas Investasi (Investment Activity)
Aktivitas investasi ialah kegiatan penggunaan dana berdasar pemikiran hasil yang
sebesar-besarnya dan risiko yang sekecil-kecilnya.
3) Aktivitas Bisnis (Business Activity)
Aktivitas bisnis ialah kegiatan untuk mencari laba melalui efektivitas penjualan
barang atau jasa dan efisiensi biaya yang akan melahirkan laba.
(Darsono, 2006, p1)
•
Manajemen keuangan mencakup keputusan investasi, pembiayaan, dan deviden suatu
perusahaan. Fungsi utama manajer keuangan adalah merencanakan, memperoleh, dan
menggunakan dana untuk menghasilkan kontribusi yang maksimum terhadap operasi
yang efisien dari suatu organisasi (Weston, 2002, p21).
•
Manajemen keuangan dapat didefinisikan sebagai :
(1) usaha manajemen untuk memperoleh dana (modal) dengan biaya yang semurahmurahnya, (2) menggunakan dana yang efektif, efisien, dan produktif dengan tujuan
akhir untuk memperoleh keuntungan (Darsono, 2006, p35).
2.1.2
Laporan Keuangan
2.1.2.1
ƒ
Pengertian Laporan Keuangan
Menurut Myer dalam bukunya Financial Statement Analysis (Munawir, 2004, p5)
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan laporan keuangan adalah: Dua daftar
yang disusun oleh Akuntan pada akhir periode untuk suatu perusahaan. Kedua
daftar itu adalah daftar neraca atau daftar posisi keuangan dan daftar pendapatan
atau daftar rugi-laba. Pada waktu akhir-akhir ini sudah menjadi kebiasaan bagi
9
perseroan-perseroan untuk menambahkan daftar ketiga yaitu daftar surplus atau
daftar laba yang tak dibagikan (laba yang ditahan).
ƒ
Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan
keuangan yang lengkap meliputi neraca, laporan laba-rugi, laporan perubahan
ekuitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan (IAI, 2002, p2).
ƒ
Laporan keuangan atau financial statements berisi informasi tentang prestasi
perusahaan di masa lampau dan dapat memberikan petunjuk untuk penetapan
kebijakan di masa yang akan datang (Weston, 2002, p17).
ƒ
Laporan keuangan adalah beberapa lembar kertas yang bertuliskan angka-angka,
tetapi sangat penting juga untuk memikirkan aktiva riil dibalik angka-angka
tersebut (Brigham, 2001, p36).
ƒ
Laporan keuangan (financial statement) merupakan daftar ringkasan akhir
transaksi keuangan organisasi yang menunjukkan semua kegiatan operasional
organisasi dan akibatnya selama tahun buku yang bersangkutan (Sugiyarso, 2006,
p1).
ƒ
Laporan tahunan atau annual report adalah laporan yang diterbitkan setiap tahun
oleh perusahaan kepada para pemegang saham. Laporan ini berisi laporan
keuangan dasar dan opini manajemen atas operasi perusahaan selama tahun lalu
dan prospek perusahaan di masa depan (Brigham, 2001, p38).
2.1.2.2 Bentuk-bentuk Laporan Keuangan
Laporan keuangan yang utama bagi perusahaan perorangan adalah laporan labarugi, laporan ekuitas pemilik, neraca, dan laporan arus kas. Urutan penyusunan dan
sifat data yang terdapat dalam laporan-laporan tersebut adalah sebagai berikut:
10
1. Laporan Laba-rugi (Income Statement)
→ Laporan laba atau rugi untuk periode tertentu terdiri atas penerimaan bersih
dikurangi beban periode itu (Keown, 2001, p80).
→ Laporan laba rugi (disebut juga laporan pendapatan) menyajikan pendapatan,
beban, laba bersih, dan laba per lembar saham untuk satu periode akuntansi.
Biasanya satu tahun sekali atau satu kuartal sekali (Fraser, 2004, p100).
→ Laporan laba-rugi adalah laporan yang mengikhtisarkan pendapatan dan beban
perusahaan selama periode akuntansi tertentu, yang umumnya setiap kuartal
atau satu tahun. (Brigham, 2001, p42).
2. Laporan Laba Ditahan (Statement of Retained Earnings)
→ Laporan laba ditahan menunjukkan perubahan laba ditahan antara dua tanggal
neraca. Laba ditahan menunjukkan klaim terhadap aktiva, bukannya aktiva per
ekuitas pemegang saham (Brigham, 2001, p38).
3. Neraca (Balance Sheet)
→ Neraca adalah unsur yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran posisi
keuangan adalah aktiva, kewajiban, dan ekuitas (IAI, 2002, p12-13).
→ Neraca adalah laporan posisi keuangan perusahaan pada suatu waktu tertentu
(Brigham, 2001, p39).
→ Neraca adalah laporan yang sistematis tentang aktiva, kewajiban, dan ekuitas
dari suatu perusahaan pada suatu saat tertentu (Sugiyarso, 2006, p2).
→ Laporan posisi keuangan (balance sheet) suatu perusahaan terdiri dari harta
(assets), kewajiban (liabilities), dan modal, atau neraca merupakan persamaan
dari: Harta = Utang + Modal
(Darsono, 2006, p36)
11
→ Neraca adalah laporan posisi keuangan pada saat tertentu. Bentuk laporan
mengikuti persamaan neraca:
Total aktiva = total kewajiban + ekuitas pemegang saham pemilik (Keown,
2001, p82).
→ Bentuk penyajian neraca di dalam praktek sangat bervariasi. Hal ini dipengaruhi
oleh sifat dan ukuran usaha perusahaan, sifat kekayaan yang dimiliki
perusahaan, persyaratan tertentu yang dimiliki oleh lembaga pengaturan seperti
IAI, Bapepam, dan lain-lain. Namun secara umum neraca dapat disajikan dalam
2 bentuk, yaitu:
ƒ
Bentuk Perkiraan (Account Form) yang melaporkan aktiva di kiri (debet) dan
kewajiban serta modal pemilik di kanan (kredit).
ƒ
Bentuk Laporan (Report Form) yang melaporkan aktiva, kewajiban, dan
modal pemilik dalam susunan vertikal (Saputra, 2002, p301-302).
4. Laporan arus kas (Cash Flow)
→ Laporan arus kas menggambarkan penerimaan dan pengeluaran kas untuk
jangka waktu tertentu (biasanya setahun) (Keown, 2001, p85).
2.1.2.3 Sifat dan Keterbatasan Laporan Keuangan
Sifat dan keterbatasan laporan keuangan yang disusun perusahaan adalah :
i. Laporan keuangan bersifat historis yaitu laporan yang sudah lewat, karena laporan
keuangan tidak dapat dianggap sebagai satu-satunya sumber informasi dalam
proses pengambilan keputusan ekonomi.
ii. Laporan keuangan bersifat umum dan bukan dimaksudkan untuk memenuhi
kebutuhan pihak tertentu.
12
iii. Proses penyusunan laporan keuangan tidak luput dari penggunaan taksiran dan
berbagai pertimbangan.
iv. Akuntansi hanya melaporkan informasi yang material. Demikian pula, penerapan
standar akuntansi terhadap suatu fakta atau pos tertentu mungkin tidak
dilaksanakan jika hal ini tidak menimbulkan pengaruh yang material terhadap
kelayakan laporan keuangan.
v. Laporan keuangan bersifat konservatif dalam menghadapi ketidakpastian: bila
terdapat beberapa kemungkinan simpulan yang tidak pasti mengenai penilaian
suatu pos, maka lazimnya yang dipilih alternatif yang menghasilkan laba bersih
atau nilai aktiva yang paling kecil.
vi. Laporan keuangan lebih menekankan pada makna ekonomis suatu peristiwa atau
transaksi daripada bentuk hukumnya (formalitasnya).
vii. Adanya pelbagai alternatif metode akuntansi yang dapat digunakan menimbulkan
variasi dalam pengukuran sumber ekonomis dan tingkat kesuksesan antar
perusahaan.
viii. Informasi yang bersifat kualitatif dan fakta yang tidak dapat dikuantifikasikan
umumnya diabaikan.
Untuk mengatasi sifat dan keterbatasan laporan keuangan, maka penyusunan
laporan keuangan disusun harus mengikuti standar akuntansi keuangan dan biasanya
setiap tahun menjadi obyek audit (Lung, 2002, p137).
2.1.3 Economic Value Added (EVA)
2.1.3.1 Sejarah Economic Value Added (EVA)
Dasar teoritis dari konsep Nilai Tambah Ekonomis disajikan dalam kertas akademis
yang dipublikasikan antara tahun 1958 dan 1961 oleh dua ekonom finansial, yaitu
13
Merton H. Miller dan Franco Modigliani, yang memenangkan hadiah Nobel dalam
bidang ekonomi. Mereka berargumentasi bahwa laba ekonomis (economic income)
merupakan sumber penciptaan nilai (value creation) di perusahaan dan bahwa tingkat
kembalian (rate of return/ cost of capital) ditentukan berdasarkan tingkat resiko yang
diasumsikan oleh investor. Sayangnya, Miller dan Modigliani tidak memberikan teknik
untuk mengukur laba ekonomis (economic income) dalam suatu perusahaan.
Konsep EVA dipopulerkan oleh G. Bennet Steward, III, Managing Partner dari Stern
Steward & Co dalam bukunya ”The Quest for Value” pada tahun 1991. Buku yang
terbaru dari Joe M. Stern Managing Partner dari Stern Steward & Co berjudul ”The EVA
Challenge Implementing Value – Added Change in An Organization” diterbitkan tahun
2001.
Konsep EVA diluncurkan Stern Steward & Co pada tahun 1989. Sejak itu, lebih dari
300 perusahaan di dunia mengadopsi disiplin tersebut, antara lain: Coca Cola, Quaker
Oats, Boise Cascade, Briggs & Stratton, Lafarge, Siemens, Tate & Lyle, Telecom New
Zealand, Telstra, Monsanto, SPX, Herman Miller, JC Penney, dan US Portal Service
(Joel M. Stern, 2001, hal 15-16).
2.1.3.2 Pengertian Economic Value Added (EVA)
•
Menurut Steward sebagaimana yang dikutip oleh Sapto Jumono (Jurnal Ekonomi
dan Bisnis Vol. 1 No. 01 Agustus, 2005, p55) menyatakan bahwa EVA dipopulerkan
oleh Stern Stewart Management Service yang merupakan salah satu perusahaan
konsultan di Amerika Serikat. EVA ini pada prinsipnya bukanlah merupakan metode
yang relatif baru dalam mengevaluasi dan menghargai kinerja manajemen.
•
Menurut Tunggal sebagaimana yang dikutip oleh Iramani (Jurnal Akuntansi dan
Keuangan Volume 7 No. 1 Mei, 2005, p3) menyatakan bahwa metode EVA
14
pertama kali dikembangkan oleh Stewart & Stern seorang analis keuangan dari
perusahaan Stern Steward & Co pada tahun 1993. Di Indonesia metode tersebut
dikenal dengan metode NITAMI (Nilai Tambah Ekonomi). EVA/ NITAMI adalah
metode manajemen keuangan untuk mengukur laba ekonomi dalam suatu
perusahaan yang menyatakan bahwa kesejahteraan hanya dapat tercipta
manakala perusahaan mampu memenuhi semua biaya operasi dan biaya modal.
EVA merupakan tujuan perusahaan untuk meningkatkan nilai atau value added
dari modal yang telah ditanamkan pemegang saham dalam operasi perusahaan.
Oleh karenanya EVA merupakan selisih laba operasi setelah pajak (Net Operating
Profit After Tax atau NOPAT) dengan biaya modal (Cost of Capital).
•
Economic Value Added (EVA) merupakan indikator tentang adanya penciptaan nilai
dari suatu investasi yang secara sederhana dapat diartikan sebagai laba operasi
setelah pajak (After Tax Operating Income) yang dikurangi dengan total biaya
modal (Total Cost of Capital), dimana total biaya dihitung dengan cara mengalikan
tingkat biaya modal dengan total biaya yang diinvestasikan (Diana, 2005, p40).
•
Menurut Widayanto sebagaimana yang dikutip oleh Diana (Jurnal Ilmiah Bidang
Manajemen & Akuntansi Volume 2 No. 1 Maret, 2005, p40) mengemukakan bahwa
EVA merupakan konsep yang dapat menilai kinerja perusahaan secara adil. Adil
disini mengandung pengertian bahwa dalam pengukuran laba perusahaan,
perusahaan harus dengan adil memperhatikan dan mempertimbangkan harapanharapan penyedia dana (kreditur dan pemegang saham) dan derajat keadilan ini
diukur dengan penggunaan ukuran tertimbang dari strukur modal yang ada.
•
EVA merupakan salah satu ukuran untuk kinerja operasional. EVA dapat
didefinisikan sebagai keuntungan operasional setelah pajak dikurangi dengan biaya
modal atau dengan kata lain EVA merupakan pengukuran pendapatan sisa
15
(residual income) yang mengurangkan biaya modal terhadap laba operasi. Laba
operasi setelah pajak menggambarkan hasil penciptaan ”value” di dalam
perusahaan, sedangkan biaya modal dapat diartikan sebagai pengorbanan yang
dikeluarkan dalam penciptaan ”value” tersebut (Rusdiyanti, 2002, p58).
•
EVA adalah laba yang tertinggal setelah dikurangi dengan biaya modal (cost
capital) yang diinvestasikan untuk menghasilkan laba tersebut. EVA merupakan
suatu tolak ukur kinerja keuangan yang berbasis nilai. EVA merupakan suatu tolak
ukur
yang
menggambarkan
jumlah
absolut
dari
nilai
pemegang
saham
(shareholder value) yang diciptakan (created) atau dirusak (destroyed) pada suatu
periode tertentu, biasanya setahun. EVA yang positif menunjukkan penciptaan
value (value creation), sedangkan EVA yang negatif menunjukkan penghancuran
nilai (value destruction).
(Widjaja, 2001, p2)
•
EVA merupakan keuntungan ekonomis yang didefinisikan sebagai laba operasi
setelah pajak (Net Operating Profit After Tax atau NOPAT) dikurangi dengan total
biaya modal (total cost of capital atau COC). Formula perhitungannya sebagai
berikut:
→ Keuntungan ekonomis
= NOPAT – (coc x Capital Invested)
→ NOPAT
= Net Operating Profit After Tax
Formula tersebut dapat disajikan dengan:
→ Keuntungan ekonomis
= (Return of Capital - coc) x capital
→ Return on capital
= NOPAT / Capital
Menghitung NOPAT, elemen yang penting adalah laba operasi setelah pajak dan
cash operating taxes. Perhitungan NOPAT dari data laporan keuangan harus di-
16
adjust dengan item yang setara dengan ekuitas (equity equivalents) seperti:
deffered tax reserve, LIFO reserve, goodwill amortization, dan lainnya.
Modal (capital), yaitu didefinisikan sebagai penjumlahan working capital, net plant
property and equipment, goodwill, other assets, dan beberapa penyesuaian seperti
present value dari operating lease dan akumulasi amortisasi goodwill.
Biaya modal, biaya yang muncul dari adanya modal sendiri dan hutang. Untuk
mengetahui biaya modal perusahaan harus menghitung biaya rata-rata dari biaya
masing-masing modal yang dipergunakan, yaitu dengan cara menjumlahkan biaya
masing-masing modal dari dana sendiri dan dana pinjaman (perkalian porsi modal
sendiri dan hutang dengan biaya modalnya, namun modal hutang harus
mempertimbangkan pajak). Perhitungan biaya modal dapat juga dengan cara
menggunakan capital assets pricing model (CAPM).
•
Nilai tambah ekonomis merupakan nilai tambah kepada pemegang saham oleh
manajemen
selama
satu
tahun
tertentu.
Nilai
tambah
ekonomis
(EVA)
memfokuskan pada efektivitas manajerial dalam satu tahun tertentu (Brigham,
2001, p51).
Rumus dasar EVA adalah sebagai berikut:
EVA = Laba operasi setelah pajak – Biaya modal setelah pajak
= EBIT (1-Tarif pajak) – (Total modal) (Biaya modal setelah pajak)
Total modal mencakup utang jangka panjang, saham preferen, dan ekuitas saham
biasa. Jadi, EVA adalah suatu estimasi laba ekonomis yang sesungguhnya dari
perusahaan dalam tahun berjalan, dan hal ini sangat berbeda dengan laba
akuntansi. EVA menunjukkan sisa laba setelah semua biaya modal, termasuk
modal ekuitas,
dikurangkan,
memperhitungkan modal ekuitas.
sedangkan
laba
akuntansi
ditentukan tanpa
17
•
Nilai tambah ekonomis (Ecomonic Value Added / EVA) memberikan cara berpikir
yang bermanfaat tentang modal kerja (Brigham, 2001, p153).
Rumus EVA:
EVA = ((EBIT x (1-T)) – (WACC x Jumlah modal)
•
EVA atau keuntungan ekonomis yang positif menandakan bahwa tingkat
pengembalian yang dihasilkan melebihi tingkat biaya modal atau tingkat
pengembalian yang diminta investor atas investasi yang dilakukan. Hal ini
menunjukkan bahwa perusahaan berhasil menciptakan nilai tambah bagi pemilik
modal,
sesuai
dengan
tujuan
memaksimumkan
nilai
perusahaan
atau
meningkatkan kemakmuran pemodal. Sebaliknya EVA yang negatif menandakan
bahwa nilai perusahaan berkurang sebagai akibat tingkat pengembalian yang
dihasilkan lebih rendah dari pada tingkat pengembalian yang dituntut investor
(Jumono, 2005, p56).
2.1.3.3
o
Pengukuran EVA
Menurut Velez sebagaimana yang dikutip oleh Iramani (Jurnal Akuntansi dan
Keuangan Volume 7 No. 1 Mei, 2005, p4) menyatakan bahwa ada beberapa
pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur EVA, tergantung dari struktur
modal dari perusahaan. Apabila dalam struktur modalnya perusahaan hanya
menggunakan modal sendiri, secara sistematis EVA dapat ditentukan sebagai
berikut:
EVA = NOPAT – (ie x E)
Dimana:
NOPAT
= Net Operating Profit After Taxes
ie
= opportunity cost of equity
18
E
= Total Equity
Namun, manakala dalam struktur perusahaan terdiri dari hutang dan modal
sendiri, secara sistematis EVA dapat dirumuskan sebagai berikut:
EVA = NOPAT – (WACC x TA)
Dimana:
NOPAT
= Net Operating Profit After Taxes
WACC
= Weighted Average Cost of Capital
TA
= Total Assets (Total Modal)
Dari perhitungan akan diperoleh kesimpulan dengan interprestasi hasil sebagai
berikut:
Jika EVA > 0, hal ini menunjukkan terjadi nilai tambah ekonomis bagi perusahaan.
Jika EVA < 0, hal ini menunjukkan tidak terjadi nilai tambah ekonomis bagi
perusahaan.
Jika EVA = 0, hal ini menunjukkan posisi impas karena laba telah digunakan untuk
membayar kewajiban kepada penyandang dana baik kreditur maupun pemegang
saham.
o
Rumus: EVA = NOPAT – C. CCR
Keterangan:
NOPAT
= Net Operating Profit After Tax
C
= Capital
CCR
= Capital Cost Rate atau Cost of Capital
(Widjaja, 2001, p2).
19
2.1.3.4 Manfaat EVA
ƒ
Menurut Rousana sebagaimana yang dikutip oleh Sapto Jumono (Jurnal Ekonomi
dan Bisnis Vol. 1 No. 01 Agustus, 2005, p58) menyatakan bahwa EVA sangat
bermanfaat dalam penilaian kinerja perusahaan, dengan fokus penilaian pada
penciptaan nilai tambah. Bagi negara-negara yang sudah mapan pasar modalnya,
di mana harga saham merupakan cerminan dari nilai atau kinerja perusahaan,
maka penggunaan EVA sangat terkait dengan kesadaran manajer dalam
menjalankan tugasnya yaitu meningkatkan atau memaksimumkan nilai perusahaan
dan nilai pemegang saham. Dengan perkataan lain, bahwa dengan EVA perhatian
manajer sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Manajer akan berfikir dan
bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham, yaitu memilih investasi yang
memaksimumkan tingkat pengembalian (rate of return) dan meminimumkan
tingkat biaya modal (cost of capital).
ƒ
Menurut Tunggal sebagaimana yang dikutip oleh Iramani (Jurnal Akuntansi dan
Keuangan, Volume 7, No. 1, Mei 2005, p3) menyatakan bahwa beberapa manfaat
EVA dalam mengukur kinerja perusahaan antara lain: (1) EVA merupakan suatu
ukuran kinerja perusahaan yang dapat berdiri sendiri tanpa memerlukan ukuran
lain baik berupa perbandingan dengan menggunakan perusahaan sejenis atau
menganalisis kecenderungan (trend), (2) Hasil perhitungan EVA mendorong
pengalokasian dana perusahaan untuk investasi dengan biaya modal yang rendah.
ƒ
Menurut Isnani dan Iswati sebagaimana yang dikutip oleh Turangan (Jurnal
Akuntansi/ Th.VII/ 02/ Des/ 2003, p151) menyatakan bahwa kelebihan dari EVA
adalah: 1) bermanfaat sebagai penilai kinerja yang berfokus pada penciptaan nilai
(value creation); 2) membuat perusahaan lebih memperhatikan struktur modal;
20
dan 3) dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kegiatan atau proyek yang
memberikan pengembalian lebih tinggi daripada biaya modal.
ƒ
Menurut Utama sebagaimana yang dikutip oleh Iramani (Jurnal Akuntansi dan
Keuangan, Volume 7, No. 1, Mei 2005, p3-4) menyatakan bahwa manfaat EVA
adalah: (1) EVA dapat digunakan sebagai penilaian kinerja keuangan perusahaan
karena penilaian kinerja tersebut difokuskan pada penciptaan nilai (value craetion),
(2) EVA akan menyebabkan perusahaan lebih memperhatikan kebijakan struktur
modal, (3) EVA membuat manajemen berpikir dan bertindak seperti halnya
pemegang
saham
yaitu memilih
investasi yang memaksimumkan tingkat
pengembalian dan meminimumkan tingkat biaya modal sehingga nilai perusahaan
dapat dimaksimalkan, (4) EVA dapat digunakan untuk mengidentifikasikan
kegiatan atau proyek yang memberikan pengembalian lebih tinggi daripada biayabiaya modalnya.
ƒ
EVA akan menyebabkan perusahaan memperhatikan struktur modalnya. EVA
secara eksplisit memperhitungkan biaya modal atas ekuitas dan mengakui bahwa
karena lebih tingginya resiko yang dihadapi oleh pemilik ekuitas, besarnya tingkat
biaya modal atas ekuitas adalah lebih tinggi daripada tingkat biaya modal atas
hutang (Rusdiyanti, 2002, p60).
ƒ
EVA dapat digunakan untuk mengidentifikasi kegiatan atau proyek yang
memberikan pengembalian lebih tinggi daripada biaya modalnya. Kegiatan atau
proyek yang memberikan nilai sekarang dari total EVA yang positif menunjukkan
bahwa proyek tersebut menciptakan nilai perusahaan dan dengan demikian
sebaiknya diambil (Rusdiyanti, 2002, p60).
ƒ
EVA dapat digunakan sebagai alat untuk menilai perusahaan, apabila perhitungan
EVA tidak hanya pada periode masa kini tetapi juga mencakup periode yang akan
21
datang. Hal ini disebabkan karena EVA pada satu tahun tertentu menunjukkan
besarnya penciptaan nilai pada tahun tersebut, sedangkan nilai perusahaan
menunjukkan nilai sekarang dan total penciptaan selama umur perusahaan
tersebut (Rusdiyanti, 2002, p60).
ƒ
Menurut Coates sebagaimana yang dikutip oleh Rusdiyanti (Jurnal Dinamika Sosial
Budaya 4(1) Juni, 2002, p60) menyatakan bahwa EVA diharapkan mampu menjadi
”quantitative
yardstick”,
seberapa
efektif
pencapaian
tujuan
(objective
achievement) diukur. Pengukuran kinerja yang baik diharapkan dapat membantu
maksud-maksud berikut ini.
1. Mengarahkan dan memotivasi pihak manajemen terhadap kesamaan tindakan
dan tujuan.
2. Sebagai bagian dari mekanisme kontrol membandingkan seberapa dekat
prestasi yang ditargetkan akan tercapai.
3. Mengidentifikasikan
seberapa
efektif
strategi
atau
berbagai
kebijakan
beroperasi dalam lingkungan perusahaan.
4. Bertindak sebagai dasar pemberian remunerasi, insentif, dan pertimbangan
promosi jabatan.
ƒ
Menurut Soetjipto sebagaimana yang dikutip oleh Sapto Jumono (Jurnal Ekonomi
dan Bisnis Vol. 1 No. 01 Agustus, 2005, p58) menyatakan bahwa bila EVA
dibanding dengan ukuran akuntansi tradisional seperti ROA dan ROE yang lazim
digunakan selama ini dalam mengukur kinerja perusahaan, nampaknya ukuran
tradisional memiliki kelemahan yaitu mengabaikan adanya biaya modal, sehingga
sulit untuk mengetahui apakah suatu perusahaan telah menciptakan nilai atau
tidak.
22
ƒ
Secara implisit, aplikasi EVA dalam pengukuran kinerja keuangan dapat
mendorong manajer perusahaan dalam menjalankan operasional perusahaan akan
memperhatikan
kebijakan
struktur
modalnya.
Selama
ini
banyak
orang
beranggapan bahwa dana sendiri (ekuitas) adalah merupakan dana murah yang
tidak perlu dikompensasi dengan tingkat pengembalian yang lebih tinggi.
Anggapan bahwa ekuitas adalah dana murah, antara lain karena tidak
diperhitungkan biaya modal ekuitas pada laporan keuangan, sehingga seolah-olah
dana ekuitas itu gratis. EVA yang secara eksplisit memasukan biaya modal atas
ekuitas akan mengubah pandangan ini dan memaksa perrusahaan untuk selalu
berhati-hati dalam menentukan struktur permodalannya.
ƒ
Salah satu keunggulan EVA sebagai penilai kinerja perusahaan adalah dapat
digunakan sebagai penciptaan nilai (value creation). Keunggulan EVA yang lain
adalah:
(1)
EVA
memfokuskan
penilaian
pada
nilai
tambah
dengan
memperhitungkan beban sebagai konsekuensi investasi, (2) Konsep EVA adalah
alat perusahaan dalam mengukur harapan yang dilihat dari segi ekonomis dalam
pengukurannya yaitu dengan memperhatikan harapan para penyandang dana
secara adil dimana derajat keadilan dinyatakan dengan ukuran tertimbang dari
struktur modal yang ada dan berpedoman pada nilai pasar dan bukan pada nilai
buku, (3) Perhitungan EVA dapat dipergunakan secara mandiri tanpa memerlukan
data pembanding seperti standar industri atau data perusahaan lain sebagai
konsep penilaian, (4) Konsep EVA dapat digunakan sebagai dasar penilaian
pemberian bonus pada karyawan terutama pada divisi yang memberikan EVA lebih
sehingga dapat dikatakan bahwa EVA menjalankan stakeholders satisfaction
concepts dan (5) Pengaplikasian EVA yang mudah menunjukkan bahwa konsep
tersebut merupakan ukuran praktis, mudah dihitung dan mudah digunakan
23
sehingga merupakan salah satu bahan pertimbangan dalam mempercepat
pengambilan keputusan bisnis (Iramani, 2005, p6).
ƒ
Menurut Soter sebagaimana yang dikutip oleh Sapto Jumono (Jurnal Ekonomi dan
Bisnis Vol. 1 No. 01 Agustus, 2005, p59) menyatakan bahwa EVA dapat juga
digunakan untuk mengidentifikasikan kegiatan atau proyek yang memberikan
pengembalian lebih tinggi daripada biaya modalnya. Kegiatan atau proyek yang
memberikan nilai sekarang dari total EVA yang positif menunjukkan bahwa proyek
tersebut menciptakan nilai perusahaan dan dengan demikian sebaiknya diambil
atau dilaksanakan. Sebaliknya bila negatif, berarti proyek tersebut tidak perlu
diambil atau dilaksanakan. Dengan demikian, sebagai manajer perusahaan harus
selalu membandingkan proyek dengan tingkat biaya modal yang mencerminkan
risiko proyek dengan tingkat pengembalian hasil.
ƒ
Menurut Lehn sebagaimana yang dikutip oleh Sapto Jumono (Jurnal Ekonomi dan
Bisnis Vol. 1 No. 01 Agustus, 2005, p59) menyatakan bahwa dengan ukuran
akuntansi tradisional kenaikan laba perusahaan belum tentu mengakibatkan nilai
perusahaan
meningkat.
Hal
ini
disebabkan
naiknya
laba
operasi
dapat
mengakibatkan naiknya risiko bisnis yang dihadapi perusahaan, apabila kenaikan
laba operasi tidak berasal dari efisiensi internal melainkan hasil investasi pada
bidang-bidang bisnis yang baru. Keunggulan lain dari EVA dibanding ukuran
tradisional adalah EVA dapat digunakan secara mandiri tanpa memerlukan data
pembanding seperti standar industri atau data perusahaan lain, sebagaimana
konsep penilaian dengan menggunakan analisa ratio (dalam kenyataannya data
pembanding atau ratas industri sering tidak tersedia).
ƒ
Menurut Widayanto sebagaimana yang dikutip oleh Diana (Jurnal Ilmiah Bidang
Manajemen dan Akuntansi Volume 2 No. 1 Maret, 2005, p40) menyatakan bahwa
24
beberapa keunggulan Economic Value Added (EVA) sebagai pengukur kinerja
finansial diantaranya adalah :
a.) Sebagai ukuran kinerja yang dapat berdiri sendiri tanpa adanya perbandingan
dengan perusahaan sejenis.
b.) Alat ukur yang mudah digunakan.
c.) Dapat melihat segi ekonomis dalam pengukuran kinerja perusahaan secara adil
memperhatikan harapan penyandang dana.
2.1.3.5 Kelemahan EVA
→ Meskipun pendekatan nilai tambah mempunyai kelebihan dari ukuran tradisional,
namun pendekatan ini memiliki berbagai kelemahan yaitu :
a. EVA hanya mengukur hasil akhir, konsep ini tidak mengukur aktivitas-aktivitas
penentu seperti loyalitas konsumen.
b. EVA hanya menggambarkan penciptaan nilai pada suatu tahun tertentu.
Seperti diketahui bahwa nilai perusahaan tersebut merupakan akumulasi dari
EVA selama umur perusahaan atau nilai sekarang selama umur dari
perusahaan.
c.
Penggunaan CAPM dalam aplikasi keuntungan ekonomis untuk menghitung
biaya modal, tidak cukup untuk mengukur hubungan antara risk dan return,
karena bergantung pada data yang dipergunakan, dalam hitungan beta.
d. Perbedaan taksiran market risk premium akan mengakibatkan perbedaan pada
biaya modal dan selanjutnya mengakibatkan perbedaan pada keuntungan
ekonomis
(Jumono, 2005, p59).
25
Æ Menurut Mirza sebagaimana yang dikutip oleh Iramani (Jurnal Akuntansi dan
Keuangan, Volume 7, No. 1, Mei 2005, p6) menyatakan bahwa EVA terlalu
bertumpu pada keyakinan bahwa investor sangat mengandalkan pendekatan
fundamental dalam mengkaji dan mengambil keputusan untuk menjual atau
membeli saham tertentu padahal faktor-faktor lain terkadang justru lebih dominan.
Æ Kekurangan dari model EVA adalah:
1. Hanya menggambarkan penciptaan nilai pada suatu periode tertentu.
2. Proses perhitungannya memerlukan estimasi atas biaya modal. Estimasi
tersebut cukup sulit dilakukan dengan tepat, terutama pada perusahaan yang
belum go public.
3. EVA terlalu menekankan pada keyakinan bahwa investor sangat mengandalkan
pendekatan fundamental dalam mengkaji dan mengambil keputusan untuk
menjual atau membeli saham tertentu, padahal faktor-faktor lain kadangkadang justru dominan.
4. Konsep EVA sangat bergantung pada transparansi internal untuk menghasilkan
perhitungan
yang
akurat.
Di
dalam
kenyataan
perusahaan
jarang
mengemukakan kondisi internalnya.
(Turangan, 2003, p151).
2.1.3.6 Guidelines untuk suksesnya pengimplementasian EVA
1. Tindakan implementasi harus dipandang sebagai suatu proyek dalam perusahaan,
dengan adanya alokasi anggaran khusus serta adanya seorang pemimpin proyek
yang berasal dari lingkungan senior eksekutif.
2. Pengambilan keputusan harus dilakukan secara desentralisasi, hal ini menjadi
sangat penting sehingga manajer tingkat bawah memiliki kekuasaan untuk
26
mengambil langkah penting apa saja yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja
yang dipakai untuk pengukuran EVA.
3. Pendekatan
secara
bertahap
dalam
melakukan
implementasi
sangat
direkomendasikan, penggunaan EVA pertama kali bisa saja dilakukan untuk
mengukur kinerja perusahaan, baru kemudian dijadikan sebagai dasar untuk
skema insentif perusahaan. Hal ini ditujukan untuk menghindari tidak terbentuknya
komitmen dari para manajer untuk mensukseskan implementasi jika skema insentif
berbasis EVA diadopsi secara bersamaan.
(Turangan, 2003, p151).
2.1.3.7 Permasalahan dalam penerapan EVA
1) Tidak adanya harapan yang nyata bahwa EVA dengan sendirinya dapat
memperbaiki keadaan perusahaan.
2) Timbulnya demotivasi pada saat perusahaan tidak mampu menaikkan EVA karena
faktor-faktor eksternal perusahaan yang tidak dapat dikontrol.
3) Kesulitan dalam menghitung biaya modal dan penyusunan alokasi modal.
4) Kesulitan komunikasi dan perbedaan konsep, terutama jika EVA diimplementasikan
ke seluruh bagian perusahaan.
5) Administrasi dari EVA membutuhkan pengawasan yang sangat hati-hati untuk
menghindari terjadinya birokrasi yang berbelit-belit.
6) Pengukuran dengan EVA saja, sama dengan alat pengukur keuangan yang lainnya,
adalah tidak cukup jika berdiri sendiri digunakan untuk mengawasi pencapaian
tujuan strategik perusahaan.
(Turangan, 2003, p152).
27
2.1.4
Kinerja
2.1.4.1 Pengertian Kinerja
•
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke 2, terbitan Balai Pustaka tahun
1993, sebagaimana yang dikutip oleh Helianti (Jurnal Pendidikan Penabur No.02/ Th.III/ Maret 2004, p19) menyatakan bahwa pengertian kinerja adalah
(1) sesuatu yang dicapai, (2) prestasi yang diperlihatkan, dan (3) kemampuan
kerja. Kinerja adalah pengalihbahasaan dari kata bahasa Inggris “ performance”.
•
Menurut Whitmore (1997: 104) sebagaimana yang dikutip oleh Helianti (Jurnal
Pendidikan Penabur - No.02/ Th.III/ Maret 2004, p19) mendefinisikan kinerja
sebagai pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang, tetapi itu
kedengarannya seperti melakukan kebutuhan yang paling minim untuk berhasil.
Kinerja yang nyata jauh melampaui apa yang diharapkan; kinerja menetapkan
standar-standar tertinggi orang itu sendiri, selalu standar-standar yang
melampaui apa yang diminta atau diharapkan orang lain. Hal ini tentu saja
merupakan ekspresi potensi seseorang. Ini mendekati arti kinerja yang kedua
sebagaimana didefinisikan oleh Whitmore adalah suatu perbuatan, suatu
prestasi, suatu pameran umum keterampilan.
•
Menurut Bernadin & Russell (1993: 379) sebagaimana yang dikutip oleh
Genoveva (Menyusun Sistem Penilaian Kinerja Dosen yang Mendukung Tri
Dharma Perguruan Tinggi, 2001, p3) menyatakan bahwa pengertian kinerja
adalah hasil dari prestasi kerja yang telah dicapai seorang karyawan sesuai
dengan fungsi tugasnya pada periode tertentu.
•
Menurut Rao (1986: 120) sebagaimana yang dikutip oleh Helianti (Jurnal
Pendidikan Penabur - No.02/ Th.III/ Maret 2004, p19) mengemukakan bahwa
penilaian kinerja adalah sebuah mekanisme untuk memastikan bahwa orang-
28
orang pada tiap tingkatan mengerjakan tugas-tugas menurut cara yang
diinginkan oleh para majikan mereka. Adapun dimensi meliputi: (1)pencapaian
sasaran pekerjaan, (2)inisiatif, (3)kerjasama, (4)sumbangan kepada kemajuan
karyawan dan(5)perilaku lain.
•
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI, 1996) sebagaimana yang dikutip oleh
Febryani (Analisis Kinerja Bank Devisa Dan Bank Non Devisa Di Indonesia, 2003,
p42)
mengemukakan
bahwa
kinerja
perusahaan
dapat
diukur
dengan
menganalisa dan mengevaluasi laporan keuangan. Informasi posisi keuangan
dan kinerja keuangan di masa lalu seringkali digunakan sebagai dasar untuk
memprediksi posisi keuangan dan kinerja di masa depan dan hal-hal lain yang
langsung menarik perhatian pemakai seperti pembayaran dividen, upah,
pergerakan harga sekuritas dan kemampuan perusahaan untuk memenuhi
komitmennya ketika jatuh tempo.
•
Kinerja merupakan hal penting yang harus dicapai oleh setiap perusahaan di
manapun, karena kinerja merupakan cerminan dari kemampuan perusahaan
dalam mengelola dan mengalokasikan sumber dayanya. Selain itu tujuan pokok
penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran
organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan
sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang diharapkan. Standar
perilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang
dituangkan (Febryani, 2003, p42).
•
Menurut Suprihanto (1988: 7) sebagaimana yang dikutip oleh Helianti (Jurnal
Pendidikan Penabur - No.02/ Th.III/ Maret 2004, p19) mengemukakan tentang
penilaian kinerja, dikatakan suatu sistem yang digunakan untuk menilai dan
mengetahui apakah seorang karyawan telah melaksanakan pekerjaannya
29
masingmasing secara keseluruhan. Penilaian itu mencakup aspek yang tidak
hanya dilihat dari segi fisiknya tetapi meliputi berbagai hal seperti kemampuan
kerja, disiplin, hubungan kerja, prakarsa, kepemimpinan dan hal-hal khusus
sesuai dengan bidang dan level pekerjaannya.
•
Pengertian kinerja keuangan adalah penentuan ukuran-ukuran tertentu yang
dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba
(Sucipto, 2003, p2).
2.1.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
•
Menurut Rossett dan Arwady (1987) sebagaimana yang dikutip oleh Helianti
(Jurnal Pendidikan Penabur - No.02/ Th.III/ Maret 2004, p19) mengemukakan
bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi kinerja, yaitu: 1)kurangnya
keterampilan dan pengetahuan, 2)kurangnya insentif atau tidak tepatnya insentif
diberikan, 3)lingkungan kerja yang tidak mendukung,dan 4)tidak adanya
motivasi. Untuk mengetahui tinggi-rendahnya kinerja seseorang, perlu dilakukan
penilaian kinerja.
•
Menurut Mangkunegara (2001 : 67-68) sebagaimana yang dikutip oleh Genoveva
(Menyusun Sistem Penilaian Kinerja Dosen yang Mendukung Tri Dharma
Perguruan
Tinggi,
2001,
p5),
menyatakan
bahwa
faktor-faktor
yang
mempengaruhi kinerja seseorang ialah:
(1) Faktor kemampuan, secara umum kemampuan ini terbadi menjadi 2
yaitu kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge dan
skill). Seorang dosen seharusnya memiliki kedua kemampuan tersebut
agar dapat menyelesaikan jenjang pendidikan formal minimal S2 dan
memiliki kemampuan mengajar dalam mata kuliah ampuannya.
30
(2) Faktor motivasi, motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam
menghadapi situasi kerja. Motivasi bagi dosen sangat penting untuk
mencapai visi dan misi institusi pendidikan. Menjadi dosen hendaknya
merupakan motivasi yang terbentuk dari awal (by plan), bukan karena
keterpaksaan atau kebetulan (by accident).
•
Menurut Ruky (2001: 48) sebagaimana yang dikutip oleh Helianti (Jurnal
Pendidikan Penabur - No.02/ Th.III/ Maret 2004, p20) mengemukakan bahwa
menetapkan sejumlah faktor untuk menentukan penilaian yaitu kuantitas
pekerjaan, kualitas pekerjaan, kejujuran, ketaatan, dan inisiatif. Yang dimaksud
kinerja adalah hasil kerja berdasarkan penilaian tentang tugas dan fungsi
jabatan
sebagai
pendidik,
manajer
lembaga
pendidikan,
administrator,
supervisor, inovator, dan motivator, yang digambarkan melalui lima indikator
yaitu: (1)kompetensi, (2)kewajiban, (3)ketaatan, (4)Kejujuran,dan (5)kerjasama.
2.1.4.3
ƒ
Manfaat Penilaian Kinerja
Menurut T. Hani Handoko (1994 : 135), Jennifer M. George & Gareth R. Jones
(1996 : 223) dan Sondang P. Siagian (1995 : 227) sebagaimana yang dikutip
oleh Genoveva (Menyusun Sistem Penilaian Kinerja Dosen yang Mendukung Tri
Dharma Perguruan Tinggi, 2001, p3), menyatakan bahwa manfaat penilaian
kinerja adalah sebagai berikut :
(1) Perbaikan prestasi kerja
(2) Penyesuaian kompensasi
(3) Keputusan penempatan
(4) Kebutuhan latihan dan pengembangan
(5) Perencanaan dan pengembangan karier
31
(6) Memperbaiki penyimpangan proses staffing
(7) Mengurangi ketidak-akuratan informasi
(8) Memperbaiki kesalahan desain pekerjaan
(9) Kesempatan kerja yang adil
(10) Membantu menghadapi tantangan eksternal
2.1.5
Biaya Modal (Cost of Capital)
2.1.5.1 Pengertian Biaya Modal (Cost of Capital)
→ Biaya modal (cost of capital) adalah tingkat pengembalian minimum atas modal
yang dibutuhkan untuk mengganti pinjaman dan ekuitas investor (Widjaja, 2001,
p3).
→ Biaya modal adalah rate of return yang diwajibkan atau dipersyaratkan oleh
pemilik modal (investor) pada suatu perusahaan. Biaya modal tersebut mencakup
biaya bunga (eksplisit) atas hutang ditambah dengan minimum return yang
diwajibkan oleh pemodal. Sedangkan keuntungan akuntansi (sebagaimana
terdapat ukuran tradisional) merupakan selisih antara pendapatan dan biaya
eksplisit (Jumono, 2005, p54).
→ Menurut Keown sebagaimana yang dikutip oleh Iramani (Jurnal Akuntansi dan
Keuangan, Volume 7, No. 1, Mei 2005, p5) menyatakan bahwa Cost of Capital atau
biaya modal mempunyai dua makna, tergantung dari sisi investor atau
perusahaan. Dari sudut pandang investor cost of capital adalah opportunity cost
dari dana yang ditanamkan investor pada suatu perusahaan. Sedangkan, dari
sudut pandang perusahaan, cost of capital adalah biaya yang dikeluarkan oleh
perusahaan untuk memperoleh sumber dana yang dibutuhkan.
32
→ Menurut Utomo sebagaimana yang dikutip oleh Iramani (Jurnal Akuntansi dan
Keuangan, Volume 7, No. 1, Mei 2005, p5) menyatakan bahwa untuk praktisi
keuangan, istilah cost of capital ini digunakan sebagai: (1) discount rate untuk
membawa cash flow pada masa mendatang suatu project ke nilai sekarang, (2)
tarif minimum yang diinginkan untuk menerima project baru, (3) biaya modal
dalam perhitungan EVA dan (4) benchmark untuk menaksir tarif biaya pada modal
yang digunakan.
→ Biaya modal merupakan (opportunity cost) biaya peluang dari penggunaan dana
untuk diinvestasikan dalam proyek baru. Tingkat pengembalian modal dapat
diperoleh
pendapatan
sendiri
di
mana
risikonya
serupa.
Maka,
tingkat
pengembalian investasi perusahaan harus memperhatikan investasi dengan tujuan
menemukan tingkat pengembalian investasi perusahaan investor (Keown, 2000,
p444).
→ Tiga alasan yang mendasari penentuan besarnya biaya modal perusahaan adalah:
1. Maksimisasi nilai perusahaan mensyaratkan adanya minimisasi semua biaya
input, termasuk biaya modal.
2. Keputusan investasi yang tepat mensyaratkan estimasi biaya modal yang
tepat.
3. Beberapa keputusan lain seperti: leasing, bond refunding, dan manajemen
modal kerja memerlukan estimasi biaya modal.
Biaya modal adalah uang yang harus dikeluarkan atau harus dibayar untuk
mendapatkan modal baik yang berasal dari utang, saham preferen, saham biasa,
maupun laba ditahan untuk membiayai investasi perusahaan dalam jangka
panjang (Sugiyarso, 2006, p86).
33
→ Biaya modal ialah sesuatu yang dibayarkan oleh perusahaan kepada pemilik
modal, yaitu kepada kreditur dan kepada pemilik perusahaan. Kepada kreditur
berupa bunga dan kepada pemilik modal berupa dividen atau tingkat hasil yang
diperlukan. Biaya modal dihitung dari modal permanen yaitu utang jangka panjang
dan modal sendiri (Darsono, 2006, p154).
→ Unsur-unsur biaya modal yang lazim diperhitungkan ialah biaya utang obligasi,
biaya utang hipotik, biaya saham istimewa, dan biaya saham biasa.
1. Biaya utang obligasi.
Obligasi ialah surat utang jangka panjang tanpa jaminan. Jaminannya hanya
kepercayaan saja. Penerbit obligasi bisa dilakukan oleh negara, perusahaan
negara,
dan
perusahaan
swasta.
Perusahaan
yang
menerbitkan
obligasi
seharusnya perusahaan yang mampu menghasilkan laba operasi dan mempunyai
hari depan bisnis yang tumbuh dan berkembang. Pemegang obligasi ialah investor
atau pemberi pinjaman (kreditur) mendapatkan bunga, dan penerbit membayar
bunga sebagai biaya modal.
2. Biaya utang hipotik
Utang hipotik ialah utang yang dijamin dengan harta tetap berupa tanah,
bangunan, mesin-mesin pabrik, dan sebagainya. Pemberi utang biasanya bank,
perusahaan asuransi, lembaga dana pensiun, dan sebagainya. Pihak yang
berutang atau perusahaan yang berutang akan membayar bunga dan berbagai
biaya perolehan pinjaman yang lazim disebut biaya utang.
3. Biaya saham istimewa
Saham istimewa (preferred stock atau saham preferen) ialah surat tanda
kepemilikan perusahaan secara istimewa. Disebut istimewa karena dua alasan
yaitu: (1) ia berhak memperoleh dividen permanen baik perusahaan laba atau rugi,
34
(2) jika terjadi likuidasi, ia berhak memperoleh pengembalian modalnya terlebih
dahulu sebelum pemegang saham biasa. Karena keistimewaannya itu, saham
preferen merupakan model pembiayaan jangka panjang campuran (hybrid
financing), di mana satu sisi, ia sebagai utang jangka panjang karena ia
memperoleh dividen permanen seperti bunga pinjaman, pada sisi lain, ia sebagai
modal sendiri karena jika terjadi likuidasi ia bisa tidak memperoleh pengembalian
modal bila dana likuidasi tidak mencukupi untuk dibagikan kepadanya.
4. Biaya saham biasa
Saham biasa ialah surat tanda kepemilikan perusahaan oleh masyarakat umum.
Masyarakat umum yang memiliki uang yang ingin menanamkan uangnya sebagai
capital untuk mencari laba dapat membeli saham biasa yang ditawarkan oleh suatu
perusahaan di Pasar Bursa. Perusahaan yang menerbitkan saham biasa akan
memberikan laba dan pemegang saham akan memperoleh hasil yang diharapkan.
Penerbit saham biasa menghitung hasil yang diharapkan oleh pemegang saham
biasa lazim disebut biaya modal saham biasa atau biasa saham biasa.
(Darsono, 2006, p155-157).
2.1.5.2 Komponen Biaya Modal (Cost of Capital)
2.1.5.2.1 Biaya Utang (Cost of Debt)
•
Hutang dapat diperoleh dari lembaga pembiayaan atau dengan menerbitkan
surat pengakuan hutang (obligasi). Biaya hutang yang berasal dari pinjaman
adalah merupakan bunga yang harus dibayar perusahaan, sedangkan biaya
hutang dengan menerbitkan obligasi adalah required of return yang
diharapkan investor yang digunakan sebagai tingkat diskonto dalam mencari
nilai obligasi. Mengingat biaya hutang (bunga) dibayar sebelum perusahaan
35
memperhitungkan pajak penghasilan (tax deductible), maka biaya riil yang
ditanggung perusahaan adalah biaya hutang setelah pajak (cost of debt after
tax).
Biaya hutang
= kd
Biaya hutang setelah pajak = kd* = kd (1-t)
Di mana:
Kd* = biaya hutang setelah pajak
Kd = biaya hutang sebelum pajak
t
= tarif pajak
(Iramani, 2005, p5)
•
Biaya utang dapat didefinisikan sebagai tingkat yang harus diterima dari
investasi untuk memenuhi tingkat pengembalian yang disyaratkan kreditor.
Rumusnya :
n
Po = ∑
t =1
Dimana:
$I t
(1 + k d )
t
+
$M
(1 + k d )n
Po = harga pasar utang
$ I t = bunga tahunan yang dibayar ke investor
$ M = nilai pari atau jatuh tempo utang
n
= jumlah tahun hingga jatuh tempo
k d = tingkat pengembalian yang disyaratkan pemegang utang
(Keown, 2000, p454).
•
Biaya utang perusahaan adalah tingkat keuntungan yang diminta (required
rate of return= K d ) oleh investor. Besarnya keuntungan yang diminta
tersebut sama dengan tingkat bunga yang menyamakan present value
36
penerimaan di masa datang yang berupa: (1) bunga = i, dan (2) pembayaran
pokok pinjaman = M; dengan dana yang diberikan saat ini (=harga surat
berharga atau obligasi= Po ).
n
i
M
+
t
(1+ kd )t
t =1 (1 + kd )
Po = ∑
Biaya utang setelah pajak adalah: biaya utang sebelum pajak x (1- tingkat
pajak).
k t = k d (1 − t )
(Sugiyarso, 2006, p90)
2.1.5.2.2 Cost Of Equity
•
Biaya modal saham merupakan tingkat hasil pengembalian atas saham biasa
yang diinginkan oleh para investor (Iramani, 2005, p5).
2.1.6 Biaya Modal Saham Preferen
•
Menurut Weston dan Copeland sebagaimana yang dikutip oleh Iramani (Jurnal
Akuntansi dan Keuangan, Volume 7, No. 1, Mei 2005, p5) menyatakan bahwa salah
satu metode yang dapat digunakan dalam perhitungan biaya modal laba ditahan, yaitu
pendekatan capital asset pricing model (CAPM), dimana biaya modal laba ditahan
adalah tingkat pengembalian atas modal sendiri yang diinginkan oleh investor yang
terdiri dari tingkat bunga bebas resiko dengan premi resiko pasar dikalikan dengan
β(resiko saham perusahaan). Secara matematis dapat ditulis ks dapat dicari dengan
rumus:
ks = Rf + (Rm – Rf) β
37
Dimana:
ks = tingkat pengembalian yang diinginkan investor (opportunity of equity)
Rf = tingkat bunga investasi yang diperoleh tanpa resiko (risk free)
R = tingkat bunga investasi rata-rata dari pasar
β
•
= ukuran resiko saham perusahaan
Biaya modal saham preferen adalah tingkat keuntungan yang disyaratkan (required
rate of return) oleh investor saham preferen. Apabila saham preferen yang dikeluarkan
memiliki jatuh tempo, maka untuk mencari biaya modal saham preferen ( K p ) adalah
sama dengan menghitung biaya modal utang.
Kp =
Dp
Pn
K p = Biaya saham preferen
D p = Dividen saham preferen per tahun
Pn = Harga saham preferen bersih (setelah dikurangi Flotation cost = biaya
peluncuran saham)
(Sugiyarso, 2006, p88).
•
Biaya saham preferen adalah tingkat pengembalian perusahaan yang harus diperoleh
dari
investasi
saham
preferen
untuk
memenuhi
tingkat
pengembalian
yang
disyaratkan. Biaya dikaitkan dengan keuntungan saham preferen biaya utang dalam
pasar modal (Keown, 2000, p456).
38
2.1.7 Biaya Modal Rata-rata Tertimbang (WACC)
ƒ
Biaya modal tertimbang adalah rata-rata tertimbang dari sumber pembiayaan pribadi,
di mana timbangannya sama dengan persentase modal yang ada dari beberapa
sumber pembiayaan. Dua elemen dasar diperlukan untuk menghitung biaya modal
tertimbang:
1. Perkiraan tingkat pengembalian yang disyaratkan untuk setiap sumber modal
perusahaan.
2. Proporsi dari setiap sumber modal yang digunakan perusahaan.
(Keown, 2000, p446-447).
ƒ
Untuk menghitung biaya modal tertimbang perusahaan harus melakukan tiga hal:
1)
Hitung biaya modal untuk setiap sumber pembiayaan (yaitu setiap sumber utang,
saham preferen, dan saham biasa).
2)
Tentukan persentase utang, saham preferen, dan saham biasa yang akan
digunakan dalam membiayai investasi masa depan.
3)
Hitung biaya modal rata-rata yang dengan menggunakan persentase pembiayaan
sebagai timbangan.
(Keown, 2000, p452).
ƒ
Biaya modal rata-rata tertimbang adalah rata-rata tertimbang komponen biaya utang,
saham preferen dan ekuitas saham biasa (Brigham, 2001, p418).
ƒ
Biaya modal rata-rata tertimbang ialah biaya seluruh modal permanen yang
disesuaikan dengan kontribusinya setelah diperhitungkan pajak perseroan. Bagi modal
dari utang, perusahaan memperoleh penghematan pajak, karena beban bunga
mengurangi laba operasi, baru kemudian diperhitungkan pajak atas laba. Rumusnya:
k = k b1 (1 − T )( B1 / V ) + k b 2 (1 − T )( B2 / V ) + k PS ( Ps / V ) + k CS (C E / V )
39
Di mana:
k b1 = Biaya utang obligasi
k b 2 = Biaya utang hipotik
k PS = Biaya preferred stock atau biaya modal saham istimewa
k CS = Biaya common equity (common stock) atau biaya modal saham biasa
V
= Value of investment (nilai investasi atau modal permanen)
B1 = Jumlah utang obligasi
B2 = Jumlah utang hipotik
PS = Jumlah Preferred Stock (Saham Istimewa)
C E = Jumlah Common Equity (Ekuitas Biasa)
k
= Biaya Modal Rata-rata Tertimbang (Weighted Average Cost of Capital atau
WACC)
(Darsono, 2006, p 159)
ƒ
Biaya modal rata-rata tertimbang (Weighted Average Cost of Capital/ WACC) adalah
biaya modal yang merupakan perimbangan setiap komponen modal dalam struktur
modal secara keseluruhan (Sugiyarso, 2006, p99).
ƒ
Menurut Weston dan Copeland sebagaimana yang dikutip oleh Iramani (Jurnal
Akuntansi dan Keuangan, Volume 7, No. 1, Mei 2005, p6) menyatakan bahwa Dalam
praktek, pembiayaan/ pendanaan yang digunakan perusahaan diperoleh dari berbagai
sumber. Dengan demikian biaya riil yang ditanggung oleh perusahaan merupakan
keseluruhan biaya untuk semua sumber pembiayaan yang digunakan, dimana
perhitungannya dapat menggunakan rumus berikut ini:
WACC = Wd. kd (1-t) + Ws.ks
40
Dimana:
WACC
= biaya modal rata-rata tertimbang
Wd
= proporsi hutang dalam struktur modal
kd
= cost of debt
Ws
= proporsi saham biasa dalam struktur modal
ks
= tingkat pengembalian yang diinginkan investor
2.1.8 Return On Assets (ROA)
•
Berdasarkan pendapat Brigham (2001, p 97), rumus ROA adalah:
Return on Assets = net income/ total assets
Rasio laba bersih terhadap total aktiva mengukur tingkat pengembalian atas total
aktiva (ROA) setelah bunga dan pajak. ROA merupakan suatu rasio penting yang dapat
dipergunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dengan investasi yang telah
ditanamkan (aset yang dimilikinya) untuk mendapatkan laba. ROA menjadi salah satu
pertimbangan investor di dalam melakukan investasi terhadap saham di bursa saham.
(Jumono, 2005, p53).
•
Rumus dasar untuk hasil pengembalian atas aktiva (return on assets/ ROA) adalah
Hasil Pengembalian Atas Aktiva =
Laba Bersih
Aktiva
Laba bersih berkaitan dengan perputaran laba dan juga pada penjualan. Jadi, adalah
mungkin untuk menyatakan kembali rumus itu sebagai berikut:
Hasil Pengembalian Atas Aktiva ( ROA) =
Laba Bersih Penjualan
x
Penjualan
Aktiva
41
Perhatikan bahwa elemen penjualan terhapus dalam rumus kedua, yang menghasilkan
persamaan awal. Tetapi kita selanjutnya dapat memperluas hubungan ini dengan
menggantikan lebih banyak elemen ke dalam persamaan dasar:
ROA =
H arg a x Volume
( Marjin bruto − beban)(1 − tarif Pajak )
x
H arg a x Volume
Aktiva Tetap + Lancar + Lain
Kita dapat melihat bahwa hubungan yang dinyatakan di sini berlaku sebagai model
sederhana dari pengukit keputusan utama yang dapat digunakan manajemen untuk
meningkatkan hasil pengembalian atas aktiva. Manajemen aktiva sangat penting
karena hasil pengembalian atas aktiva akan meningkat jika lebih sedikit aktiva yang
digunakan, dan semua ukuran manajemen modal kerja yang efektif berlaku.
Meminimalkan pajak dalam pilihan legal yang tersedia juga akan meningkatkan laba
(Helfert, 1991, p77).
2.1.9 Pengertian Perdagangan Eceran
ƒ
Pedagang pengecer (retailer) adalah perorangan atau badan usaha yang kegiatan
pokoknya melakukan penjualan secara langsung kepada konsumen akhir dalam partai
kecil (Departemen Koperasi, 2007, p17).
ƒ
Pedagang eceran (retailer) adalah pedagang yang membeli barang dan menjualnya
kembali langsung kepada konsumen. Untuk membeli biasa partai besar, tetapi
menjualnya biasanya dalam partai kecil atau per-satuan.
ƒ
Larangan bagi perusahaan dibidang perdagangan eceran (retailer) adalah:
1. merangkap sebagai distributor/ pedagang besar (wholesaler) dan sebagai
pedagang informal;
2. menimbun/ menyimpan bahan pokok kebutuhan masyarakat di dalam gudang
untuk tujuan spekulasi dan barang-barang yang sifatnya berbahaya.
42
ƒ
Perdagangan eceran meliputi semua kegiatan yang berhubungan secara langsung
dengan penjualan barang atau jasa kepada konsumen akhir untuk keperluan pribadi
(bukan untuk keperluan usaha). Namun demikian tidak tertutup kemungkinan adanya
penjualan secara langsung dengan para pemakai industri karena tidak semua barang
industri selalu dibeli dalam jumlah besar. Secara definisi dapat dikatakan bahwa
pengecer adalah: sebuah lembaga yang melakukan kegiatan usaha menjual barang
kepada konsumen akhir untuk keperluan pribadi (Nurbaity, 2004, p4).
2.1.10 Investasi
2.1.10.1 Pengertian Investasi
ƒ
Pengeluaran untuk memperoleh kekayaan, peralatan, dan aktiva modal lainnya
yang dapat menghasilkan pendapatan, dapat diartikan juga sebagai suatu
pengorbanan dalam bentuk penundaan pengeluaran sekarang untuk memperoleh
keuntungan (return) yang lebih baik di masa datang (duves.net, 2007).
2.1.10.2 Tipe-Tipe Investor
ƒ
Ada tiga tipe investor yang dikenal di beberapa literatur : Risk Avoider (penghindar
resiko) disebut juga investor konservatif, yaitu tipe investor yang sangat
menghindari resiko karena takut asetnya hilang. Tipe ini biasanya berinvestasi
dalam bentuk tabungan, deposito dan obligasi pemerintah (surat utang negara).
Return yang didapat relatif kecil (Low Risk Low Return). Risk Moderate/ Medium,
yaitu
tipe
investor
yang
sangat
memperhitungkan
resiko
akan
tetapi
mengharapkan return tertentu (lebih tinggi dari risk avoider) sehingga tipe investor
ini biasanya berinvestasi di Reksadana. Risk Taker, yaitu tipe investor yang sangat
berani mengambil resiko dengan harapan mendapatkan return yang tinggi pula.
43
Tipe investor ini biasanya berinvestasi di pasar uang, saham dan HYIP (High Yield
Investment Program) (duves.net, 2007).
ƒ
Ada
tiga
tipe
sikap
dan
perilaku
pengambilan
risiko,
yaitu
risk
taker
(menanggung/menghampiri risiko), risk avoider (menghindari risiko) dan risk
neutral, yaitu memikirkan risiko secara matang sebelum mengambil keputusan.
(Studi Perilaku Manajer Pengembangan Produk Dalam Menghadapi Risiko Pada
Pengembangan Produk Baru, 2007).
2.2 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini ditujukan untuk mengetahui seberapa besar nilai
EVA (Economic Value Added) dari perusahaan perdagangan eceran yang terdaftar di BEJ
dengan menggunakan teori-teori dalam studi keuangan. Data-data perusahaan yang ada
diperoleh dari Bursa Efek Jakarta berupa laporan keuangan neraca dan laporan laba rugi
perusahaan selama tahun 2001-2005.
Economic Value Added (EVA) merupakan indikator tentang adanya penciptaan nilai dari
suatu investasi yang secara sederhana dapat diartikan sebagai laba operasi setelah pajak
(After Tax Operating Income) yang dikurangi dengan total biaya modal (Total Cost of
Capital), dimana total biaya dihitung dengan cara mengalikan tingkat biaya modal dengan
total biaya yang diinvestasikan (Diana, 2005, p40).
EVA merupakan suatu tolak ukur kinerja keuangan yang berbasis nilai. EVA merupakan
suatu tolak ukur yang menggambarkan jumlah absolut dari nilai pemegang saham
(shareholder value) yang diciptakan (created) atau dirusak (destroyed) pada suatu periode
tertentu, biasanya setahun. EVA yang positif menunjukkan penciptaan value (value creation),
sedangkan EVA yang negatif menunjukkan penghancuran nilai (value destruction).
44
Variabel-variabel yang dibutuhkan dalam perhitungan EVA adalah NOPAT, Invested
Capital, dan WACC (Weighted Average Cost of Capital). NOPAT (Net Operating Profit After
Tax/ Laba Bersih setelah Pajak) adalah laba yang diperoleh dari operasi perusahaan setelah
dikurangi pajak penghasilan, tetapi termasuk biaya keuangan (financial cost) dan ”non cash
bookeeping entries” seperti biaya penyusutan.
Invested capital adalah jumlah seluruh pinjaman perusahaan di luar pinjaman jangka
pendek tanpa bunga (non-interest bearing liabilies), seperti hutang dagang, biaya yang
masih harus dibayar, hutang pajak, uang muka pelanggan, dan sebagainya. Sedangkan
WACC adalah jumlah biaya dari masing-masing komponen modal, misalnya pinjaman jangka
pendek, dan pinjaman jangka panjang (cost of debt) serta setoran modal saham (cost of
equity) yang diberikan bobot sesuai dengan proporsinya dalam struktur modal perusahaan.
Berikut ini adalah kerangka pemikiran:
45
Gambar 2.1
”Kerangka Pemikiran”
Sumber: Hasil Pengolahan Data
Download