iii. kerangka pemikiran

advertisement
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Karakteristik Konsumen
Konsumen adalah setiap orang yang memakai barang atau jasa yang
tersedia di masyarakat, baik untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,
maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan (Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen).
Menurut Sumarwan (2004), istilah konsumen sering diartikan sebagai dua jenis
konsumen yaitu konsumen individu dan konsumen organisasi. Keduanya
memberikan sumbangan
yang sangat penting bagi perkembangan
dan
pertumbuhan ekonomi, karena tanpa mereka produk atau jasa yang dihasilkan
perusahaan tidak mungkin laku terjual. Konsumen individu merupakan konsumen
yang membeli barang dan jasa untuk digunakan sendiri, sedangkan konsumen
organisasi merupakan konsumen yang membeli produk peralatan dan jasa lainnya
untuk menjalankan seluruh kegiatan organisasi.
Karakteristik konsumen dapat mempengaruhi pilihan konsumen terhadap
produk maupun merek yang akan dibeli. Menurut Sumarwan (2004), perbedaan
kelompok konsumen dapat didasarkan pada karakteristik pengetahuan dan
pengalaman konsumen, kepribadian konsumen, dan karakteristik demografi.
Pengetahuan
dan
pengalaman
yang
dimiliki
konsumen
sangat
mempengaruhi dalam pencarian informasi. Jika konsumen telah mempunyai
pengetahuan dan pengalaman yang cukup banyak mengenai produk atau jasa
maka mereka mungkin tidak termotivasi untuk mencari informasi, karena
pengetahuan dan pengalaman yang mereka miliki cukup untuk membuat
keputusan.
Kepribadian konsumen akan berpengaruh pada motivasi konsumen dalam
mencari informasi terhadap produk. Konsumen yang memiliki kepribadian senang
mencari informasi maka akan meluangkan waktu untuk mencari informasi yang
lebih banyak.
Beberapa karakteristik demografi yang penting untuk memahami
konsumen adalah usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, agama, suku bangsa,
19
pendapatan, jenis keluarga, status pernikahan, lokasi geografi dan kelas sosial.
Pendidikan adalah salah satu karakteristik demografi yang penting karena
konsumen yang berpendidikan tinggi akan cenderung mencari informasi lebih
banyak mengenai suatu produk sebelum memutuskan untuk membeli.
3.1.2. Atribut dan Dimensi Kualitas
Menurut Sumarwan (2004), seorang konsumen akan melihat suatu produk
berdasarkan karakteristik atau ciri atribut dari produk tersebut. Umumnya, produk
merupakan barang dan jasa yang ditawarkan untuk memuaskan suatu kebutuhan
dan keinginan konsumen (Kotler 2003).
Restoran adalah perusahaan jasa yang menawarkan produk hybrid kepada
pasar sasarannya (Kotler 2003). Produk hybrid merupakan penawaran yang terdiri
atas komponen barang dan jasa yang porsinya sama.
Kualitas barang adalah sejauh mana barang dapat berfungsi sesuai
ekspektasi konsumen. Beberapa dimensi mengenai kualitas suatu barang adalah
sebagai berikut (Garvin 1988, diacu dalam Boyd et al. 2000):
1) Kinerja (Performance) merupakan dimensi yang menunjukkan kepuasan atas
karakteristik utama beroperasinya produk.
2) Fitur atau
ciri-ciri tambahan
(Features) merupakan
dimensi
yang
menunjukkan karakteristik sekunder yang melengkapi fungsi dasar produk.
3) Keandalan (Reliability) yaitu dimensi yang menunjukkan kemungkinan
sebuah produk tampil memuaskan atau produk gagal atau tidak berfungsi
selama satu periode tertentu.
4) Kesesuian
dengan
spesifikasi
(Conformance)
adalah
dimensi
yang
menunjukkan seberapa dekat kesesuaian antara desain dan operasi produk
sebagaimana spesifikasi yang ditetapkan sebelumnya atau harapan pengguna.
5) Daya tahan (Durability) yaitu dimensi yang menunjukkan ukuran hidup
sebuah produk, mencakup dimensi teknis (penggantian) dan ekonomi (biaya
perbaikan).
6) Kemampulayanan
(Serviceability)
yaitu
dimensi
yang
menunjukkan
kecepatan, keramahan, kompetensi dan kemudahan direparasi, serta
penanganan keluhan secara memuaskan.
20
7) Estetika (Aesthetics) yaitu dimensi yang menunjukkan unsur penilaian
subyektif pribadi mengenai bagaimana suatu produk terlihat (daya tarik
produk terhadap panca indra).
8) Kualitas yang dipersepsikan (Perceived quality) merupakan dimensi yang
menunjukkan citra dan reputasi produk serta tanggungjawab perusahaan
terhadapnya. Persepsi ini mungkin dihasilkan dari isyarat tertentu seperti
harga, nama merek, iklan, reputasi, dan negara asal.
Kualitas jasa adalah sejauh mana jasa memenuhi spesifikasi-spesifikasinya
berdasarkan perspektif pengguna jasa. Dimensi kualitas jasa dapat dibagi menjadi
lima dimensi yang dikenal sebagai SERVQUAL (singkatan dari service quality).
Dimensi ini dikemukakan berdasarkan riset Parasuraman dkk (1988) diacu dalam
Tjiptono dan Chandra (2007). Berikut lima dimensi utama yang telah disusun
sesuai urutan tingkat kepentingannya:
1) Reliabilitas (Reliability) menunjukkan kemampuan perusahaan untuk
memberikan pelayanan secara akurat dan andal, dapat dipercaya dan
bertanggung jawab atas apa yang dijanjikan, tidak pernah memberikan janji
yang berlebihan dan selalu memenuhi janjinya. Secara umum dimensi
reliabilitas merefleksikan konsistensi dan keandalan.
2) Daya tanggap (Responsiveness) yakni dimensi yang mencakup keinginan
untuk membantu konsumen dan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat.
3) Jaminan (Assurance) merupakan dimensi yang mencakup pengetahuan dan
kesopanan pekerja serta kemampuannya untuk memberikan kepercayaan
kepada konsumen. Dimensi ini merefleksikan kompetensi perusahaan,
keramahan kepada pelanggan, dan keamanan operasinya. Kompetensi
berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan jasa.
4) Empati (Emphaty) adalah dimensi yang menunjukkan derajat perhatian yang
diberikan kepada setiap pelanggan. Dimensi ini juga merefleksikan
kemampuan perusahaan memahami pelanggannya, memberikan perhatian
personal dan bertindak demi kepentingan pelanggan.
5) Bukti fisik (Tangibles) berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik,
perlengkapan dan material yang digunakan perusahaan, serta penampilan
karyawan. Karena jasa tidak dapat diamati secara langsung, maka konsumen
21
seringkali berpedoman pada kondisi yang terlihat mengenai jasa dalam
melakukan evaluasi.
3.1.3. Perilaku Konsumen
Menurut Engel et al. (1994) perilaku konsumen merupakan tindakan yang
langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk
dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini.
Perilaku tersebut dapat digambarkan dari bagaimana konsumen akhirnya
mengkonsumsi suatu produk setelah melalui beberapa tahap atau proses yang
sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Secara ringkas, perilaku pengambilan
keputusan konsumen dan pengaruh-pengaruhnya dapat dilihat pada Gambar 2.
Pengaruh Lingkungan
• Budaya
• Kelas Sosial
• Pengaruh Pribadi
• Keluarga
• Situasi
Perbedaan Individu
• Sumber Daya
Konsumen
• Motivasi dan
Keterlibatan
• Pengetahuan
• Sikap
• Kepribadian, Gaya
hidup, dan
Demografi
Proses Keputusan
Pengenalan Kebutuhan
Pencarian Informasi
Evaluasi Alternatif
Pembelian
Proses Psikologis
Pengolahan
Informasi
• Pembelajaran
• Perubahan
Sikap/Perilaku
•
Hasil
Strategi Pemasaran
• Produk
• Harga
• Promosi
• Distribusi
Gambar 2. Model Perilaku Pengambilan Keputusan Konsumen
Sumber: Engel et al. (1994)
22
3.1.1.1. Pengaruh Lingkungan
Manusia merupakan makhluk sosial dimana dalam kehidupannya tak lepas
dari hubungan dengan faktor-faktor lain di luar dirinya. Menurut Engel et al.
(1994), terdapat beberapa faktor lingkungan yang bisa mempengaruhi seseorang
dalam membuat keputusan, diantaranya yaitu: budaya, kelas dan status sosial,
pengaruh pribadi, keluarga, dan situasi.
Budaya mengacu pada nilai, gagasan, artefak, dan simbol-simbol
bermakna lainnya yang membantu individu dalam berkomunikasi, membuat
tafsiran, dan melakukan evaluasi sebagai anggota masyarakat. Budaya dapat
mempengaruhi struktur konsumsi, mempengaruhi pengambil keputusan individu,
dan merupakan variabel utama dalam penciptaan makna pada produk.
Kelas sosial mengacu pada pengelompokkan orang yang sama dalam
perilaku berdasarkan posisi ekonomi di pasar (Engel et al. 1994). Menurut Kotler
(2008), kelas sosial dapat diukur berdasarkan kombinasi dari pekerjaan,
pendapatan, pendidikan, kekayaan, dan variabel lain dimana hal tersebut dapat
memperlihatkan selera produk maupun merek. Individu dalam suatu kelas sosial
tertentu cenderung memiliki perilaku pembelian yang sama.
Pengaruh
pribadi
mengacu
pada
kelompok
acuan
yang
dapat
mempengaruhi proses pengambilan keputusan konsumen dalam mengonsumsi
barang dan jasa tertentu. Konsumen akan memiliki respon terhadap tekanan yang
dirasakan untuk menyesuaikan diri dengan norma dan harapan yang diberikan
orang lain Engel et al. (1994). Namun, pengaruh utama pada sikap dan perilaku
individu adalah pengaruh lingkungan keluarga. Pengaruh lingkungan lainnya
adalah situasi yakni perilaku konsumen di sebuah lingkungan untuk mencapai
tujuan tertentu. Berdasarkan Engel et al. (1994), situasi yang mempengaruhi
konsumen terbagi dalam tiga bidang utama, yakni situasi komunikasi, pembelian,
dan pemakaian.
3.1.1.2. Perbedaan Individu
Tuhan menciptakan tiap individu dengan keunikannya masing-masing.
Bahkan orang kembar memiliki keunikan atau perbedaan baik secara fisik
maupun psikologis. Perbedaan tiap individu juga akan mempengaruhi mereka
dalam membuat keputusan. Terdapat lima hal yang membuat tiap individu dapat
23
dikatakan berbeda, yaitu sumber daya konsumen, keterlibatan dan motivasi,
pengetahuan, sikap, kepribadian, serta gaya hidup dan demografi (Engel et al.
1994).
Konsumen memiliki tiga sumber daya utama yang digunakan dalam
proses pertukaran, di antaranya sumber daya ekonomi, temporal, dan kognitif, dan
melalui proses ini pemasar memberikan barang dan jasa. Sumber daya ekonomi
meliputi pendapatan atau kekayaan dan sangat mempengaruhi keputusan
konsumen sehubungan dengan produk atau merek yang mereka punyai atau yang
mungkin mereka punyai pada masa datang. Sumber daya temporal merupakan
sumber daya yang berkaitan dengan waktu. Sumber daya kognitif dikenal sebagai
perhatian, dimana mendapatkan perhatian konsumen merupakan tantangan paling
berat yang mungkin dihadapi oleh perusahaan. Dengan perkataan lain, perusahaan
harus bersaing untuk mendapatkan uang, waktu, dan perhatian konsumen.
Motivasi merupakan suatu dorongan dari dalam yang diarahkan pada
pemenuhan kebutuhan, sedangkan keterlibatan merupakan refleksi dari motivasi.
Semakin tinggi keterlibatan seseorang terlihat dari semakin banyak informasi
yang dibutuhkan dan dikumpulkan.
Pengetahuan konsumen terdiri dari informasi yang tersimpan dalam
ingatan yang dapat mempengaruhi pola pembelian mereka. Produsen perlu
mengetahui sejauh mana konsumen mengenal atau mengetahui produk yang
dihasilkan karena menjual produk yang tidak dikenal oleh konsumen merupakan
hal yang sulit dilakukan.
Sikap menggambarkan evaluasi, perasaan, dan tendensi yang relatif
konsisten dari seseorang terhadap sebuah objek. Oleh karena itu penting bagi
produsen untuk mengetahui sikap konsumen karena hal ini dapat berguna bagi
keefektifan kegiatan pemasaran, membantu mengevaluasi tindakan pemasaran
sebelum dilaksanakan, dan dapat membentuk pangsa pasar dan memilih pangsa
target.
Kepribadian merupakan karakteristik unik yang dimiliki masing-masing
individu, sedangkan gaya hidup merupakan pola dimana orang hidup dan
menghabiskan waktu serta uang. Kepribadian dan gaya hidup sangat
mempengaruhi pola konsumsi tiap individu.
24
3.1.1.3. Proses Psikologis
Proses psikologis merupakan hal penting dalam mempengaruhi
konsumen untuk membuat keputusan karena proses ini merupakan proses sentral
yang membentuk semua aspek motivasi dan perilaku konsumen. Pengolahan
informasi merupakan bagaimana cara-cara dimana informasi ditransformasikan,
dikurangi, dirinci, disimpan, didapatkan kembali, dan digunakan.
Pembelajaran merupakan proses dimana pengalaman menyebabkan
perubahan dalam pengetahuan, sikap, dan perilaku. Ada empat jenis pembelajaran
menurut (Engel et al. 1995), yaitu pembelajaran kognitif, pengkondisian klasik,
pengkondisian operant, dan pembelajaran vicarious. Selain itu, pengaruh proses
psikologi lainnya, yakni perubahan sikap dan perilaku mencerminkan pengaruh
psikologis dasar yang menjadi subjek dari beberapa penelitian perilaku konsumen.
Perubahan sikap dan perilaku menjadi sasaran pemasaran karena dapat
dipengaruhi oleh beragam situasi. Pemasar perlu mengetahui dan memahami
perubahan sikap dan perilaku agar pemasar dapat menentukan proses pemasaran
yang sesuai.
3.1.1.4. Proses Keputusan
Setiap orang memiliki model perilaku konsumen sendiri, yaitu konsepsi
bagaimana perilaku ini terjadi dan dibentuk. Dalam prosesnya, keputusan
pembelian melalui beberapa tahapan dimulai dari pengenalan kebutuhan,
pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian hingga perilaku
pascapembelian.
Dalam
tahap
pengenalan
kebutuhan,
konsumen
mempersepsikan
perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan situasi aktual yang memadai untuk
membangkitkan dan mengaktifkan proses keputusan (Engel et al. 1994). Dalam
hal ini pembeli menyadari suatu masalah atau kebutuhan. Kebutuhan tersebut
dapat dipicu oleh ransangan internal ketika salah satu kebutuhan normal seseorang
seperti rasa lapar dan haus timbul pada tingkat yang cukup tinggi. Kebutuhan juga
bisa dipicu oleh ransangan eksternal seperti berdiskusi dengan teman atau pun
kegiatan iklan (promosi) yang dilakukan perusahaan (Kotler 2008).
Menurut Kotler (2008), pencarian informasi merupakan tahap proses
keputusan pembeli dimana konsumen ingin mencari informasi lebih banyak;
25
konsumen mungkin hanya memperbesar perhatian atau melakukan pencarian
informasi secara aktif. Konsumen dapat memperoleh informasi dari beberapa
sumber meliputi sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga, rekan), sumber publik
(media massa, pencarian internet), dan sumber pengalaman (pananganan,
pemeriksaan, pemakaian produk).
Evaluasi alternatif menggambarkan bagaimana konsumen mengevaluasi
pilihan berkenaan dengan manfaat yang diharapkan dan menyempitkan pilihan
hingga alternatif yang dipilih (Engel et al. 1994). Perusahaan harus mengetahui
bagaimana konsumen mengevaluasi pilihan mereka agar dapat mengambil
langkah untuk mempengaruhi keputusan pembelian.
Tahap pembelian mencerminkan bahwa konsumen memperoleh alternatif
yang dipilih atau pengganti yang dapat diterima bila perlu. Terdapat dua faktor
yang menyebabkan konsumen dapat membatalkan pembelian ketika niat
pembelian tersebut telah muncul. Faktor pertama adalah sikap orang lain. Jika
seseorang yang mempunyai arti penting bagi kita berpikir bahwa produk yang
akan kita beli kurang cocok, maka peluang untuk membeli produk tersebut
menjadi berkurang. Faktor kedua adalah faktor situasional yang tidak diharapkan
seperti keadaan ekonomi yang memburuk, produk pesaing sejenis yang lebih
murah, atau rekomendasi dari rekan yang pernah kecewa dengan mengkonsumsi
produk tersebut.
Tahap yang terakhir dalam proses keputusan pembelian adalah hasil, yang
mencerminkan bahwa konsumen mengevaluasi apakah alternatif yang dipilih
memenuhi kebutuhan dan harapan segera setelah digunakan (Engel et al. 1994).
Perilaku pascapembelian ini perlu diperhatikan oleh perusahaan untuk menilai
apakah konsumen puas atau tidak setelah mengkonsumsi suatu produk agar
perusahaan dapat mengoptimalkan kinerjanya.
3.1.4. Kepuasan Konsumen
Menurut Engel et al. (1994), kepuasaan adalah evaluasi pasca konsumsi
bahwa suatu alternatif yang dipilih setidaknya memenuhi atau melebihi harapan
konsumen. Sedangkan ketidakpuasan adalah hasil dari harapan yang diteguhkan
secara negatif. Kotler (2008) mendefinisikan kepuasan sebagai tingkatan dimana
kinerja anggapan produk sesuai dengan ekspektasi pembeli. konsumen akan
26
kecewa jika kinerja produk tidak memenuhi ekspektasi. Jika kinerja produk sesuai
dengan ekspektasi maka konsumen akan puas dan jika kinerja ternyata melebihi
ekspektasi maka konsumen akan merasa sangat puas.
Terdapat perangkat dalam melacak dan mengukur kepuasan konsumen
(Kotler 2005). Keempat perangkat tersebut diantaranya sebagai berikut:
1) Sistem keluhan dan saran
Perusahaan yang fokus pada pelanggan akan memberikan kemudahan bagi
pelanggannya untuk memberikan kritik dan saran. Sistem yang digunakan
tiap perusahaan bisa saja berbeda seperti layanan telepon bebas pulsa maupun
menggunakan situs web dan e-mail untuk komunikasi dua arah yang cepat.
2) Survei kepuasan konsumen
Perusahaan yang responsif akan mengukur kepuasan pelanggan secara
langsung melalui survei berkala dengan bertanya langsung atau mengirim
daftar pertanyaan konsumen yang ditetapkan sebagai responden. Survei ini
juga berguna untuk mengajukan pertanyaan tambahan mengenai keinginan
konsumen untuk membeli ulang dan mengukur kesediaan konsumen untuk
merekomendasikan produk suatu perusahaan kepada orang lain.
3) Belanja siluman (Ghost shopping)
Perusahaan dapat membayar orang untuk berperan sebagai pembeli guna
melaporkan titik kuat dan titik lemah yang sering dialami sewaktu membeli
produk perusahaan dan pesaingnya. Pembelanja siluman juga dapat
menyampaikan masalah tertentu untuk menguji apakah staf penjualan
perusahaan dapat mengatasi situasi tersebut dengan baik atau tidak.
4) Analisis pelanggan yang hilang (Lost costumer analysis)
Analisis pelanggan yang hilang penting untuk dilakukan untuk mempelajari
alasan konsumen berhenti membeli atau berganti pemasok. Perusahaan juga
perlu mengetahui seberapa besar tingkat kehilangan tersebut. Jika tingkat
kehilangan pelanggan meningkat menunjukkan bahwa perusahaan gagal
dalam memuaskan pelanggannya.
Sedangkan menurut Rangkuti (2006), kepuasan pelanggan dapat diukur dengan
cara sebagai berikut :
27
1) Tradisional approach
Melalui pendekatan ini konsumen diminta memberikan penilaian atas
masing-masing produk atau jasa yang mereka nikmati. Skala yang biasa
digunakan adalah Skala Likert, yaitu skala yang dapat menunjukkan
tanggapan konsumen terhadap suatu produk dengan cara memberikan rating
dari 1 (sangat tidak puas) sampai 5 (sangat puas sekali). Kemudian konsumen
diminta untuk memberikan penilaian atas produk atau jasa tersebut secara
keseluruhan.
2) Analisis secara deskriptif
Analisis deskriptif merupakan penjabaran terhadap kecenderungan yang
sering dilakukan konsumen. Sering kali analisis kepuasan konsumen berhenti
sampai diketahui konsumen puas atau tidak puas. Sebaiknya analisis tersebut
dilanjutkan dengan cara membandingkan dengan hasil tahun sebelumnya agar
dapat diketahui kecenderungan perkembangan.
3) Pendekatan secara terstruktur
Pendekatan terstruktur sering digunakan untuk mengukur kepuasan
konsumen. Salah satu teknik yang terkenal adalah semantic differential
dengan menggunakan procedure scalling. Caranya adalah responden diminta
memberikan penilaian terhadap produk atau fasilitas. Salah satu bentuk
pendekatan terstruktur adalah Analisis Importance Performance Matrix yang
terdiri dari empat kuadran.
3.1.5. Loyalitas Konsumen
Pengukuran yang tepat terkait dengan pembelian ulang adalah loyalitas
konsumen. Menurut Sumarwan (2004), loyalitas konsumen diartikan sebagai
sikap positif seorang konsumen terhadap suatu produk atau jasa dimana konsumen
tersebut memiliki keinginan yang kuat untuk membeli ulang produk atau jasa
yang sama pada saat sekarang maupun masa datang. Konsep loyalitas konsumen
lebih banyak dikaitkan dengan perilaku (behavior) dibandingkan dengan sikap
(Griffin 2005). Bila seseorang merupakan pelanggan yang loyal, perilaku yang
ditunjukkan ketika pembelian adalah nonrandom, artinya pembeliannya bukan
merupakan peristiwa acak. Mereka telah mengetahui dan mengenal produk apa
yang akan dikonsumsi. Selain itu, loyalitas menunjukkan kondisi dari durasi
28
waktu tertentu dan mensyaratkan bahwa tindakan pembelian terjadi tidak kurang
dari dua kali. Terakhir, unit pengambilan keputusan menunjukkan bahwa
keputusan untuk membeli mungkin diputuskan oleh lebih dari satu orang, artinya
rekomendasi dari rekan dekat dapat mempengaruhi keloyalan.
Menurut Aaker (1997), loyalitas menjadi gagasan sentral pemasaran
dimana salah satu ukuran keterkaitan pelanggan terhadap sebuah merek. Hal
tersebut mencerminkan bagaimana pelanggan akan beralih ke merek lain jika
merek tersebut membuat suatu perubahan, baik dari segi harga atau produknya.
Bila loyalitas terhadap merek meningkat, maka kerentanan kelompok pelanggan
dari serangan kompetitif dapat dikurangi. Loyalitas konsumen dapat dipelihara
dan ditingkatkan dengan cara melayani pelanggan dengan baik, menjalin
kedekatan dengan pelanggan, mengelola kepuasan pelanggan, menciptakan biaya
peralihan, dan memberikan pelayanan ekstra. Loyalitas konsumen tersebut dapat
menjadi aset strategis. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari loyalitas
konsumen yang tinggi diantaranya dapat mengurangi biaya-biaya pemasaran,
meningkatkan penjualan, memikat pelanggan baru, dan merespon ancaman
pesaing.
Loyalitas konsumen dapat diukur berdasarkan beberapa tingkatan yang
terdiri atas biaya-biaya peralihan, kepuasan, rasa suka, dan komitmen.
Committed
buyer
Liking the brand
Satisfied buyer
Habitual buyer
Switcher buyer
Gambar 3. Piramida Loyalitas Merek
Sumber : Aaker (1997)
29
Tingkatan loyalitas konsumen (Aaker 1997) tersebut, sebagai berikut:
1) Switcher buyer
Pembeli yang termasuk dalam tingkatan ini memiliki tingkat loyalitas yang
paling dasar. Semakin sering pembelian konsumen berpindah dari suatu
merek ke merek lain mengindikasikan bahwa mereka tidak loyal atau tidak
tertarik pada merek tersebut, karena semua merek dianggap memadai dan
memegang peranan kecil dalam keputusan pembelian. Ciri yang terlihat
adalah konsumen membeli suatu produk karena harganya yang murah.
2) Habitual buyer
Pembeli yang termasuk pada tingkatan ini berarti mengalami kepuasan dalam
mengkonsumsi merek suatu produk. Mereka mengkonsumsi suatu merek
hanya berdasarkan kebiasaan selama ini, sehingga tidak ada alasan yang kuat
baginya untuk membeli merek produk lain atau berpindah merek, terlebih jika
peralihan tersebut membutuhkan usaha, biaya dan pengorbanan lain.
3) Satisfied buyer
Pembeli pada tingkatan ini termasuk dalam kategori konsumen yang puas
dengan merek yang mereka konsumsi. Namun, pembeli pada kategori
satisfied buyer dapat menanggung switching cost atau biaya peralihan, seperti
waktu, biaya, atau risiko yang timbul akibat tindakan peralihan merek atau
perubahan yang dilakukan merek tersebut sehingga membutuhkan biaya
peralihan untuk mendapatkannya. Konsumen kategori ini rela menanggung
biaya peralihan untuk mendapatkan merek yang akan dikonsumsinya
tersebut.
4) Liking the brand
Liking the brand adalah kategori pembeli yang sungguh-sungguh menyukai
merek tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai perasaan emosional terhadap
merek. Rasa suka didasari oleh asosiasi yang berkaitan dengan simbol,
rangkaian pengalaman menggunakan merek itu sebelumnya, atau persepsi
kualitas yang tinggi.
5) Committed buyer
Pada tahap ini berarti pembeli merupakan pelanggan yang setia. Mereka
mempunyai kebanggaan dalam menggunakan suatu merek. Bahkan merek
30
menjadi sangat penting baik dari segi fungsi maupun sebagai ekspresi siapa
pengguna
sebenarnya.
Ciri
yang
terlihat
adalah
kesediaan
untuk
merekomendasikan atau mempromosikan merek yang digunakan kepada
orang lain.
Piramida loyalitas pada Gambar 3 mengartikan bahwa loyalitas merek
tersebut masih sangat rendah. Hal ini dikarenakan semakin tinggi kualitas
loyalitas mereknya, semakin kecil pula luas piramida yang berarti bahwa semakin
sedikit juga kuantitas konsumennya. Piramida loyalitas yang baik adalah gambar
piramida yang berbentuk terbalik.
3.1.6. Strategi Bauran Pemasaran
Pemasaran merupakan proses mengelola hubungan pelanggan yang
menguntungkan. Menurut Kotler dan Armstrong (2007), tujuan umum dari
pemasaran adalah mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan (survival),
memaksimisasi laba (current maximization profit), kepemimpinan pangsa pasar
(market share leadership), dan kepemimpinan kualitas produk (product quality
leadership). Adapun sasaran pemasaran adalah menarik pelanggan baru dengan
menjanjikan keunggulan nilai serta menjaga dan menumbuhkan pelanggan yang
ada dengan memberikan kepuasan (Kotler 2008).
merancang strategi
pemasaran yang
digerakkan oleh
pelanggan
memahami pasar dan
kebutuhan serta
keinginan pelanggan
menangkap nilai dari
pelanggan untuk
menciptakan
keuntungan dan
ekuitas pelanggan
membangun program
pemasaran terintegrasi
yang memberikan nilai
yang unggul
membangun hubungan
yang menguntungkan
dan menciptakan
kepuasan pelanggan
Gambar 4. Model Sederhana Proses Pemasaran
Sumber : Kotler (2008)
Definisi yang luas mengenai pemasaran adalah proses dimana perusahaan
menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan
pelanggan dengan tujuan untuk menangkap nilai dari pelanggan sebagai
imbalannya (Kotler 2008). Proses pemasaran dapat dibagi menjadi lima tahapan,
31
dimana empat langkah pertama perusahaan bekerja untuk memahami pelanggan,
menciptakan nilai bagi pelanggan, dan membangun hubungan yang kuat dengan
pelanggan. Sedangkan tahap terakhir adalah perusahaan menuai hasil dari
menciptakan nilai unggul bagi pelanggan. Model sederhana dari lima langkah
proses pemasaran dapat dilihat pada Gambar 5.
Bauran pemasaran adalah serangkaian alat pemasaran taktis terkendali
yang dapat dipadukan perusahaan untuk menghasilkan respon yang diinginkannya
di pasar sasaran (Kotler 2008). Jadi, bauran pemasaran terdiri dari semua hal yang
dapat dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi permintaan produknya.
Menurut Kotler (2008), terdapat empat alat bauran pemasaran yang sering disebut
“empat P” yaitu : produk (product), harga (price), tempat (place), dan promosi
(promotion). Serta tambahan “tiga P” untuk jasa yaitu orang (people), bukti fisik
(physical evidence), dan proses (process) (Dibb & Simkin 1993, diacu dalam
Tjiptono & Chandra 2007).
1) Produk (product)
Produk berarti kombinasi barang atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan
kepada pasar sasaran. Terdapat beberapa variabel pemasaran produk, yaitu
keragaman produk, kualitas, desain, fitur, nama merek, kemasan, dan layanan
(Kotler 2008).
2) Harga (price)
Menurut Kotler (2008), harga adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan
pelanggan untuk mendapatkan produk yang diinginkannya. Harga adalah
satu-satunya elemen bauran pemasaran yang menghasilkan penerimaan
(Kotler 2007). Strategi bauran harga meliputi keputusan-keputusan yang
berkaitan dengan penetapan harga dasar, diskon, potongan harga dan syaratsyarat pembayaran. Dalam bisnis restoran, harga masih saja menjadi unsur
penting yang tercermin dengan adanya persaingan dalam pasar.
3) Tempat (place)
Tempat meliputi kegiatan perusahaan yang membuat produk tersedia bagi
pelanggan sasaran (Kotler 2008). Dalam hal ini tempat diartikan sebagai
saluran pemasaran distribusi, yaitu organisasi yang saling tergantung untuk
menjadikan suatu produk atau jasa untuk digunakan atau dikonsumsi.
32
4) Promosi (promotion)
Promosi berarti aktivitas yang mengkomunikasikan keunggulan produk dan
membujuk pelanggan sasaran agar mau membelinya (Kotler 2008).
Keberhasilan dari strategi promosi dinilai dari preferensi masyarakat terhadap
produk yang ditawarkan (Kotler 2005).
5) Orang (people)
Yang tergolong dalam elemen people di antaranya adalah pegawai
perusahaan, konsumen, dan konsumen lain dalam bidang jasa (Dibb &
Simkin 1993, diacu dalam Tjiptono & Chandra 2007).
6) Bukti / Sarana fisik (physical evidence)
Unsur-unsur yang mencakup bukti fisik adalah tata letak fasilitas (interior dan
eksterior), tema, dekorasi, penerangan, service counter, kebersihan,
penampilan dan kesehatan karyawan, keamanan peralatan, reliabilitas,
ketertarikan, kemudahan penggunaan, kecocokan, kapasitas eksterior seperti
tempat parkir (Dibb & Simkin 1993, diacu dalam Tjiptono & Chandra 2007).
7) Proses (process)
Proses berkaitan dengan bagaimana suatu perusahaan menyampaikan produk
yang dihasilkan kepada konsumen, misalnya seperti gaya kafetaria, cepat saji,
dan prasmanan. Proses pelayanan konsumen yang baik akan meningkatkan
kinerja dari restoran tersebut. Menurut (Dibb & Simkin 1993, diacu dalam
Tjiptono & Chandra 2007) proses adalah semua prosedur aktual, mekanisme
dan aliran aktivitas yang digunakan untuk menyampaikan jasa.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Bisnis restoran merupakan sebuah peluang bisnis yang menjanjikan di
Bogor. Hal ini karena terjadi peningkatan jumlah penduduk Bogor yang diikuti
perubahan gaya hidup yang menuntut kepraktisan hampir di berbagai bidang,
termasuk urusan makan. Pertumbuhan jumlah restoran di Bogor kian pesat, tak
terkecuali restoran yang menyajikan makanan khas Indonesia. Banyaknya pemain
dalam industri restoran menyebabkan tingkat persaingan antar pelaku usaha
semakin tinggi. Salah satu restoran yang menghadapi persaingan tersebut adalah
Restoran Pondok Sekararum. Kondisi penjualan Restoran Pondok Sekararum
belum memenuhi target yang diharapkan, bahkan sempat mengalami laba negatif
33
menghadapi tantangan persaingan tersebut. Diduga salah satu indikator yang
menyebabkan belum tercapainya target penjualan adalah belum tercapainya
kepuasan penuh konsumen yang dapat berdampak pada loyalitas konsumen,
sehingga Restoran Pondok Sekararum membutuhkan analisis kepuasan dan
loyalitas konsumen melalui perilaku konsumen. Kepuasan konsumen menjadi
prioritas utama yang harus diperhatikan dalam menghadapi persaingan.
Perusahaan harus mengetahui sejauh mana atribut-atribut perusahaan memiliki
kinerja yang dapat membuat konsumen puas dan pada akhirnya melakukan
pembelian ulang secara berkala dan menjadi loyal kepada perusahaan. Loyalitas
pelanggan yang terbentuk pada akhirnya akan meningkatkan laba perusahaan pada
jangka panjang. Oleh sebab itu Restoran Pondok Sekararum perlu mengetahui
tingkat kepuasan dan loyalitas yang dimiliki konsumen.
Analisis tingkat kepuasan dan loyalitas konsumen didahului dengan proses
keputusan pembelian konsumen Restoran Pondok Sekararum. Proses pengambilan
keputusan konsumen akan memberikan pemahaman mengenai perilaku konsumen
pada tahap-tahap keputusan pembelian. Setelah konsumen mengkonsumsi suatu
produk maka mereka dapat melakukan evaluasi apakah produk yang
dikonsumsinya memberikan kepuasan dan keloyalan terhadap Restoran Pondok
Sekararum.
Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui proses pengambilan
keputusan konsumen dan analisis tingkat loyalitas konsumen yang terlebih dahulu
dipetakan dalam piramida loyalitas. Analisis Costumer Satisfaction Index (CSI)
digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan konsumen, yaitu dengan melakukan
pembobotan terhadap tingkat kepentingan dan tingkat kinerja pada atribut produk
fisik dan jasa restoran Pondok Sekararum berdasarkan penilaian konsumen hingga
diperoleh indeks kepuasan konsumen secara keseluruhan. Setelah itu dilakukan
analisis Importance Performance Analysis (IPA) untuk memetakan persepsi
konsumen terhadap tingkat kepentingan dan tingkat kinerja atribut fisik dan jasa
restoran sehingga dapat dilakukan perbaikan pada atribut yang memerlukannya.
Hasil penelitian diharapkan mampu memberi rekomendasi alternatif
srtategi bauran pemasaran Restoran Pondok Sekararum. Melalui rekomendasi
alternatif startegi bauran pemasaran yang disarankan diharapkan dapat membantu
34
pihak Restoran Pondok Sekararum menghadapi tantangan persaingan sehingga
target penjualan dapat tercapai.
35
•
•
•
Peningkatan jumlah penduduk Bogor yang diikuti
perubahan gaya hidup menyebabkan bisnis restoran
bermunculan yang menciptakan kondisi persaingan.
Kondisi penjualan Restoran Pondok Sekararum belum
memenuhi target yang diharapkan, bahkan sempat
mengalami laba negatif.
Hal tersebut diduga karena belum terpenuhinya
kepuasan penuh konsumen yang dapat berdampak
pada loyalitas konsumen.
Umpan
Balik
Perilaku Konsumen
Proses Keputusan
Pembelian:
• Pengenalan
kebutuhan
• Pencarian
informasi
• Evaluasi
alternatif
• Keputusan
pembelian
• Hasil
Analisis Deskriptif
Kepuasan Konsumen
berdasarkan bauran pemasaran:
• Produk
• Harga
• Tempat
• Promosi
• Orang
• Proses
• Bukti fisik
Customer
Satisfaction
Index
Importance
Performance
Analysis
Loyalitas Konsumen
melalui
Piramida
Loyalitas:
• Committed buyer
• Liking the brand
• Satisfied buyer
• Habitual buyer
• Switcher buyer
Analisis Deskriptif
Rekomendasi alternatif strategi bauran pemasaran Restoran Pondok Sekararum
Keterangan:
cakupan penelitian
di luar cakupan penelitian
Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional
36
Download