40 3 GAMBARAN UMUM KAWASAN KONSERVASI LAUT DI LOKASI PENELITIAN 3.1 Wilayah Administratif, Geografis dan Topografi Secara Administratif, lokasi peneltian di kawasan konservasi laut (TNL Kepulauan Seribu) berada dalam Provinsi DKI Jakarta. Wilayah Kepulauan Seribu saat ini berstatus Kabupaten Administratif. Kabupaten Kepulauan Seribu resmi terbentuk pada tahun 2001 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2001. Sejak saat itu pula perangkat organisasi Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu ditata. Perangkat organisasi mulai dilengkapi dengan Sekretariat Kabupaten, yang meliputi bagian-bagian serta sub bagian. Kemudian unsur Teknis kepanjangan unsur Dinas di Propinsi dalam hal ini Suku Dinas. Lalu Badan sampai dengan Seksi Dinas serta Pelaksana tugas Kantor. Perangkat organisasi Kabupaten ini berperan melaksanakan tugas-tugas dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat di Kepulauan Seribu. Secara geografis, wilayah Kabupaten Kepulauan Seribu berada pada lintang antara 06°00’40” dan 05°54’40” Lintang Selatan dan 106°40’45” dan 109°01’19” Bujur Timur. Luas keseluruhan wilayah Kabupaten Kepulauan Seribu hampir 11 kali luas daratan Jakarta, yang terbagi dari luas daratan mencapai 897,71 Ha dan luas perairan Kepulauan Seribu mencapai 699.750 ha. Wilayah Kabupaten Kepulauan Seribu sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa/Selat Sunda; sebelah Timur berbatasan dengan Laut Jawa; sebelah Selatan berbatasan dengan daratan utama Pulau Jawa, yaitu Kecamatan Cengkareng, Penjaringan, Pademangan, Tanjung Priok, Koja, Cilincing dan Tangerang; sementara sebelah Barat berbatasan langsung dengan Laut Jawa dan Provinsi Lampung. Jumlah keseluruhan pulau yang terdapat di wilayah Kabupaten Kepulauan Seribu mencapai 110 buah. Berdasarkan luasannya, pulau-pulau tersebut dapat dibagi dalam tiga kelas, yaitu adalah Pulau dengan luas kurang dari 5 Ha berjumlah 50 pulau; pulau dengan luas antara 5-10 Ha berjumlah 26 pulau; pulau dengan luas lebih dari 10 Ha berjumlah 24 pulau. Diantara 110 pulau tersebut, terdapat Pulau Sebira yang merupakan Pulau Paling Utara, terletak di jarak sekitar 100 mil dari daratan Teluk Jakarta. Bila posisi strategis ini dikaitkan dengan Jakarta sebagai sebuah kota Bandar, maka 41 Kepulauan Seribu merupakan bagian muka dari Jakarta. Pada separuh teluk bagian barat Jakarta, terdapat beberapa pulau kecil yang sebagian besar telah dipergunakan sebagai wilayah pemukiman penduduk dan sebagian lainnya dipergunakan sebagai tempat peristirahatan dan lokasi wisata. Secara topografi, Kepulauan Seribu termasuk pulau yang landai (0-15% dengan ketinggian 0-2 meter di bawah permukaan laut). Luas daratan masingmasing pulau terpengaruh oleh adanya pasang surut yang mencapai 1-15 meter. Pada beberapa pulau khususnya pada daratan pantai sering ditumbuhi oleh pohon bakau sehingga dijumpai lapisan tanah organik yang sangat lunak berasal dari pelapukan tumbuh-tumbuhan serta material yang terbawa oleh arus laut dan tertahan pada akar pohon bakau. Jenis tanah di daratan Kepulauan Seribu umumnya berupa pasir coral yang berasal dari pelapukan dari batu gamping terumbu coral dengan ketebalan umumnya < 1 m dan di beberapa tempat dapat mencapai ketebalan 5 m. Pasir koral tersebut merupakan hancuran (detrital) yang berwarna putih keabuan dan gampang lepas. Secara umum keadaan laut mempunyai kedalaman yang berbedabeda yaitu berkisar antara 0-40 meter. Hanya ada 2 tempat yang mempunyai kedalaman lebih dari 40 meter, yaitu sekitar Pulau Payung dan Pulau Tikus/Pulau Pari. Pada umumnya keadaan geologi Kepulauan Seribu terbentuk dari batuan kapur, karang/pasir dan sedimen yang berasal dari Pulau Jawa dan Laut Jawa, terdiri dari susunan bebatuan malihan/metamorfosa dan batuan beku, di atas batuan dasar diendapkan sedimen epiklasik, batu gamping, batu lempung yang menjadi dasar pertumbuhan gamping terumbu karang. Sebagian besar terumbu karang yang ada masih mengalami pertumbuhan adan ada yang sudah menyatu menjadi tidak terpisahkan dari daratan. Sumber hidrologi permukaan seperti sungai, dan mata air tidak dijumpai di Kabupaten Kepulauan Seribu. Kondisi air tanah sangat tergantung dengan kepadatan vegetasinya. Selama ini, air tanah untuk kebutuhan masyarakat diperoleh dari penyulingan air laut atau penampunga air hujan. Untuk pulau-pulau yang mempunyai vegetasi yang padat dan mempunyai lapisan tanah yang cukup tebal, maka air hujan bisa meresap dan dimanfatkan (sumur) sebagai sumber air minum, meskipun jumlah sangat terbatas. 42 Musim hujan di Kepulauan Seribu biasanya terjadi antara bulan Nopember-April dengan hari hujan antara 10-20 hari/bulan. Curah hujan terbesar terjadi pada bulan Januari. Curah hujan tahunan berjumlah sekitar 1.700 mm. Pada musim kemarau kadang-kadang juga terjadi hujan dengan jumlah hari hujan antara 4-10 hari per bulannya. Biasanya curah hujan terkecil terjadi pada bulan Agustus. Hari hujan antara 10-20 hari/bulan tersebut mempunyai curah hujan cukup tinggi dimana bulan terbasah yaitu pada Januari. Curah hujan yang tercatat mencapai 100-400 mm. Sedang pada bulan-bulan kering yaitu bulan Juni dengan September, curah hujan bermusim yang dominan di wilayah Kepulauan Seribu yaitu Musim Barat (musim angin barat disertai hujan lebat) dan Musim Timur (musim angin timur serta kering). Pola musim tersebut berpengaruh besar bagi kehidupan penduduk terutama untuk kegiatan melaut. Selama ini, kegiatan nelayan sangat terganggu pada saat musim Angin Barat terutama untuk kegiatan penangkapan ikan bermobilitas tinggi. Tipe iklim yang terdapat di pulau-pulau pemukiman termasuk jenis tropika panas dengan suhu minimum 21,6°C, suhu rata-rata 27°C, dan suhu maksimum 32°C. Sedangkan kelembaban udara di 11 pulau pemukiman tersebut mencapai 80%. Suhu permukaan di Kepulauan Seribu pada musim Barat berkisar antara 28.5°C-30.0°C. Pada musim Timur permukaan antara 28.5°C- 31.0°C. Suhu udara rata-rata antara 26.5°C-28.5°C dengan suhu udara maksimum tahunan 29.5°C-32.9°C dan minimum 23.0°C-23.8°C. Kelembaban nisbi rata-rata berkisar antara 75%-99%, tekanan udara rata-rata antara 1009.0-1011.0 mb. Salinitas permukaan berkisar antara 30%-34% pada musim barat maupun pada musim timur. Arus laut pada musim barat berkecepatan maksimum 0.5 m/detik dengan arah dari timur menuju tenggara. Pada musim timur kecepatan arus laut mencapai 0.5 m/detik. Gelombang laut pada musim barat mempunyai ketinggian antara 0.5 1.75 meter dan musim timur 0.5 - 1.0 meter. Untuk angin yang bertiup di daratan maupun lautan Kepulauan Seribu sangat dipengaruhi oleh angin Monsoon yang secara garis besar dapat dibagi menjadi angin musim barat dan angin musim timur. Angin musim barat terjadi 43 antara bulan Desember-Maret, sedangkan angin musim timur terjadi antara JuniSeptember. Musim pancaroba terjadi antara bulan April-Mei dan OktoberNopember. Kecepatan angin pada berkisar antara 7-20 knot, biasanya terjadi pada bulan Desember-Pebruari. Pada musim Timur kecepatan angin berkisar antara 715 knot yang bertiup dari arah Timur Laut sampai Tenggara. Cuaca baik di Kepulauan Seribu adalah sekitar bulan Maret, April sampai dengan Mei. 3.1.2 Potensi perikanan Saat ini kegiatan pembangunan di bidang perikanan, sangat ditekankan orientasi pada pembenahan kegiatan perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Keadaan ini dilakukan mengingat masyarakat sekitar mengutamakan kegiatan penangkapan (45,2 %) dan budidaya (23,5 %) sebagai pekerjaan utama mereka, dibandingkan dengan kegiatan pengolahan, pemasaran dan lainnya. Jenis-jenis alat tangkap yang banyak dioperasikan di perairan Kabupaten Kepulauan Seribu adalah pancing, bubu, moroami, jaring rajungan, dan bagan. Pancing merupakan alat tangkap yang dominan digunakan di perairan Kabupaten Kepulauan Seribu. Pancing selektif dan ramah lingkungan dalam penggunaannya, sehingga sangat mendukung fungsi perairan Kabupaten Kepulauan Seribu sebagai kawasan konservasi laut. Payang termasuk alat tangkap yang cukup rendah tingkat penggunaannya di perairan Kabupaten Kepulauan Seribu. Sedangkan setnet belum digunakan oleh nelayan Kepulauan Seribu. Masyarakat Kepulauan Seribu menggunakan jatilap (jaring trammel) jaring insang dasar serta cangtan untuk menangkap udang laut. Ini berbeda dengan jenis ikan tuna cakalang dan cucut. Ikan-ikan itu harus ditangkap dengan penangkap seperti rawai tuna, rawai tegak lurus, pancing tonda, hutate, pukat cincin ukuran besar, jaring insang, serta rawai cucut. Adapun jenis ikan pelagis kecil misalnya lemuru, tembang, japuh, kembung dan lain-lain. alat penangkap yang digunakan adalah pukat cincin, payang, bagan, pukat tepi, jaring insang, jaring insang dan pakaya. Sementara itu, untuk ikan demersal lainnya seperti petek, kakap, kerapu, ikan sebelah dll, dapat ditangkap dengan dogol, jogol, cantrang, jaring insang dasar, rawai dasar, bubu dasar, pukat tepi, serta pancing tangan (hand line). 44 Dilihat dari segi kemampuan usaha nelayan, jangkauan daerah laut serta jenis alat penangkapan yang digunakan para nelayan Kepulauan Seribu dapat dibedakan antara usaha nelayan kecil, menengah, dan besar. Dalam melakukan usaha penangkap ikan dari tiga kelompok nelayan tersebut digunakan sekitar 15 s/d 25 jenis alat penangkap yang dapat dibagi dalam empat kelompok. Kelompok tersebut yaitu kelompok pukat misalnya payang dan pukat cincin; kelompok jaring misalnya jaring lingkar dan jaring trammel; jaring angkat misalnya bagan perahu dan bagan tancap; pancing misalnya rawai tuna dan pancing tonda. Kegiatan perikanan di Kabupaten Seribu berjalan beriringan dengan kegiatan kegiatan perikanan yang terjadi di DKI Jakarta secara keseluruhan. Hal ini karena kegiatan perikanan DKI Jakarta hanya terpusat di Kota Jakarta Utara dan Kabupaten Kepulauan Seribu, dan wilayah lautnya sebagian besar berada di wilayah Kabupaten Kepulauan Seribu.