REPUBLIKA RABU 23 NOVEMBER 2011 3 FOTO-FOTO: WIHDAN HIDAYAT Menguatkan Pembiayaan Perumahan Syariah di Indonesia ● Syariah Gathering iB Membuka Akses Pembiayaan Syariah di Industri Pertambangan Ekonomi syariah dinilainya lebih bisa memajukan bisnis pertambangan. embiayaan industri pertambangan selama ini masih didominasi oleh perbankan asing dan dalam negeri yang berbasis konvensional. Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral mendorong pelaku industri pertambangan menjaga pertumbuhan sektor penyokong energi ini. Yaitu dengan menggiatkan pembiayaan syariah dalam bisnis pertambangan. Menurut Direktur Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, Mulya Siregar, prinsip ekonomi syariah dinilainya lebih bisa memajukan bisnis pertambangan. “Prinsip syariah yang menekankan pada sisi keseimbangan, keamanan dan tanggung jawab adalah solusi bagi pembiayaan bisnis pertambangan di masa depan,” ujarnya. Ia menyampaikan hal itu bukan tanpa alas an. Ekonomi syariah di Indonesia memiliki potensi tumbuh luar biasa cepat. Hal ini dapat dilihat dengan besarnya potensi pasar syariah Indonesia dengan jumlah penduduk mayoritas muslim yang mencapai lebih dari 80 persen. Terbukti sejak diluncurkan 20 tahun lalu sampai saat ini system ekonomi syariah di Tanah Air terus berkembang. Dewasa ini, sistem ekonomi syariah Indonesia menduduki peringkat empat ekonomi syariah dunia. Yaitu di bawah Dubai, Malaysia dan Arab Saudi. P Meskipun demikian, pembiayaan syariah di sector pertambangan masih sangat kecil. Yaitu hanya 1,46 persen dari total pembiayaan bank syariah dengan nilai total pembiayaan Rp1,3 triliun. Perbesar pangsa pasar Direktur Utama PT Bank BNI Syariah, Rizqullah mengemukakan, masuknya perbankan syariah ke dalam pembiayaan bisnis pertambangan akan dapat memperbesar pasar syariah nasional. Menurutnya, ada tiga potensi besar pertambangan Indonesia yang dapat dimaksimalkan pembiayaannya, yakni minyak bumi, batubara, dan panas bumi. Ketiga jenis tambang ini berpotensi memberikan pertumbuhan bisnis pertambangan yang besar. “Hal itu dikarenakan ketiga jenis tambang ini adalah potensi energi besar Indonesia,” kata Rizqullah. Ketiga ini juga sejalan dengan program ketahanan energi Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) pemerintah. Rizqullah menjelaskan, untuk minyak bumi, total investasi di bidang ini terus meningkat secara positif selama lima tahun terakhir. Yaitu dengan nilai lebih dari USD 55 miliar dolar AS, atau rerata 11 miliar dolar (sekitar Rp 99 triliun) per tahun. Selain itu potensi cadangan yang besar di hulu migas yang masih dilakukan eksplorasi sumber daya. Untuk batubara, potensi besar muncul dari keinginan pemerintah menjadikan batubara sebagai pemasok utama kebutuhan energi nasional. Yaitu dengan program listrik 10 ribu megawatt di tahap pertama. Program tersebut 100 persen menggunakan sumber batubara untuk menghasilkan energi listriknya. “Ini akan berdampak peningkatan kapasitas produksi batubara sebanyak 15 persen selama lima tahun terakhir,” ungkapnya. Sedangkan mengenai panas bumi, Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki cadangan panas bumi terbesar di dunia. Indonesia memiliki cadangan panas bumi 40 persen dari total ketersediaan di seluruh dunia. Namun pemanfaatan eksplorasinya saat ini baru sebesar empat persen. Kemudian program listrik 10 ribu megawatt tahap kedua pemerintah, yang direncanakan akan memakai 60 persen sumber energi panas bumi. Solusi tepat Terbukanya pembiayaan syariah untuk industri pertambangan disambut baik oleh para pelaku bisnis pertambangan. Salah satunya Direktur PT Mitra Energi Buana, Yaniarsyah Hasan. Menurutnya, pola pembiayaan syariah dapat menjadi solusi bagi para pengusaha di bidang pertambangan. Ia mengakui, sebagai nasabah di sektor pertambangan dan energi, berbagai proyek yang dibangun pada umumnya memerlukan pembiayaan dana yang cukup besar. Karenanya Yaniarsyah mengambil pembiayaan syariah pertamanya. Perusahaan gas bumi miliknya itu menggunakan sistem pembiayaan murabahah (jual beli). “Saya lihat sudah tepat karena barangnya sudah ada lalu dibeli oleh bank dan dijual kembali kepada kami dengan harga jual yang telah ditambah margin,” jelasnya. Kemudian ia pun mengambil pembiayaan untuk proyek keduanya, yang belum dibangun, dengan sistem pembiayaan yang sama. Yaitu pihak bank syariah telah mewakilkan perusahaannya (wakalah) dalam jual beli kegiatan proyek tersebut. “Dan alhamdulillah proyek-proyek yang dibiayai dengan sistem syariah ini telah berjalan dengan baik,” ungkapnya. Berdasarkan pengalaman itu, menurutnya bahwa model pembiayaan syariah ternyata sangat tepat untuk dijadikan solusi dalam pembiayaan di sektor pertambangan. Hal itu mengingat saat ini salah satu problem utama di sektor ini adalah perlunya initial cost yang besar. Menurutnya, sistem pembiayaan syariah dapat mengurangi problem bagi para pengusaha pertambangan yang baru berkembang. “Mereka belum memiliki kemampuan permodalan dan akses ke investor yang kuat,” tutur Yuniarsyah. ● adv PELUANG BESAR SEKTOR PERTAMBANGAN DAN PROPERTI alam rangka mendorong pertumbuhan permbiayaan perbankan syariah di sektor bisnis potensial, Bank Indonesia (BI) mengadakan seminar dan diskusi pembiayaan syariah bagi perusahaan pertambangan dan konstruksi, Kamis (17/11) pekan kemarin di Hotel Kempinski, Jakarta. Seminar dan diskusi yang bertemakan ‘Peluang Perusahaan Pertambangan dan Properti Memperoleh Pembiayaan Syariah’ ini berkeinginan memberikan kemudahan pembiayaan syariah bagi perusahaan pertambangan dan properti. Kedua sektor usaha ini dinilai penting karena memiliki potensi ekonomi yang besar terhadap sumbangan ketahanan energi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Perusahaan di sektor pertambangan adalah tulang punggung ketahanan energi nasional, terutama batubara, minyak bumi, panas bumi dan gas alam. Sedangkan perusahaan properti merupakan salah satu sektor yang turut menyumbang pertumbuhan ekonomi secara positif. Menurut Direktur Direktorat Perbankan Syariah BI, Mulya Siregar, dengan ditetapkannya program Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), menjadikan bisnis di bidang pertambangan dan properti menjadi sektor usaha prioritas. Menjadi sektor usaha prioritas, jelas Mulya, harus didukung dengan besarnya D pembiayaan industrinya juga. Selama ini kecenderungan penyaluran pembiayaan di kedua bisnis ini tidak memberikan peningkatan yang signifikan, terutama perbankan konvensional. Penyaluran kredit perbankan nasional kepada dua sektor ini hanya tiga hingga empat persen, atau sekitar Rp 70 triliun lebih, pada periode Agustus 2011. Karena itu, BI ingin memperbesar fasilitas pembiayaan di bidang pertambangan dan properti ini, dengan melibatkan para perbankan syariah dalam fasilitas pembiayaannya. Dalam acara seminar ini, BI juga mempertemukan para pelaku bisnis pertambangan dan properti atau asosiasi industri dengan para perbankan syariah. “Dengan mempertemukan para pelaku bisnis dan perbankan syariah ini akan memberikan pemahaman dan kemudahan akan pembiayaan syariah,” ujar Mulya. Perbankan syariah Indonesia, kata dia, berpotensi tumbuh menjadi industri keuangan syariah dunia. Untuk mendukung hal tersebut, perbankan syariah Indonesia juga perlu melebarkan sayap pembiayaannya kepada industri besar yang potensial. Hal itu disambut baik pengusaha di bisnis Pertambangan dan Properti. Direktur PT Mitra Energi Buana, Yaniarsyah Hasan memandang pentingnya sosialisasi lebih lanjut dalam fasilitas pembiayaan di sektor pertambangan. “Orang tahunya per- bankan syariah itu bagi hasil, hanya sedikit yang tahu fasilitas pembiayaan yang ada di perbankan syariah,” katanya. Selama ini ia telah menggunakan fasilitas pembiayaan syariah untuk sektor gas alamnya. Namun, ia sendiri perlu melakukan beberapa kali kerja sama dengan perbankan syariah untuk benar-benar memahami fasilitas pembiayaan tersebut. Padahal, ujar Yaniarsyah, produk perbankan syariah lebih mudah dan cenderung memberikan rasa aman. Alasannya, pembiayaan syariah memberikan kepastian usaha bagi pebisnis pertambangan. Hal senada disampaikan Ketua Asosiasi Real Estat Indonesia (REI), Setyo Maharso. Ia melihat potensi besar bagi model pembiayaan syariah di bidang properti, namun ada baiknya produk pembiayaan yang ditawarkan tersebut lebih mudah dipahami. Menurutnya, pebisnis real estat sudah lama menunggu produk pembiayaan syariah dengan kelebihan keamanan dan keadilan usaha. Namun sosialisasi yang kurang membuat banyak para pengusaha real estat belum berani mencoba produk pembiayaan syariah. Karenanya, dengan adanya keseriusan dari BI selaku regulator perbankan, diharapkan dapat benar-benar mengenalkan produk pembiayaan syariah kepada pebisnis real estat Tanah Air. “Banyak yang sudah tertarik, namun kita masih menunggu pengenalan lebih jauh,” ujarnya. Ke depannya Mulya mengharapkan, setelah ini bank syariah lebih serius dan semakin terlibat dalam pembiayaan skala besar. Ini didasarkan pada pertimbangan bahwa skala usaha bank syariah Indonesia ke depan akan semakin ber tumbuh. “Langkah ini (membiayai sektor pertambangan dan properti) ini merupakan suatu cara untuk memperbesar volume usaha perbankan syariah secara lebih cepat,” ungkap Mulya. ● adv Pertimbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2011 ini akan mencapai kurang lebih 6,5 persen. Salah satu sektor penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia terbesar adalah sektor konstruksi. Secara realitas sektor konstruksi ini memberikan konstibusi 10,1 persen hingga September 2011. Karenanya, bisnis konstruksi di dalam negeri akan terus menggeliat dan tidak terpengaruh dengan kondisi krisis ekonomi global. Seperti diketahui, salah satu penyebab melemahnya ekonomi global adalah lesunya bisnis properti. Namun ini bukan berarti bisnis properti tanah air tidak akan terimbas krisis. Bayang-bayang dampak krisis keuangan dengan adanya kredit macet di sektor properti, masih menghantui sektor properti Indonesia. Kredit macet perumahan di Amerika akibat sistem bunga yang menjerat konsumen perumahan harus menjadi pelajaran bagi pengusaha real estat di Indonesia. Maka dari itu penting bagi para perbankan dan pengusaha dalam negeri untuk menguatkan keuangan dan pembiayaan di segmen bisnis ini. Selama ini penyaluran kredit perbankan nasional untuk sektor ini masih dibilang kecil. Yaitu hanya sebesar 3,51 persen atau senilai Rp 71,2 triliun pada periode Agustus 2011. Untuk memperbesar peluang pembiayaan dan terhindar dari bayang-bayang krisis keuangan global, caranya adalah menghindari model pembiayaan spekulatif. Dibutuhkanlah model pembiayaan yang potensial bertahan dalam krisis keuangan global. Salah satu instrumen yang tepat adalah memasukkan pembiayaan syariah dalam sektor real estat dan perumahan. Menurut Direktur Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia (BI), Mulya Siregar, sistem keuangan syariah sudah terbukti tidak terkena dampak besar pada krisis keuangan yang cenderung derivatif. Selain itu selama ini, porsi pembiayaan perbankan syariah pada Agustus 2011 di sektor konstruksi relatif lebih besar. Yaitu sebesar 6,23 persen dari seluruh portfolio pembiayaan bank syariah, dengan total pembiayaan sebesar Rp 5,6 trilyun. Meningkatnya pembiayaan konstruksi perbankan syariah tahun ini, yang terbesar adalah sektor pembiayaan pada kredit pembiayaan rumah (KPR). Kepala Divisi Pembiayaan Konsumer Bank Syariah Mandiri (BSM), Rustanti Rachmi mengatakan pembiayaan perumahan merupakan salah satu potensi pembiayaan yang terus dibidik BSM. “Target pembiayaan ini termasuk target pembiayaan konsumer,” ujarnya. Rustanti menargetkan untuk Bank BSM pada tahun ini diperkirakan penyaluran pembiayaan KPR sebesar Rp 600 miliar. Angka ini naik 50 persen dari realisasi di 2010 sebesar Rp 400 miliar. KPR Syariah BSM memiliki sejumlah keunggulan pembiayaan. Antara lain jangka waktu pembiayaan sampai dengan 15 tahun, margin kompetitif dan tetap, serta pelunasan lebih bisa dipercepat. Untuk program KPR BNI Syariah, Direktur Utama BNI Syariah, Rizqullah mengungkapkan target ekspansi pembiayaan KPR BNI Syariah tahun 2011 sebesar Rp 731 miliar. Salah satu produk unggulan KPR BNI Syariah adalah Griya iB Hasanah. Griya iB Hasanah adalah fasilitas pembiayaan konsumtif yang diberikan kepada masyarakat untuk membeli, membangun, merenovasi rumah. Produk pembiayaan ini tidak hanya sebatas rumah, namun juga termasuk real estat lain, termasuk ruko, rusun, rukan, apartemen dan sejenisnya. Konsumen juga dapat membeli tanah kavling serta rumah indent, yang besarnya disesuaikan dengan kebutuhan pembiayaan dan kemampuan membayar kembali masing-masing calon. Rizqullah menjelaskan, keunggulan produk Griya iB Hasanah adalah proses lebih cepat dengan persyaratan yang mudah sesuai dengan prinsip syariah. Minimal pembiayaan Rp 25 juta dan maksimum Rp 5 miliar. Jangka waktu pembiayaan sampai dengan 15 tahun kecuali untuk pembelian kavling maksimal 10 tahun atau disesuaikan dengan kemampuan pembayaran. Untuk uang muka, BNI Syariah menetapkan uang muka ringan yang dikaitkan dengan penggunaan pembiayaan. Angsuran tetap tidak berubah sampai lunas. Pembayaran angsuran melalui debet rekening secara otomatis atau dapat dilakukan di seluruh Kantor Cabang BNI Syariah maupun BNI konvensional. Semakin tumbuh berkembangnya pembiayaan syariah di bidang real estat ini, kata Ketua Real Estat Indonesia, Setyo Maharso, seharusnya disikapi positif oleh para pelaku bisnis real estat Indonesia. Melihat masih kuatnya sektor konstruksi dan real estat di Indonesia dari krisis perumahan Amerika. Kuatnya pasar Indonesia diakibatkan pasar perumahan yang masih didominasi konsumen dalam negeri. Karenanya, dominasi pasar lokal ini diharapkan menjadi peluang bagi pebisnis real estat untuk memberikan kemudahan hunian dengan memanfaatkan pembiayaan yang lebih mudah pula. “Pembiayaan syariah bisa menjadi solusi bagus untuk memudahkan masyarakat memiliki rumah namun tetap menguntungkan pengusaha real estat,” katanya. Saat ini jelasnya, kebutuhan perumahan dan real estat Indonesia masih sangat besar. “Kita masih membutuhkan 13 juta unit rumah dalam 20 tahun ke depan,” ujar Setyo. Ini dapat dimanfaatkan bagi para pengusaha real estat untuk pengembangan bisnis yang memudahkan konsumen dalam pembiayaan. Di antaranya pembiayaan syariah di ritel konstruksi. Karenanya, selaku pihak yang bertanggung jawab atas pengembangan perbankan syariah di Indonesia, Mulya Siregar berharap fasilitas pembiayaan syariah di bidang konstruksi dan real estat ini dapat menjadi pilihan pengusaha real estat di Indonesia. Tujuannya tidak lain untuk memberikan perluang pertumbuhan bisnis real estat yang lebih memberikan kepastian serta memudahkan masyarakat. ● adv