larva penggerek batang jagung

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Hama
Menurut
Kalshoven
(1981)
larva
penggerek
batang
jagung
(Ostrinia furnacalis) diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insecta
Ordo
: Lepidoptera
Famili
: Pyralidae
Genus
: Ostrinia
Spesies
: Ostrinia furnacalis Guenee.
Telur penggerek batang berukuran 0,90 mm. Telur diletakkan secara
berkelompok di bagian bawah daun, bentuknya menyerupai sisik ikan dengan
ukuran yang berbeda-beda. Puncak peletakan telur penggerek batang terjadi pada
saat terbentuknya bunga jantan dan berakhir pada saat pematangan biji.
Gambar 1. Telur O. furnacalis G.
Sumber : http://google.com
Sekitar 29,27% kelompok telur diletakkan di atas permukaan daun dan
70,73% di bawah permukaan daun, masing-masing pada daun ke-4, 5, 6, 7, dan 8
dari bawah. Stadium telur berlangsung −34 hari . Jumlah telur yang diletakkan
Universitas Sumatera Utara
oleh seekor ngengat betina berkisar antara 80−140 butir/hari, bergantung pada
umur tanaman dan bagian tanaman yang dimakan larva (Nonci, 2004).
Larva yang baru menetas berwarna putih bening dengan caput berwarna
hitam. Larva instar pertama langsung berpencar ke bagian tanaman yang disukai.
Larva terdiri atas lima instar dengan ukuran yang berbeda-beda. Larva instar I
memiliki panjang 1−3 mm dengan ratarata 1,40; larva instar II 3,50−5 mm dengan
rata-rata 4,30 mm; larva instar III 7−12 mm dengan rata-rata 9,10 mm; larva instar
IV 13−20 mm dengan rata-rata 17,20 mm; dan larva instar V 16−24 mm dengan
rata-rata 21,50 mm.
Gambar 2. Larva O. furnacalis G.
Sumber : http://google.com
Rata-rata panjang larva instar terakhir adalah 21,50 mm. Larva berwarna
kristal keputihan, cerah dan bertanda titik hitam pada setiap segmen abdomen.
Umur pupa 6-9 hari, pupa terbentuk di dalam batang dengan lama stadium
bervariasi 7−9 hari. Pupa yang baru terbentuk berwarna krem, kemudian berubah
menjadi kuning kecokelatan dan menjelang ngengat keluar berwarna coklat tua.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3. Pupa O. furnacalis G.
Sumber : Foto Langsung
Menurut Valdez dan Adalla (1983), ukuran pupa betina lebih besar dari
pupa jantan. Pupa jantan dapat dibedakan dari pupa betina, yaitu pada ruas
terakhir abdomen pupa betina terdapat celah yang berasal dari satu titik,
sedangkan pada pupa jantan terdapat celah yang bentuknya agak bulat.
Lama hidup ngengat antara−7
2 hari. Ngengat jantan dapat dibedakan
dengan ngengat betina dari ukurannya.
Gambar 4. Ngengat O. furnacalis G.
Sumber : http://google.com
Ngengat betina lebih besar daripada ngengat jantan dan warna sayap
jantan lebih terang daripada betina. Ruas terakhir abdomen ngengat betina juga
berbeda dengan ruas terakhir abdomen ngengat jantan. (Nonci, 2004).
Gejala Serangan
Fase pertumbuhan tanaman jagung dapat dibagi menjadi lima fase yaitu :
Fase I : mulai tanam sampai tanaman tumbuh, Fase II : mulai tumbuh hingga
Universitas Sumatera Utara
tanaman membentuk bunga jantan dan bunga betina, Fase III : penyerbukan dan
Pembuahan, Fase IV : pembentukan biji, mulai dari pembuahan hingga biji berat
maksimum, Fase V : pemasakan dan pengeringan biji dan batang. Pada umumnya
setiap hama mempunyai inang pada stadia tertentu. Hama penggerek batang dapat
menyerang pada setiap fase pertumbuhan tanaman, namun akhir fase kedua
sampai awal keempat merupakan fase yang paling rentan. Pada awal fase kedua
(sebelum membentuk bunga) serangan penggerek batang cukup rendah, karena
pada saat tersebut tanaman banyak membentuk enzim dimboa yang dapat
mempengaruhi tingkat serangan penggerek batang, tetapi pada saat tanaman
membentuk bunga, pembentukan enzim dimboa berkurang, sehingga serangan
penggerek batang meningkat, di samping itu penggerek batang juga tertarik dan
menyenangi adanya bunga jantan jagung (Askin dkk, 2005).
Gejala visual serangan O. furnacalis pada batang adalah adanya lubang
gerek pada batang serta terdapatnya kotoran larva di dekat lubang tersebut.
Apabila batang dibelah akan tampak liang gerek larva di dalam batang. Gerekan
larva pada batang menyebabkan kerusakan jaringan pembuluh sehingga
menggangu proses transportasi air dan unsur hara dan mengakibatkan
pertumbuhan terhambat yang pada akhirnya dapat mempengaruhi hasil tanaman.
Selain itu, sering ditemukan juga larva instar I-III makan pada pucuk tongkol dan
rambut
tongkol.
Instar
berikutnya
makan
pada
tongkol
dan
biji
(Subandi dkk 1988 dalam Fitriani, 2009).
Larva O. furnacalis menyerang semua bagian tanaman jagung. Kehilangan
hasil terbesar dapat terjadi saat serangan tinggi pada fase reproduktif.
Serangga ini mempunyai ciri khas serangan pada setiap bagian tanaman jagung,
Universitas Sumatera Utara
yaitu berupa lubang kecil pada daun, lubang gorokan pada batang, bunga jantan,
atau pangkal tongkol, batang dan tassel yang mudah patah, tumpukan tassel yang
rusak, dan rusaknya tongkol jagung (Pabbage dkk, 2006).
Gejala serangan penggerek pada batang jagung yaitu adanya lubang
gerekan disertai kotoran penggerek jagung berupa serbuk yang keluar dari lubang
gerekan tersebut. Indikator penting dan lebih cepat dalam hubungannya dengan
kehilangan hasil adalah jumlah lubang pada tanaman dibanding jumlah larva atau
pupa. Gerekan yang dilakukan penggerek jagung akan mengurangi pergerakan air
dari
tanah
ke
bagian
atas
daun
karena
rusaknya
jaringan
tanaman
(Saenong, 2005).
Gambar 5. Gejala Serangan O. furnacali
Sumber : Foto Langsung
Tanaman melakukan respon dengan menutup stomata sebagian, sehingga
pengambilan
CO2
melalui
stomata
menurun
yang
berakibat
terhadap
penurunan tingkat fotosintesis. Penggerek jagung O. nubilalis dengan infeksi 5
larva pertanaman dapat mengurangi tingkat fotosintesis rata-rata 16,8%
(Godfrey dkk 1991 dalam Saenong, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Kerusakan akibat serangan O. furnacalis dapat menyebabkan batang
tanaman patah karena gerekan, sehingga nutrisi tidak dapat dialokasikan
keseluruh tanaman dan kerusakan daun dapat mengurangi proses asimilasi,
mengakibatkan produksi jagung menurun (Surtikanti, 2006).
Virus NPV (Nuclear Polyhedrosis Virus)
Nuclear Polyhedrosis Virus (NPV) adalah salah satu jenis virus patogen
yang berpotensi sebagai agensia hayati dalam mengendalikan ulat grayak, karena
bersifat spesifik, selektif, efektif untuk hama-hama yang telah resisten terhadap
insektisida dan aman terhadap lingkungan.
Hasil penelitian di lapangan
menunjukkan bahwa kerusakan buah kapas akibat hama Helicoverpa armigera
mampu ditekan sampai 5,6% setelah diplikasikan di NPV dibandingkan dengan
kontrol mencapai 11,53% (Laoh dkk, 2003).
NPV mempunyai inclusion yang terbuat dari matriks protein, berbentuk
seperti kristal tidak teratur, bersegi banyak, dan disebut polyhedrosis inclusion
body (PIB). NPV berdiameter rata-rata 0,5–1,5 um. Di dalam PIB terdapat virus
yang disebut virion. Virion berbentuk tongkat lurus dengan panjang 26+5,8 um.
Aktivitas NPV berlangsung di dalam abdomen, sehingga untuk menimbulkan
kematian larva harus menelan NPV bersama-sama dengan makanannya. Bagian
tubuh larva yang paling peka dan menjadi sasaran utama infeksi serta multifikasi
virion dan PIB adalah lapisan epitel ventrikulus, sel darah, trakea, hipodermis, dan
badan lunak (Bergald dan Ripper 1957 dalam Yasin dan Tenrirawe, 2011).
Larva-larva
Lepidoptera
yang
terinfeksi
NPV
biasanya
belum
memperlihatkan gejala luar selama 2-5 hari setelah terinfeksi. Gejala yang jelas
Nampak dengan adanya perubahan warna tubuh menjadi coklat kehitaman.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya Larva menjadi kurang aktif dan kehilangan selera makan. Umumnya
kematian larva terjadi antara 12-13 hari, tapi pada strain yang virulen kematian
dapat
terjadi
hanya
2-4
hari
setelah
infeksi
(Tanada dan kaya 1993 dalam Nurhaedah, 2009).
NPV memiliki tingkat patogenisitas yang tinggi dengan nilai LC50
(konsentrasi yang mematikan 50% populasi) untuk ulat grayak instar III sebesar
5,4 x 109 PIBs/ml. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan
HaNPV maupun SlNPV dengan dosis 15 x 1011 PIBs/ha, di laboratorium dapat
mematikan H. armigera maupun ulat grayak sampai 70-73%. Sedangkan di
lapangan hanya mencapai 20-33%. Penurunan kematian ulat tersebut diakibatkan
NPV sangat rentan terhadap sinar matahari khususnya sinar ultra violet
(Arifin dkk 1988 dalam Bedjo, 1997).
Perbanyakan MsNPV
dilakukan terhadap sejumlah larva UGP (ulat
grayak padi) diletakkan di wadah plastik (ukuran sedang diameter 19,5 cm dan
tinggi 9 cm. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Setiap
wadah diberi alas kertas dan diisi daun padi sebagai makanan lalu diaplikasi
dengan menggunakan handsprayer, disemprot MsNPV dosis 2 gram/l, kemudian
diinokulasi 30, 50 dan 70 larva UGP instar 3-4 pada setiap wadah sebagai
perlakuan.
Tabel 1. Rataan Jumlah larva yang digunakan dan suspensi serta formulasi yang
terjadi
Perlakuan
30 larva
50 larva
70 larva
c.v. (%)
Jumlah Larva
terserang virus
26,6 a
41,0 b
60,0 c
13,5
Jumlah Suspensi (ml)
7,9 a
10,2 a
13,1 a
55,0
Jumlah Formulasi (gr)
22,6 a
29,8 a
38,7 a
55,7
Universitas Sumatera Utara
Ket. : angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf 5% DMRT (Trianingsih dan Arifin, 2009).
Umumnya NPV ditularkan melalui kontaminasi pada makanan larva
misalnya saja polyhedral dari larva yang yang terinfeksi virus ini hancur dan jatuh
pada daun kemudian daun tersebut termakan oleh larva lain. NPV juga terdapat
pada larva dewasa jika larva terserang NPV. Penularan NPV juga dapat terjadi
secara transovarial, artinya induk yang terinfeksi NPV dapat menghasilkan telur
yang terkontaminasi NPV (Purnomo 1991 dalam Laoh dkk, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Download