I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hampir 75% teknik budidaya padi di seluruh dunia dilaksanakan secara konvensional (Bouman & Tuong 2001), yang antara lain dicirikan oleh aplikasi input sintetik dan pengairan dengan sistem genangan. Akan tetapi peningkatan produksi yang diharapkan tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan. Banyak laporan yang menyatakan bahwa input sintetik justru memicu terjadinya ledakan hama (Heong et al. 1995, Heong 2004, Hepperly et al. 2009), serta menimbulkan dampak negatif terhadap tanah, air, hewan dan manusia (Peng & Cassman 1994). Disisi lain, pengairan dengan sistem genangan telah menghambat tanaman padi mencapai pertumbuhan optimal, meningkatkan kerentanan terhadap serangan hama (Baehaki 1985, Kirk & Bouldin 1991, Kirk & Solivas 1997) dan memperbesar konflik air bersih akibat persaingan dengan kebutuhan masyarakat umum dan dunia industri (Gleick 1993, Peng et al. 2009). Salah satu teknik budidaya padi yang dianggap memenuhi syarat untuk menjawab permasalahan tersebut adalah budidaya padi organik hemat air. Budidaya padi secara organik dikenal sebagai budidaya padi yang sehat dan ramah lingkungan serta mampu meningkatkan produksi padi dengan mengaplikasikan produk organik (Samy et al. 1997, Hepperly et al. 2009). Sementara itu, budidaya padi secara hemat air berarti meminimalkan penggunaan air untuk keperluan pertumbuhan dan perkembangan padi sampai pada batas optimal (Zhi 1993, Zhang et al. 2012). Budidaya padi organik hemat air telah dilaporkan mampu memberikan keuntungan secara ekonomis, agronomis dan ekologis. Secara ekonomis, meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil (Adusumili & Laxmi 2011, Ceesay 2011, Zhao et al. 2011), menekan biaya produksi dan lebih hemat air (Mukerji 2009, Adusumili & Laxmi 2011, Zhao et al. 2011). Secara agronomis, memperbaiki kualitas tanaman dan mempercepat waktu panen (Mukerji 2009, Adusumili & Laxmi 2011, 1 Ceesay 2011, Chapagain et al. 2011). Dari sisi ekologis, rangkuman teknik ini mampu meningkatkan ketahanan padi terhadap pengaruh iklim, meningkatkan kesuburan tanah dan menekan dampak lingkungan akibat produk sintetik (Mukerji 2009). Sebagai sebuah sistem budidaya, memberi perlakuan tertentu terhadap tanaman padi akan mempengaruhi populasi herbivora dan karnivora yang berasosiasi dengannya. Beberapa studi terkait interaksi multitrofi (Price et al. 1980, Hamback et al. 2007, Tscharntke & Hawkins 2008) menunjukkan bahwa keragaman dan kelimpahan herbivora pada dasarnya dipengaruhi oleh kualitas tanaman sebagai sumber pakan dan karnivora sebagai musuh alaminya. Selama ini ada anggapan umum bahwa budidaya padi organik hemat air mampu menekan kehadiran herbivora dan menjaga kelimpahan karnivora yang berasal dari golongan artropoda. Hal tersebut antara lain dinyatakan oleh Padmavathi et al. (2007), dan Mukerji (2009), akan tetapi beberapa penelitian lainnya justru memperlihatkan hasil yang bervariasi. Penelitian yang dilakuan David et al. (2005) di India menunjukkan bahwa bubidaya padi organik hemat air mampu menekan kelimpahan populasi Hydrellia sp, Thrips, dan Nilaparvata lugens, akan tetapi tidak mampu menekan kelimpahan Tryporiza incertulas dan Cnaphalocrocis medinalis. Pada tahun 2009, Chapagain et a.l (2011) melakukan penelitian di Chiba Jepang dan melaporkan bahwa kelimpahan serangga hama lebih dipengaruhi oleh tinggi air genangan dibandingkan pemupukan. Budidaya padi hemat air yang diairi secara genangan setinggi 1,5 cm mampu menekan kelimpahan serangga hama terutama C. medinalis. Sebaliknya, penelitian multi tahun (2008-2011) yang dilakukan Karthikeyan et al. (2014) di Kerala India memastikan bahwa padi yang diberi pupuk sintetik dan dengan pengairan hemat air metode alternate wetting and drying efektif menekan kelimpahan T. incertulas dan Hydrellia sp tapi tidak efektif terhadap C. medinalis. Sementara itu, Ravi et al. (2005) melaporkan bahwa budidaya padi organik hemat air mampu menekan kehadiran N. lugens. Disamping herbivora, salah satu jenis karnivora predator yang dilaporkan memiliki kelimpahan tinggi pada sistem budidaya padi, baik organik dan 2 konvensional adalah laba-laba (Araneae), yang tergolong predator generalis (Reissig et al. 1985, Riechert & Lawrence 1997) dan time generalist (Suana 1999). Tingginya keragaman dan kelimpahan laba-laba tersebut dianggap menguntungkan karena akan berkorelasi positif terhadap meningkatnya tekanan terhadap herbivora. Secara tunggal, Denno et al. (2002) pernah menguji peran laba-laba lycosid (Pardosa littoralis) dalam menekan kelimpahan populasi wereng prokelisia (Prokelisia dolus) pada tanaman rawa Spartina alterniflora yang diperlakukan dengan pupuk berbeda yaitu pupuk sintetik dan jerami kering. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tekanan laba-laba tertinggi ditemukan pada tanaman spartina yang diberi pupuk jerami kering, selain karena rendahnya hara yang tersedia dari jerami kering juga karena diikuti oleh migrasi wereng ke tanaman spartina yang diberi pupuk sintetik. Lynch et al. (2006) dan Staley et al. (2011) lebih lanjut menegaskan bahwa jenis pupuk yang diberikan pada tanaman inang dapat mempengaruhi interaksi antar artropoda. Pengujian terhadap peran laba-laba sebagai satu komunitas musuh alami belum pernah diuji, termasuk apakah peran tersebut akan sama atau berbeda apabila tanaman padi diberi perlakuan pupuk organik dan diairi secara hemat air. Hal yang menarik untuk dikaji lebih lanjut adalah bagaimana peran karnivora sebagai musuh alami dalam menekan kelimpahan herbivora hama pada budidaya padi organik hemat air, seperti halnya tekanan terhadap N. lugens yang dilaporkan David et al. (2005) dan Ravi et al. (2007) sebelumnya, karena sampai saat ini N. lugens dinyatakan sebagai hama utama tanaman padi sawah di seluruh sentra budidaya padi di seluruh dunia, termasuk Indonesia yang dapat menyebabkan gagal panen (Baehaki & Widiarta 2009, Baehaki & Mejaya 2014). Selain itu, juga perlu diketahui apakah beberapa jenis karnivora dari golongan predator pada budidaya padi organik hemat air akan selalu berinteraksi positif sehingga memperkuat tekanan terhadap kelimpahan herbivora hama atau sebaliknya. Setidaknya ada empat bentuk interaksi yang mungkin terjadi antar karnivora, yaitu: mutualisme, komensalisme, predasi dan kompetisi. Mutualisme adalah kerjasama saling menguntungkan antara dua spesies, komensalisme adalah 3 hubungan yang kuat antara dua spesies yang menguntungkan bagi satu pihak tapi tidak merugikan bagi pihak yang lain, predasi adalah hubungan antara mangsa dengan pemangsa yang dapat membatasi penyebaran atau mengurangi kelimpahan suatu spesies, sedangkan kompetisi adalah persaingan antar dua organisme atau lebih, baik dalam satu spesies maupun beda spesies, dalam memperoleh pakan atau ruang dan tempat tinggal (Price et al. 1980, Krebs 2008). Menurut laporan Kaplan & Denno (2007), 62% dari peristiwa interaksi antar artropoda di alam adalah dalam bentuk kompetisi. Kompetisi tersebut dapat terjadi antar herbivora atau antar karnivora, yang keduanya sama-sama mampu menggeser keseimbangan ekologi pada suatu ekosistem. Menurut Lucas (2005), kompetisi yang terjadi antara dua karnivora utama atau lebih untuk mendapatkan pakan, akan menurunkan kemampuan mereka dalam menekan kelimpahan herbivora. Letourneau et al. (2009) menyatakan bahwa pengendalian dengan memanfaatkan tekanan karnivora terhadap herbivora akan menguntungkan apabila setiap musuh alami saling melengkapi dan tidak ada interaksi negatif. Sejauh ini, peristiwa kompetisi antar karnivora predator untuk mendapatkan mangsanya belum pernah diteliti. 1.2. Keaslian Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh sistem budidaya padi organik hemat air terhadap populasi herbivora-karnivora. Penelitian diawali dengan mempelajari keragaman herbivora-karnivora, dilanjutkan dengan mempelajari peran karnivora dominan dalam menjaga keseimbangan populasi di lahan budidaya, serta melihat kemungkinan kompetisi dua karnivora dominan pada kepadatan mangsa yang berbeda. Berdasarkan penelusuran literatur, studi yang dimaksud belum pernah dilakukan. Penelitian tentang keunggulan teknik budidaya padi organik hemat air yang diakomodir oleh program SRI (system of rice intensification) di Indonesia, selama ini lebih diarahkan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap tanah, tanaman dan hasil panen serta tingkat penerimaan petani (silakan lihat http://sri.ciifad.cornell. edu/countries/indonesia). Pengujian terhadap 4 pengaruh pupuk terhadap kemampuan satu spesies laba-laba dalam mengendalikan kelimpahan wereng prokelisia (P. dolus) pernah dilakukan Denno et al. (2002), akan tetapi Rypstra (1997) menegaskan bahwa spesies tunggal laba-laba jarang mempengaruhi populasi herbivora di lapangan, kombinasi dari beberapa spesies laba-laba lebih efektif dalam mengurangi kepadatan herbivora daripada spesies tunggal. Sementara itu, pengujian tentang daya predasi Pardosa pseudoannulata (Lycosidae) dan Verania lineata (Coccinellidae) terhadap N. lugens (Delphacidae) baru dilakukan secara tunggal (Shepard et al. 1987, Heong et al. 1990, Miranti et al. 2000, Lubis 2005 dan Karindah 2011). 1.3. Tujuan Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mempelajari pengaruh sistem budidaya padi organik yang hemat air terhadap populasi artropoda. Tujuan khususnya adalah: 1. Mempelajari keragaman dan kelimpahan herbivora-karnivora pada sistem budidaya padi organik hemat air pada dua musim tanam 2. Mempelajari pengaruh budidaya padi organik hemat air terhadap tanah, tanaman padi dan hasil panen (kekuatan bottom up) 3. Mempelajari pengaruh karnivora dominan (kekuatan top down) pada sistem budidaya organik hemat air terhadap keragaman dan kelimpahan herbivorakarnivora, tanaman padi dan hasil panen 4. Mempelajari pengaruh kompetisi terhadap daya predasi dua predator dominan pada budidaya padi organik hemat air terhadap herbivora dominan 1.4. Defenisi operasional 1. Budidaya padi organik hemat air yang dimaksudkan pada penelitian adalah budidaya padi sawah yang diberi perlakuan berupa pupuk organik (pupuk kandang sapi) dan diairi secara hemat air (0-2 cm) 2. Budidaya padi konvensional adalah budidaya padi sawah yang diberi perlakuan berupa pupuk sintetik dan diairi secara genangan (≥ 10 cm) 5