1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pasar modal

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Pasar modal berperan penting bagi perekonomian suatu Negara.Dengan
adanya pasar modal, aktivitas perekonomian diharapkan meningkat karena pasar
modal merupakan alternatif pendanaan bagi perusahaan.Di Indonesia, perdagangan
saham perusahaan yang go publicdilakukan di Bursa Efek Indonesia (BEI).Investor
dalam menanamkan sahamnya memerlukan informasi yang relevan.
Pasar modal berfungsi sebagai lembaga perantara, dimana dalam fungsiini
pasar modal menunjukkan peran yang sangat penting dalam menunjang
perekonomian, karena pasar modal dapat menghubungkan pihak yang membutuhkan
dana dengan pihak yang memiliki kelebihan dana. Pihak yang kelebihan dana disebut
investor, sedangkan pihak yang membutuhkan dana adalah perusahaan-perusahaan
yang membutuhkan dana dalam kegiatan operasionalnya (Tandelilin, 2001).
Pengambilan keputusan para investor sebelum melakukan investasi di Bursa
Efek Indonesia (BEI) akan dipengaruhi oleh informasi-informasi yang ada dari tiaptiap perusahaan yang go public. Di pasar modal banyak informasi yang tersedia
secara umum.Jenis-jenis informasi tersebut bermacam-macam meliputi pembagian
dividen saham, pemecahan saham, penggabungan usaha dan sebagainya. Informasi
tersebut dapat digunakan para investor untuk mengurangi ketidakpastian yang
2
akandihadapi,
sehingga
keputusan
investasi
yang
nantinya
akan
diambil,
mendapatkan hasil yang tidak jauh dari harapan (Paramita Oktaviana Sakti, 2013).
Stock Split merupakan salah satu cara dalam mempertahankan dan
meningkatkan likuiditas perdagangan saham. Pengumuman stock split, merupakan
salah satu informasi yang memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan seperti
harga saham, imbal hasil dan volume perdagangan saham. Perusahaan go public
memiliki keinginan untuk meningkatkan nilai perusahaan. Salah satu cara untuk
meningkatkan nilai perusahaan adalah harga saham yang meningkat, karena harga
dari pasar saham dapat menjadi cerminan dari nilai perusahaan. Tetapi apabila harga
saham dinilai terlalu tinggi oleh pasar, maka akan mengakibatkan menurunnya
kemampuan investor dan volume perdagangan saham.
Manajer perusahaan melakukan aktivitas stock split disaat harga saham dinilai
terlalu tinggi. Jika harga saham terlalu tinggi, maka para investor merasa enggan
umtuk membelinya.
Menurut pendapat Susiyanto (2004) menyatakan bahwa tujuan perusahaan
melakukan stock split adalah untuk membuat harga saham menjadi lebih rendah dari
sebelumnya (bukan menurunkan harga saham), mensejajarkan harga sahamnya
dengan saham-saham perusahaan sejenisnya atau dianggap memiliki karakteristik
yang sama, membentuk harga saham menjadi lebih wajar dan meningkatkan
likuiditas saham. Harga saham yang cenderung rendah setelah terjadinya stock
splitakan menarik para investor untuk membeli saham tersebut. Sebagai
3
konsekuensinya harga saham yang tinggi tersebut akan menurun sampai tercipta
posisi keseimbangan yang baru.
Pemecahan saham yang menjadikan harga saham lebih murah diharapkan
akan mampu menjaga tingkat perdagangan saham dalam rentang yang optimal dan
menjadikan saham lebih likuid. Harga saham yang murah akan menyebabkan investor
membelinya sehingga akan meningkatkan volume perdagangan saham (Rumanti dan
Moerdiyanto, 2011).
Ada dua jenis pemecahan saham yang dapat dilakukan yakni pemecahan naik
(split up) dan pemecahan turun (split down/reverse split). Pemecahan naik adalah
peningkatan jumlah saham yang beredar dengan cara memecah selembar saham
menjadi n lembar saham. Disaat terjadi split up, maka saham akan mudah
diperjualbelikan dan banyak orang yang ingin membeli saham tersebut. Dengan
banyaknya investor yang membeli saham tersebut, maka investor mengharapkan
keuntungan yang meningkat dari investasi tersebut.Sedangkan pemecahan turun
adalah peningkatan nilai nominal per lembar saham dengan mengurangi jumlah
saham yang beredar. Disaat terjadi split down, saham yang awalnya nilai nominal per
lembar saham seribu rupiah, kemudian dilakukan split down 1:3, maka nilai nominal
per lembar saham baru adalah tiga ribu rupiah dan jumlah lembar saham yang pada
awalnya tiga lembar saham menjadi satu lembar saham.Harga saham menjadi lebih
mahal dari sebelumnya, hal tersebut membuat para investor menjadi enggan untuk
membeli saham (Jogiyanto, 2000).
Banyak peneliti yang melakukan penelitian mengenai stock split dan
ditemukan research gap dari penelitian-penelitian tersebut. Dalam penelitian yang
4
dilakukan oleh Ali Sadikin (2011) pada 20 perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek
Indonesia periode 2007-2010 menghasilkan kesimpulan bahwa rata-rata volume
perdagangan saham terdapat perbedaan pada periode sebelum dan sesudah
pengumuman pemecahan saham. Hasil yang sama ditemukan dalam penelitian
Selaras Christiani Ginting (2013) terhadap 19 perusahaan yang terdaftar pada Bursa
Efek Indonesia periode 2008-2012.Namun hasil yang berbeda terdapat pada
penelitian dari Artiza Brilian Sari (2011) menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan volume perdagangan saham sebelum dan sesudah stock split.I Gusti Ayu
Mila (2010) menemukan kesimpulan penelitian bahwa tidak ada pengaruh signifikan
rata-rata volume perdagangan saham sebelum dan sesudah pemecahan saham.
Perubahan abnormal returnsebelum dan sesudah pengumuman pemecahan
saham dapat digunakan sebagai indikator dari sinyal positif pada pasar telah beberapa
kali diteliti. Selaras Christina Ginting (2013) melakukan penelitian terhadap 19
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2008-2012
menyimpulkan bahwa tidak adanya perbedaan perolehan abnormal return sebelum
dan sesudah peristiwa stock split yang signifikan. Hasil yang sama ditemukan pada
penelitian I Gusti Ayu Mila (2010) pada 23 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan rata-rata abnormal return
sebelum dan sesudah pemecahan saham. Ali Sadikin (2011) melakukan penelitian
bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata harga saham yang signifikan pada periode
sebelum dan sesudah pengumuman pemecahan saham.Hal ini mengindikasikan
bahwa peristiwa pemecahan saham tidak mengakibatkan harga saham berubah secara
5
signifikan. Namun berbeda dengan hasil penelitian Artiza Brilian Sari (2011) yang
menemukan adanya perbedaan abnormal return sebelum dan sesudah stock split.
Dalam penelitian tentang stock split dengan memperhatikan pertumbuhan
perusahaan dan
membedakan karakteristik perusahaan menjadi
perusahaan
bertumbuh dan tidak bertumbuh sudah pernah dilakukan sebelumnya. Almilia dan
Kristijadi (2005) melakukan pengujian kandungan informasi pengumuman stock
splitdengan mengelompokkan karakteristik perusahaan yang melakukan stock split
menjadi perusahaan bertumbuh dan perusahaan tidak bertumbuh yang bertujuan
untuk melihat efek suatu pengumuman yang didasarkan atas karakteristik perusahaan
yang berbeda, dan mendapatkan hasil bahwa tidak terdapat perbedaan abnormal
return pada saat pengumuman stock split antara perusahaan bertumbuh dan tidak
bertumbuh. Sedangkan untuk TVA, Slamet Lestari dan Eko Arief (2008)
menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dalam TVA pada
perusahaan yang bertumbuh sebelum dan sesudah stock split. Selain itu didapatkan
juga hasil bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada TVA sebelum dan
sesudah stock split pada perusahaan tidak bertumbuh.
Penelitian ini merupakan replika dari penelitian yang dilakukan oleh Paramita
Oktaviana (2013) tentang analisis pengaruh stock split terhadap abnormal return dan
volume perdagangan saham pada perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh dengan
studi kasus di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2012.Namun perbedaan dalam
penelitian skripsi ini peneliti menggunakan periode 2010-2014 pada perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia.Dan penelitian ini menggunakan window tujuh hari
sebelum dan tujuh hari sesudah pengumuman stock split. Dengan adanya research
6
gap pada penelitian-penelitian sebelumnya, maka dalam penelitian ini ingin menguji
kembaliperbedaan signifikan abnormal return dan volume perdagangan saham
sebelum dan sesudah stock split. Dalam penggolongan tingkat pertumbuhan
perusahaan dilakukan dengan mengukur IOS (Investment Opportunities Set) proksi
MVEBVE (Market to Book Value of Equity).Jika MVEBVE < 1 maka perusahaan
digolongkan menjadi perusahaan tidak bertumbuh.Tetapi jika MVEBVE > 1 maka
perusahaan digolongkan menjadi perusahaan bertumbuh.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka
dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apakah ada perbedaan abnormal return saham pada perusahaan bertumbuh
sebelum dan sesudah stock split ?
2. Apakah ada perbedaan abnormal return saham pada perusahaan tidak
bertumbuh sebelum dan sesudah stock split ?
3. Apakah ada perbedaan volume perdagangan saham pada perusahaan
bertumbuh sebelum dan sesudah stock split ?
4. Apakah ada perbedaan volume perdagangan saham pada perusahaan tidak
bertumbuh sebelum dan sesudah stock split ?
5. Apakah ada perbedaan abnormal return saham antara perusahaan bertumbuh
dan perusahaan tidak bertumbuh sesudah stok split ?
6. Apakah ada perbedaan volume perdagangan saham antara perusahaan
bertumbuh dan perusahaan tidak bertumbuh sesudah stock split ?
7
1.3.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, penelitian ini bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui pengaruh stock split terhadap abnormal return saham pada
perusahaan bertumbuh.
2. Untuk mengetahui pengaruh stock split terhadap abnormal return saham pada
perusahaan tidak bertumbuh.
3. Untuk mengetahui pengaruh stock split terhadap volume perdagangan saham
pada perusahaan bertumbuh.
4. Untuk mengetahui pengaruh stock split terhadap volume perdagangan saham
pada perusahaan tidak bertumbuh.
5. Untuk mengetahui pengaruh stock split terhadap abnormal return saham
antara perusahaan bertumbuh dan perusahaan tidak bertumbuh.
6. Untuk mengetahui pengaruh stock split terhadap volume perdagangan saham
antara perusahaan bertumbuh dan perusahaan tidak bertumbuh.
1.4.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis
dan manfaat praktis sebagai berikut :
a. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai
dampak stock split terhadap abnormal return saham dan volume perdagangan
saham.
8
b. Manfaat Praktis
1. Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi mengenai dampak
dari stock split dan menjadi alternatif bagi perusahaan dalam mengambil suatu
keputusan.
2. Bagi Investor
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam keputusan
investasi dan dapat menambah pengetahuan bagi para investor atas informasi
keuangan.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai referensi maupun
sebagai bahan teori bagi peneliti selanjutnya.
1.5.
Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan penelitian skripsi ini disusun dalam lima bab dan setiap
bab dibagi menjadi sub bab-sub bab agar lebih jelas dan mudah dipahami oleh para
pembaca. Secara garis besar materi pembahasan dari masing-masing bab tersebut
dijelaskan sebagai berikut :
BAB I
:
PENDAHULUAN
Bab ini berisi uraian latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II
:
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang landasan teori, penelitian terdahulu,
kerangka konseptual dan hipotesis.
9
BAB III
:
METODE PENELITIAN
Bab ini berisi tentang variabel penelitian dan definisi
operasional, penentuan populasi dan sampel, jenis dan sumber
data, metode pengumpulan data, serta metode analisi data.
BAB IV
:
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang deskripsi objek penelitian dan analisis
data, serta pembahasan hasil penelitian.
BAB V
:
PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir dari skripsi ini yang berisi
tentang kesimpulan dan hasil penelitian serta saran yang
diberikan berkaitan dengan penelitian.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Landasan Teori
2.1.1. Pasar Modal
Pasar modal merupakan tempat diperjualbelikannya instrumen keuangan
jangka panjang seperti utang, ekuitas (saham), instrumen derivatif dan instrumen
lainnya (Tjiptono Darmadji dan Hendy M. Fakhruddin, 2011).Sedangkan Mohamad
Samsul (2006) mengartikan pasar modal sebagai tempat atau sarana bertemunya
antara permintaan dan penawaran atas instrumen keuangan jangka panjang, umumnya
lebih dari satu tahun.
Menurut Tjiptono Darmadji dan Hendy M. Fakhruddin (2011) pasar modal
mempunyai manfaat diantaranya adalah bagi investor mempunyai alternatif investasi
yang memberikan potensi keuntungan dengan resiko yang bisa diperhitungkan
melalui
keterbukaan,
likuiditas,
dan
diversifikasi
investasi.Sedangkan
bagi
perusahaan, pasar modal dapat medorong pengelolaan perusahaan dengan iklim
keterbukaan dan pemanfaatan manajemen profesional.
2.1.2. Efisiensi Pasar
Menurut Tandelilin (2001), pasar yang efisiensi adalah pasar yang harga
sekuritasnya sudah mencermin semua informasi yang ada. Fama (1970) dalam
Tandelilin mengklasifikasikan bentuk pasar yang efisien ke dalam tiga efficient
market hypothesis (EMH), yaitu :
11
1. Efisiensi dalam bentuk lemah (weak form)
Pasar efisiensi dalam bentuk lemah berarti semua informasi di masa
lalu (historis) akan tercermin dalam harga yang terbentuk sekarang. Oleh
karena itu informasi tersebut (seperti harga dan volume perdagangan di masa
lalu) tidak bisa lagi digunakan untuk memprediksi perubahan harga di masa
yang akan datang karena sudah tercermin pada harga saat ini. Implikasinya
adalah bahwa investor tidak akan bisa memprediksi nilai pasar saham di masa
datang dengan menggunakan data historis seperti yang dilakukan dalam
analisis teknikal.
2. Efisiensi dalam bentuk setengah kuat (semistrong form)
Efisiensi dalam bentuk setengah kuat (semistrong form) merupakan
bentuk dalam efisiensi pasar yang lebih komprehensif karena dalam bentuk ini
harga
saham
disamping
dipengaruhi
oleh
semua
informasi
yang
dipublikasikan (seperti earning, dividen, pengumuman stock split, penerbitan
saham baru, dan kesulitan keuangan yang dialami perusahaan).Pada pasar
yang efisien dalam bentuk yang setengah kuat ini, investor tidak dapat
berharap mendapatkan return abnormal jika strategi perdagangan yang
dilakukan hanya didasari oleh informasi yang dipublikasikan.
3. Efisiensi dalam bentuk kuat (strong form)
Pasar efisiensi dalam bentuk kuat, semua informasi baik yang
terpublikasikan atau tidak dipublikasikan, sudah tercermin dalam harga
sekuritas saat ini. Bentuk efisien kuat seperti ini tidak akan ada seorang
investor pun yang bisa memperoleh return abnormal.
12
Tahun 1991, Fama mengemukakan penyempurnaaan atas klasifikasi
efisiensi pasar tersebut. Efisiensi pasar bentuk lemah disempurnakan menjadi
suatu klasifikasi yang lebih bersifat umum untuk menguji prediktabilitas
return (return predictability). Pada klasifikasi ini, informasi mengenai pola
return sekuritas, seperti memperoleh return abnormal. Sedangkan efisiensi
bentuk setengah dan efisiensi bentuk kuat diubah menjadi event studies, dan
pengujian efisiensi pasar dalam bentuk kuat disebut sebagai pengujian private
information.
2.1.3. Saham
Menurut Tandelilin (2001), saham merupakan surat bukti kepemilikan atas
asset-asset perusahaan yang menerbitkan saham. Dengan memiliki saham suatu
perusahaan, maka investor akan mempunyai hak terhadap pendapatan dan kekayaan
perusahaan, setelah dikurangi dengan pembayaran semua kewajiban perusahaan.
Saham juga dapat didefisikan sebagai tanda penyertaan modal seseorang atau
pihak (badan usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas.Dengan
menyertakan modal tersebut, maka pihak tersebut memiliki klaim atas pendapatan
perusahaan, klaim atas asset perusahaan, dan berhak hadir dalam Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS).
Pada dasarnya ada dua keuntungan yang diperoleh investor dengan membeli
atau memiliki saham :
a) Dividen
Dividen merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan
dan berasal dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan.Dividen diberikan
13
setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS.Jika seorang
pemodal ingin mendapatkan dividen, maka pemodal saham tersebut harus
memegang saham tersebut dalam kurun waktu yang relatif lama yaitu hingga
kepemilikan saham tersebut berada dalam periode dimana diakui sebagai
pemegang saham yang berhak mendapatkan dividen.Dividen yang dibagikan
perusahaan dapat berupa dividen tunai, artinya kepada setiap pemegang saham
diberikan dividen berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap
saham atau dapat pula berupa dividen saham yang berarti kepada setiap saham
diberikan dividen sejumlah saham sehingga jumlah saham yang dimiliki
seorang pemodal akan bertambah dengan adanya pembagian dividen tersebut.
b) Capital Gain
Capital Gain merupakan selisih antara harga beli dan harga
jual.Capital Gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di
pasar sekunder.
Sebagai instrumen investasi, saham memiliki resiko antara lain :
1) Capital Loss
Capital Loss merupakan kebalikan dari Capital Gain, yaitu suatu
kondisi dimana seorang investor menjual saham lebih rendah dari harga beli.
2) Risiko Likuidasi
Perusahaan yang sahamnya dimiliki, dinyatakan bangkrut oleh
Pengadilan atau perusahaan tersebut dibubarkan.Dalam hal ini hak klaim dari
pemegang saham mendapat prioritas terakhir setelah seluruh kewajiban
perusahaan dapat dilunasi (dari hasil penjualan kekayaan perusahaan).Jika
14
masih terdapat sisa dari hasil penjualan kekayaan perusahaan tersebut, maka
sisa tersebut dibagi secara proporsional kepada seluruh pemegang
saham.Namun jika tidak terdapat sisa kekayaan perusahaan, maka pemegang
saham tidak akanmemperoleh hasil dari likuidasi tersebut.Kondisi ini
merupakan risiko yang terberat dari pemegang saham.Untuk itu para
pemegang
saham
dituntut
untuk
secara
terus
menerus
mengikuti
perkembangan perusahaan.
Didalam pasar sekunder atau dalam aktivitas perdagangan saham
sehari-hari, harga-harga saham mengalami fluktuasi baik berupa kenaikan
maupun penurunan.Pembentukkan harga saham terjadi karena adanya
permintaan dan penawaran atas saham tersebut.Supply dan demandterjadi
karena adanya banyak faktor baik yang sifatnya spesifik atas saham tersebut
(kinerja perusahaan dan industry dimana perusahaan tersebut bergerak)
maupun faktor yang sifatnya makro seperti tingkat suku bunga, inflasi, nilai
tukar dan faktor-faktor non ekonomi seperti kondisi sosial dan politik dan
kondisi lainnya.
2.1.4. Teori Sinyal (Signalling Theory)
Sinyal yang dimaksud disini adalah suatu informasi yang bernilai positif yang
harus diperhitungkan keberadaannya untuk bahan pertimbangan dalam pengambilan
keputusan dalam melakukan investasi.
Informasi merupakanunsur penting bagi investor karena pada hakikatnya
menyajikan keterangan atau gambaran baik untuk keadaan masa lalu, saat ini maupun
prediksi di masa yang akan datang. Informasi yang lengkap, akurat dan tepat waktu
15
sangat diperlukan investor di pasar modal sebagai alat analisis untuk mengambil
keputusan investasi. Apabila pengumuman tersebut mengandung nilai positif, maka
diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh
pasar.
Reaksi pasar ditunjukkan dengan adanya perubahan harga saham pada waktu
informasi diumumkan dan semua pelaku pasar sudah menerima informasi tersebut.
Dimana pelaku pasar terlebih dahulu menginterpretasikan dan menganilisis informasi
tersebut sebagai sinyal baik (good news) atau sinyal buruk (bad news).Jika
pengumuman informasi tersebut sebagai sinyal baik bagi investor, maka terjadi
perubahan dalam harga saham, dimana harga saham menjadi naik.
Teori sinyal juga digunakan untuk menjelaskan alasan umum perusahaan
melakukan pemecahan saham yaitu untuk mencapai harga yang optimal, ukuran yang
optimal dan untuk memberi sinyal yang baik tentang perkembangan saham
perusahaan di waktu yang akan datang (J. Omollo Aduda, 2010).
Pengumuman yang dilakukan oleh suatu perusahaan dapat direaksi positif
ataupun negatif. Reaksi positif ditunjukkan oleh abnormal return yang positif, artinya
kenaikan harga saham pada perusahaan dan kenaikan volume perdagangan saham,
artinya terjadi peningkatan volume perdagangan sebelum dan sesudah stock split.
Sedangkan reaksi negatif ditunjukkan oleh adanya abnormal return negatif pada
perusahaan, artinya terjadi penurunan harga saham dan dengan tidak adanya
peningkatan volume perdagangan saham, yang berarti sebelum dan sesudah adanya
stock split, volume perdagangan tidak mengalami perubahan dan cenderumg
turunvolumenya (Luciana dan Emanuel, 2005).
16
2.1.5. Trading Range Theory
Trading range theory
menyatakan bahwa
pemecahan saham
akan
meningkatkan likuiditas perdagangan saham. Harga pasar saham mencerminkan nilai
suatu perusahaan.Semakin tinggi harga saham, maka semakin tinggi nilai perusahaan
dan sebaliknya. Namun jika harga saham dinilai terlalu tinggi akan mempengaruhi
kemampuan para investor untuk membeli saham sehingga menimbulkan efek seolaholah harga saham sulit untuk meningkat lagi.
Menurut trading range theory harga saham yang dinilai terlalu tinggi akan
menyebabkan berkurangnya aktivitas saham untuk diperdagangkan. Dengan adanya
pemecahan saham, harga saham akan dinilai tidak terlalu tinggi, sehingga akan
meningkatkan kemampuan para investor untuk melakukan transaksi, terutama pada
investor kecil. Dengan kata lain saham akan semakin likuid (Marwata, 2001).
2.1.6. Pemecahan Saham (stock split)
Pemecahan saham (Stock split) merupakan suatu aktivitas yang dilakukan oleh
para manajer-manajer perusahaan dengan melakukan perubahan terhadap jumlah
saham yang beredar dan nilai nominal per lembar saham sesuai dengan split factor
(Syaichu dan Puspito, 2005 dalam Artiza Brilian Sari, 2011). Menurut Sulistyastuti,
D.R (2006), Stock split adalah pemecahan nilai nominal saham berdasarkan rasio
tertentu. Tujuan emiten melakukan pemecahan nilai nominal saham adalah untuk
meningkatkan likuiditas saham.
Menurut Brigham dan Gapeski (1994), stock split adalah aktivitas yang
dilakukan oleh perusahaan yang telah go public untuk meningkatkan jumlah saham
17
yang beredar. Akan tetapi apabila di lihat dari segi teoritis, stock split tidak akan
menambah kekayaan para pemegang saham karena ketika jumlah lembar saham
bertambah di sisi lainnya harga saham turun secara proporsional. Ini masih menjadi
salah satu peristiwa yang menimbulkan pertanyaan mengapa perusahaan masih
melakukan stock split. Banyak pendapat yang menjelaskan tentang hal ini, yakni :
a) Pertama, menurut Baker dan Powell (1993) stock split dianggap hanya sebagai
perubahan yang bersifat “kosmetik” atau hiasan karena stock split tidak berpengaruh
pada arus kas perusahaan dan proporsi kepemilikkan investor.
b) Kedua, menurut Baker dan Gallagher (1993) stock split dianggap dapat
mempengaruhi keuntungan pemegang saham, resiko saham dan sinyal yang diberikan
kepada pasar karena split mengembalikan harga per lembar saham pada tingkat
perdagangan yang optimal dan meningkatkan likuiditas.
Pemecahan saham biasanya dilakukan saat harga saham dinilai terlalu
tinggi.Jika saham terlalu tinggi, investor menjadi enggan untuk membelinya sehingga
likuiditas saham menurun.Dengan demikian adanya pemecahan saham dapat
mengatasi masalah tersebut.Stock split tidak menambah nilai dari perusahaan atau
dengan kata lainstock split tidak mempunyai nilai ekonomis.
Secara teoritis stock split tidak memiliki nilai ekonomis karena stock split
hanyalah mengganti saham yang beredar dengan cara menurunkan nilai dari pari
saham sedangkan saldo modal saham dan laba yang ditahan tetap sama. Banyaknya
peristiwa stock split di pasar modal memberikan indikasi bahwa stock split
merupakan alat yang penting dalam praktik pasar modal karena stock split menjadi
salah satu alat manajemen untuk membentuk harga pasar perusahaan, dan dalam
18
praktik di pasar modal apabila perusahaan tersebut mempunyai kinerja yang bagus
maka harga akan meningkat lebih cepat (Paramita Oktaviana Sakti, 2013).
2.1.6.1.Jenis Stock Split
Terdapat dua jenis stock split yang dapat dilakukan oleh perusahaan go public
di BEI yaitu (Artiza Brilian Sari, 2011) :
a) Split Up (Pemecahan Saham Naik)
Split Up adalah penurunan naik nominal per lembar saham yang
mengakibatkan bertambahnya jumlah lembar yang beredar. Misalnya
pemecahan saham dengan faktor pemecahan 3:1. Pada awalnya nilai nominal
per lembar sebelum melakukan stock split sebesar seribu lima ratus rupiah,
maka setelah dilakukan split up dengan perbandingan 3:1, nilai nominal per
lembar saham yang baru adalah lima ratus rupiah, sehingga awalnya satu
lembar menjadi tiga lembar.
b) Split Down (Pemecahan Saham Turun)
Split Down adalah peningkatan nilai nominal per lembar saham yang
mengakibatkan berkurangnya jumlah lembar saham yang beredar. Misalnya
split down dengan faktor pemecahan 1:3 yang merupakan kebalikan dari split
up. Awalnya nilai nominal per lembar saham seribu rupiah, kemudian
dilakukan split down dengan perbandingan 1:3, maka nilai nominal per lembar
saham baru adalah tiga ribu rupiah dan jumlah lembar saham yang pada
awalnya tiga lembar saham menjadi satu lembar saham.
Sedangkan menurut NYSE (New York Stock Exchange) yang dikatakan Mc
Gough (1993), Stock Split dibagi menjadi dua yaitu :
19
a) Pemecahan Saham Sebagian (partial stock split)
Pemecahan saham sebagian adalah tambahan distribusi saham yang
beredar 25% atau lebi tetapi kurang dari 100% dari jumlah saham beredar
yang lama.
b) Pemecahan Saham Penuh (full stock split)
Pemecahan saham penuh adalah tambahan distribusi saham yang
beredar sebesar 100% atau lebih dari jumlah saham beredar yang lama.
2.1.6.2.Manfaat Stock Split
Menurut Fama (1993) manfaat dari tindakan stock split yang dilakukan oleh
perusahaan antara lain :
1. Harga saham yang lebih rendah menyediakan markettabilitas yang lebih luas
dan efisien pasar yaitu kisaran harga tertentu (preferential) dengan tingginya
presentase jumlah volume lot yang dihasilkan.
2. Saham akan mempunyai daya tarik bagi para investor kecil dan mengkonversi
pemilik lot saham terbatas (odd lot) menjadi pemilik serangkaian lot saham
(round-lot).
3. Jumlah shareholdersakan mengalami peningkatan, yang berarti adanya
penambahan likuiditas pasar relatif lebih mudah dan cepat dengan sekuritas
yang diperdagangkan pada harga minimum yang berbeda dari transaksi
sebelumnya.
4. Dalam pengumuman stock split terdapat sinyal kuat yang disampaikan ke
pasar bahwa manajemen secara berkelanjutan optimis tentang pertumbuhan
perusahaannya dan gambaran kekuatan proyek perusahaannya.
2.1.6.3.Kerugian Stock Split
Selain keuntungan yang diperoleh dari stock split, stock split yang dilakukan
juga mempunyai beberapa kerugian yaitu (Artiza Brilian Sari, 2011) :
1. Manfaat yang ilusionitis dari stock split harus dibeli dengan beberapa
konsekuensi oleh pemodal, yaitu biaya surat saham akan naik karena
kepemilikan yang tadinya cukup diawali oleh selembar surat saham kemudian
20
menjadi dua lembar. Biaya back office di perusahaan efek, biaya kliring dan
biaya kustodian dipengaruhi oleh jumlah fisik suratsaham adalah biaya broker
setelah pemecahan saham akan menjadi lebih tinggi.
2. Menurut Mc Gough (1993) satu kerugian dilakukannya pemecahan saham
bagi perusahaan adalah adanya biaya pemecahan yang termasuk didalamnya
biaya transfer agen untuk proses sertifikat dan biaya lainnya, sedangkan bagi
pemegang saham tidak ada kerugiannya. Biaya broker setelah stock split
menimbulkan bertambahnya biaya yang dikeluarkan perusahaan akibat stock
split. Tingginya biaya broker ini merupakan daya tarik bagi broker untuk
benar-benar melakukan analisis setepat mungkin agar harga saham berada
pada tingkat perdagangan yang optimal serta mampu memberikan informasi
yang menguntungkan bagi perusahaan dan investor.
2.1.6.4.Alasan Perusahaan Melakukan Stock Split
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan para ahli keuangan terhadap
beberapa manajer perusahaan yang melakukan stock split, dapat disimpulkan berbagai
alasan para manajer perusahaan dalam melakukan stock split adalah sebagai berikut :
1) Sebagian besar manajer perusahaan yang melakukan split percaya bahwa
stock splitakan mengembalikan harga saham pada kisaran perdagangan yang
optimal yang selanjutnya dapat menambah daya tarik investor untuk memiliki
saham tersebut sehingga membuat saham likuid untuk diperdagangkan. Hal
ini akan mengubah investor add lot menjadi round lot. Investor add lot adalah
investor yang membeli saham kurang dari 500 lembar saham (< 1 lot).
Sedangkan investor round lot adalah investor yang melakukan pembelian
saham minimal 500 lembar atau minimal 1 lot.
2) Secara teoritis, motivasi yang melatarbelakangi perusahaan melakukan stock
split serta efek yang ditimbulkannya tertuang dalam beberapa hipotesis yakni
hipotesis signaling dan liquidity. Penjelasan ini didukung oleh adanya
pandangan bahwa perusahaan yang melakukan stock splitakan menambah
daya tarik investor akibat semakin rendahnya harga saham. Sulistyastuti
(2006) memperkuat dengan menyebutkan bahwa tujuan emiten melakukan
pemecahan saham adalah untuk meningkatkan likuiditas saham. Saham yang
21
berharga mahal tidak memiliki likuiditas yang tinggi, dan untuk meningkatkan
likuiditasnya, emiten melakukan pemecahan saham.
3) Harga saham yang semakin rendah akan menambah kemampuan saham
tersebut untuk diperjualbelikan setiap saat dan akan meningkatkan efisiensi
pasar.
4) Pemecahan saham juga seringkali merupakan langkah menjelang merger atau
akuisisi. Harga saham yang relatif sebanding akan memudahkan negoisasi
merger dan akuisisi yang dilakukan dengan cara penukaran saham.
2.1.7. Abnormal Return
Abnormal return atau excess return merupakan kelebihan dari return yang
sesungguhnya terjadi terhadap return normal, dimana return normal merupakan
return ekspetasi (return yang diharapkan oleh investor), dengan demikian return yang
tidak normal (abnormal return) adalah selisih antara return yang sesungguhnya
terjadi dengan return ekspektasi (Jogiyanto, 2000).
Menurut Brown dan Warner (1985), return ekspektasi dapat dicari dengan
menggunakan tiga model, yaitu :
1. Mean – adjusted model
Mean – adjusted model menganggap return ekspektasi bernilai konstan yang
sama dengan rata-rata return realisasi sebelumnya selama periode estimasi.
2. Market Model
Market model dalam menghitung return ekspektasi dilakukan dengan dua
tahap, yaitu membentuk model ekspektasi dengan menggunakan data realisasi
selama periode estimasi dan menggunakan model ekspektasi untuk
mengestimasi return ekspektasi di periode jendela. Model ekspektasi dapat
dibentuk dengan menggunakan teknik regresi ols (Ordinary Least Square).
3. Market Adjusted Model
Market adjusted model menganggap bahwa penduga yang terbaik untuk
mengestimasi return suatu sekuritas adalah return indeks pasar saat tersebut.
22
Dengan menggunakan model ini, tidak perlu menggunakan periode estimasi
untuk membentuk model estimasi karena return sekuritas yang diestimasi
sama dengan return pasar. Berikut adalah rumus menghitung Market Adjusted
Model :
AR it = R it – Rmt
Keterangan :
AR it = abnormal return saham i pada hari ke t
R it = actual return saham i pada hari ke t
R it = Pit - Pit−1
Pit−1
Rmt = return pasar, yang dihitung dengan rumus :
Rmt = (IHSGt - IHSGt−1 )
IHSGt−1
IHSGt = Indeks Harga Saham Gabungan pada hari ke t
IHSGt−1 = Indeks Harga Saham Gabungan pada hari ke t-1
2.1.8. Volume Perdagangan Saham
Volume perdagangan saham merupakan rasio antara jumlah lembar saham
yang diperdagangkan pada waktu tertentu terhadap jumlah saham yang beredar pada
waktu tertentu (Suad Husnan dkk, 2005).Jumlah saham yang diterbitkan tercermin
dalam jumlah lembar saham saat perusahaan tersebut melakukan emisi saham.
Semakin meningkatnya volume perdagangan saham menandakan bahwa
saham tersebut semakin diminati oleh masyarakat sehingga akan membawa pengaruh
23
terhadap naik atau turunnya harga atau return saham tersebut.Trading Volume
Aktivity (volume perdagangan saham) dapat diukur menggunakan rumus :
TVAit = ∑saham i yang diperdagangkan pada hari t
∑saham i yang beredar pada hari t
Keterangan :
TVAit = Total volume aktivitas perusahaan i pada waktu t
𝑖= Nama perusahaan sampel
𝑑= Pada waktu tertentu
2.2.
Penelitian Terdahulu
Banyak penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh stock split
terhadap abnormal return dan volume perdagangan saham.
Paramita Oktaviana Sakti (2013)dalam penelitiannya “Analisis Pengaruh
Stock Split terhadap Abnormal Return dan Volume Perdagangan Saham pada
Perusahaan Bertumbuh dan Tidak Bertumbuh” dengan studi kasus pada Bursa Efek
Indonesia periode 2008-2012 mendapatkan hasil bahwa pada perusahaan bertumbuh
tidak terdapat perbedaan average abnormal return saham yang signifikan pada
sebelum dan sesudah pengumuman stock split. Pada perusahaan tidak bertumbuh
terdapat perbedaan average abnormal return saham yang signifikan pada sebelum
dan sesudah pengumuman stock split. Sedangkan untuk TVA, pada perusahaan
bertumbuh terdapat perbedaan TVA yang signifikan pada sebelum dan sesudah
pengumuman stock split. Pada perusahaan tidak bertumbuh tidak terdapat perbedaan
24
TVA yang signifikan sebelum dan sesudah pengumuman stock split. Pada perusahaan
bertumbuh dan tidak bertumbuh tidak terdapat perbedaan abnormal return saham
yang signifikan setelah pengumuman stock split. Pada perusahaan bertumbuh dan
tidak bertumbuh terdapat perbedaan TVA yang signifikan setelah pengumuman stock
split.
Luciana Spica Almilia dan Emanuel Kristijadi (2005) dalam “Analisis
Kandungan/informasi dan Efek Intra Industri Pengumuman Stock Split yang
Dilakukan oleh Perusahaan Bertumbuh dan Tidak Bertumbuh” yang mendapatkan
hasil bahwa pengumuman stock split yang dilakukan oleh perusahaan bertumbuh dan
tidak bertumbuh memiliki kandungan informasi sehingga direspon oleh para pelaku
pasar dilihat dari adanya perbedaan abnormal return yang signifikan. Temuan lain
dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan beta sebelum dan
setelah pengumuman stock split yang dilakukan oleh perusahaan bertumbuh dan tidak
bertumbuh. Perbedaan beta terjadi setelah pengumuman stock split antara perusahaan
bertumbuh dengan perusahaan tidak bertumbuh, dimana beta perusahaan tidak
bertumbuh lebih besar dari perusahaan bertumbuh. Penelitian ini juga memberikan
bukti bahwa efek intra industri pada pengumuman stock split hanya terjadi pada
perusahaan bertumbuh, sedangkan efek yang ditimbulkan dari pengumuman stock
split yang dilakukan oleh perusahaan bertumbuh adalah competitive effect.
Slamet Lestari dan Eko Arief Sudaryono (2007) dalam “Pengaruh Stock
Split: Analisis Likuiditas Saham Pada Perusahaan Go Public Di Bursa Efek Indonesia
Dengan Memperhatikan Pertumbuhan dan Ukuran Perusahaan” menyimpulkan
bahwa :
25
1. Tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap TVA untuk perusahaan tidak
bertumbuh, besar dan kecil.
2. Terdapat perbedaan yang signifikan untuk perusahaan yang berkembang.
3. Tidak ada perbedaan signifikan likuiditas saham, sebelum dan setelah stock
split terhadap ukuran perusahaan.
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No
1
Judul Penelitian, Peneliti
Variabel
Alat
(Tahun)
Penelitian
Analisis
Hasil Penelitian
Analisis Pengaruh Stock
Average
Uji beda t
-Pada perusahaan
Split Terhadap Abnormal
Abnormal
test
bertumbuh, average
Return dan Volume
Return,
abnormal return tidak
Perdagangan Saham
Trading
signifikan, Trading
Pada Perusahaan
Volume
volume
Bertumbuh dan Tidak
Activity,
activitysignifikan.
Bertumbuh
Perusahaan
-Pada perusahaan tidak
Bertumbuh,
bertumbuh, average
Paramita Oktaviana
Perusahaan
abnormal return
(2013)
Tidak
signifikan, Trading
Bertumbuh
volume activity tidak
signifikan.
2
Analisis Kandungan /
Abnormal
Independent Pengumuman stock
Informasi dan Efek Intra
Return,
Sampel T-
split yang dilakukan
Industri Pengumuman
Beta
test, Paired
oleh perusahaan
Stock Split Yang
Saham,
Sample Test bertumbuh dan tidak
Dilakukan Oleh
Perusahaan
bertumbuh memiliki
Perusahaan Bertumbuh
Bertumbuh,
kandungan informasi
dan Tidak Bertumbuh
Perusahaan
sehingga direspon oleh
26
Luciana Spica Almilia
Tidak
para pelaku pasar
Bertumbuh
dilihat dari adanya
dan Emanuel Kristijadi
perbedaan abnormal
(2005)
return yang signifikan.
Terdapat perbedaan
beta sebelum dan
sesudah pengumuman
stock split yang
dilakukan oleh
perusahaan bertumbuh
dan tidak bertumbuh.
3
Pengaruh Stock Split:
Stock Split,
One Sample Tidak ada perbedaan
Analisis Likuiditas
Liquidity,
T-test,
yang signifikan
Saham Pada Perusahaan
Trading
Paired
terhadap TVA untuk
Go Public Di Bursa Efek
Volume
Sample T-
perusahaan tidak
Indonesia Dengan
Activity,
test,
bertumbuh, besar dan
Memperhatikan
Growth,
Wilcoxon
kecil.
Pertumbuhan Dan
Firm Size
Signed
Terdapat perbedaan
Ranks Test
yang signifikan untuk
Ukuran Perusahaan
perusahaan yang
Slamet Lestari dan Eko
berkembang.
Arief Sudaryono (2007)
Tidak ada perbedaan
signifikan likuiditas
saham, sebelum dan
sesudah stock split
terhadap ukuran
perusahaan.
27
2.3.
Kerangka Konseptual
Kerangka pemikirandalam penelitian ini adalah mengenai pengaruh stock split
terhadap abnormal return dan volume perdagangan saham pada perusahaan
bertumbuh dan tidak bertumbuh. Gambar 2.1 menyajikan kerangkan pemikiran untuk
pengembangan hipotesis pada penelitian ini. Penelitian ini mengacu pada penelitian
yang dilakukan oleh Paramita Oktaviana (2013) dengan variabel penelitian yaitu
variabel independen stock split sedangkan variabel dependen yang digunakan
adalahabnormal return dan volume perdagangan saham.
Berdasarkan pemikiran yang telah diuraikan diatas, maka kerangka pemikiran
penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut :
28
Membedakan Karakteristik Perusahaan yaitu Perusahaan
Bertumbuh(MVEBVE > 1) dan Perusahaan Tidak
Bertumbuh(MVEBVE < 1)
Perusahaan yang melakukan stock split Periode : 2010-2014
Pengumuman stock split
Trading Volume Activity (TVA)
Sebelum
Stock
Split
Average Abnormal Return (AAR)
Sesudah
Stock
Split
Sebelum
Stock
Split
Sesudah
Stock
Split
Uji Beda t-test
Hasil
Ada Perbedaan
Tidak Ada Perbedaaan
Rekomendasi
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2.4.
Hipotesis
2.4.1. Pengaruh stock split pada abnormal return perusahaan bertumbuh dan
tidak bertumbuh
Signalling theory menyatakan bahwa stock split memberikan informasi
kepada investor tentang peningkatan return masa depan yang substantial. Jadi jika
29
pasar tidak tereaksi terhadap pengumuman stock split, reaksi ini tidak semata-mata
karena informasi stock split yang tidak mempunyai nilai ekonomis tetapi karena
menjadi sebuah ancaman di masa depan yang bersangkutan. Alasan sinyal ini
didukung dengan adanya kenyataan bahwa perusahaan yang melakukan stock split
adalah perusahaan yang mempunyai kinerja yang baik dan sebaliknya (Paramita
Oktaviana, 2013).Dalam teori efesiensi pasar bila pemecahan saham tidak
mengandung informasi, maka pasar tidak akan bereaksi sehingga tidak terdapat
abnormal return. Reaksi pasar dapat dilihat dari abnormal return yang diperoleh
investor, maka pemecahan saham berpengaruh signifikan negatif terhadap abnormal
return(Jogiyanto, 2003).
Dalam Penelitian Sakti (2013) menyatakan bahwa pada perusahaan
bertumbuh tidak terdapat perbedaan average abnormal return saham yang signifikan
pada sebelum dan sesudah pengumuman stock split. Hasil yang sama juga dilakukan
dalam penelitian Almilia dan Kritijadi (2005) yang myimpulkan bahwa nilai mean
abnormal return negatif yang berarti bahwa pada perusahaan bertumbuh tidak
terdapat perbedaan average abnormal return saham yang signifikan pada sebelum
dan sesudah pengumuman stock split. Dari penjelasan tersebut maka hipotesis yang
diajukan :
H1 : Tidak terdapat perbedaan average abnormal return yang
signifikan pada perusahaan bertumbuh sebelum dan sesudah
pengumuman stock split.
Signalling theory menyatakan bahwa stock split memberikan informasi
kepada investor tentang peningkatan return masa depan yang substantial. Jadi jika
30
pasar tereaksi terhadap pengumuman stock split, reaksi ini tidak semata-mata karena
informasi stock split yang tidak mempunyai nilai ekonomis tetapi karena mengetahui
prospek masa depan yang bersangkutan. Alasan sinyal ini didukung dengan adanya
kenyataan bahwa perusahaan yang melakukan stock split adalah perusahaan yang
mempunyai kinerja yang baik (Paramita Oktaviana, 2013).Dalam teori efisiensi pasar,
jika pemecahan saham mengandung informasi maka pasar akan bereaksi. Reaksi
pasar dapat dilihat dari abnormal return yang diperoleh investor, maka pemecahan
saham berpengaruh signifikan positif terhadap abnormal return.
Dalam penelitian Sakti (2013), meyimpulkan bahwa terdapat perbedaan
average abnormal return saham yang signifikan pada sebelum dan sesudah
pengumuman stock split. Maka dinyatakan dalam hipotesis sebagai berikut :
H2 : Terdapat perbedaan average abnormal return yang signifikan pada
perusahaan tidak bertumbuh sebelum dan sesudah pengumuman
stock split.
2.4.2. Pengaruh stock split pada volume perdagangan saham perusahaan
bertumbuh dan tidak bertumbuh
Salah satu faktor untuk mengukur tingkat likuiditas saham adalah dengan
menggunakan Trading Volume Activity (TVA).Perkembangan volume perdagangan
saham mencerminkan kekuatan antara permintaan dan penawaran yang merupakan
manifestasi dari tingkah laku investor (Robert Ang, 1997).
Trading range theory
menyatakan bahwa
pemecahan saham
akan
meningkatkan likuiditas perdagangan saham.Harga pasar saham mencerminkan nilai
suatu perusahaan.Namun jika harga saham dinilai terlalu tinggi akan mempengaruhi
31
kemampuan para investor untuk membeli saham sehingga menimbulkan efek seolaholah harga saham sulit untuk meningkat lagi. Semakin tinggi harga saham, maka
semakin tinggi nilai perusahaan.Likuiditas perdagangan saham dapat dilihat dari
volume perdagangan saham yang meningkat, maka pemecahan saham berpengaruh
signifikan positif terhadap volume perdagangan saham.
Dalam penelitian Sakti (2013) mendapatkan hasil bahwa perusahaan
bertumbuh terdapat perbedaan trading volume activity yang signifikan pada sebelum
dan sesudah pengumuman stock split.Hasil yang sama juga dilakukan oleh Lestari
dan Sudaryono (2007) mendapatkan hasil bahwa perusahaan bertumbuh terdapat
perbedaan trading volume activity yang signifikan pada sebelum dan sesudah
pengumuman stock split.
Salah satu cara yang dilakukan oleh emiten untuk meningkatkan likuiditas
saham adalah dengan melakukan pemecahan saham. Semakin saham tersebut likuid
maka kemungkinan untuk mendapatkan return juga akan semakin besar. Hal tersebut
dikarenakan fluktuasi harga saham yang terjadi di pasar. Dari penjelasan tersebut
maka hipotesis yang diajukan :
H3 : Terdapat perbedaan volume perdagangan saham yang signifikan
pada perusahaan bertumbuh sebelum dan sesudah pengumuman
stock split.
Dalam teori trading range theory menyatakan bahwa harga pasar saham
mencerminkan nilai suatu perusahaan.Semakin rendah harga saham, maka semakin
rendah nilai perusahaan.Likuiditas perdagangan saham dapat dilihat dari volume
perdagangan saham yang meningkat, apabila volume perdagangan saham menurun
32
maka
pemecahan
saham
berpengaruh
signifikan
negatif
terhadap
volume
perdagangan saham.
Sedangkan dalam penelitian Lestari dan Sudaryono (2007) mendapatkan hasil
bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap Trading Volume Activity
untuk perusahaan tidak bertumbuh.Dalam penelitian Sakti (2013) juga mendapatkan
hasil yang sama bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap Trading
Volume Activity untuk perusahaan tidak bertumbuh. Berdasarkan landasan teori dan
beberapa hasil penelitian diatas maka hipotesis yang diajukan :
H4 :Tidak terdapat perbedaan volume perdagangan saham yang
signifikan pada perusahaan tidak bertumbuh sebelum dan
sesudah pengumuman stock split.
2.4.3. Pengaruh perbedaan average abnormal return dan volume perdagangan
saham pada perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh
Pemecahan saham (Stock split) merupakan suatu aktivitas yang dilakukan oleh
para manajer-manajer perusahaan dengan melakukan perubahan terhadap jumlah
saham yang beredar dan nilai nominal per lembar saham sesuai dengan split factor
(Syaichu dan Puspito, 2005 dalam Artiza Brilian Sari, 2011). Menurut Sulistyastuti,
D.R (2006), Stock split adalah pemecahan nilai nominal saham berdasarkan rasio
tertentu. Tujuan emiten melakukan pemecahan nilai nominal saham adalah untuk
meningkatkan likuiditas saham.
Signalling theory menyatakan bahwa stock split memberikan informasi
kepada investor tentang peningkatan return masa depan yang substantial. Sedangkan
33
trading range theory menyatakan bahwa pemecahan saham akan meningkatkan
likuiditas perdagangan saham.
Secara teoritis stock split tidak memiliki nilai ekonomis karena stock split
hanyalah mengganti saham yang beredar dengan cara menurunkan nilai dari pari
saham sedangkan saldo modal saham dan laba yang ditahan tetap sama. Banyaknya
peristiwa stock split di pasar modal memberikan indikasi bahwa stock split
merupakan alat yang penting dalam praktik pasar modal karena stock split menjadi
salah satu alat manajemen untuk membentuk harga pasar perusahaan, dan dalam
praktik di pasar modal apabila perusahaan tersebut mempunyai kinerja yang bagus
maka harga akan meningkat lebih cepat (Paramita Oktaviana Sakti, 2013).
Pemecahan saham biasanya dilakukan saat harga saham dinilai terlalu
tinggi.Jika saham terlalu tinggi, investor menjadi enggan untuk membelinya sehingga
likuiditas saham menurun.Dengan demikian adanya pemecahan saham dapat
mengatasi masalah tersebut.Stock split tidak menambah nilai dari perusahaan atau
dengan kata lainstock splittidak mempunyai nilai ekonomis.
Dalam teori efesiensi pasar bila pemecahan saham tidak mengandung
informasi, maka pasar tidak akan bereaksi sehingga tidak terdapat abnormal return.
Reaksi pasar dapat dilihat dari abnormal return yang diperoleh investor, maka
pemecahan saham berpengaruh signifikan negatif terhadap abnormal return
(Jogiyanto, 2003).
Dari penelitian yang dilakukan Almilia dan Kristijadi (2005) disimpulkan
bahwa tidak terdapat perbedaan abnormal return pada saat pengumumanstock split
antara perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh. Tujuan dari analisis ini adalah
34
untuk mengetahui dampak perbedaan karakteristik perusahaan yang mengumumkan
stock split. Hasil yang sama juga terdapat dalam penelitian Sakti (2013) yang
menyimpulkan
bahwa
tidak
terdapat
perbedaan
abnormal
return
setelah
pengumuman stock split antara perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh. Dari
penjelasan tersebut maka hipotesis yang diajukan adalah :
H5:
Tidak terdapat perbedaan average abnormal return pada
perusahaan
bertumbuh
dan
tidak
bertumbuh
setelah
pengumuman stock split.
Trading range theory
menyatakan bahwa
pemecahan saham
akan
meningkatkan likuiditas perdagangan saham. Harga pasar saham mencerminkan nilai
suatu perusahaan.Semakin tinggi harga saham, maka semakin tinggi nilai
perusahaan.Likuiditas perdagangan saham dapat dilihat dari volume perdagangan
saham yang meningkat, maka pemecahan saham berpengaruh signifikan positif
terhadap volume perdagangan saham.
Dalam penelitian yang dilakukan Sakti (2013) menyimpulkan bahwa pada
perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh terdapat perbedaan trading volume
activityyang signifikan setelah pengumuman stock split.
H6 :Terdapat perbedaan volume perdagangan saham yang signifikan
pada perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh setelah
pengumuman stock split.
35
BAB III
MATODE PENELITIAN
3.1.
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.1.1. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan dua variabel sebagai berikut :
1. Variabel Terikat (Dependent Variable)
Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel
bebas.Variabel dependen dalam penelitian ini adalah average abnormal return
(Y1 ) dan volume perdagangan saham (Y2 ).
2. Variabel Bebas (Independent Variable)
Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel lain.
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pengumumanstock split(X).
3.1.2. Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional adalah petunjuk tentang bagaimana variabel diukur untuk
mempermudah dalam penganalisian, maka tiap variabel akan didefinisikan secara
operasional.
1. Abnormal Return
Abnormal return adalah selisih antara return sesungguhnya (actual
return) yang terjadi dengan return ekspektasi. Abnormal return atau excess
return merupakan kelebihan dari return yang sesungguhnya terjadi terhadap
return normal, dimana return normal merupakan return ekspetasi (return yang
diharapkan oleh investor)(Jogiyanto, 2008).
36
Pengumuman pemecahan saham dipilih sebagai event study dimana
peneliti perlu menguji perilaku harga saham, yang ditunjukkan oleh gerakan
abnormal return disekitar event, yaitu 7 (tujuh) hari sebelum dan sesudah
dilaksanakannya pengumuman pemecahan saham, berarti pasar modal belum
efisien dalam bentuk setengah kuat. Sebaliknya apabila investor tidak
memperoleh
abnormal
return
dengan
dilaksanakannya
pengumuman
pemecahan saham, berarti pasar modal efisien setengah kuat tercapai. Untuk
mengetahui signifikansinya dilakukan uji beda dua rat-rata antara rata-rata
abnormal return sebelum dan sesudah pemecahan saham.
1) Untuk mencari besaran abnormal return pada periode estimasi tertentu
digunakan persamaan :
AR it = R it – E (R it )
Keterangan :
AR it = besarnya abnormal return saham i pada periode t
R it = return yang sesungguhnya terjadi untuk saham i pada periode t
E(R it )=expected return saham i pada periode t
2) Return Saham
Actual return saham yang diperoleh dengan mencari selisih antara
harga sekarang dikurangi dengan harga saham hari sebelumnya dibagi
harga saham hari sebelumnya. Menghitung actual return untuk
mengetahui perbandingan harga saham hari ini dengan harga saham
pada hari sebelumnya digunakan persamaan sebagai berikut :
37
Menghitung return saham harian :
R it = Pit - Pit−1
Pit−1
Keterangan :
R it = return saham masing-masing perusahaan
Pit = harga saham masing-masing perusahaan pada tanggal t
Pit−1 = harga saham masing-masing perusahaan pada tanggal t-1
3) Expected Return
Expected return dihitung dengan menggunakan indeks pasar karena
menurut market adjusted model penduga terbaik untuk mengestimasi
return suatu sekuritas adalah indeks pasar pada saat hari itu. Maka
dengan model ini tidak perlu menggunakan estimatiom period karena
return efek yang diestimasi sama dengan return indeks pasar (Hartono,
2009). Maka untuk menghitung expected return digunakan rumus
sebagai berikut :
ER = IHSGt - IHSGt−1
IHSGt−1
Keterangan :
ER
= expected return
IHSGt
= Indeks Harga Saham Gabungan pada hari ke t
IHSGt−1
= Indeks Harga Saham Gabungan pada hari ke t-1
38
2. Volume Perdagangan Saham (TVA)
Untuk mencari volume perdagangan saham dapat dirumuskan sebagai berikut:
TVAit =
π‘ π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘š π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘‘π‘–π‘π‘’π‘Ÿπ‘‘π‘Žπ‘”π‘Žπ‘›π‘”π‘˜π‘Žπ‘› π‘π‘Žπ‘‘π‘Ž π‘€π‘Žπ‘˜π‘‘π‘’ 𝑑
π‘ π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘š π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘‘ 𝑑𝑖 𝐡𝐸𝐼 π‘π‘Žπ‘‘π‘Ž π‘€π‘Žπ‘˜π‘‘π‘’ 𝑑
Rata-rata sebelum stock split disusun dengan persamaan :
π‘‡π‘‰π΄π‘ π‘’π‘π‘’π‘™π‘’π‘š =
𝑇𝑉𝐴 𝑑
−7
𝑑=−1 7
Rata-rata setelah pengumuman stock split disusun dengan persamaan :
π‘‡π‘‰π΄π‘ π‘’π‘‘π‘’π‘™π‘Ž β„Ž =
+7 𝑇𝑉𝐴 𝑑
𝑑=+7 7
Keterangan :
TVAit = volume perdagangan saham perusahaan i pada waktu t
TVA = rata-rata TVA seluruh sampel pada hari t
3.2.
Populasi dan Sampel
3.2.1. Populasi
Populasi adalah sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang
mempunyai karakteristik tertentu (Nur Indiantoro dan Bambang Supomo, 1999).
Dalam penelitian ini populasi yang diambil adalah saham-saham perusahaan yang
terdaftar di BEI yang melakukan stock split tahun 2010-2014 sejumlah 34perusahaan.
Populasi tersebut dikelompokkan dalam perusahaan bertumbuh sebanyak 32
perusahaan dan 3 perusahaan tidak bertumbuh.
39
3.2.2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang memiliki karakteristik yang relatif
sama dan dianggap bisa mewakili populasi (Sugiyono, 1999).
Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel menggunakan metode
purposive sampling untuk sampel bersyarat yang ditentukan berdasarkan kriteriakriteria tertentu.
Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Perusahaan yang listing di BEI selama tahun 2010-2014.
2. Dikategorikan sebagai
perusahaan
bertumbuh
dan perusahaan tidak
bertumbuh.
3. Perusahaan tersebut hanya melakukan pemecahan saham dan tidak melakukan
corporate action lain seperti right issue,warrant, pembagian deviden dan
pembagian saham bonus.
4. Perusahaan yang aktif diperdagangkan selama tujuh hari sebelum dan tujuh
hari sesudah stock split.
5. Perusahaan yang datanya tersedia secara lengkap untuk kebutuhan analisis.
Berdasarkan penelitian Slamet Lestari dan Eko arief Sudaryono (2007),
digunakan Market To Book Value Of Equity (MVEBVE) untuk mengklasifikasikan
pertumbuhan perusahaan denga rumus :
MVEBVE =
π‘™π‘’π‘šπ‘π‘Žπ‘Ÿ π‘ π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘š π‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘‘π‘Žπ‘Ÿ π‘₯ β„Žπ‘Žπ‘Ÿπ‘”π‘Ž π‘π‘’π‘›π‘’π‘‘π‘’π‘π‘Žπ‘› π‘ π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘š
total equitas
Keterangan :
a. MVEBVE > 1 maka perusahaan digolongkan menjadi perusahaan bertumbuh.
40
b. MVEBVE < 1 maka perusahaan digolongkan menjadi perusahaan tidak
bertumbuh.
Berdasarkan data yang diperoleh dari IDX statistics dan sesuai dengan kriteria
diatas, sampel perusahaan-perusahaan yang melakukan stock splitpada tahun 20102014 yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1
Daftar Perusahaan Yang Melakukan Stock Split
1
PT Ciputra Development Tbk.
CTRA
15 Juni 2010
2
PT Tunas Ridean Tbk.
TURI
17 Juni 2010
3
PT Darya Varia Laboratoria Tbk.
DVLA
12 November 2010
4
PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk.
CPIN
8 Desember 2010
5
PT Resource Alam Indah Tbk.
KKGI
18 Maret 2010
BBRI
11 Januari 2011
AUTO
24 Juni 2011
BTPN
28 Maret 2011
6
7
8
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero)
Tbk.
PT Astra Otoparts Tbk.
PT Bank Tabungan Pensiunan
Nasional Tbk.
9
PT Intraco Penta Tbk.
INTA
6 Juni 2011
10
PT Jasuindo Tiga Perkasa Tbk.
JTPE
26 Juli 2011
11
PT PP London Sumatera Tbk.
LSIP
25 Februari 2011
12
PT Capitalink Investment Tbk.
MTFN
11 Juli 2011
13
PT Metro Realty Tbk.
MTSM
18 Oktober 2011
14
PT Surya Semesta Internusa Tbk.
SSIA
7 Juli 2011
15
PT ACE Hardware Indonesia Tbk.
ACES
6 Oktober 2012
16
PT Indosiar Karya Media Tbk.
IDKM
8 Oktober 2012
17
PT Surya Citra Media Tbk.
SCMA
1 Oktober 2012
18
PT BFI Finance Indonesia Tbk.
BFIN
7 Agustus 2012
19
PT Surya Toto Indonesia Tbk.
TOTO
9 Agustus 2012
41
20
21
PT Modern Internasional Tbk.
PT Indomobil Sukses Internasional
Tbk.
MDRN
3 Juli 2012
IMAS
7 Juni 2012
22
PT Petrosea Tbk.
PTRO
6 Maret 2012
23
PT Pool Advista Indonesia Tbk.
POOL
3 Januari 2012
24
PT Modernland Realty Tbk.
MDLN
13 November 2013
25
PT JAPFA Comfeed Indonesia Tbk.
26
PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk.
AMRT
29 Juli 2013
27
PT Telekomunikasi Indonesia Tbk.
TLKM
28 Agustus 2013
28
PT Sepatu Bata Tbk.
BATA
4 September 2013
29
PT Nippon Indosari Corpindo Tbk.
ROTI
29 November 2013
30
PT Sarana Menara Nusantara Tbk.
TWOR
31
PT Jaya Real Property Tbk.
32
PT Alumindo Light Metal Industry
Tbk.
JPFA
19 April 2013
22 Juli 2013
JRPT
1 Agusutu 2013
ALMI
12 Februari 2014
33
PT Indal Aluminium Industry Tbk.
INAI
12 Februari 2014
34
PT Multi Bintang Indonesia Tbk.
MLBI
6 November 2014
Sumber : IDX Statistic 2010-2014
Perusahaan-perusahaan tersebut kemudian dikategorikan sebagai perusahaan
bertumbuh dan tidak bertumbuh dengan syarat MVEBVE > 1 untuk perusahaan
bertumbuh dan MVEBVE < 1 untuk perusahaan tidak bertumbuh.
42
Tabel 3.2
Daftar Kategori Perusahaan Tumbuh dan Tidak Tumbuh
1
PT Ciputra Development Tbk.
CTRA
Tumbuh
2
PT Tunas Ridean Tbk.
TURI
Tumbuh
3
PT Darya Varia Laboratoria Tbk.
DVLA
Tumbuh
CPIN
Tumbuh
KKGI
Tumbuh
BBRI
Tumbuh
AUTO
Tumbuh
BTPN
Tumbuh
Tumbuh
4
5
6
7
8
PT Charoen Pokphand Indonesia
Tbk.
PT Resource Alam Indah Tbk.
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero)
Tbk.
PT Astra Otoparts Tbk.
PT Bank Tabungan Pensiunan
Nasional Tbk.
9
PT Intraco Penta Tbk.
INTA
10
PT Jasuindo Tiga Perkasa Tbk.
JTPE
11
PT PP London Sumatera Tbk.
LSIP
Tumbuh
12
PT Capitalink Investment Tbk.
MTFN
Tumbuh
13
PT Metro Realty Tbk.
MTSM
Tumbuh
14
PT Surya Semesta Internusa Tbk.
SSIA
Tumbuh
15
PT ACE Hardware Indonesia Tbk.
ACES
Tumbuh
16
PT Indosiar Karya Media Tbk.
IDKM
Tumbuh
17
PT Surya Citra Media Tbk.
SCMA
Tumbuh
18
PT BFI Finance Indonesia Tbk.
BFIN
Tumbuh
19
PT Surya Toto Indonesia Tbk.
TOTO
Tumbuh
20
PT Modern Internasional Tbk.
MDRN
Tumbuh
IMAS
Tumbuh
21
PT Indomobil Sukses Internasional
Tbk.
22
PT Petrosea Tbk.
PTRO
Tumbuh
23
PT Pool Advista Indonesia Tbk.
POOL
Tumbuh
24
PT Modernland Realty Tbk.
MDLN
Tumbuh
43
25
PT JAPFA Comfeed Indonesia Tbk.
JPFA
Tumbuh
26
PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk.
AMRT
Tumbuh
27
PT Telekomunikasi Indonesia Tbk.
TLKM
Tumbuh
28
PT Sepatu Bata Tbk.
BATA
Tumbuh
29
PT Nippon Indosari Corpindo Tbk.
ROTI
Tumbuh
30
PT Sarana Menara Nusantara Tbk.
TWOR
Tumbuh
31
PT Jaya Real Property Tbk.
JRPT
Tumbuh
ALMI
Tidak Tumbuh
32
PT Alumindo Light Metal Industry
Tbk.
33
PT Indal Aluminium Industry Tbk.
INAI
Tidak Tumbuh
34
PT Multi Bintang Indonesia Tbk.
MLBI
Tumbuh
Sumber : Data diolah peneliti
3.3.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.Data sekunder
adalah data yang diperoleh secara tidak langsung atau melalui media perantara.Data
tersebut diperoleh dari perusahaan-perusahaan yang melakukan pemecahan saham
dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2010-2014. Adapun sumber data
dari penelitian ini yaitu www.idx.co.id, finance.yahoo.com, ICMD 2011-2015, IDX
statistic tahun 2010-2014, laporan keuangan perusahaan yang terdaftar di BEI, Kantor
Pusat Informasi Pasar Modal (PIPM) cabang Indonesia Stock Exchange (IDX)
Semarang.
Data-data tersebut diantaranya adalah :
1) Tanggal pengumuman stock split yang digunakan sebagai event date (t0).
2) Indeks Harga Saham Gabungan Harian (IHSG) tahun 2010-2014.
3) Jumlah saham yang diperdagangkan secara harian.
4) Jumlah saham yang beredar atau listed share.
44
5) Harga saham harian perusahaan yang melakukan stock split selama lima belas
haridalam periode pengamatan yaitu tujuh hari sebelum pengumuman stock
split dan tujuh hari sesudah pengumumanstock split.
Data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat time series, yaitu data yang
diamati selama periode tertentu terhadap objek penelitian.
3.4.
Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling, dimana sampel
dipilih dengan cermat hingga relevan. Sampel dalam penelitian ini aalah perusahaan
go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2010-2014.
3.5.
Metode Analisis
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan teknik
analisis event study yang bertujuan untuk menganalisis perbedaan abnormal return
saham dan volume perdagangan saham pada periode sebelum dan sesudah
pengumuman pemecahan saham.
Window yang digunakan dalam penelitian ini adalah tujuh hari sebelum (T-7
sampai dengan T-1) peristiwa dan tujuh hari sesudah (T+1 sampai dengan
T+7).Window tersebut digunakan karena dapat menunjukkan terdapat tidaknya sinyal
keuntungan dalam jangka pendek dan likuiditas perdagangan saham akibat
pemecahan saham.
45
3.6.
Alat-alat Pengujian Hipotesis
3.6.1. Pengujian Hipotesis 1 dan 2
Pengujian hipotesis 1 dan 2 menguji average abnormal return (AAR) sebelum
dan sesudah pemecahan saham. Uji statistik yang digunakan adalah uji beda t test
dengan sampel berhubungan ( related sample / paired sample ) jika distribusi data
normal dan Wilcoxon Signed Rank Test jika distribusi data tidak normal.
Adapun tahap-tahap dalam pengujian ini adalah sebagai berikut :
1. Menghitung return saham harian untuk mencari 𝑅𝑖𝑑
R it = Pit - Pit−1
Pit−1
Keterangan :
R it
= return saham masing-masing perusahaan
Pit
= harga saham masing-masing perusahaan pada tanggal t
Pit−1 = harga saham masing-masing perusahaan pada tanggal t-1
2. Menghitung return pasar harian.
Return pasar harian yang digunakan dalam penelitian ini adalah IHSG, dengan
rumus :
Rmt = IHSGt - IHSGt−1
IHSGt−1
Keterangan :
Rmt
= Return pasar
IHSGt
= Indeks Harga Saham Gabungan pada hari ke t
46
IHSGt−1
= Indeks Harga Saham Gabungan pada hari ke t-1
3. Menghitung abnormal return dari masing-masing saham,
Abnormal return adalah kelebihan dari return aktual dibandingkan dengan
expected return, dengan rumus :
AR it = R it – E (R it )
Keterangan :
AR it = besarnya abnormal return saham i pada periode t
R it
= return yang sesungguhnya terjadi untuk saham i pada periode t
E(R it )=expected return saham i pada periode t
4. Menghitung Culmulative Abnormal Return(CAR) setiap saham dengan
rumus:
CARit = ∑ARit
Keterangan :
CARit = Cumulative Abnormal Return
∑ARit = Total abnormal return
5. Menghitung average abnormal return seluruh saham pada hari ke t, dengan
rumus :
1
AARit = 𝑛 ∑ARit
Keterangan :
AARit = average abnormal return
n
= total saham yang dijadikan sampel
∑ARit = total abnormal return
47
6. Menghitung deskripsi AAR sebelum dan sesudah peristiwa.
7. Melakukan uji beda dua rata-rata (pada tingkat signifikansi α 0,05).
8. Menentukan H0 dan Ha : H0
μ1 = μ2 H1 atau
Ha : μ1 ≠ μ2
9. Melakukan pengambilan keputusan dengan cara :
Menerima H0 jika sig. > dari tingkat signifikansi α (0,05) dan menolak H0
atau menerima H1 atau Ha jika sig. < dari tingkat α (0,05).
3.6.2. Pengujian Hipotesis 3 dan 4
Pengujian hipotesis 3 dan 4 menguji perbedaan volume perdagangan saham
pada periode sebelum dan sesudah pemecahan saham. Uji statistik yang digunakan
adalah uji beda t test dengan sampel berhubungan ( related sample / paired sample )
jika distribusi data normal dan Wilcoxon Signed Rank Test jika distribusi data tidak
normal.
Adapun tahap-tahap dalam pengujian ini adalah sebagai berikut :
1. Mencari rata-rataTrading Volume Activity (TVA) seluruh sampel pada event
window.
2. Menghitung deskripsi statistik TVA sebelum dan sesudah peristiwa.
3. Melakukan uji beda dua rata-rata (pada tingkat signifikansi α = 0,05).
4. Menentukan H0 dan Ha :
H0 : μ1 = μ2
H1 atau Ha : μ1 ≠ μ2
5. Melakukan pengambilan keputusan dengan cara :
48
Menerima H0 jika sig. > dari tingkat signifikansi α (0,05) dan menolak H0
atau menerima H1 atau Ha jika sig. < dari tingkat α (0,05).
3.6.3. Pengujian Hipotesis 5 dan 6
Pengujian hipotesis 5 dan 6 membandingkan Average Abnormal Return antara
perusahaan bertumbuh dan perusahaan tidak bertumbuh serta volume perdagangan
saham antara perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh.Dalam pengujian ini
menggunakan uji Mann Witney.Uji ini merupakan uji yang digunakan untuk menguji
dua sampel independen (Two Independent Sample Test) dengan bentuk data ordinal.
Adapun tahap-tahap dalam pengujian ini sebagai berikut :
1. Susun kedua hasil pengamatan menjadi satu kelompok sampel.
2. Hitung jenjang atau ranking untuk tiap-tiap nilai dalam sampel gabungan.
3. Jenjang atau ranking diberikan mulai dari nilai terkecil sampai terbesar.
4. Nilai beda sama diberi jenjang nilai.
5. Selanjutnya jumlahkan nilai jenjang untuk masing-masing sampel.
6. Hitung nilai U dengan menggunaka rumus :
U1 = n1 n2 +
U2 = n1 n2 +
Keterangan :
n1 = jumlah sampel 1
n2 = jumlah sampel 2
n1 ( n1 + 1 )
2
n2 ( n2 + 1 )
2
–R1
– R2
49
R1 = jumlah jenjang pada sampel 1
R 2 = jumlah jenjang pada sampel 2
7. Kriteria pengambilan keputusan :
H0 diterima jika U hitung ≥ U tabel (α ; n1,n2)
H0 ditolak jika U hitung ≤ U tabel (α ; n1,n2)
50
BAB IV
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1.
Deskripsi Objek Penelitian
Pada bab ini akan disajikan mengenai data yang berhasil dikumpulkan.
Sebagaimana yang telah disajikan pada bab 3 bahwa penelitian ini akan
menggunakan variabel dependen yaitu average abnormal return (AAR)dan volume
perdagangan saham. Sedangkan variabel independen yaitu stock split. Penelitian ini
menggunakan sampel perusahaan yang melakukan kebijakan stock split pada tahun
2010 sampai dengan 2014. Dalam periode tersebut, perusahan yang melakukan
pemecahan saham sebanyak 34 perusahaan yang terdiri dari 32 perusahaan
bertumbuh dan 2 perusahaan tidak bertumbuh. Hari pengamatan tersebut diambil dari
tujuh hari sebelum stock split, satu hari saat stock split dan tujuh hari sesudah stock
split.
4.2.
Analisis Data
4.2.1. Statistik Deskriptif
Statistik Deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan variabel abnormal
return dan trading volume activity sebelum dan sesudah stosk split pada perusahaan
yang go public pada periode 2010-2014. Berdasarkan kriteria pengambilan sampel
yaitu perusahaan yang terdaftar di BEI yang melakukan stock split pada tahun 2010
hingga 2014 dengan tidak melakukan company action lainnya, diperoleh perusahaan
sampel sebanyak 34 perusahaan dari IDX Statistics.
51
4.2.1.1.Hasil Uji Statistik Deskripsi Abnormal Return Saham
Pengukuran abnormal return saham dalam penelitian ini menggunakan
metode market adjusted model.
Tabel 4.1
Statistik Deskriptif Average Abnormal Return Perusahaan Bertumbuh
Sumber : Hasil Olahan SPSS
Dilihat dari tabel 4.1, pada average abnormal return (AAR) perusahaan
bertumbuh, nilai minimum AAR pada periode sebelum peristiwa adalah sebesar 0.079 dan maksimum adalah sebesar 0.128, mean sebesar 0.039 dengan standar
deviasi sebesar 0.036817. Sedangkan pada periode setelah peristiwa, dapat diketahui
nilai minimum AAR adalah sebesar -0.192, dan maksimum adalah sebesar 0.100,
mean sebesar 0.034 dengan standar deviasi sebesar 0.049561. Mean AAR pada
periode sebelum peristiwa adalah sebesar 0.039 lebih kecil dari standar deviasi
sebesar 0.036817, maka penyebarannya tidak merata dan terjadi penyimpangan.
Mean AAR pada periode sesudah peristiwa adalah sebesar 0.034 lebih besar dari
standar deviasi sebesar 0.049561, maka penyebarannya merata dan tidak ada
penyimpangan.
52
Tabel 4.2
Statistik Deskriptif Average Abnormal Return Perusahaan Tidak Bertumbuh
Sumber : Hasil Olahan SPSS
Dilihat dari tabel 4.2, pada average abnormal return (AAR) perusahaan tidak
bertumbuh, nilai minimum AAR pada periode sebelum peristiwa adalah sebesar
0.031, dan maksimum adalah sebesar 0.034, mean sebesar 0.032 dengan standar
deviasi sebesar 0.002121. Sedangkan pada periode setelah peristiwa, dapat diketahui
nilai minimum AAR adalah sebesar 0.023, dan maksimum adalah sebesar 0.025,
mean sebesar 0.024 dengan standar deviasi sebesar 0.001414. Mean AAR pada
periode sebelum peristiwa adalah sebesar 0.032 lebih besar dari standar deviasi
sebesar 0.002121, maka penyebarannya merata dan tidak ada penyimpangan. Mean
AAR pada periode sesudah peristiwa adalah sebesar 0.024 lebih besar dari standar
deviasi sebesar 0.001414, maka penyebarannya merata dan tidak ada penyimpangan.
4.2.1.2.Hasil Uji Statistik Deskripsi Volume Perdagangan Saham (TVA)
Kondisi volume perdagangan saham yang diukur dengan menggunakan TVA
(Trading Volume Activity).TVA diperoleh dengan menggunakan rasio antara volume
saham yang diperdagangkan dalam satu periode dibagi dengan volume saham yang
beredar.
53
Tabel 4.3
Statistik Deskriptif Rata-Rata TVA Perusahaan Bertumbuh
Sumber : Hasil Olahan SPSS
Berdasarkan tabel 4.3, pada rata-rata TVA perusahaan bertumbuh, nilai
minimum pada periode sebelum pengumuman stock split adalah sebesar 0.00001, dan
maksimum adalah sebesar 0.01888, mean sebesar 0.0018650 dengan standar deviasi
sebesar 0.00366287. Sedangkan pada periode setelah pengumuman stock split, dapat
diketahui nilai minimum TVA adalah sebesar 0, dan maksimum adalah sebesar
0.01086, mean sebesar 0.015916 dengan standar deviasi sebesar 0.00261833. Mean
AAR pada periode sebelum peristiwa adalah sebesar 0.0018650 lebih besar dari
standar deviasi sebesar 0.00366287, maka penyebarannya merata dan tidak ada
penyimpangan. Mean AAR pada periode sesudah peristiwa adalah sebesar 0.0015916
lebih besar dari standar deviasi sebesar 0.00261833, maka penyebarannya merata dan
tidak ada penyimpangan.
Tabel 4.4
Statistik Deskriptif Rata-Rata TVA Perusahaan Tidak Bertumbuh
Sumber : Hasil Olahan SPSS
54
Dilihat dari tabel 4.4, pada rata-rata TVA perusahaan tidak bertumbuh, nilai
minimum pada periode sebelum pengumuma stock split adalah sebesar 0.00007 dan
maksimum adalah sebesar 0.00011, mean sebesar 0.000900 dengan standar deviasi
sebesar 0.00002828. Sedangkan pada periode setelah pengumuman stock split, dapat
diketahui nilai minimum TVA adalah sebesar 0, dan maksimum adalah sebesar
0.00013, mean sebesar 0.0000650 dengan standar deviasi sebesar 0.00009192. Mean
AAR pada periode sebelum peristiwa adalah sebesar 0.0000900 lebih kecil dari
standar deviasi sebesar 0.00002828, maka penyebarannya tidak merata dan terjadi
penyimpangan. Mean AAR pada periode sesudah peristiwa adalah sebesar 0.0000650
lebih besar dari standar deviasi sebesar 0.00009192, maka penyebarannya merata dan
tidak ada penyimpangan.
4.2.2. Uji Normalitas Data
Uji normalitas dilakukan untuk menentukan alat analisis yang tepat dalam
pengujian selanjutnya.Pengujian normalitas data dilakukan dengan uji Kolmogorov
Smirnov.Berikut ini adalah hasil uji normalitas data.
Tabel 4.5
Ringkasan Uji Normalitas Data
Variabel
AAR sebelum
AAR sesudah
TVA sebelum
TVA sesudah
Z
1,190
1,427
1,820
1,627
Sig
0,117
0,034
0,003
0,010
Keterangan
Normal
Tidak normal
Tidak normal
Tidak normal
Sumber : Hasil Olahan SPSS
Berdasarkan ringkasan hasil yang dapat dilihat pada tabel 4.5 tersebut
menunjukkan bahwa hanya AAR sebelum stock split saja yang berdistribusi normal.
55
Dengan demikian teknik analisis non parametric akan digunakan dalam penelitian
ini.
4.2.3. Uji Hipotesis
4.2.3.1.Perbedaan Average Abnormal Return Saham pada Perusahaan
Bertumbuh
Hasil pengujian rata-rata abnormal return saham sebelum dan sesudah stock
split dengan menggunakan uji Wilcoxon Rank Signed Test diperoleh sebagai berikut :
Tabel 4.6
Hasil Uji Beda Average Abnormal Return Saham Pada Rata-Rata 7 Hari
Sebelum Dan 7Hari Sesudah Pengumuman Stock Split Pada Perusahaan
Bertumbuh
Statistik
Mean
Std. Deviation
Z
Sig
Keterangan
Sebelum Stock Split
15,29
0,036817
Sesudah Stock Split
15,69
0,049561
-0,381
0,704
Tidak Berbeda
Sumber : Hasil Olahan SPSS
Dilihat dari tabel 4.6, rata-rata abnormal return saham pada perusahaan
bertumbuh selama 7 hari sebelum pengumuman stock split (t-7 hingga t-1) diperoleh
sebesar 15.29 dan lebih besar dari standar deviasinya yakni 0.036817, sedangkan
sesudah stock split (t+1 hingga t+7) diperoleh rata-rata sebesar 15.69 dan lebih besar
dari standar deviasinya yakni 0.036817.
Hasil pengujian perbedaan average abnormal return saham dengan Uji
Wilcoxon secara statistik diperoleh nilai Z = -0.381 dengan signifikansi sebesar
0.704. Nilai signifikansi di atas 0.05 berarti bahwa pada taraf kepercayaan 95%
56
diperoleh tidak terdapat adanya perbedaan average abnormal return saham signifikan
pada sebelum dan sesudah pengumuman stock split pada perusahaan bertumbuh.
Dengan demikian Hipotesis 1 diterima.
4.2.3.2.Perbedaan Average Abnormal Return Saham pada Perusahaan Tidak
Bertumbuh
Hasil pengujian rata-rata abnormal return saham sebelum dan sesudah stock
split dengan menggunakan uji Wilcoxon Rank Signed Test diperoleh sebagai berikut :
Tabel 4.7
Hasil Uji Beda Average Abnormal Return Saham Pada Rata-Rata 7 Hari
Sebelum Dan 7Hari Sesudah Pengumuman Stock Split Pada Perusahaan Tidak
Bertumbuh
Statistik
Mean
Std. Deviation
Z
Sig
Keterangan
Sebelum Stock Split
0,00
0,002121
Sesudah Stock Split
1,50
0,001414
-1,342
0,180
Tidak Berbeda
Sumber : Hasil Olahan SPSS
Dari data pada tabel 4.7, rata-rata abnormal return saham pada perusahaan
tidak bertumbuh selama 7 hari sebelum pengumuman stock split (t-7 hingga t-1)
diperoleh sebesar 0.00 dan lebih besar dari standar deviasinya yakni 0.002121,
sedangkan sesudah stock split (t+1 hingga t+7) diperoleh rata-rata sebesar 1.50 dan
lebih besar dari standar deviasinya yakni 0.001414
Hasil pengujian perbedaan average abnormal return saham dengan Uji
Wilcoxon secara statistik diperoleh nilai Z = -1.342 dengan signifikansi sebesar
0.180. Nilai signifikansi diatas 0.05 berarti bahwa berarti bahwa pada taraf
kepercayaan 95% diperoleh tidak terdapat adanya perbedaan abnormal return saham
57
signifikan pada sebelum dan sesudah pengumuman stock split pada perusahaan tidak
tumbuh. Dengan demikian Hipotesis 2 ditolak.
4.2.3.3.Perbedaan Trading Volume Activity pada Perusahaan Bertumbuh
Hasil pengujian rata-rata TVA saham sebelum dan sesudah stock split dengan
menggunakan uji Wilcoxon Rank Signed Test diperoleh sebagai berikut :
Tabel 4.8
Hasil Uji Beda TVA Pada Rata-Rata 7 Hari Sebelum Dan 7Hari
Sesudah Pengumuman Stock Split Pada Perusahaan Bertumbuh
Statistik
Mean
Std. Deviation
Z
Sig
Keterangan
Sebelum Stock Split
17,62
0,00366287
Sesudah Stock Split
14,08
0,00261833
-0,432
0,666
Tidak Berbeda
Sumber : Hasil Olahan SPSS
Dilihat pada tabel 4.8, rata-rata TVA pada perusahaan bertumbuh selama 7
hari sebelum pengumuman stock split (t-7 hingga t-1) diperoleh sebesar 17.62,
sedangkan sesudah stock split (t+1 hingga t+7) diperoleh rata-rata sebesar 14.08.
Hasil pengujian perbedaan TVA secara statistik diperoleh nilai Z = -0.432
dengan signifikansi sebesar 0,666. Nilai signifikansi diatas 0,05 berarti bahwa berarti
bahwa pada taraf kepercayaan 95% diperoleh tidak terdapat adanya perbedaan TVA
signifikan pada sebelum dan sesudah pengumuman stock split. Dengan demikian
hipotesis 3 ditolak.
58
4.2.3.4.Perbedaan Trading Volume Activity pada Perusahaan Tidak Bertumbuh
Hasil pengujian rata-rata TVA saham sebelum dan sesudah stock split dengan
menggunakan uji Wilcoxon Rank Signed Test diperoleh sebagai berikut :
Tabel 4.9
Hasil Uji Beda TVA Pada Rata-Rata 7 Hari Sebelum Dan 7Hari Sesudah
Pengumuman Stock Split Pada Perusahaan Tidak Bertumbuh
Statistik
Mean
Std. Deviation
Z
Sig
Keterangan
Sebelum Stock Split
1,00
0,00002828
Sesudah Stock Split
2,00
0,00009192
-0,447
0,655
Tidak Berbeda
Sumber : Hasil Olahan SPSS
Dilihat pada Tabel 4.9, rata-rata TVA pada perusahaan tidak tumbuh selama 7
hari sebelum pengumuman stock split (t-7 hingga t-1) diperoleh sebesar 1.00 atau
terjadi perdagangan saham sebesar 100% dari seluruh jumlah sahamnya, sedangkan
sesudah stock split (t+1 hingga t+7) diperoleh rata-rata sebesar 2.00 atau terjadi
perdagangan saham sebesar 200% dari seluruh jumlah sahamnya.
Namun demikian hasil pengujian perbedaan TVA secara statistik diperoleh
nilai Z = -0.447 dengan signifikansi sebesar 0.655. Nilai signifikansi di atas 0,05
berarti bahwa berarti bahwa pada taraf kepercayaan 95% diperoleh tidak terdapat
adanya perbedaan TVA signifikan pada sebelum dan sesudah pengumuman stock
split pada perusahaan tidak tumbuh. Dengan demikian, hipotesis 4 diterima.
59
4.2.3.5.Perbedaan
Average
Abnormal
Return
Saham
pada
Perusahaan
Bertumbuh dan Tidak Bertumbuh Sesudah Stock Split
Hasil pengujian averageabnormal return saham sesudah stock split pada
perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh dengan menggunakan uji Mann Whitney
Test diperoleh sebagai berikut :
Tabel 4.10
Average AbnormalReturn Saham Sesudah Stock Split Pada
Perusahaan Bertumbuh Dan Tidak Bertumbuh Diuji Dengan
Menggunakan Uji Mann Whitney Test
Sumber : Hasil Olahan SPSS
Pada tabel 4.10, rata-rata abnormal return saham pada perusahaan tidak
bertumbuh selama 7 hari sesudah stock split diperoleh sebesar 8.75, sedangkan
sesudah stock split pada perusahaan bertumbuh diperoleh rata-rata sebesar 18.05.
Hasil pengujian perbedaan abnormal return saham dengan Uji Mann Whitney
secara statistik diperoleh nilai Z = -1.282 dengan signifikansi sebesar 0,200. Nilai
signifikansi di atas 0,05 berarti bahwa berarti bahwa pada taraf kepercayaan 95%
60
tidak terdapat adanya perbedaan average abnormal return saham signifikan pada
perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh. Dengan demikian Hipotesis 5 diterima.
4.2.3.6.Perbedaan Rata-rata TVApada Perusahaan Bertumbuh dan Tidak
Bertumbuh Sesudah Stock Split
Hasil pengujian rata-rata TVA sesudahstock split pada perusahaan bertumbuh
dan tidak bertumbuh dengan menggunakan uji Mann Whitney Test diperoleh sebagai
berikut :
Tabel 4.11
Rata-Rata TVA Sesudah Stock Split Pada Perusahaan Bertumbuh
Dan Tidak Bertumbuh Diuji Dengan Menggunakan Uji Mann
Whitney Test
Sumber : Hasil Olahan SPSS
Pada tabel 4.11, rata-rata TVA pada perusahaan tidak tumbuh selama 7 hari
sesudah stock split diperoleh sebesar 6.25, sedangkan TVA sesudah stock split pada
perusahaan tumbuh diperoleh rata-rata sebesar 18.20.
Hasil pengujian perbedaan abnormal return saham dengan Uji Mann Whitney
secara statistik diperoleh nilai Z = -1.648 dengan signifikansi sebesar 0,099. Nilai
signifikansi di atas 0,05 berarti bahwa berarti bahwa pada taraf kepercayaan 95%
61
diperoleh tidak terdapat adanya perbedaan TVA signifikan pada perusahaan tumbuh
dan tidak tumbuh. Dengan demikian Hipotesis 6 ditolak.
4.3.
Pembahasan Hasil Penelitian
4.3.1. Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis 1
Dalam pengujian hipotesis 1 diperoleh hasil tidak terdapat perbedaan average
abnormal return saham yang signifikan pada sebelum dan sesudah pengumuman
stock split pada perusahaan bertumbuh. Hal ini berarti Hipotesis 1 diterima.
Dengan melihat rata-rata abnormal return saham pada sebelum dan sesudah
pengumuman stock split pada perusahaan bertumbuh menunjukkan bahwa abnormal
return pada sebelum pengumuman stock split tidak memiliki perbedaan yang
signifikan dibanding dengan rata-rata abnormal return saham sesudah pengumuman
stock split. Tidak adanya perbedaan AAR signifikan pada periode sebelum dan
sesudah peristiwa dapat diartikan bahwa peristiwa pemecahan saham tidak membawa
kandungan informasi/signalling tentang akan adanya keuntungan di masa mendatang.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Paramita Oktaviana (2013) yang menyatakan bahwa tidak terdapat adanya abnormal
return yang signifikan sebelum dan sesudah pemecahan saham. Michael
Hendrawijaya (2009)(Dalam Paramita Oktaviana, 2013) juga menjelaskan bahwa
signalling theory tidak selamanya berlaku dalam peristiwa pemecahan saham karena
dari hasil pengujian hipotesis membuktikan bahwa tidak terdapat abnormal return
sebelum dan sesudah pemecahan saham. Apabila dikaitkan dengan efisiensi pasar,
maka informasi stock split dari perusahaan yang bertumbuh ini tidak menghasilkan
perbedaan AAR antara sebelum dan sesudah pengumuman stock split sehingga
62
termasuk dalam pasar efisien setengah kuat. Akibat dari pasar efisien setengah kuat
adalah investor tidak memperoleh keuntungan diatas normal secara konsisten dengan
memanfaatkan informasi public.
4.3.2. Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis 2
Dalam pengujian hipotesis 2 diperoleh hasil tidak terdapat perbedaan average
abnormal return saham yang signifikan pada sebelum dan sesudah pengumuman
stock split pada perusahaan tidak bertumbuh. Hal ini berarti Hipotesis 2 ditolak.
Dengan melihat rata-rata abnormal return saham pada sebelum dan sesudah
pengumuman stock split pada perusahaan tidak bertumbuh menunjukkan bahwa
abnormal return pada sebelum pengumuman stock split tidak memiliki perbedaan
yang signifikan dibanding dengan rata-rata abnormal return saham sesudah
pengumuman stock split. Tidak adanya perbedaan AAR signifikan pada periode
sebelum dan sesudah peristiwa dapat diartikan bahwa peristiwa pemecahan saham
tidak membawa kandungan informasi/signalling tentang akan adanya keuntungan di
masa mendatang.
Apabila dikaitkan dengan efisiensi pasar, maka informasi stock split dari
perusahaan tidak bertumbuh ini tidak menghasilkan perbedaan AAR antara sebelum
dan sesudah pengumuman stock split sehingga termasuk dalam pasar efisien setengah
kuat. Akibat dari pasar efisien setengah kuat adalah investor tidak memperoleh
keuntungan diatas normal secara konsisten dengan memanfaatkan informasi public.
63
4.3.3. Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis 3
Dalam pengujian hipotesis 3 diperoleh hasil tidak terdapat perbedaan volume
perdagangan saham yang signifikan pada sebelum dan sesudah pengumuman stock
split pada perusahaan bertumbuh. Hal ini berarti Hipotesis 3 ditolak.
Pada perusahaan bertumbuh tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada
volume perdagangan saham sebelum dan sesudah pengumuman stock split yang
menunjukkan bahwa sesudah pengumuman stock split, jumlah saham menjadi lebih
banyak namun hanya sedikit investor yang melakukan transaksi perdagangan saham
sehingga tidak berpengaruh signifikan pada TVA sesudah stock split dibandingkan
dengan TVA sebelum stock split. Pengumuman stock split tersebut tidak berpengaruh
pada volume perdagangan saham yang berarti tidak berpengaruh juga pada likuiditas
saham. Nampaknya para investor tidak mendapatkan adanya sinyal positif yang
dikeluarkan oleh emiten.Tidak adanya reaksi pasar yang signifikan setelah
pengumuman pemecahan saham merefleksikan bahwa investor menganggap
peristiwa pemecahan saham bukanlah good news karena tidak terjadi perbedaan
volume yang signifikan pada periode sebelum dan sesudah pemecahan saham pada
perusahaan bertumbuh.
4.3.4. Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis 4
Dalam pengujian hipotesis 4 diperoleh hasil tidak terdapat perbedaan volume
perdagangan saham yang signifikan pada sebelum dan sesudah pengumuman stock
split pada perusahaan tidak bertumbuh. Hal ini berarti Hipotesis 4 diterima.
Pada perusahaan tidak bertumbuh tidak terdapat perbedaan yang signifikan
pada volume perdagangan saham sebelum dan sesudah pengumuman stock split yang
64
menunjukkan bahwa sesudah pengumuman stock split, jumlah saham menjadi lebih
banyak namun hanya sedikit investor yang melakukan transaksi perdagangan saham
sehingga tidak berpengaruh signifikan pada TVA sesudah stock split dibandingkan
dengan TVA sebelum stock split. Pengumuman stock split tersebut tidak berpengaruh
pada volume perdagangan saham yang berarti tidak berpengaruh juga pada likuiditas
saham. Nampaknya para investor tidak mendapatkan adanya sinyal positif yang
dikeluarkan oleh emiten.Tidak adanya reaksi pasar yang signifikan setelah
pengumuman pemecahan saham merefleksikan bahwa investor menganggap
peristiwa pemecahan saham bukanlah good news karena tidak terjadi perbedaan
volume yang signifikan pada periode sebelum dan sesudah pemecahan saham pada
perusahaan tidak bertumbuh.
4.3.5. Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis 5
Dalam pengujian hipotesis 5 diperoleh hasil tidak terdapat perbedaan rata-rata
abnormal return saham yang signifikan sesudah pengumuman stock split pada
perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh. Hal ini berarti Hipotesis 5 diterima.
Dalam hal ini berarti perbedaan kategori antara perusahaan bertumbuh dan
tidak bertumbuh tidak mempengaruhi average abnormal return saham sesudah
pengumuman stock split dari masing-masing perusahaan. Hal ini berarti investor tidak
terlalu memperhatikan mengenai kategori perusahaan baik itu bertumbuh maupun
tidak bertumbuh dalam memprediksikan abnormal return saham dari perusahaan.
Pengumuman stock split juga tidak memberikan informasi mengenai tingkat
keuntungan di masa mendatang.
65
Hasil pengujian ini menguatkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Paramita Oktaviana (2013) yang menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan
average abnormal return yang signifikan antara perusahaan bertumbuh dan
perusahaan tidak bertumbuh.
4.3.6. Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis 6
Dalam pengujian hipotesis 6 diperoleh hasil tidak terdapat perbedaan volume
perdagangan saham yang signifikan sesudah pengumuman stock split pada
perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh. Hal ini berarti Hipotesis 6 ditolak.
Dalam hal ini berarti perbedaan kategori antara perusahaan bertumbuh dan
tidak bertumbuh tidak mempengaruhi volume perdagangan saham sesudah
pengumuman stock split dari masing-masing perusahaan. Hal ini berarti investor tidak
terlalu memperhatikan mengenai kategori perusahaan baik itu bertumbuh maupun
tidak bertumbuh dalam memprediksikan volume perdagangan saham dari perusahaan.
Pengumuman stock split tersebut tidak berpengaruh pada volume perdagangan saham
yang berarti tidak berpengaruh juga pada likuiditas saham.
66
BAB V
PENUTUP
5.1.
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan sebelumnya,
maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Rata-rata perusahaan yang melakukan kebijakan stock split adalah perusahaan
dengan kinerja yang baik dan berfundamental kuat. Dan alas an umum
dilakukannya stock split adalah untuk likuiditas saham.
2. Pada perusahaan bertumbuh, tidak terdapat perbedaan Average Abnormal
Return (AAR)saham yang signifikan pada periode sebelum dan sesudah stock
split.
3. Pada perusahaan tidak bertumbuh, tidak terdapat perbedaan Average
Abnormal Return (AAR)saham yang signifikan pada periode sebelum dan
sesudah stock split.
4. Pada perusahaan bertumbuh, tidak terdapat perbedaan Trading Volume
Activity (TVA) saham yang signifikan pada periode sebelum dan sesudah
stock split.
5. Pada perusahaan tidak bertumbuh, tidak terdapat perbedaan Trading Volume
Activity (TVA) saham yang signifikan pada periode sebelum dan sesudah
stock split.
67
6. Pada perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh tidak terdapat perbedaan
Average Abnormal Return (AAR) saham yang signifikan sesudah
pengumuman stock split.
7. Pada perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh tidak terdapat perbedaan
Trading Volume Activity (TVA) saham yang signifikan sesudah pengumuman
stock split.
Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian terdahulu yaitu
Michael Hendrawijaya (2009) yang menjelaskan bahwa signalling theory dan
trading range theory tidak selamanya berlaku dalam peristiwa pemecahan
saham. Dari hasil analisis dan simpulan, dapat dikemukakan keterbatasan
penelitian yaitu untuk perusahaan tidak bertumbuh hanya terdapat 2
perusahaan yang melakukan stock split pada periode 2010-2014.
5.2.
Keterbatasan Penelitian dan Saran
Dari hasil analisis dan simpulan diatas, penelitian ini memiliki keterbatasan
yang disampaikan sebagai berikut :
5.2.1. Keterbatasan Penelitian
1. Penelitian ini hanya menggunakan periode pengamatan dari tahun 2010-2014.
2. Penelitian ini terbatas tentang menggambarkan karakteristik perusahaan yaitu
perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh.
68
5.2.2. Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas, sehingga saran yang disampaikan
sebagai berikut :
5.2.2.1.Bagi investor atau calon investor
Bagi investor atau calon investor harus selalu memperhatikan segala aksi
korporasi yang dilakukan perusahaan dimana modal ditanamkan.Untuk menanggapi
aksi korporasi berupa stock split, dianjurkan investor melihat juga kinerja perusahaan
yang melakukan stock split, karena stock split hanya jalan, kinerja perusahaan
kedepan tetap harus menjadi fokus tersendiri.Sedangkan signalling theory dan trading
range theory tidak selamanya berlaku dalam peristiwa pemecahan saham.
5.2.2.2.Bagi peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya dapat menambahkan rentang waktu lebih lama
supaya mendapat lebih banyak sampel untuk diteliti. Selain itu juga dapat perlu
dilakukan analisis secara rinci terhadap sampel, misalnya penggolongan karakteristik
perusahaan tidak hanya didasarkan atas market to book value equity saja tetapi dapat
juga didasarkan atas industry, size perusahaan dan kesempatan bertumbuh
perusahaan.
69
DAFTAR PUSTAKA
Almilia dan Kristijadi. 2005. “Analisis Kandungan/Informasi dan Efek Intra Industri
Pengumuman Stock Split yang Dilakukan oleh Perusahaan Bertumbuh dan
Tidak Bertumbuh.” Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 20, No.1.
Brigham, E. F and Gapeski. 1994. Financial Managemen : Teheory and Practice.
Orlando: The Drydeen Press.
Darmadji, T. dan H. M. Fakhruddin.2011.Pasar Modal Indonesia.Edisi 3. Jakarta:
Salemba Empat.
Ginting, S. C. 2013. “Perbedaan Volume Perdagangan Saham dan Abnormal Return
Sebelum dan Sesudah Peristiwa Stock Split pada Perusahaan di Bursa Efek
Indonesia.”Universitas Uduyana.
Indiantoro, N. dan B. Supomo.1999.Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi
dan Manajemen. Yogyakarta: BPFE.
Jogiyanto.2003. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Yogyakarta: BPFE.
Lestari, S. dan E. A. Sudaryono. 2008. “Pengaruh Stock Split: Analisis Likuiditas
Saham pada Perusahaan Go Public di Bursa Efek Indonesia dengan
Memperhatikan Pertumbuhan dan Ukuran Perusahaan.” Jurnal Bisnis dan
Akuntansi, Vol. 10, No. 3.
Mila, I. G. A. 2010.“Analisis Pengaruh Pemecahan Saham (Stock Split) terhadap
Volume Perdagangan Saham dan Abnormal Return Saham pada Perusahaan
yang Terdaftar di BEI Tahun 2007-2009.”Universitas Diponegoro Semarang.
70
Rumanti, F. A dan Moerdiyanto. 2011. “Pengaruh Pemecahan Saham (Stock Split)
terhadap Return dan Trading Volume Activity (TVA) Saham Perusahaan yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2006-2010.” Universitas Negeri
Yogyakarta.
Sadikin, A. 2011.“Analisis Abnormal Return Saham dan Volume Perdagangan
Saham Sebelum dan Sesudah Peristiwa Pemecahan Saham Studi Kasus pada
Perusahaan yang Go Public di Bursa Efek Indonesia.”Jurnal Ekonomi dan
Bisnis, April, Vol. 12, No. 1.
Sakti, P. O. 2013. “Analisis Pengaruh Stock Split terhadap Abnormal Return dan
Volume Perdagangan Saham pada Perusahaan Bertumbuh dan Tidak
Bertumbuh Studi Kasus Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2012.”Universitas
Diponegoro Semarang.
Samsol, M. 2006. Pasar Modal dan Managemen Portofolio. Surabaya: Erlangga.
Sari, A. B. 2011.“Pengaruh Stock Split terhadap Abnormal Return dan Trading
Volume Activity pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.”Universitas Negeri Semarang.
Tandelilin, E. 2001.Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. Yogyakarta: BPFE.
www.idx.co.id
yahoo.finance.com
ICMD 2011-2015
71
LAMPIRAN 1
SURAT IJIN SURVEY
72
LAMPIRAN 2
DAFTAR SAMPEL PERUSAHAAN
73
LAMPIRAN 3
REKAPITULASI DATA MENTAH
74
LAMPIRAN 4
HASIL OUTPUT SPSS
Download