1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pasar modal berperan penting bagi perekonomian suatu Negara.Dengan adanya pasar modal, aktivitas perekonomian diharapkan meningkat karena pasar modal merupakan alternatif pendanaan bagi perusahaan.Di Indonesia, perdagangan saham perusahaan yang go publicdilakukan di Bursa Efek Indonesia (BEI).Investor dalam menanamkan sahamnya memerlukan informasi yang relevan. Pasar modal berfungsi sebagai lembaga perantara, dimana dalam fungsiini pasar modal menunjukkan peran yang sangat penting dalam menunjang perekonomian, karena pasar modal dapat menghubungkan pihak yang membutuhkan dana dengan pihak yang memiliki kelebihan dana. Pihak yang kelebihan dana disebut investor, sedangkan pihak yang membutuhkan dana adalah perusahaan-perusahaan yang membutuhkan dana dalam kegiatan operasionalnya (Tandelilin, 2001). Pengambilan keputusan para investor sebelum melakukan investasi di Bursa Efek Indonesia (BEI) akan dipengaruhi oleh informasi-informasi yang ada dari tiaptiap perusahaan yang go public. Di pasar modal banyak informasi yang tersedia secara umum.Jenis-jenis informasi tersebut bermacam-macam meliputi pembagian dividen saham, pemecahan saham, penggabungan usaha dan sebagainya. Informasi tersebut dapat digunakan para investor untuk mengurangi ketidakpastian yang 2 akandihadapi, sehingga keputusan investasi yang nantinya akan diambil, mendapatkan hasil yang tidak jauh dari harapan (Paramita Oktaviana Sakti, 2013). Stock Split merupakan salah satu cara dalam mempertahankan dan meningkatkan likuiditas perdagangan saham. Pengumuman stock split, merupakan salah satu informasi yang memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan seperti harga saham, imbal hasil dan volume perdagangan saham. Perusahaan go public memiliki keinginan untuk meningkatkan nilai perusahaan. Salah satu cara untuk meningkatkan nilai perusahaan adalah harga saham yang meningkat, karena harga dari pasar saham dapat menjadi cerminan dari nilai perusahaan. Tetapi apabila harga saham dinilai terlalu tinggi oleh pasar, maka akan mengakibatkan menurunnya kemampuan investor dan volume perdagangan saham. Manajer perusahaan melakukan aktivitas stock split disaat harga saham dinilai terlalu tinggi. Jika harga saham terlalu tinggi, maka para investor merasa enggan umtuk membelinya. Menurut pendapat Susiyanto (2004) menyatakan bahwa tujuan perusahaan melakukan stock split adalah untuk membuat harga saham menjadi lebih rendah dari sebelumnya (bukan menurunkan harga saham), mensejajarkan harga sahamnya dengan saham-saham perusahaan sejenisnya atau dianggap memiliki karakteristik yang sama, membentuk harga saham menjadi lebih wajar dan meningkatkan likuiditas saham. Harga saham yang cenderung rendah setelah terjadinya stock splitakan menarik para investor untuk membeli saham tersebut. Sebagai 3 konsekuensinya harga saham yang tinggi tersebut akan menurun sampai tercipta posisi keseimbangan yang baru. Pemecahan saham yang menjadikan harga saham lebih murah diharapkan akan mampu menjaga tingkat perdagangan saham dalam rentang yang optimal dan menjadikan saham lebih likuid. Harga saham yang murah akan menyebabkan investor membelinya sehingga akan meningkatkan volume perdagangan saham (Rumanti dan Moerdiyanto, 2011). Ada dua jenis pemecahan saham yang dapat dilakukan yakni pemecahan naik (split up) dan pemecahan turun (split down/reverse split). Pemecahan naik adalah peningkatan jumlah saham yang beredar dengan cara memecah selembar saham menjadi n lembar saham. Disaat terjadi split up, maka saham akan mudah diperjualbelikan dan banyak orang yang ingin membeli saham tersebut. Dengan banyaknya investor yang membeli saham tersebut, maka investor mengharapkan keuntungan yang meningkat dari investasi tersebut.Sedangkan pemecahan turun adalah peningkatan nilai nominal per lembar saham dengan mengurangi jumlah saham yang beredar. Disaat terjadi split down, saham yang awalnya nilai nominal per lembar saham seribu rupiah, kemudian dilakukan split down 1:3, maka nilai nominal per lembar saham baru adalah tiga ribu rupiah dan jumlah lembar saham yang pada awalnya tiga lembar saham menjadi satu lembar saham.Harga saham menjadi lebih mahal dari sebelumnya, hal tersebut membuat para investor menjadi enggan untuk membeli saham (Jogiyanto, 2000). Banyak peneliti yang melakukan penelitian mengenai stock split dan ditemukan research gap dari penelitian-penelitian tersebut. Dalam penelitian yang 4 dilakukan oleh Ali Sadikin (2011) pada 20 perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia periode 2007-2010 menghasilkan kesimpulan bahwa rata-rata volume perdagangan saham terdapat perbedaan pada periode sebelum dan sesudah pengumuman pemecahan saham. Hasil yang sama ditemukan dalam penelitian Selaras Christiani Ginting (2013) terhadap 19 perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia periode 2008-2012.Namun hasil yang berbeda terdapat pada penelitian dari Artiza Brilian Sari (2011) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan volume perdagangan saham sebelum dan sesudah stock split.I Gusti Ayu Mila (2010) menemukan kesimpulan penelitian bahwa tidak ada pengaruh signifikan rata-rata volume perdagangan saham sebelum dan sesudah pemecahan saham. Perubahan abnormal returnsebelum dan sesudah pengumuman pemecahan saham dapat digunakan sebagai indikator dari sinyal positif pada pasar telah beberapa kali diteliti. Selaras Christina Ginting (2013) melakukan penelitian terhadap 19 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2008-2012 menyimpulkan bahwa tidak adanya perbedaan perolehan abnormal return sebelum dan sesudah peristiwa stock split yang signifikan. Hasil yang sama ditemukan pada penelitian I Gusti Ayu Mila (2010) pada 23 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan rata-rata abnormal return sebelum dan sesudah pemecahan saham. Ali Sadikin (2011) melakukan penelitian bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata harga saham yang signifikan pada periode sebelum dan sesudah pengumuman pemecahan saham.Hal ini mengindikasikan bahwa peristiwa pemecahan saham tidak mengakibatkan harga saham berubah secara 5 signifikan. Namun berbeda dengan hasil penelitian Artiza Brilian Sari (2011) yang menemukan adanya perbedaan abnormal return sebelum dan sesudah stock split. Dalam penelitian tentang stock split dengan memperhatikan pertumbuhan perusahaan dan membedakan karakteristik perusahaan menjadi perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh sudah pernah dilakukan sebelumnya. Almilia dan Kristijadi (2005) melakukan pengujian kandungan informasi pengumuman stock splitdengan mengelompokkan karakteristik perusahaan yang melakukan stock split menjadi perusahaan bertumbuh dan perusahaan tidak bertumbuh yang bertujuan untuk melihat efek suatu pengumuman yang didasarkan atas karakteristik perusahaan yang berbeda, dan mendapatkan hasil bahwa tidak terdapat perbedaan abnormal return pada saat pengumuman stock split antara perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh. Sedangkan untuk TVA, Slamet Lestari dan Eko Arief (2008) menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dalam TVA pada perusahaan yang bertumbuh sebelum dan sesudah stock split. Selain itu didapatkan juga hasil bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada TVA sebelum dan sesudah stock split pada perusahaan tidak bertumbuh. Penelitian ini merupakan replika dari penelitian yang dilakukan oleh Paramita Oktaviana (2013) tentang analisis pengaruh stock split terhadap abnormal return dan volume perdagangan saham pada perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh dengan studi kasus di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2012.Namun perbedaan dalam penelitian skripsi ini peneliti menggunakan periode 2010-2014 pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.Dan penelitian ini menggunakan window tujuh hari sebelum dan tujuh hari sesudah pengumuman stock split. Dengan adanya research 6 gap pada penelitian-penelitian sebelumnya, maka dalam penelitian ini ingin menguji kembaliperbedaan signifikan abnormal return dan volume perdagangan saham sebelum dan sesudah stock split. Dalam penggolongan tingkat pertumbuhan perusahaan dilakukan dengan mengukur IOS (Investment Opportunities Set) proksi MVEBVE (Market to Book Value of Equity).Jika MVEBVE < 1 maka perusahaan digolongkan menjadi perusahaan tidak bertumbuh.Tetapi jika MVEBVE > 1 maka perusahaan digolongkan menjadi perusahaan bertumbuh. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apakah ada perbedaan abnormal return saham pada perusahaan bertumbuh sebelum dan sesudah stock split ? 2. Apakah ada perbedaan abnormal return saham pada perusahaan tidak bertumbuh sebelum dan sesudah stock split ? 3. Apakah ada perbedaan volume perdagangan saham pada perusahaan bertumbuh sebelum dan sesudah stock split ? 4. Apakah ada perbedaan volume perdagangan saham pada perusahaan tidak bertumbuh sebelum dan sesudah stock split ? 5. Apakah ada perbedaan abnormal return saham antara perusahaan bertumbuh dan perusahaan tidak bertumbuh sesudah stok split ? 6. Apakah ada perbedaan volume perdagangan saham antara perusahaan bertumbuh dan perusahaan tidak bertumbuh sesudah stock split ? 7 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, penelitian ini bertujuan untuk : 1. Untuk mengetahui pengaruh stock split terhadap abnormal return saham pada perusahaan bertumbuh. 2. Untuk mengetahui pengaruh stock split terhadap abnormal return saham pada perusahaan tidak bertumbuh. 3. Untuk mengetahui pengaruh stock split terhadap volume perdagangan saham pada perusahaan bertumbuh. 4. Untuk mengetahui pengaruh stock split terhadap volume perdagangan saham pada perusahaan tidak bertumbuh. 5. Untuk mengetahui pengaruh stock split terhadap abnormal return saham antara perusahaan bertumbuh dan perusahaan tidak bertumbuh. 6. Untuk mengetahui pengaruh stock split terhadap volume perdagangan saham antara perusahaan bertumbuh dan perusahaan tidak bertumbuh. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan manfaat praktis sebagai berikut : a. Manfaat Teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai dampak stock split terhadap abnormal return saham dan volume perdagangan saham. 8 b. Manfaat Praktis 1. Bagi Perusahaan Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi mengenai dampak dari stock split dan menjadi alternatif bagi perusahaan dalam mengambil suatu keputusan. 2. Bagi Investor Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam keputusan investasi dan dapat menambah pengetahuan bagi para investor atas informasi keuangan. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai referensi maupun sebagai bahan teori bagi peneliti selanjutnya. 1.5. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan penelitian skripsi ini disusun dalam lima bab dan setiap bab dibagi menjadi sub bab-sub bab agar lebih jelas dan mudah dipahami oleh para pembaca. Secara garis besar materi pembahasan dari masing-masing bab tersebut dijelaskan sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisi uraian latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang landasan teori, penelitian terdahulu, kerangka konseptual dan hipotesis. 9 BAB III : METODE PENELITIAN Bab ini berisi tentang variabel penelitian dan definisi operasional, penentuan populasi dan sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, serta metode analisi data. BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi tentang deskripsi objek penelitian dan analisis data, serta pembahasan hasil penelitian. BAB V : PENUTUP Bab ini merupakan bab terakhir dari skripsi ini yang berisi tentang kesimpulan dan hasil penelitian serta saran yang diberikan berkaitan dengan penelitian. 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pasar Modal Pasar modal merupakan tempat diperjualbelikannya instrumen keuangan jangka panjang seperti utang, ekuitas (saham), instrumen derivatif dan instrumen lainnya (Tjiptono Darmadji dan Hendy M. Fakhruddin, 2011).Sedangkan Mohamad Samsul (2006) mengartikan pasar modal sebagai tempat atau sarana bertemunya antara permintaan dan penawaran atas instrumen keuangan jangka panjang, umumnya lebih dari satu tahun. Menurut Tjiptono Darmadji dan Hendy M. Fakhruddin (2011) pasar modal mempunyai manfaat diantaranya adalah bagi investor mempunyai alternatif investasi yang memberikan potensi keuntungan dengan resiko yang bisa diperhitungkan melalui keterbukaan, likuiditas, dan diversifikasi investasi.Sedangkan bagi perusahaan, pasar modal dapat medorong pengelolaan perusahaan dengan iklim keterbukaan dan pemanfaatan manajemen profesional. 2.1.2. Efisiensi Pasar Menurut Tandelilin (2001), pasar yang efisiensi adalah pasar yang harga sekuritasnya sudah mencermin semua informasi yang ada. Fama (1970) dalam Tandelilin mengklasifikasikan bentuk pasar yang efisien ke dalam tiga efficient market hypothesis (EMH), yaitu : 11 1. Efisiensi dalam bentuk lemah (weak form) Pasar efisiensi dalam bentuk lemah berarti semua informasi di masa lalu (historis) akan tercermin dalam harga yang terbentuk sekarang. Oleh karena itu informasi tersebut (seperti harga dan volume perdagangan di masa lalu) tidak bisa lagi digunakan untuk memprediksi perubahan harga di masa yang akan datang karena sudah tercermin pada harga saat ini. Implikasinya adalah bahwa investor tidak akan bisa memprediksi nilai pasar saham di masa datang dengan menggunakan data historis seperti yang dilakukan dalam analisis teknikal. 2. Efisiensi dalam bentuk setengah kuat (semistrong form) Efisiensi dalam bentuk setengah kuat (semistrong form) merupakan bentuk dalam efisiensi pasar yang lebih komprehensif karena dalam bentuk ini harga saham disamping dipengaruhi oleh semua informasi yang dipublikasikan (seperti earning, dividen, pengumuman stock split, penerbitan saham baru, dan kesulitan keuangan yang dialami perusahaan).Pada pasar yang efisien dalam bentuk yang setengah kuat ini, investor tidak dapat berharap mendapatkan return abnormal jika strategi perdagangan yang dilakukan hanya didasari oleh informasi yang dipublikasikan. 3. Efisiensi dalam bentuk kuat (strong form) Pasar efisiensi dalam bentuk kuat, semua informasi baik yang terpublikasikan atau tidak dipublikasikan, sudah tercermin dalam harga sekuritas saat ini. Bentuk efisien kuat seperti ini tidak akan ada seorang investor pun yang bisa memperoleh return abnormal. 12 Tahun 1991, Fama mengemukakan penyempurnaaan atas klasifikasi efisiensi pasar tersebut. Efisiensi pasar bentuk lemah disempurnakan menjadi suatu klasifikasi yang lebih bersifat umum untuk menguji prediktabilitas return (return predictability). Pada klasifikasi ini, informasi mengenai pola return sekuritas, seperti memperoleh return abnormal. Sedangkan efisiensi bentuk setengah dan efisiensi bentuk kuat diubah menjadi event studies, dan pengujian efisiensi pasar dalam bentuk kuat disebut sebagai pengujian private information. 2.1.3. Saham Menurut Tandelilin (2001), saham merupakan surat bukti kepemilikan atas asset-asset perusahaan yang menerbitkan saham. Dengan memiliki saham suatu perusahaan, maka investor akan mempunyai hak terhadap pendapatan dan kekayaan perusahaan, setelah dikurangi dengan pembayaran semua kewajiban perusahaan. Saham juga dapat didefisikan sebagai tanda penyertaan modal seseorang atau pihak (badan usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas.Dengan menyertakan modal tersebut, maka pihak tersebut memiliki klaim atas pendapatan perusahaan, klaim atas asset perusahaan, dan berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Pada dasarnya ada dua keuntungan yang diperoleh investor dengan membeli atau memiliki saham : a) Dividen Dividen merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan dan berasal dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan.Dividen diberikan 13 setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS.Jika seorang pemodal ingin mendapatkan dividen, maka pemodal saham tersebut harus memegang saham tersebut dalam kurun waktu yang relatif lama yaitu hingga kepemilikan saham tersebut berada dalam periode dimana diakui sebagai pemegang saham yang berhak mendapatkan dividen.Dividen yang dibagikan perusahaan dapat berupa dividen tunai, artinya kepada setiap pemegang saham diberikan dividen berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap saham atau dapat pula berupa dividen saham yang berarti kepada setiap saham diberikan dividen sejumlah saham sehingga jumlah saham yang dimiliki seorang pemodal akan bertambah dengan adanya pembagian dividen tersebut. b) Capital Gain Capital Gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual.Capital Gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder. Sebagai instrumen investasi, saham memiliki resiko antara lain : 1) Capital Loss Capital Loss merupakan kebalikan dari Capital Gain, yaitu suatu kondisi dimana seorang investor menjual saham lebih rendah dari harga beli. 2) Risiko Likuidasi Perusahaan yang sahamnya dimiliki, dinyatakan bangkrut oleh Pengadilan atau perusahaan tersebut dibubarkan.Dalam hal ini hak klaim dari pemegang saham mendapat prioritas terakhir setelah seluruh kewajiban perusahaan dapat dilunasi (dari hasil penjualan kekayaan perusahaan).Jika 14 masih terdapat sisa dari hasil penjualan kekayaan perusahaan tersebut, maka sisa tersebut dibagi secara proporsional kepada seluruh pemegang saham.Namun jika tidak terdapat sisa kekayaan perusahaan, maka pemegang saham tidak akanmemperoleh hasil dari likuidasi tersebut.Kondisi ini merupakan risiko yang terberat dari pemegang saham.Untuk itu para pemegang saham dituntut untuk secara terus menerus mengikuti perkembangan perusahaan. Didalam pasar sekunder atau dalam aktivitas perdagangan saham sehari-hari, harga-harga saham mengalami fluktuasi baik berupa kenaikan maupun penurunan.Pembentukkan harga saham terjadi karena adanya permintaan dan penawaran atas saham tersebut.Supply dan demandterjadi karena adanya banyak faktor baik yang sifatnya spesifik atas saham tersebut (kinerja perusahaan dan industry dimana perusahaan tersebut bergerak) maupun faktor yang sifatnya makro seperti tingkat suku bunga, inflasi, nilai tukar dan faktor-faktor non ekonomi seperti kondisi sosial dan politik dan kondisi lainnya. 2.1.4. Teori Sinyal (Signalling Theory) Sinyal yang dimaksud disini adalah suatu informasi yang bernilai positif yang harus diperhitungkan keberadaannya untuk bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dalam melakukan investasi. Informasi merupakanunsur penting bagi investor karena pada hakikatnya menyajikan keterangan atau gambaran baik untuk keadaan masa lalu, saat ini maupun prediksi di masa yang akan datang. Informasi yang lengkap, akurat dan tepat waktu 15 sangat diperlukan investor di pasar modal sebagai alat analisis untuk mengambil keputusan investasi. Apabila pengumuman tersebut mengandung nilai positif, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar. Reaksi pasar ditunjukkan dengan adanya perubahan harga saham pada waktu informasi diumumkan dan semua pelaku pasar sudah menerima informasi tersebut. Dimana pelaku pasar terlebih dahulu menginterpretasikan dan menganilisis informasi tersebut sebagai sinyal baik (good news) atau sinyal buruk (bad news).Jika pengumuman informasi tersebut sebagai sinyal baik bagi investor, maka terjadi perubahan dalam harga saham, dimana harga saham menjadi naik. Teori sinyal juga digunakan untuk menjelaskan alasan umum perusahaan melakukan pemecahan saham yaitu untuk mencapai harga yang optimal, ukuran yang optimal dan untuk memberi sinyal yang baik tentang perkembangan saham perusahaan di waktu yang akan datang (J. Omollo Aduda, 2010). Pengumuman yang dilakukan oleh suatu perusahaan dapat direaksi positif ataupun negatif. Reaksi positif ditunjukkan oleh abnormal return yang positif, artinya kenaikan harga saham pada perusahaan dan kenaikan volume perdagangan saham, artinya terjadi peningkatan volume perdagangan sebelum dan sesudah stock split. Sedangkan reaksi negatif ditunjukkan oleh adanya abnormal return negatif pada perusahaan, artinya terjadi penurunan harga saham dan dengan tidak adanya peningkatan volume perdagangan saham, yang berarti sebelum dan sesudah adanya stock split, volume perdagangan tidak mengalami perubahan dan cenderumg turunvolumenya (Luciana dan Emanuel, 2005). 16 2.1.5. Trading Range Theory Trading range theory menyatakan bahwa pemecahan saham akan meningkatkan likuiditas perdagangan saham. Harga pasar saham mencerminkan nilai suatu perusahaan.Semakin tinggi harga saham, maka semakin tinggi nilai perusahaan dan sebaliknya. Namun jika harga saham dinilai terlalu tinggi akan mempengaruhi kemampuan para investor untuk membeli saham sehingga menimbulkan efek seolaholah harga saham sulit untuk meningkat lagi. Menurut trading range theory harga saham yang dinilai terlalu tinggi akan menyebabkan berkurangnya aktivitas saham untuk diperdagangkan. Dengan adanya pemecahan saham, harga saham akan dinilai tidak terlalu tinggi, sehingga akan meningkatkan kemampuan para investor untuk melakukan transaksi, terutama pada investor kecil. Dengan kata lain saham akan semakin likuid (Marwata, 2001). 2.1.6. Pemecahan Saham (stock split) Pemecahan saham (Stock split) merupakan suatu aktivitas yang dilakukan oleh para manajer-manajer perusahaan dengan melakukan perubahan terhadap jumlah saham yang beredar dan nilai nominal per lembar saham sesuai dengan split factor (Syaichu dan Puspito, 2005 dalam Artiza Brilian Sari, 2011). Menurut Sulistyastuti, D.R (2006), Stock split adalah pemecahan nilai nominal saham berdasarkan rasio tertentu. Tujuan emiten melakukan pemecahan nilai nominal saham adalah untuk meningkatkan likuiditas saham. Menurut Brigham dan Gapeski (1994), stock split adalah aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan yang telah go public untuk meningkatkan jumlah saham 17 yang beredar. Akan tetapi apabila di lihat dari segi teoritis, stock split tidak akan menambah kekayaan para pemegang saham karena ketika jumlah lembar saham bertambah di sisi lainnya harga saham turun secara proporsional. Ini masih menjadi salah satu peristiwa yang menimbulkan pertanyaan mengapa perusahaan masih melakukan stock split. Banyak pendapat yang menjelaskan tentang hal ini, yakni : a) Pertama, menurut Baker dan Powell (1993) stock split dianggap hanya sebagai perubahan yang bersifat “kosmetik” atau hiasan karena stock split tidak berpengaruh pada arus kas perusahaan dan proporsi kepemilikkan investor. b) Kedua, menurut Baker dan Gallagher (1993) stock split dianggap dapat mempengaruhi keuntungan pemegang saham, resiko saham dan sinyal yang diberikan kepada pasar karena split mengembalikan harga per lembar saham pada tingkat perdagangan yang optimal dan meningkatkan likuiditas. Pemecahan saham biasanya dilakukan saat harga saham dinilai terlalu tinggi.Jika saham terlalu tinggi, investor menjadi enggan untuk membelinya sehingga likuiditas saham menurun.Dengan demikian adanya pemecahan saham dapat mengatasi masalah tersebut.Stock split tidak menambah nilai dari perusahaan atau dengan kata lainstock split tidak mempunyai nilai ekonomis. Secara teoritis stock split tidak memiliki nilai ekonomis karena stock split hanyalah mengganti saham yang beredar dengan cara menurunkan nilai dari pari saham sedangkan saldo modal saham dan laba yang ditahan tetap sama. Banyaknya peristiwa stock split di pasar modal memberikan indikasi bahwa stock split merupakan alat yang penting dalam praktik pasar modal karena stock split menjadi salah satu alat manajemen untuk membentuk harga pasar perusahaan, dan dalam 18 praktik di pasar modal apabila perusahaan tersebut mempunyai kinerja yang bagus maka harga akan meningkat lebih cepat (Paramita Oktaviana Sakti, 2013). 2.1.6.1.Jenis Stock Split Terdapat dua jenis stock split yang dapat dilakukan oleh perusahaan go public di BEI yaitu (Artiza Brilian Sari, 2011) : a) Split Up (Pemecahan Saham Naik) Split Up adalah penurunan naik nominal per lembar saham yang mengakibatkan bertambahnya jumlah lembar yang beredar. Misalnya pemecahan saham dengan faktor pemecahan 3:1. Pada awalnya nilai nominal per lembar sebelum melakukan stock split sebesar seribu lima ratus rupiah, maka setelah dilakukan split up dengan perbandingan 3:1, nilai nominal per lembar saham yang baru adalah lima ratus rupiah, sehingga awalnya satu lembar menjadi tiga lembar. b) Split Down (Pemecahan Saham Turun) Split Down adalah peningkatan nilai nominal per lembar saham yang mengakibatkan berkurangnya jumlah lembar saham yang beredar. Misalnya split down dengan faktor pemecahan 1:3 yang merupakan kebalikan dari split up. Awalnya nilai nominal per lembar saham seribu rupiah, kemudian dilakukan split down dengan perbandingan 1:3, maka nilai nominal per lembar saham baru adalah tiga ribu rupiah dan jumlah lembar saham yang pada awalnya tiga lembar saham menjadi satu lembar saham. Sedangkan menurut NYSE (New York Stock Exchange) yang dikatakan Mc Gough (1993), Stock Split dibagi menjadi dua yaitu : 19 a) Pemecahan Saham Sebagian (partial stock split) Pemecahan saham sebagian adalah tambahan distribusi saham yang beredar 25% atau lebi tetapi kurang dari 100% dari jumlah saham beredar yang lama. b) Pemecahan Saham Penuh (full stock split) Pemecahan saham penuh adalah tambahan distribusi saham yang beredar sebesar 100% atau lebih dari jumlah saham beredar yang lama. 2.1.6.2.Manfaat Stock Split Menurut Fama (1993) manfaat dari tindakan stock split yang dilakukan oleh perusahaan antara lain : 1. Harga saham yang lebih rendah menyediakan markettabilitas yang lebih luas dan efisien pasar yaitu kisaran harga tertentu (preferential) dengan tingginya presentase jumlah volume lot yang dihasilkan. 2. Saham akan mempunyai daya tarik bagi para investor kecil dan mengkonversi pemilik lot saham terbatas (odd lot) menjadi pemilik serangkaian lot saham (round-lot). 3. Jumlah shareholdersakan mengalami peningkatan, yang berarti adanya penambahan likuiditas pasar relatif lebih mudah dan cepat dengan sekuritas yang diperdagangkan pada harga minimum yang berbeda dari transaksi sebelumnya. 4. Dalam pengumuman stock split terdapat sinyal kuat yang disampaikan ke pasar bahwa manajemen secara berkelanjutan optimis tentang pertumbuhan perusahaannya dan gambaran kekuatan proyek perusahaannya. 2.1.6.3.Kerugian Stock Split Selain keuntungan yang diperoleh dari stock split, stock split yang dilakukan juga mempunyai beberapa kerugian yaitu (Artiza Brilian Sari, 2011) : 1. Manfaat yang ilusionitis dari stock split harus dibeli dengan beberapa konsekuensi oleh pemodal, yaitu biaya surat saham akan naik karena kepemilikan yang tadinya cukup diawali oleh selembar surat saham kemudian 20 menjadi dua lembar. Biaya back office di perusahaan efek, biaya kliring dan biaya kustodian dipengaruhi oleh jumlah fisik suratsaham adalah biaya broker setelah pemecahan saham akan menjadi lebih tinggi. 2. Menurut Mc Gough (1993) satu kerugian dilakukannya pemecahan saham bagi perusahaan adalah adanya biaya pemecahan yang termasuk didalamnya biaya transfer agen untuk proses sertifikat dan biaya lainnya, sedangkan bagi pemegang saham tidak ada kerugiannya. Biaya broker setelah stock split menimbulkan bertambahnya biaya yang dikeluarkan perusahaan akibat stock split. Tingginya biaya broker ini merupakan daya tarik bagi broker untuk benar-benar melakukan analisis setepat mungkin agar harga saham berada pada tingkat perdagangan yang optimal serta mampu memberikan informasi yang menguntungkan bagi perusahaan dan investor. 2.1.6.4.Alasan Perusahaan Melakukan Stock Split Dari hasil penelitian yang telah dilakukan para ahli keuangan terhadap beberapa manajer perusahaan yang melakukan stock split, dapat disimpulkan berbagai alasan para manajer perusahaan dalam melakukan stock split adalah sebagai berikut : 1) Sebagian besar manajer perusahaan yang melakukan split percaya bahwa stock splitakan mengembalikan harga saham pada kisaran perdagangan yang optimal yang selanjutnya dapat menambah daya tarik investor untuk memiliki saham tersebut sehingga membuat saham likuid untuk diperdagangkan. Hal ini akan mengubah investor add lot menjadi round lot. Investor add lot adalah investor yang membeli saham kurang dari 500 lembar saham (< 1 lot). Sedangkan investor round lot adalah investor yang melakukan pembelian saham minimal 500 lembar atau minimal 1 lot. 2) Secara teoritis, motivasi yang melatarbelakangi perusahaan melakukan stock split serta efek yang ditimbulkannya tertuang dalam beberapa hipotesis yakni hipotesis signaling dan liquidity. Penjelasan ini didukung oleh adanya pandangan bahwa perusahaan yang melakukan stock splitakan menambah daya tarik investor akibat semakin rendahnya harga saham. Sulistyastuti (2006) memperkuat dengan menyebutkan bahwa tujuan emiten melakukan pemecahan saham adalah untuk meningkatkan likuiditas saham. Saham yang 21 berharga mahal tidak memiliki likuiditas yang tinggi, dan untuk meningkatkan likuiditasnya, emiten melakukan pemecahan saham. 3) Harga saham yang semakin rendah akan menambah kemampuan saham tersebut untuk diperjualbelikan setiap saat dan akan meningkatkan efisiensi pasar. 4) Pemecahan saham juga seringkali merupakan langkah menjelang merger atau akuisisi. Harga saham yang relatif sebanding akan memudahkan negoisasi merger dan akuisisi yang dilakukan dengan cara penukaran saham. 2.1.7. Abnormal Return Abnormal return atau excess return merupakan kelebihan dari return yang sesungguhnya terjadi terhadap return normal, dimana return normal merupakan return ekspetasi (return yang diharapkan oleh investor), dengan demikian return yang tidak normal (abnormal return) adalah selisih antara return yang sesungguhnya terjadi dengan return ekspektasi (Jogiyanto, 2000). Menurut Brown dan Warner (1985), return ekspektasi dapat dicari dengan menggunakan tiga model, yaitu : 1. Mean – adjusted model Mean – adjusted model menganggap return ekspektasi bernilai konstan yang sama dengan rata-rata return realisasi sebelumnya selama periode estimasi. 2. Market Model Market model dalam menghitung return ekspektasi dilakukan dengan dua tahap, yaitu membentuk model ekspektasi dengan menggunakan data realisasi selama periode estimasi dan menggunakan model ekspektasi untuk mengestimasi return ekspektasi di periode jendela. Model ekspektasi dapat dibentuk dengan menggunakan teknik regresi ols (Ordinary Least Square). 3. Market Adjusted Model Market adjusted model menganggap bahwa penduga yang terbaik untuk mengestimasi return suatu sekuritas adalah return indeks pasar saat tersebut. 22 Dengan menggunakan model ini, tidak perlu menggunakan periode estimasi untuk membentuk model estimasi karena return sekuritas yang diestimasi sama dengan return pasar. Berikut adalah rumus menghitung Market Adjusted Model : AR it = R it – Rmt Keterangan : AR it = abnormal return saham i pada hari ke t R it = actual return saham i pada hari ke t R it = Pit - Pit−1 Pit−1 Rmt = return pasar, yang dihitung dengan rumus : Rmt = (IHSGt - IHSGt−1 ) IHSGt−1 IHSGt = Indeks Harga Saham Gabungan pada hari ke t IHSGt−1 = Indeks Harga Saham Gabungan pada hari ke t-1 2.1.8. Volume Perdagangan Saham Volume perdagangan saham merupakan rasio antara jumlah lembar saham yang diperdagangkan pada waktu tertentu terhadap jumlah saham yang beredar pada waktu tertentu (Suad Husnan dkk, 2005).Jumlah saham yang diterbitkan tercermin dalam jumlah lembar saham saat perusahaan tersebut melakukan emisi saham. Semakin meningkatnya volume perdagangan saham menandakan bahwa saham tersebut semakin diminati oleh masyarakat sehingga akan membawa pengaruh 23 terhadap naik atau turunnya harga atau return saham tersebut.Trading Volume Aktivity (volume perdagangan saham) dapat diukur menggunakan rumus : TVAit = ∑saham i yang diperdagangkan pada hari t ∑saham i yang beredar pada hari t Keterangan : TVAit = Total volume aktivitas perusahaan i pada waktu t π= Nama perusahaan sampel π‘= Pada waktu tertentu 2.2. Penelitian Terdahulu Banyak penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh stock split terhadap abnormal return dan volume perdagangan saham. Paramita Oktaviana Sakti (2013)dalam penelitiannya “Analisis Pengaruh Stock Split terhadap Abnormal Return dan Volume Perdagangan Saham pada Perusahaan Bertumbuh dan Tidak Bertumbuh” dengan studi kasus pada Bursa Efek Indonesia periode 2008-2012 mendapatkan hasil bahwa pada perusahaan bertumbuh tidak terdapat perbedaan average abnormal return saham yang signifikan pada sebelum dan sesudah pengumuman stock split. Pada perusahaan tidak bertumbuh terdapat perbedaan average abnormal return saham yang signifikan pada sebelum dan sesudah pengumuman stock split. Sedangkan untuk TVA, pada perusahaan bertumbuh terdapat perbedaan TVA yang signifikan pada sebelum dan sesudah pengumuman stock split. Pada perusahaan tidak bertumbuh tidak terdapat perbedaan 24 TVA yang signifikan sebelum dan sesudah pengumuman stock split. Pada perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh tidak terdapat perbedaan abnormal return saham yang signifikan setelah pengumuman stock split. Pada perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh terdapat perbedaan TVA yang signifikan setelah pengumuman stock split. Luciana Spica Almilia dan Emanuel Kristijadi (2005) dalam “Analisis Kandungan/informasi dan Efek Intra Industri Pengumuman Stock Split yang Dilakukan oleh Perusahaan Bertumbuh dan Tidak Bertumbuh” yang mendapatkan hasil bahwa pengumuman stock split yang dilakukan oleh perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh memiliki kandungan informasi sehingga direspon oleh para pelaku pasar dilihat dari adanya perbedaan abnormal return yang signifikan. Temuan lain dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan beta sebelum dan setelah pengumuman stock split yang dilakukan oleh perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh. Perbedaan beta terjadi setelah pengumuman stock split antara perusahaan bertumbuh dengan perusahaan tidak bertumbuh, dimana beta perusahaan tidak bertumbuh lebih besar dari perusahaan bertumbuh. Penelitian ini juga memberikan bukti bahwa efek intra industri pada pengumuman stock split hanya terjadi pada perusahaan bertumbuh, sedangkan efek yang ditimbulkan dari pengumuman stock split yang dilakukan oleh perusahaan bertumbuh adalah competitive effect. Slamet Lestari dan Eko Arief Sudaryono (2007) dalam “Pengaruh Stock Split: Analisis Likuiditas Saham Pada Perusahaan Go Public Di Bursa Efek Indonesia Dengan Memperhatikan Pertumbuhan dan Ukuran Perusahaan” menyimpulkan bahwa : 25 1. Tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap TVA untuk perusahaan tidak bertumbuh, besar dan kecil. 2. Terdapat perbedaan yang signifikan untuk perusahaan yang berkembang. 3. Tidak ada perbedaan signifikan likuiditas saham, sebelum dan setelah stock split terhadap ukuran perusahaan. Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu No 1 Judul Penelitian, Peneliti Variabel Alat (Tahun) Penelitian Analisis Hasil Penelitian Analisis Pengaruh Stock Average Uji beda t -Pada perusahaan Split Terhadap Abnormal Abnormal test bertumbuh, average Return dan Volume Return, abnormal return tidak Perdagangan Saham Trading signifikan, Trading Pada Perusahaan Volume volume Bertumbuh dan Tidak Activity, activitysignifikan. Bertumbuh Perusahaan -Pada perusahaan tidak Bertumbuh, bertumbuh, average Paramita Oktaviana Perusahaan abnormal return (2013) Tidak signifikan, Trading Bertumbuh volume activity tidak signifikan. 2 Analisis Kandungan / Abnormal Independent Pengumuman stock Informasi dan Efek Intra Return, Sampel T- split yang dilakukan Industri Pengumuman Beta test, Paired oleh perusahaan Stock Split Yang Saham, Sample Test bertumbuh dan tidak Dilakukan Oleh Perusahaan bertumbuh memiliki Perusahaan Bertumbuh Bertumbuh, kandungan informasi dan Tidak Bertumbuh Perusahaan sehingga direspon oleh 26 Luciana Spica Almilia Tidak para pelaku pasar Bertumbuh dilihat dari adanya dan Emanuel Kristijadi perbedaan abnormal (2005) return yang signifikan. Terdapat perbedaan beta sebelum dan sesudah pengumuman stock split yang dilakukan oleh perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh. 3 Pengaruh Stock Split: Stock Split, One Sample Tidak ada perbedaan Analisis Likuiditas Liquidity, T-test, yang signifikan Saham Pada Perusahaan Trading Paired terhadap TVA untuk Go Public Di Bursa Efek Volume Sample T- perusahaan tidak Indonesia Dengan Activity, test, bertumbuh, besar dan Memperhatikan Growth, Wilcoxon kecil. Pertumbuhan Dan Firm Size Signed Terdapat perbedaan Ranks Test yang signifikan untuk Ukuran Perusahaan perusahaan yang Slamet Lestari dan Eko berkembang. Arief Sudaryono (2007) Tidak ada perbedaan signifikan likuiditas saham, sebelum dan sesudah stock split terhadap ukuran perusahaan. 27 2.3. Kerangka Konseptual Kerangka pemikirandalam penelitian ini adalah mengenai pengaruh stock split terhadap abnormal return dan volume perdagangan saham pada perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh. Gambar 2.1 menyajikan kerangkan pemikiran untuk pengembangan hipotesis pada penelitian ini. Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Paramita Oktaviana (2013) dengan variabel penelitian yaitu variabel independen stock split sedangkan variabel dependen yang digunakan adalahabnormal return dan volume perdagangan saham. Berdasarkan pemikiran yang telah diuraikan diatas, maka kerangka pemikiran penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut : 28 Membedakan Karakteristik Perusahaan yaitu Perusahaan Bertumbuh(MVEBVE > 1) dan Perusahaan Tidak Bertumbuh(MVEBVE < 1) Perusahaan yang melakukan stock split Periode : 2010-2014 Pengumuman stock split Trading Volume Activity (TVA) Sebelum Stock Split Average Abnormal Return (AAR) Sesudah Stock Split Sebelum Stock Split Sesudah Stock Split Uji Beda t-test Hasil Ada Perbedaan Tidak Ada Perbedaaan Rekomendasi Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 2.4. Hipotesis 2.4.1. Pengaruh stock split pada abnormal return perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh Signalling theory menyatakan bahwa stock split memberikan informasi kepada investor tentang peningkatan return masa depan yang substantial. Jadi jika 29 pasar tidak tereaksi terhadap pengumuman stock split, reaksi ini tidak semata-mata karena informasi stock split yang tidak mempunyai nilai ekonomis tetapi karena menjadi sebuah ancaman di masa depan yang bersangkutan. Alasan sinyal ini didukung dengan adanya kenyataan bahwa perusahaan yang melakukan stock split adalah perusahaan yang mempunyai kinerja yang baik dan sebaliknya (Paramita Oktaviana, 2013).Dalam teori efesiensi pasar bila pemecahan saham tidak mengandung informasi, maka pasar tidak akan bereaksi sehingga tidak terdapat abnormal return. Reaksi pasar dapat dilihat dari abnormal return yang diperoleh investor, maka pemecahan saham berpengaruh signifikan negatif terhadap abnormal return(Jogiyanto, 2003). Dalam Penelitian Sakti (2013) menyatakan bahwa pada perusahaan bertumbuh tidak terdapat perbedaan average abnormal return saham yang signifikan pada sebelum dan sesudah pengumuman stock split. Hasil yang sama juga dilakukan dalam penelitian Almilia dan Kritijadi (2005) yang myimpulkan bahwa nilai mean abnormal return negatif yang berarti bahwa pada perusahaan bertumbuh tidak terdapat perbedaan average abnormal return saham yang signifikan pada sebelum dan sesudah pengumuman stock split. Dari penjelasan tersebut maka hipotesis yang diajukan : H1 : Tidak terdapat perbedaan average abnormal return yang signifikan pada perusahaan bertumbuh sebelum dan sesudah pengumuman stock split. Signalling theory menyatakan bahwa stock split memberikan informasi kepada investor tentang peningkatan return masa depan yang substantial. Jadi jika 30 pasar tereaksi terhadap pengumuman stock split, reaksi ini tidak semata-mata karena informasi stock split yang tidak mempunyai nilai ekonomis tetapi karena mengetahui prospek masa depan yang bersangkutan. Alasan sinyal ini didukung dengan adanya kenyataan bahwa perusahaan yang melakukan stock split adalah perusahaan yang mempunyai kinerja yang baik (Paramita Oktaviana, 2013).Dalam teori efisiensi pasar, jika pemecahan saham mengandung informasi maka pasar akan bereaksi. Reaksi pasar dapat dilihat dari abnormal return yang diperoleh investor, maka pemecahan saham berpengaruh signifikan positif terhadap abnormal return. Dalam penelitian Sakti (2013), meyimpulkan bahwa terdapat perbedaan average abnormal return saham yang signifikan pada sebelum dan sesudah pengumuman stock split. Maka dinyatakan dalam hipotesis sebagai berikut : H2 : Terdapat perbedaan average abnormal return yang signifikan pada perusahaan tidak bertumbuh sebelum dan sesudah pengumuman stock split. 2.4.2. Pengaruh stock split pada volume perdagangan saham perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh Salah satu faktor untuk mengukur tingkat likuiditas saham adalah dengan menggunakan Trading Volume Activity (TVA).Perkembangan volume perdagangan saham mencerminkan kekuatan antara permintaan dan penawaran yang merupakan manifestasi dari tingkah laku investor (Robert Ang, 1997). Trading range theory menyatakan bahwa pemecahan saham akan meningkatkan likuiditas perdagangan saham.Harga pasar saham mencerminkan nilai suatu perusahaan.Namun jika harga saham dinilai terlalu tinggi akan mempengaruhi 31 kemampuan para investor untuk membeli saham sehingga menimbulkan efek seolaholah harga saham sulit untuk meningkat lagi. Semakin tinggi harga saham, maka semakin tinggi nilai perusahaan.Likuiditas perdagangan saham dapat dilihat dari volume perdagangan saham yang meningkat, maka pemecahan saham berpengaruh signifikan positif terhadap volume perdagangan saham. Dalam penelitian Sakti (2013) mendapatkan hasil bahwa perusahaan bertumbuh terdapat perbedaan trading volume activity yang signifikan pada sebelum dan sesudah pengumuman stock split.Hasil yang sama juga dilakukan oleh Lestari dan Sudaryono (2007) mendapatkan hasil bahwa perusahaan bertumbuh terdapat perbedaan trading volume activity yang signifikan pada sebelum dan sesudah pengumuman stock split. Salah satu cara yang dilakukan oleh emiten untuk meningkatkan likuiditas saham adalah dengan melakukan pemecahan saham. Semakin saham tersebut likuid maka kemungkinan untuk mendapatkan return juga akan semakin besar. Hal tersebut dikarenakan fluktuasi harga saham yang terjadi di pasar. Dari penjelasan tersebut maka hipotesis yang diajukan : H3 : Terdapat perbedaan volume perdagangan saham yang signifikan pada perusahaan bertumbuh sebelum dan sesudah pengumuman stock split. Dalam teori trading range theory menyatakan bahwa harga pasar saham mencerminkan nilai suatu perusahaan.Semakin rendah harga saham, maka semakin rendah nilai perusahaan.Likuiditas perdagangan saham dapat dilihat dari volume perdagangan saham yang meningkat, apabila volume perdagangan saham menurun 32 maka pemecahan saham berpengaruh signifikan negatif terhadap volume perdagangan saham. Sedangkan dalam penelitian Lestari dan Sudaryono (2007) mendapatkan hasil bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap Trading Volume Activity untuk perusahaan tidak bertumbuh.Dalam penelitian Sakti (2013) juga mendapatkan hasil yang sama bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap Trading Volume Activity untuk perusahaan tidak bertumbuh. Berdasarkan landasan teori dan beberapa hasil penelitian diatas maka hipotesis yang diajukan : H4 :Tidak terdapat perbedaan volume perdagangan saham yang signifikan pada perusahaan tidak bertumbuh sebelum dan sesudah pengumuman stock split. 2.4.3. Pengaruh perbedaan average abnormal return dan volume perdagangan saham pada perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh Pemecahan saham (Stock split) merupakan suatu aktivitas yang dilakukan oleh para manajer-manajer perusahaan dengan melakukan perubahan terhadap jumlah saham yang beredar dan nilai nominal per lembar saham sesuai dengan split factor (Syaichu dan Puspito, 2005 dalam Artiza Brilian Sari, 2011). Menurut Sulistyastuti, D.R (2006), Stock split adalah pemecahan nilai nominal saham berdasarkan rasio tertentu. Tujuan emiten melakukan pemecahan nilai nominal saham adalah untuk meningkatkan likuiditas saham. Signalling theory menyatakan bahwa stock split memberikan informasi kepada investor tentang peningkatan return masa depan yang substantial. Sedangkan 33 trading range theory menyatakan bahwa pemecahan saham akan meningkatkan likuiditas perdagangan saham. Secara teoritis stock split tidak memiliki nilai ekonomis karena stock split hanyalah mengganti saham yang beredar dengan cara menurunkan nilai dari pari saham sedangkan saldo modal saham dan laba yang ditahan tetap sama. Banyaknya peristiwa stock split di pasar modal memberikan indikasi bahwa stock split merupakan alat yang penting dalam praktik pasar modal karena stock split menjadi salah satu alat manajemen untuk membentuk harga pasar perusahaan, dan dalam praktik di pasar modal apabila perusahaan tersebut mempunyai kinerja yang bagus maka harga akan meningkat lebih cepat (Paramita Oktaviana Sakti, 2013). Pemecahan saham biasanya dilakukan saat harga saham dinilai terlalu tinggi.Jika saham terlalu tinggi, investor menjadi enggan untuk membelinya sehingga likuiditas saham menurun.Dengan demikian adanya pemecahan saham dapat mengatasi masalah tersebut.Stock split tidak menambah nilai dari perusahaan atau dengan kata lainstock splittidak mempunyai nilai ekonomis. Dalam teori efesiensi pasar bila pemecahan saham tidak mengandung informasi, maka pasar tidak akan bereaksi sehingga tidak terdapat abnormal return. Reaksi pasar dapat dilihat dari abnormal return yang diperoleh investor, maka pemecahan saham berpengaruh signifikan negatif terhadap abnormal return (Jogiyanto, 2003). Dari penelitian yang dilakukan Almilia dan Kristijadi (2005) disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan abnormal return pada saat pengumumanstock split antara perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh. Tujuan dari analisis ini adalah 34 untuk mengetahui dampak perbedaan karakteristik perusahaan yang mengumumkan stock split. Hasil yang sama juga terdapat dalam penelitian Sakti (2013) yang menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan abnormal return setelah pengumuman stock split antara perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh. Dari penjelasan tersebut maka hipotesis yang diajukan adalah : H5: Tidak terdapat perbedaan average abnormal return pada perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh setelah pengumuman stock split. Trading range theory menyatakan bahwa pemecahan saham akan meningkatkan likuiditas perdagangan saham. Harga pasar saham mencerminkan nilai suatu perusahaan.Semakin tinggi harga saham, maka semakin tinggi nilai perusahaan.Likuiditas perdagangan saham dapat dilihat dari volume perdagangan saham yang meningkat, maka pemecahan saham berpengaruh signifikan positif terhadap volume perdagangan saham. Dalam penelitian yang dilakukan Sakti (2013) menyimpulkan bahwa pada perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh terdapat perbedaan trading volume activityyang signifikan setelah pengumuman stock split. H6 :Terdapat perbedaan volume perdagangan saham yang signifikan pada perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh setelah pengumuman stock split. 35 BAB III MATODE PENELITIAN 3.1. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.1.1. Variabel Penelitian Dalam penelitian ini digunakan dua variabel sebagai berikut : 1. Variabel Terikat (Dependent Variable) Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas.Variabel dependen dalam penelitian ini adalah average abnormal return (Y1 ) dan volume perdagangan saham (Y2 ). 2. Variabel Bebas (Independent Variable) Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel lain. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pengumumanstock split(X). 3.1.2. Definisi Operasional Variabel Definisi operasional adalah petunjuk tentang bagaimana variabel diukur untuk mempermudah dalam penganalisian, maka tiap variabel akan didefinisikan secara operasional. 1. Abnormal Return Abnormal return adalah selisih antara return sesungguhnya (actual return) yang terjadi dengan return ekspektasi. Abnormal return atau excess return merupakan kelebihan dari return yang sesungguhnya terjadi terhadap return normal, dimana return normal merupakan return ekspetasi (return yang diharapkan oleh investor)(Jogiyanto, 2008). 36 Pengumuman pemecahan saham dipilih sebagai event study dimana peneliti perlu menguji perilaku harga saham, yang ditunjukkan oleh gerakan abnormal return disekitar event, yaitu 7 (tujuh) hari sebelum dan sesudah dilaksanakannya pengumuman pemecahan saham, berarti pasar modal belum efisien dalam bentuk setengah kuat. Sebaliknya apabila investor tidak memperoleh abnormal return dengan dilaksanakannya pengumuman pemecahan saham, berarti pasar modal efisien setengah kuat tercapai. Untuk mengetahui signifikansinya dilakukan uji beda dua rat-rata antara rata-rata abnormal return sebelum dan sesudah pemecahan saham. 1) Untuk mencari besaran abnormal return pada periode estimasi tertentu digunakan persamaan : AR it = R it – E (R it ) Keterangan : AR it = besarnya abnormal return saham i pada periode t R it = return yang sesungguhnya terjadi untuk saham i pada periode t E(R it )=expected return saham i pada periode t 2) Return Saham Actual return saham yang diperoleh dengan mencari selisih antara harga sekarang dikurangi dengan harga saham hari sebelumnya dibagi harga saham hari sebelumnya. Menghitung actual return untuk mengetahui perbandingan harga saham hari ini dengan harga saham pada hari sebelumnya digunakan persamaan sebagai berikut : 37 Menghitung return saham harian : R it = Pit - Pit−1 Pit−1 Keterangan : R it = return saham masing-masing perusahaan Pit = harga saham masing-masing perusahaan pada tanggal t Pit−1 = harga saham masing-masing perusahaan pada tanggal t-1 3) Expected Return Expected return dihitung dengan menggunakan indeks pasar karena menurut market adjusted model penduga terbaik untuk mengestimasi return suatu sekuritas adalah indeks pasar pada saat hari itu. Maka dengan model ini tidak perlu menggunakan estimatiom period karena return efek yang diestimasi sama dengan return indeks pasar (Hartono, 2009). Maka untuk menghitung expected return digunakan rumus sebagai berikut : ER = IHSGt - IHSGt−1 IHSGt−1 Keterangan : ER = expected return IHSGt = Indeks Harga Saham Gabungan pada hari ke t IHSGt−1 = Indeks Harga Saham Gabungan pada hari ke t-1 38 2. Volume Perdagangan Saham (TVA) Untuk mencari volume perdagangan saham dapat dirumuskan sebagai berikut: TVAit = π πβππ π¦πππ ππππππππππππππ ππππ π€πππ‘π’ π‘ π πβππ π¦πππ π‘πππππ‘ππ‘ ππ π΅πΈπΌ ππππ π€πππ‘π’ π‘ Rata-rata sebelum stock split disusun dengan persamaan : πππ΄π πππππ’π = πππ΄ π‘ −7 π‘=−1 7 Rata-rata setelah pengumuman stock split disusun dengan persamaan : πππ΄π ππ‘πππ β = +7 πππ΄ π‘ π‘=+7 7 Keterangan : TVAit = volume perdagangan saham perusahaan i pada waktu t TVA = rata-rata TVA seluruh sampel pada hari t 3.2. Populasi dan Sampel 3.2.1. Populasi Populasi adalah sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu (Nur Indiantoro dan Bambang Supomo, 1999). Dalam penelitian ini populasi yang diambil adalah saham-saham perusahaan yang terdaftar di BEI yang melakukan stock split tahun 2010-2014 sejumlah 34perusahaan. Populasi tersebut dikelompokkan dalam perusahaan bertumbuh sebanyak 32 perusahaan dan 3 perusahaan tidak bertumbuh. 39 3.2.2. Sampel Sampel adalah sebagian dari populasi yang memiliki karakteristik yang relatif sama dan dianggap bisa mewakili populasi (Sugiyono, 1999). Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling untuk sampel bersyarat yang ditentukan berdasarkan kriteriakriteria tertentu. Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Perusahaan yang listing di BEI selama tahun 2010-2014. 2. Dikategorikan sebagai perusahaan bertumbuh dan perusahaan tidak bertumbuh. 3. Perusahaan tersebut hanya melakukan pemecahan saham dan tidak melakukan corporate action lain seperti right issue,warrant, pembagian deviden dan pembagian saham bonus. 4. Perusahaan yang aktif diperdagangkan selama tujuh hari sebelum dan tujuh hari sesudah stock split. 5. Perusahaan yang datanya tersedia secara lengkap untuk kebutuhan analisis. Berdasarkan penelitian Slamet Lestari dan Eko arief Sudaryono (2007), digunakan Market To Book Value Of Equity (MVEBVE) untuk mengklasifikasikan pertumbuhan perusahaan denga rumus : MVEBVE = ππππππ π πβππ πππππππ π₯ βππππ ππππ’π‘π’πππ π πβππ total equitas Keterangan : a. MVEBVE > 1 maka perusahaan digolongkan menjadi perusahaan bertumbuh. 40 b. MVEBVE < 1 maka perusahaan digolongkan menjadi perusahaan tidak bertumbuh. Berdasarkan data yang diperoleh dari IDX statistics dan sesuai dengan kriteria diatas, sampel perusahaan-perusahaan yang melakukan stock splitpada tahun 20102014 yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.1. Tabel 3.1 Daftar Perusahaan Yang Melakukan Stock Split 1 PT Ciputra Development Tbk. CTRA 15 Juni 2010 2 PT Tunas Ridean Tbk. TURI 17 Juni 2010 3 PT Darya Varia Laboratoria Tbk. DVLA 12 November 2010 4 PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk. CPIN 8 Desember 2010 5 PT Resource Alam Indah Tbk. KKGI 18 Maret 2010 BBRI 11 Januari 2011 AUTO 24 Juni 2011 BTPN 28 Maret 2011 6 7 8 PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. PT Astra Otoparts Tbk. PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk. 9 PT Intraco Penta Tbk. INTA 6 Juni 2011 10 PT Jasuindo Tiga Perkasa Tbk. JTPE 26 Juli 2011 11 PT PP London Sumatera Tbk. LSIP 25 Februari 2011 12 PT Capitalink Investment Tbk. MTFN 11 Juli 2011 13 PT Metro Realty Tbk. MTSM 18 Oktober 2011 14 PT Surya Semesta Internusa Tbk. SSIA 7 Juli 2011 15 PT ACE Hardware Indonesia Tbk. ACES 6 Oktober 2012 16 PT Indosiar Karya Media Tbk. IDKM 8 Oktober 2012 17 PT Surya Citra Media Tbk. SCMA 1 Oktober 2012 18 PT BFI Finance Indonesia Tbk. BFIN 7 Agustus 2012 19 PT Surya Toto Indonesia Tbk. TOTO 9 Agustus 2012 41 20 21 PT Modern Internasional Tbk. PT Indomobil Sukses Internasional Tbk. MDRN 3 Juli 2012 IMAS 7 Juni 2012 22 PT Petrosea Tbk. PTRO 6 Maret 2012 23 PT Pool Advista Indonesia Tbk. POOL 3 Januari 2012 24 PT Modernland Realty Tbk. MDLN 13 November 2013 25 PT JAPFA Comfeed Indonesia Tbk. 26 PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk. AMRT 29 Juli 2013 27 PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. TLKM 28 Agustus 2013 28 PT Sepatu Bata Tbk. BATA 4 September 2013 29 PT Nippon Indosari Corpindo Tbk. ROTI 29 November 2013 30 PT Sarana Menara Nusantara Tbk. TWOR 31 PT Jaya Real Property Tbk. 32 PT Alumindo Light Metal Industry Tbk. JPFA 19 April 2013 22 Juli 2013 JRPT 1 Agusutu 2013 ALMI 12 Februari 2014 33 PT Indal Aluminium Industry Tbk. INAI 12 Februari 2014 34 PT Multi Bintang Indonesia Tbk. MLBI 6 November 2014 Sumber : IDX Statistic 2010-2014 Perusahaan-perusahaan tersebut kemudian dikategorikan sebagai perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh dengan syarat MVEBVE > 1 untuk perusahaan bertumbuh dan MVEBVE < 1 untuk perusahaan tidak bertumbuh. 42 Tabel 3.2 Daftar Kategori Perusahaan Tumbuh dan Tidak Tumbuh 1 PT Ciputra Development Tbk. CTRA Tumbuh 2 PT Tunas Ridean Tbk. TURI Tumbuh 3 PT Darya Varia Laboratoria Tbk. DVLA Tumbuh CPIN Tumbuh KKGI Tumbuh BBRI Tumbuh AUTO Tumbuh BTPN Tumbuh Tumbuh 4 5 6 7 8 PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk. PT Resource Alam Indah Tbk. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. PT Astra Otoparts Tbk. PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk. 9 PT Intraco Penta Tbk. INTA 10 PT Jasuindo Tiga Perkasa Tbk. JTPE 11 PT PP London Sumatera Tbk. LSIP Tumbuh 12 PT Capitalink Investment Tbk. MTFN Tumbuh 13 PT Metro Realty Tbk. MTSM Tumbuh 14 PT Surya Semesta Internusa Tbk. SSIA Tumbuh 15 PT ACE Hardware Indonesia Tbk. ACES Tumbuh 16 PT Indosiar Karya Media Tbk. IDKM Tumbuh 17 PT Surya Citra Media Tbk. SCMA Tumbuh 18 PT BFI Finance Indonesia Tbk. BFIN Tumbuh 19 PT Surya Toto Indonesia Tbk. TOTO Tumbuh 20 PT Modern Internasional Tbk. MDRN Tumbuh IMAS Tumbuh 21 PT Indomobil Sukses Internasional Tbk. 22 PT Petrosea Tbk. PTRO Tumbuh 23 PT Pool Advista Indonesia Tbk. POOL Tumbuh 24 PT Modernland Realty Tbk. MDLN Tumbuh 43 25 PT JAPFA Comfeed Indonesia Tbk. JPFA Tumbuh 26 PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk. AMRT Tumbuh 27 PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. TLKM Tumbuh 28 PT Sepatu Bata Tbk. BATA Tumbuh 29 PT Nippon Indosari Corpindo Tbk. ROTI Tumbuh 30 PT Sarana Menara Nusantara Tbk. TWOR Tumbuh 31 PT Jaya Real Property Tbk. JRPT Tumbuh ALMI Tidak Tumbuh 32 PT Alumindo Light Metal Industry Tbk. 33 PT Indal Aluminium Industry Tbk. INAI Tidak Tumbuh 34 PT Multi Bintang Indonesia Tbk. MLBI Tumbuh Sumber : Data diolah peneliti 3.3. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung atau melalui media perantara.Data tersebut diperoleh dari perusahaan-perusahaan yang melakukan pemecahan saham dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2010-2014. Adapun sumber data dari penelitian ini yaitu www.idx.co.id, finance.yahoo.com, ICMD 2011-2015, IDX statistic tahun 2010-2014, laporan keuangan perusahaan yang terdaftar di BEI, Kantor Pusat Informasi Pasar Modal (PIPM) cabang Indonesia Stock Exchange (IDX) Semarang. Data-data tersebut diantaranya adalah : 1) Tanggal pengumuman stock split yang digunakan sebagai event date (t0). 2) Indeks Harga Saham Gabungan Harian (IHSG) tahun 2010-2014. 3) Jumlah saham yang diperdagangkan secara harian. 4) Jumlah saham yang beredar atau listed share. 44 5) Harga saham harian perusahaan yang melakukan stock split selama lima belas haridalam periode pengamatan yaitu tujuh hari sebelum pengumuman stock split dan tujuh hari sesudah pengumumanstock split. Data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat time series, yaitu data yang diamati selama periode tertentu terhadap objek penelitian. 3.4. Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling, dimana sampel dipilih dengan cermat hingga relevan. Sampel dalam penelitian ini aalah perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2010-2014. 3.5. Metode Analisis Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis event study yang bertujuan untuk menganalisis perbedaan abnormal return saham dan volume perdagangan saham pada periode sebelum dan sesudah pengumuman pemecahan saham. Window yang digunakan dalam penelitian ini adalah tujuh hari sebelum (T-7 sampai dengan T-1) peristiwa dan tujuh hari sesudah (T+1 sampai dengan T+7).Window tersebut digunakan karena dapat menunjukkan terdapat tidaknya sinyal keuntungan dalam jangka pendek dan likuiditas perdagangan saham akibat pemecahan saham. 45 3.6. Alat-alat Pengujian Hipotesis 3.6.1. Pengujian Hipotesis 1 dan 2 Pengujian hipotesis 1 dan 2 menguji average abnormal return (AAR) sebelum dan sesudah pemecahan saham. Uji statistik yang digunakan adalah uji beda t test dengan sampel berhubungan ( related sample / paired sample ) jika distribusi data normal dan Wilcoxon Signed Rank Test jika distribusi data tidak normal. Adapun tahap-tahap dalam pengujian ini adalah sebagai berikut : 1. Menghitung return saham harian untuk mencari π ππ‘ R it = Pit - Pit−1 Pit−1 Keterangan : R it = return saham masing-masing perusahaan Pit = harga saham masing-masing perusahaan pada tanggal t Pit−1 = harga saham masing-masing perusahaan pada tanggal t-1 2. Menghitung return pasar harian. Return pasar harian yang digunakan dalam penelitian ini adalah IHSG, dengan rumus : Rmt = IHSGt - IHSGt−1 IHSGt−1 Keterangan : Rmt = Return pasar IHSGt = Indeks Harga Saham Gabungan pada hari ke t 46 IHSGt−1 = Indeks Harga Saham Gabungan pada hari ke t-1 3. Menghitung abnormal return dari masing-masing saham, Abnormal return adalah kelebihan dari return aktual dibandingkan dengan expected return, dengan rumus : AR it = R it – E (R it ) Keterangan : AR it = besarnya abnormal return saham i pada periode t R it = return yang sesungguhnya terjadi untuk saham i pada periode t E(R it )=expected return saham i pada periode t 4. Menghitung Culmulative Abnormal Return(CAR) setiap saham dengan rumus: CARit = ∑ARit Keterangan : CARit = Cumulative Abnormal Return ∑ARit = Total abnormal return 5. Menghitung average abnormal return seluruh saham pada hari ke t, dengan rumus : 1 AARit = π ∑ARit Keterangan : AARit = average abnormal return n = total saham yang dijadikan sampel ∑ARit = total abnormal return 47 6. Menghitung deskripsi AAR sebelum dan sesudah peristiwa. 7. Melakukan uji beda dua rata-rata (pada tingkat signifikansi α 0,05). 8. Menentukan H0 dan Ha : H0 μ1 = μ2 H1 atau Ha : μ1 ≠ μ2 9. Melakukan pengambilan keputusan dengan cara : Menerima H0 jika sig. > dari tingkat signifikansi α (0,05) dan menolak H0 atau menerima H1 atau Ha jika sig. < dari tingkat α (0,05). 3.6.2. Pengujian Hipotesis 3 dan 4 Pengujian hipotesis 3 dan 4 menguji perbedaan volume perdagangan saham pada periode sebelum dan sesudah pemecahan saham. Uji statistik yang digunakan adalah uji beda t test dengan sampel berhubungan ( related sample / paired sample ) jika distribusi data normal dan Wilcoxon Signed Rank Test jika distribusi data tidak normal. Adapun tahap-tahap dalam pengujian ini adalah sebagai berikut : 1. Mencari rata-rataTrading Volume Activity (TVA) seluruh sampel pada event window. 2. Menghitung deskripsi statistik TVA sebelum dan sesudah peristiwa. 3. Melakukan uji beda dua rata-rata (pada tingkat signifikansi α = 0,05). 4. Menentukan H0 dan Ha : H0 : μ1 = μ2 H1 atau Ha : μ1 ≠ μ2 5. Melakukan pengambilan keputusan dengan cara : 48 Menerima H0 jika sig. > dari tingkat signifikansi α (0,05) dan menolak H0 atau menerima H1 atau Ha jika sig. < dari tingkat α (0,05). 3.6.3. Pengujian Hipotesis 5 dan 6 Pengujian hipotesis 5 dan 6 membandingkan Average Abnormal Return antara perusahaan bertumbuh dan perusahaan tidak bertumbuh serta volume perdagangan saham antara perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh.Dalam pengujian ini menggunakan uji Mann Witney.Uji ini merupakan uji yang digunakan untuk menguji dua sampel independen (Two Independent Sample Test) dengan bentuk data ordinal. Adapun tahap-tahap dalam pengujian ini sebagai berikut : 1. Susun kedua hasil pengamatan menjadi satu kelompok sampel. 2. Hitung jenjang atau ranking untuk tiap-tiap nilai dalam sampel gabungan. 3. Jenjang atau ranking diberikan mulai dari nilai terkecil sampai terbesar. 4. Nilai beda sama diberi jenjang nilai. 5. Selanjutnya jumlahkan nilai jenjang untuk masing-masing sampel. 6. Hitung nilai U dengan menggunaka rumus : U1 = n1 n2 + U2 = n1 n2 + Keterangan : n1 = jumlah sampel 1 n2 = jumlah sampel 2 n1 ( n1 + 1 ) 2 n2 ( n2 + 1 ) 2 –R1 – R2 49 R1 = jumlah jenjang pada sampel 1 R 2 = jumlah jenjang pada sampel 2 7. Kriteria pengambilan keputusan : H0 diterima jika U hitung ≥ U tabel (α ; n1,n2) H0 ditolak jika U hitung ≤ U tabel (α ; n1,n2) 50 BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Objek Penelitian Pada bab ini akan disajikan mengenai data yang berhasil dikumpulkan. Sebagaimana yang telah disajikan pada bab 3 bahwa penelitian ini akan menggunakan variabel dependen yaitu average abnormal return (AAR)dan volume perdagangan saham. Sedangkan variabel independen yaitu stock split. Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan yang melakukan kebijakan stock split pada tahun 2010 sampai dengan 2014. Dalam periode tersebut, perusahan yang melakukan pemecahan saham sebanyak 34 perusahaan yang terdiri dari 32 perusahaan bertumbuh dan 2 perusahaan tidak bertumbuh. Hari pengamatan tersebut diambil dari tujuh hari sebelum stock split, satu hari saat stock split dan tujuh hari sesudah stock split. 4.2. Analisis Data 4.2.1. Statistik Deskriptif Statistik Deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan variabel abnormal return dan trading volume activity sebelum dan sesudah stosk split pada perusahaan yang go public pada periode 2010-2014. Berdasarkan kriteria pengambilan sampel yaitu perusahaan yang terdaftar di BEI yang melakukan stock split pada tahun 2010 hingga 2014 dengan tidak melakukan company action lainnya, diperoleh perusahaan sampel sebanyak 34 perusahaan dari IDX Statistics. 51 4.2.1.1.Hasil Uji Statistik Deskripsi Abnormal Return Saham Pengukuran abnormal return saham dalam penelitian ini menggunakan metode market adjusted model. Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Average Abnormal Return Perusahaan Bertumbuh Sumber : Hasil Olahan SPSS Dilihat dari tabel 4.1, pada average abnormal return (AAR) perusahaan bertumbuh, nilai minimum AAR pada periode sebelum peristiwa adalah sebesar 0.079 dan maksimum adalah sebesar 0.128, mean sebesar 0.039 dengan standar deviasi sebesar 0.036817. Sedangkan pada periode setelah peristiwa, dapat diketahui nilai minimum AAR adalah sebesar -0.192, dan maksimum adalah sebesar 0.100, mean sebesar 0.034 dengan standar deviasi sebesar 0.049561. Mean AAR pada periode sebelum peristiwa adalah sebesar 0.039 lebih kecil dari standar deviasi sebesar 0.036817, maka penyebarannya tidak merata dan terjadi penyimpangan. Mean AAR pada periode sesudah peristiwa adalah sebesar 0.034 lebih besar dari standar deviasi sebesar 0.049561, maka penyebarannya merata dan tidak ada penyimpangan. 52 Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Average Abnormal Return Perusahaan Tidak Bertumbuh Sumber : Hasil Olahan SPSS Dilihat dari tabel 4.2, pada average abnormal return (AAR) perusahaan tidak bertumbuh, nilai minimum AAR pada periode sebelum peristiwa adalah sebesar 0.031, dan maksimum adalah sebesar 0.034, mean sebesar 0.032 dengan standar deviasi sebesar 0.002121. Sedangkan pada periode setelah peristiwa, dapat diketahui nilai minimum AAR adalah sebesar 0.023, dan maksimum adalah sebesar 0.025, mean sebesar 0.024 dengan standar deviasi sebesar 0.001414. Mean AAR pada periode sebelum peristiwa adalah sebesar 0.032 lebih besar dari standar deviasi sebesar 0.002121, maka penyebarannya merata dan tidak ada penyimpangan. Mean AAR pada periode sesudah peristiwa adalah sebesar 0.024 lebih besar dari standar deviasi sebesar 0.001414, maka penyebarannya merata dan tidak ada penyimpangan. 4.2.1.2.Hasil Uji Statistik Deskripsi Volume Perdagangan Saham (TVA) Kondisi volume perdagangan saham yang diukur dengan menggunakan TVA (Trading Volume Activity).TVA diperoleh dengan menggunakan rasio antara volume saham yang diperdagangkan dalam satu periode dibagi dengan volume saham yang beredar. 53 Tabel 4.3 Statistik Deskriptif Rata-Rata TVA Perusahaan Bertumbuh Sumber : Hasil Olahan SPSS Berdasarkan tabel 4.3, pada rata-rata TVA perusahaan bertumbuh, nilai minimum pada periode sebelum pengumuman stock split adalah sebesar 0.00001, dan maksimum adalah sebesar 0.01888, mean sebesar 0.0018650 dengan standar deviasi sebesar 0.00366287. Sedangkan pada periode setelah pengumuman stock split, dapat diketahui nilai minimum TVA adalah sebesar 0, dan maksimum adalah sebesar 0.01086, mean sebesar 0.015916 dengan standar deviasi sebesar 0.00261833. Mean AAR pada periode sebelum peristiwa adalah sebesar 0.0018650 lebih besar dari standar deviasi sebesar 0.00366287, maka penyebarannya merata dan tidak ada penyimpangan. Mean AAR pada periode sesudah peristiwa adalah sebesar 0.0015916 lebih besar dari standar deviasi sebesar 0.00261833, maka penyebarannya merata dan tidak ada penyimpangan. Tabel 4.4 Statistik Deskriptif Rata-Rata TVA Perusahaan Tidak Bertumbuh Sumber : Hasil Olahan SPSS 54 Dilihat dari tabel 4.4, pada rata-rata TVA perusahaan tidak bertumbuh, nilai minimum pada periode sebelum pengumuma stock split adalah sebesar 0.00007 dan maksimum adalah sebesar 0.00011, mean sebesar 0.000900 dengan standar deviasi sebesar 0.00002828. Sedangkan pada periode setelah pengumuman stock split, dapat diketahui nilai minimum TVA adalah sebesar 0, dan maksimum adalah sebesar 0.00013, mean sebesar 0.0000650 dengan standar deviasi sebesar 0.00009192. Mean AAR pada periode sebelum peristiwa adalah sebesar 0.0000900 lebih kecil dari standar deviasi sebesar 0.00002828, maka penyebarannya tidak merata dan terjadi penyimpangan. Mean AAR pada periode sesudah peristiwa adalah sebesar 0.0000650 lebih besar dari standar deviasi sebesar 0.00009192, maka penyebarannya merata dan tidak ada penyimpangan. 4.2.2. Uji Normalitas Data Uji normalitas dilakukan untuk menentukan alat analisis yang tepat dalam pengujian selanjutnya.Pengujian normalitas data dilakukan dengan uji Kolmogorov Smirnov.Berikut ini adalah hasil uji normalitas data. Tabel 4.5 Ringkasan Uji Normalitas Data Variabel AAR sebelum AAR sesudah TVA sebelum TVA sesudah Z 1,190 1,427 1,820 1,627 Sig 0,117 0,034 0,003 0,010 Keterangan Normal Tidak normal Tidak normal Tidak normal Sumber : Hasil Olahan SPSS Berdasarkan ringkasan hasil yang dapat dilihat pada tabel 4.5 tersebut menunjukkan bahwa hanya AAR sebelum stock split saja yang berdistribusi normal. 55 Dengan demikian teknik analisis non parametric akan digunakan dalam penelitian ini. 4.2.3. Uji Hipotesis 4.2.3.1.Perbedaan Average Abnormal Return Saham pada Perusahaan Bertumbuh Hasil pengujian rata-rata abnormal return saham sebelum dan sesudah stock split dengan menggunakan uji Wilcoxon Rank Signed Test diperoleh sebagai berikut : Tabel 4.6 Hasil Uji Beda Average Abnormal Return Saham Pada Rata-Rata 7 Hari Sebelum Dan 7Hari Sesudah Pengumuman Stock Split Pada Perusahaan Bertumbuh Statistik Mean Std. Deviation Z Sig Keterangan Sebelum Stock Split 15,29 0,036817 Sesudah Stock Split 15,69 0,049561 -0,381 0,704 Tidak Berbeda Sumber : Hasil Olahan SPSS Dilihat dari tabel 4.6, rata-rata abnormal return saham pada perusahaan bertumbuh selama 7 hari sebelum pengumuman stock split (t-7 hingga t-1) diperoleh sebesar 15.29 dan lebih besar dari standar deviasinya yakni 0.036817, sedangkan sesudah stock split (t+1 hingga t+7) diperoleh rata-rata sebesar 15.69 dan lebih besar dari standar deviasinya yakni 0.036817. Hasil pengujian perbedaan average abnormal return saham dengan Uji Wilcoxon secara statistik diperoleh nilai Z = -0.381 dengan signifikansi sebesar 0.704. Nilai signifikansi di atas 0.05 berarti bahwa pada taraf kepercayaan 95% 56 diperoleh tidak terdapat adanya perbedaan average abnormal return saham signifikan pada sebelum dan sesudah pengumuman stock split pada perusahaan bertumbuh. Dengan demikian Hipotesis 1 diterima. 4.2.3.2.Perbedaan Average Abnormal Return Saham pada Perusahaan Tidak Bertumbuh Hasil pengujian rata-rata abnormal return saham sebelum dan sesudah stock split dengan menggunakan uji Wilcoxon Rank Signed Test diperoleh sebagai berikut : Tabel 4.7 Hasil Uji Beda Average Abnormal Return Saham Pada Rata-Rata 7 Hari Sebelum Dan 7Hari Sesudah Pengumuman Stock Split Pada Perusahaan Tidak Bertumbuh Statistik Mean Std. Deviation Z Sig Keterangan Sebelum Stock Split 0,00 0,002121 Sesudah Stock Split 1,50 0,001414 -1,342 0,180 Tidak Berbeda Sumber : Hasil Olahan SPSS Dari data pada tabel 4.7, rata-rata abnormal return saham pada perusahaan tidak bertumbuh selama 7 hari sebelum pengumuman stock split (t-7 hingga t-1) diperoleh sebesar 0.00 dan lebih besar dari standar deviasinya yakni 0.002121, sedangkan sesudah stock split (t+1 hingga t+7) diperoleh rata-rata sebesar 1.50 dan lebih besar dari standar deviasinya yakni 0.001414 Hasil pengujian perbedaan average abnormal return saham dengan Uji Wilcoxon secara statistik diperoleh nilai Z = -1.342 dengan signifikansi sebesar 0.180. Nilai signifikansi diatas 0.05 berarti bahwa berarti bahwa pada taraf kepercayaan 95% diperoleh tidak terdapat adanya perbedaan abnormal return saham 57 signifikan pada sebelum dan sesudah pengumuman stock split pada perusahaan tidak tumbuh. Dengan demikian Hipotesis 2 ditolak. 4.2.3.3.Perbedaan Trading Volume Activity pada Perusahaan Bertumbuh Hasil pengujian rata-rata TVA saham sebelum dan sesudah stock split dengan menggunakan uji Wilcoxon Rank Signed Test diperoleh sebagai berikut : Tabel 4.8 Hasil Uji Beda TVA Pada Rata-Rata 7 Hari Sebelum Dan 7Hari Sesudah Pengumuman Stock Split Pada Perusahaan Bertumbuh Statistik Mean Std. Deviation Z Sig Keterangan Sebelum Stock Split 17,62 0,00366287 Sesudah Stock Split 14,08 0,00261833 -0,432 0,666 Tidak Berbeda Sumber : Hasil Olahan SPSS Dilihat pada tabel 4.8, rata-rata TVA pada perusahaan bertumbuh selama 7 hari sebelum pengumuman stock split (t-7 hingga t-1) diperoleh sebesar 17.62, sedangkan sesudah stock split (t+1 hingga t+7) diperoleh rata-rata sebesar 14.08. Hasil pengujian perbedaan TVA secara statistik diperoleh nilai Z = -0.432 dengan signifikansi sebesar 0,666. Nilai signifikansi diatas 0,05 berarti bahwa berarti bahwa pada taraf kepercayaan 95% diperoleh tidak terdapat adanya perbedaan TVA signifikan pada sebelum dan sesudah pengumuman stock split. Dengan demikian hipotesis 3 ditolak. 58 4.2.3.4.Perbedaan Trading Volume Activity pada Perusahaan Tidak Bertumbuh Hasil pengujian rata-rata TVA saham sebelum dan sesudah stock split dengan menggunakan uji Wilcoxon Rank Signed Test diperoleh sebagai berikut : Tabel 4.9 Hasil Uji Beda TVA Pada Rata-Rata 7 Hari Sebelum Dan 7Hari Sesudah Pengumuman Stock Split Pada Perusahaan Tidak Bertumbuh Statistik Mean Std. Deviation Z Sig Keterangan Sebelum Stock Split 1,00 0,00002828 Sesudah Stock Split 2,00 0,00009192 -0,447 0,655 Tidak Berbeda Sumber : Hasil Olahan SPSS Dilihat pada Tabel 4.9, rata-rata TVA pada perusahaan tidak tumbuh selama 7 hari sebelum pengumuman stock split (t-7 hingga t-1) diperoleh sebesar 1.00 atau terjadi perdagangan saham sebesar 100% dari seluruh jumlah sahamnya, sedangkan sesudah stock split (t+1 hingga t+7) diperoleh rata-rata sebesar 2.00 atau terjadi perdagangan saham sebesar 200% dari seluruh jumlah sahamnya. Namun demikian hasil pengujian perbedaan TVA secara statistik diperoleh nilai Z = -0.447 dengan signifikansi sebesar 0.655. Nilai signifikansi di atas 0,05 berarti bahwa berarti bahwa pada taraf kepercayaan 95% diperoleh tidak terdapat adanya perbedaan TVA signifikan pada sebelum dan sesudah pengumuman stock split pada perusahaan tidak tumbuh. Dengan demikian, hipotesis 4 diterima. 59 4.2.3.5.Perbedaan Average Abnormal Return Saham pada Perusahaan Bertumbuh dan Tidak Bertumbuh Sesudah Stock Split Hasil pengujian averageabnormal return saham sesudah stock split pada perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh dengan menggunakan uji Mann Whitney Test diperoleh sebagai berikut : Tabel 4.10 Average AbnormalReturn Saham Sesudah Stock Split Pada Perusahaan Bertumbuh Dan Tidak Bertumbuh Diuji Dengan Menggunakan Uji Mann Whitney Test Sumber : Hasil Olahan SPSS Pada tabel 4.10, rata-rata abnormal return saham pada perusahaan tidak bertumbuh selama 7 hari sesudah stock split diperoleh sebesar 8.75, sedangkan sesudah stock split pada perusahaan bertumbuh diperoleh rata-rata sebesar 18.05. Hasil pengujian perbedaan abnormal return saham dengan Uji Mann Whitney secara statistik diperoleh nilai Z = -1.282 dengan signifikansi sebesar 0,200. Nilai signifikansi di atas 0,05 berarti bahwa berarti bahwa pada taraf kepercayaan 95% 60 tidak terdapat adanya perbedaan average abnormal return saham signifikan pada perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh. Dengan demikian Hipotesis 5 diterima. 4.2.3.6.Perbedaan Rata-rata TVApada Perusahaan Bertumbuh dan Tidak Bertumbuh Sesudah Stock Split Hasil pengujian rata-rata TVA sesudahstock split pada perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh dengan menggunakan uji Mann Whitney Test diperoleh sebagai berikut : Tabel 4.11 Rata-Rata TVA Sesudah Stock Split Pada Perusahaan Bertumbuh Dan Tidak Bertumbuh Diuji Dengan Menggunakan Uji Mann Whitney Test Sumber : Hasil Olahan SPSS Pada tabel 4.11, rata-rata TVA pada perusahaan tidak tumbuh selama 7 hari sesudah stock split diperoleh sebesar 6.25, sedangkan TVA sesudah stock split pada perusahaan tumbuh diperoleh rata-rata sebesar 18.20. Hasil pengujian perbedaan abnormal return saham dengan Uji Mann Whitney secara statistik diperoleh nilai Z = -1.648 dengan signifikansi sebesar 0,099. Nilai signifikansi di atas 0,05 berarti bahwa berarti bahwa pada taraf kepercayaan 95% 61 diperoleh tidak terdapat adanya perbedaan TVA signifikan pada perusahaan tumbuh dan tidak tumbuh. Dengan demikian Hipotesis 6 ditolak. 4.3. Pembahasan Hasil Penelitian 4.3.1. Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis 1 Dalam pengujian hipotesis 1 diperoleh hasil tidak terdapat perbedaan average abnormal return saham yang signifikan pada sebelum dan sesudah pengumuman stock split pada perusahaan bertumbuh. Hal ini berarti Hipotesis 1 diterima. Dengan melihat rata-rata abnormal return saham pada sebelum dan sesudah pengumuman stock split pada perusahaan bertumbuh menunjukkan bahwa abnormal return pada sebelum pengumuman stock split tidak memiliki perbedaan yang signifikan dibanding dengan rata-rata abnormal return saham sesudah pengumuman stock split. Tidak adanya perbedaan AAR signifikan pada periode sebelum dan sesudah peristiwa dapat diartikan bahwa peristiwa pemecahan saham tidak membawa kandungan informasi/signalling tentang akan adanya keuntungan di masa mendatang. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Paramita Oktaviana (2013) yang menyatakan bahwa tidak terdapat adanya abnormal return yang signifikan sebelum dan sesudah pemecahan saham. Michael Hendrawijaya (2009)(Dalam Paramita Oktaviana, 2013) juga menjelaskan bahwa signalling theory tidak selamanya berlaku dalam peristiwa pemecahan saham karena dari hasil pengujian hipotesis membuktikan bahwa tidak terdapat abnormal return sebelum dan sesudah pemecahan saham. Apabila dikaitkan dengan efisiensi pasar, maka informasi stock split dari perusahaan yang bertumbuh ini tidak menghasilkan perbedaan AAR antara sebelum dan sesudah pengumuman stock split sehingga 62 termasuk dalam pasar efisien setengah kuat. Akibat dari pasar efisien setengah kuat adalah investor tidak memperoleh keuntungan diatas normal secara konsisten dengan memanfaatkan informasi public. 4.3.2. Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis 2 Dalam pengujian hipotesis 2 diperoleh hasil tidak terdapat perbedaan average abnormal return saham yang signifikan pada sebelum dan sesudah pengumuman stock split pada perusahaan tidak bertumbuh. Hal ini berarti Hipotesis 2 ditolak. Dengan melihat rata-rata abnormal return saham pada sebelum dan sesudah pengumuman stock split pada perusahaan tidak bertumbuh menunjukkan bahwa abnormal return pada sebelum pengumuman stock split tidak memiliki perbedaan yang signifikan dibanding dengan rata-rata abnormal return saham sesudah pengumuman stock split. Tidak adanya perbedaan AAR signifikan pada periode sebelum dan sesudah peristiwa dapat diartikan bahwa peristiwa pemecahan saham tidak membawa kandungan informasi/signalling tentang akan adanya keuntungan di masa mendatang. Apabila dikaitkan dengan efisiensi pasar, maka informasi stock split dari perusahaan tidak bertumbuh ini tidak menghasilkan perbedaan AAR antara sebelum dan sesudah pengumuman stock split sehingga termasuk dalam pasar efisien setengah kuat. Akibat dari pasar efisien setengah kuat adalah investor tidak memperoleh keuntungan diatas normal secara konsisten dengan memanfaatkan informasi public. 63 4.3.3. Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis 3 Dalam pengujian hipotesis 3 diperoleh hasil tidak terdapat perbedaan volume perdagangan saham yang signifikan pada sebelum dan sesudah pengumuman stock split pada perusahaan bertumbuh. Hal ini berarti Hipotesis 3 ditolak. Pada perusahaan bertumbuh tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada volume perdagangan saham sebelum dan sesudah pengumuman stock split yang menunjukkan bahwa sesudah pengumuman stock split, jumlah saham menjadi lebih banyak namun hanya sedikit investor yang melakukan transaksi perdagangan saham sehingga tidak berpengaruh signifikan pada TVA sesudah stock split dibandingkan dengan TVA sebelum stock split. Pengumuman stock split tersebut tidak berpengaruh pada volume perdagangan saham yang berarti tidak berpengaruh juga pada likuiditas saham. Nampaknya para investor tidak mendapatkan adanya sinyal positif yang dikeluarkan oleh emiten.Tidak adanya reaksi pasar yang signifikan setelah pengumuman pemecahan saham merefleksikan bahwa investor menganggap peristiwa pemecahan saham bukanlah good news karena tidak terjadi perbedaan volume yang signifikan pada periode sebelum dan sesudah pemecahan saham pada perusahaan bertumbuh. 4.3.4. Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis 4 Dalam pengujian hipotesis 4 diperoleh hasil tidak terdapat perbedaan volume perdagangan saham yang signifikan pada sebelum dan sesudah pengumuman stock split pada perusahaan tidak bertumbuh. Hal ini berarti Hipotesis 4 diterima. Pada perusahaan tidak bertumbuh tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada volume perdagangan saham sebelum dan sesudah pengumuman stock split yang 64 menunjukkan bahwa sesudah pengumuman stock split, jumlah saham menjadi lebih banyak namun hanya sedikit investor yang melakukan transaksi perdagangan saham sehingga tidak berpengaruh signifikan pada TVA sesudah stock split dibandingkan dengan TVA sebelum stock split. Pengumuman stock split tersebut tidak berpengaruh pada volume perdagangan saham yang berarti tidak berpengaruh juga pada likuiditas saham. Nampaknya para investor tidak mendapatkan adanya sinyal positif yang dikeluarkan oleh emiten.Tidak adanya reaksi pasar yang signifikan setelah pengumuman pemecahan saham merefleksikan bahwa investor menganggap peristiwa pemecahan saham bukanlah good news karena tidak terjadi perbedaan volume yang signifikan pada periode sebelum dan sesudah pemecahan saham pada perusahaan tidak bertumbuh. 4.3.5. Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis 5 Dalam pengujian hipotesis 5 diperoleh hasil tidak terdapat perbedaan rata-rata abnormal return saham yang signifikan sesudah pengumuman stock split pada perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh. Hal ini berarti Hipotesis 5 diterima. Dalam hal ini berarti perbedaan kategori antara perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh tidak mempengaruhi average abnormal return saham sesudah pengumuman stock split dari masing-masing perusahaan. Hal ini berarti investor tidak terlalu memperhatikan mengenai kategori perusahaan baik itu bertumbuh maupun tidak bertumbuh dalam memprediksikan abnormal return saham dari perusahaan. Pengumuman stock split juga tidak memberikan informasi mengenai tingkat keuntungan di masa mendatang. 65 Hasil pengujian ini menguatkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Paramita Oktaviana (2013) yang menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan average abnormal return yang signifikan antara perusahaan bertumbuh dan perusahaan tidak bertumbuh. 4.3.6. Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis 6 Dalam pengujian hipotesis 6 diperoleh hasil tidak terdapat perbedaan volume perdagangan saham yang signifikan sesudah pengumuman stock split pada perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh. Hal ini berarti Hipotesis 6 ditolak. Dalam hal ini berarti perbedaan kategori antara perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh tidak mempengaruhi volume perdagangan saham sesudah pengumuman stock split dari masing-masing perusahaan. Hal ini berarti investor tidak terlalu memperhatikan mengenai kategori perusahaan baik itu bertumbuh maupun tidak bertumbuh dalam memprediksikan volume perdagangan saham dari perusahaan. Pengumuman stock split tersebut tidak berpengaruh pada volume perdagangan saham yang berarti tidak berpengaruh juga pada likuiditas saham. 66 BAB V PENUTUP 5.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Rata-rata perusahaan yang melakukan kebijakan stock split adalah perusahaan dengan kinerja yang baik dan berfundamental kuat. Dan alas an umum dilakukannya stock split adalah untuk likuiditas saham. 2. Pada perusahaan bertumbuh, tidak terdapat perbedaan Average Abnormal Return (AAR)saham yang signifikan pada periode sebelum dan sesudah stock split. 3. Pada perusahaan tidak bertumbuh, tidak terdapat perbedaan Average Abnormal Return (AAR)saham yang signifikan pada periode sebelum dan sesudah stock split. 4. Pada perusahaan bertumbuh, tidak terdapat perbedaan Trading Volume Activity (TVA) saham yang signifikan pada periode sebelum dan sesudah stock split. 5. Pada perusahaan tidak bertumbuh, tidak terdapat perbedaan Trading Volume Activity (TVA) saham yang signifikan pada periode sebelum dan sesudah stock split. 67 6. Pada perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh tidak terdapat perbedaan Average Abnormal Return (AAR) saham yang signifikan sesudah pengumuman stock split. 7. Pada perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh tidak terdapat perbedaan Trading Volume Activity (TVA) saham yang signifikan sesudah pengumuman stock split. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian terdahulu yaitu Michael Hendrawijaya (2009) yang menjelaskan bahwa signalling theory dan trading range theory tidak selamanya berlaku dalam peristiwa pemecahan saham. Dari hasil analisis dan simpulan, dapat dikemukakan keterbatasan penelitian yaitu untuk perusahaan tidak bertumbuh hanya terdapat 2 perusahaan yang melakukan stock split pada periode 2010-2014. 5.2. Keterbatasan Penelitian dan Saran Dari hasil analisis dan simpulan diatas, penelitian ini memiliki keterbatasan yang disampaikan sebagai berikut : 5.2.1. Keterbatasan Penelitian 1. Penelitian ini hanya menggunakan periode pengamatan dari tahun 2010-2014. 2. Penelitian ini terbatas tentang menggambarkan karakteristik perusahaan yaitu perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh. 68 5.2.2. Saran Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas, sehingga saran yang disampaikan sebagai berikut : 5.2.2.1.Bagi investor atau calon investor Bagi investor atau calon investor harus selalu memperhatikan segala aksi korporasi yang dilakukan perusahaan dimana modal ditanamkan.Untuk menanggapi aksi korporasi berupa stock split, dianjurkan investor melihat juga kinerja perusahaan yang melakukan stock split, karena stock split hanya jalan, kinerja perusahaan kedepan tetap harus menjadi fokus tersendiri.Sedangkan signalling theory dan trading range theory tidak selamanya berlaku dalam peristiwa pemecahan saham. 5.2.2.2.Bagi peneliti selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya dapat menambahkan rentang waktu lebih lama supaya mendapat lebih banyak sampel untuk diteliti. Selain itu juga dapat perlu dilakukan analisis secara rinci terhadap sampel, misalnya penggolongan karakteristik perusahaan tidak hanya didasarkan atas market to book value equity saja tetapi dapat juga didasarkan atas industry, size perusahaan dan kesempatan bertumbuh perusahaan. 69 DAFTAR PUSTAKA Almilia dan Kristijadi. 2005. “Analisis Kandungan/Informasi dan Efek Intra Industri Pengumuman Stock Split yang Dilakukan oleh Perusahaan Bertumbuh dan Tidak Bertumbuh.” Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 20, No.1. Brigham, E. F and Gapeski. 1994. Financial Managemen : Teheory and Practice. Orlando: The Drydeen Press. Darmadji, T. dan H. M. Fakhruddin.2011.Pasar Modal Indonesia.Edisi 3. Jakarta: Salemba Empat. Ginting, S. C. 2013. “Perbedaan Volume Perdagangan Saham dan Abnormal Return Sebelum dan Sesudah Peristiwa Stock Split pada Perusahaan di Bursa Efek Indonesia.”Universitas Uduyana. Indiantoro, N. dan B. Supomo.1999.Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen. Yogyakarta: BPFE. Jogiyanto.2003. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Yogyakarta: BPFE. Lestari, S. dan E. A. Sudaryono. 2008. “Pengaruh Stock Split: Analisis Likuiditas Saham pada Perusahaan Go Public di Bursa Efek Indonesia dengan Memperhatikan Pertumbuhan dan Ukuran Perusahaan.” Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol. 10, No. 3. Mila, I. G. A. 2010.“Analisis Pengaruh Pemecahan Saham (Stock Split) terhadap Volume Perdagangan Saham dan Abnormal Return Saham pada Perusahaan yang Terdaftar di BEI Tahun 2007-2009.”Universitas Diponegoro Semarang. 70 Rumanti, F. A dan Moerdiyanto. 2011. “Pengaruh Pemecahan Saham (Stock Split) terhadap Return dan Trading Volume Activity (TVA) Saham Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2006-2010.” Universitas Negeri Yogyakarta. Sadikin, A. 2011.“Analisis Abnormal Return Saham dan Volume Perdagangan Saham Sebelum dan Sesudah Peristiwa Pemecahan Saham Studi Kasus pada Perusahaan yang Go Public di Bursa Efek Indonesia.”Jurnal Ekonomi dan Bisnis, April, Vol. 12, No. 1. Sakti, P. O. 2013. “Analisis Pengaruh Stock Split terhadap Abnormal Return dan Volume Perdagangan Saham pada Perusahaan Bertumbuh dan Tidak Bertumbuh Studi Kasus Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2012.”Universitas Diponegoro Semarang. Samsol, M. 2006. Pasar Modal dan Managemen Portofolio. Surabaya: Erlangga. Sari, A. B. 2011.“Pengaruh Stock Split terhadap Abnormal Return dan Trading Volume Activity pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.”Universitas Negeri Semarang. Tandelilin, E. 2001.Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. Yogyakarta: BPFE. www.idx.co.id yahoo.finance.com ICMD 2011-2015 71 LAMPIRAN 1 SURAT IJIN SURVEY 72 LAMPIRAN 2 DAFTAR SAMPEL PERUSAHAAN 73 LAMPIRAN 3 REKAPITULASI DATA MENTAH 74 LAMPIRAN 4 HASIL OUTPUT SPSS