BAB II LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN

advertisement
9
BAB II
LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Bisnis dan Perusahaan
Pengertian perusahaan dan bisnis pernah dipaparkan oleh Raymond E. Glos
dalam bukunya “Business, It’s Nature and Environment
An Introduction”.
Perusahaan dapat diartikan sebagai sebuah organisasi yang memproses perubahan
keahlian dan sumber daya ekonomi menjadi barang dan, atau jasa yang
diperuntukkan bagi pemuasan kebutuhan para pembeli, serta diharapkan akan
memberikan laba kepada para pemiliknya. Jadi, fokusnya lebih kepada organisasi.
Sedangkan bisnis dapat diartikan sebagai seluruh kegiatan yang diorganisasikan
oleh orang-orang yang terlibat didalam bidang perniagaan (produsen, pedagang,
konsumen, dan industri dimana perusahana berada) dalam rangka memperbaiki
standar serta kualitas hidup mereka (Umar Husein, 2007).
Dari penjelasan kedua istilah diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
pengertian
bisnis
lebih
luas
dibandingkan
pengertian
perusahaan
karena
perusahaan merupakan bagian dari bisnis. Dalam kegiatan bisnis, dibutuhkan
kesiapan dalam menghadapi tantangan dan resiko untuk mengkombinasikan
tenaga kerja, material, modal dan manajemen secara baik sebelum memasarkan
produk. Orang yang memiliki kompetensi tersebut sering dikenal sebagai
pengusaha.
10
Studi Kelayakan Bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang
tidak hanya menganalisis layak atau tidak layaknya suatu bisnis dibangun, tetapi
juga saat dioperasionalkan secara rutin dalam rangka pencapaian keuntungan
yang maksimal untuk waktu yang ditentukan, misalnya rencana peluncuran
produk.
Kegiatan utama bisnis bisa dikategorikan kedalam kegiatan yang berbentuk
operasional rutin yang didasarkan pada suatu konsep pendayagunaan sistem yang
telah ada dilakukan secara terus menerus serta berulang-ulang. Akan tetapi
berbeda jika kegiatan yang dilakukan merupakan proses pembangunan dan
perluasan sistem, maka kegiatan yang dilakukan adalah kegiatan yang berbentuk
proyek sehingga kegiatan lainnya yang belum ada dalam bisnis akan berlangsung
setelah adanya kegiatan berbentuk proyek ini dilakukan. Misalnya jika sebuah
perusahaan akan berdiri maka sistem dibangun terlebih dahulu oleh proyek, baru
kemudian dioperasionalkan secara rutin.
Motivasi utama dari kegiatan bisnis adalah laba (Umar Husein, 2007). Laba
didefiniskan sebagai perbedaan antara penghasilan dan biaya - biaya yang
dikeluarkan. Sehingga dalam bisnis para pengusaha harus dapat melayani para
pelanggan dengan cara menguntungkan untuk kelangsungan hidup perusahaan
dalam jangka panjang, selain juga harus mengetahui kesempatan-kesempatan
baru untuk memuaskan keinginan konsumen.
2.1.2 Konsep Komponen Bisnis
Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa konsep bisnis terdiri dari empat konsep
komponen, yakni konsep pasar (P1), konsep perusahaan (P2), konsep persaingan
(P3), dan yang terakhir yaitu konsep perubahan (P4).
11
P4
P3
P1
P4
P2
P4
Gambar 2.1 : Konsep Komponen Bisnis
Sumber : Umar Husein dalam “Studi Kelayan Bisnis”
Penjelasan mengenai Konsep Komponen Bisnis adalah transaksi - transaksi bisnis
dilakukan dipasar (P1) oleh perusahaan (P2) :
Pada hakikatnya, transaksi-transaki bisnis dilakukan di pasar (P1) oleh
perusahaan (P2). Transaksi-transaksi ini diharapkan terjadi dengan memuaskan
kedua belah pihak, yaitu produsen dan konsumen. Namun, proses antara P1 dan
P2 ternyata dipengaruhi secara langsung maupun tidak langsung oleh persaingan
dan aspek eksternal lainnya (P3) baik secara positif maupun negatif. Selain itu,
ketiga kutub ini memiliki perubahan-perubahannya sendiri (P4), yang pada gambar
di atas berbentuk lingkaran-lingkaran, dimana secara langsung atau tidak langsung
juga akan mempengaruhi kelancaran bisnis perusahaan.
Konsep Pasar (P1)
Pasar di mana produk dari produsen ditawarkan pada konsumen potensialnya tidak
dapat dikendalikan oleh perusahaan, jadi hendaknya produsen mengetahui dengan
baik bagaimana menentukan pasar produsen yang diinginkan. Apakah itu dalam
12
bentuk monopoliy, oligopoly, pasar persaingan sempurna, dan seterusnya.
Produsen hendaknya juga mengetahui pasar konsumen yang ingin dimasuki,
misalnya pasar pemerintah, re-seller, industri, atau pasar konsumen. Selain itu,
perusahaan hendaknya menentukan kebijakan segmentasi pasar, target pasar,
serta positioning produk di pasarnya.
Konsep Perusahaan (P2)
Konsep perusahaan akan disebut sebagai konsep lingkungan internal
perusahaan. Elemen-elemen dari lingkungan internal perusahaan dapat dibagi atas
fungsionalnya, lingkungan perusahaan terbagi atas fungsional pemasaran, SDM,
keuangan, produksi / operasi, dan manajemen. Sedangkan, dari sisi tingkatan
manajemen dapat dibagi atas manajemen tingkat atas, menengah, dan tingkat
bawah.
Konsep Persaingan dan Eksternal Lain (P3)
Selain konsep lingkungan internal, konsep bisnis juga memiliki lingkungan
eksternal, yaitu kondisi-kondisi yang berada di luar perusahaan dan tidak dapat
dikendalikan perusahaan. Kondisi-kondisi ini meliputi kondisi politik, ekonomi,
sosial, teknologi, legal dan lingkungan hidup. Lingkungan eksternal yang lain
adalah lingkungan industri, yaitu suatu lingkungan dimana produk-produk
perusahaan berada dan terlibat dalam persaingan. Selain itu perusahaanperusahaan juga melakukan kerja sama agar produk-produk secara keseluruhan
tetap dapat bertahan dan terus berkembang.
13
Konsep Perubahan (P4)
Dunia terus berubah begitu pula halnya dengan dunia bisnis. Lingkungan
bisnis, seperti situasi politik, ekonomi, dan seterusnya terus berubah. Demikian
pula, situasi pasar dimana produk dijual, misalnya sikap konsumen, perilaku
konsumen, serta daur hidup produk juga berubah. Aspek-aspek internal
perusahaan, seperti kondisi SDM di dalam perusahaan selalu berubah-ubah sikap
dan
perilakunya,
termasuk
motivasi
dan
kepuasan
mereka.
Hendaknya,
perubahan-perubahan yang terjadi baik dari luar maupun dari dalam perusahaan
dapat diantisipasi dengan baik, sehingga kelemahan-kelemahan serta ancamanancaman yang ada dapat ditutup dengan kekuatan-kekuatan dan peluang-peluang
yang dimilikinya.
2.1.3 Industri Manufaktur dan Jasa
2.1.3.1 Industri Manufaktur
Menurut Kotler (2000), Penawaran sebuah perusahaan kepada pasar
sasarannya biasanya mencakup beberapa jenis. Komponen jasa ini bisa
merupakan bagian kecil ataupun bagian utama atau pokok dari
keseluruhan penawaran tersebut. Pada kenyataannya, suatu penawaran
dapat bervariasi dari dua kutub ekstrem, yaitu murni berupa barang
manufaktur pada satu sisi dan jasa murni pada sisi lainnya. Berdasarkan
kriteria ini, penawaran sebuah perusahaan dapat dibedakan menjadi
lima kategori, yakni :
14
1. Produk fisik murni
Penawaran pada kategori ini semata-mata hanya berupa produk fisik
(contohnya, sepatu, pasta gigi, minuman ringan, tisu, dan sabun
cuci), tanpa ada jasa atau layanan yang menyertai produk tersebut.
2. Produk fisik dengan jasa pendukung
Pada kategori ini, penawaran terdiri atas suatu produk fisik yang
disertai dengan satu atau beberapa jasa atau layanan untuk
meningkatkan daya tarik pada konsumen. Sebagai contoh, dealer
mobil menawarkan jasa pengantaran, fasilitas pembayaran kredit,
reparasi, penggantian suku cadang, dan seterusnya. Dalam kategori
ini, jasa dapat pula didefinisikan sebagai kegiatan yang dilakukan
perusahaan bagi para pelanggan yang telah membeli produknya
(Clemente, 1992). Pakar
pemasaran
Theodore
Levitt
(1972)
mengamati bahwa semakin canggih teknologi sebuah produk generic
(misalnya: mobil, mesin fotocopy, kamera digital, telepon genggam,
dan komputer, semakin besar pula ketergantungan penjualannya
pada kualitas dan ketersediaan layanan pelanggan (customer
service) yang menyertainya, seperti ruang pajangan (showroom),
fasilitas pengantaran, pemelirahaan dan reparasi, bantuan aplikasi,
pelatihan operator, konsultan instalasi, dan pemenuhan garansi.
3. Produk hybrid
Penawaran pada kategori ini terdiri atas komponen barang dan jasa
yang kurang lebih sama besar porsinya. Contohnya adalah restoran
siap saji.
15
4. Jasa utama yang didukung dengan barang dan jasa minor.
Penawaran pada kategori ini terdiri atas jasa pokok tertentu
bersama-sama dengan jasa tambahan (pelengkap) dan atau barangbarang pendukung. Contohnya bisa dijumpai pada konteks jasa
penerbangan. Selama menempuh penerbangan menuju tempat
tujuan, ada sejumlah unsure produk fisik pelengkap yang terlibat,
seperti makanan dan minuman, majalah atau surat kabar yang
disediakan, videogame, radio, TV, dan lain-lain. Jasa seperti ini
memerlukan barang yang bersifat capital
intensif (dalam hal ini
tentu saja pesawat) untuk realisasinya, namun penawaran utamanya
tetap berupa jasa.
5. Jasa murni
Penawaran pada kategori ini hampir seluruhnya berupa jasa,
contohnya jasa fisioterapi, konsultasi psikologi, jasa tukang pijat,
babysitter, dan lain-lain.
Kelima macam kategori produk ini bisa pula digambarkan secara
skematis dalam sebuah kontinum, sebagaimana tersaji dalam Gambar
2.2. dalam gambar tersebut, produk dibedakan berdasarkan elemen
tangible dan intangible. Garam, misalnya bisa dikatakan hamper 100%
berupa produk fisik. Sebaliknya, jasa professional merupakan bentuk
jasa murni. Di tengah-tengahnya terdapat restoran siap saji sebagai
bentuk produk yang memiliki komponen tangible dan intangible yang
kurang lebih sama.
16
Jasa Profesional
Dosen
Intangible
Dominant
Teater
Biro iklan
Penerbangan
Hotel
Seimbang
Tangible
Dominant
Restoran siap saji
Tailored suit
Mobil
Rumah
Deterjen
Minuman ringan
Garam
Gambar 2.2 : Kontinum Barang dan Jasa
Sumber : Lovelock, Patterson & Walker (2004)
2.1.3.2 Konsep dan Definisi Industri Jasa
Di Indonesia, penyerapan tenaga kerja di sektor jasa hampir
mencapai 40%, sama halnya dengan di RCC dan Thailand (Wirtz, 2000).
Sejumlah faktor diyakini berkontribusi pada pertumbuhan pesat dan
signifikansi peran sektor jasa, di antaranya (Lovelock, Paterson dan
Walker, 2004) ;
1. Internasionalisasi dan globalisasi, seperti “hollowing out effect”:
peningkatan perdagangan jasa, dan bertumbuhnya pelanggan
global.
Dalam
beberapa
dekade
terakhir
perubahan
pola
penyerapan tenaga kerja di negara industri, dari yang semula
berpusat pada sektor manufaktur ke sektor jasa. Pemanukfaturan
berteknologi rendah yang cenderung bersifat labor-intensif beralih
ke negara-negara yang tingkat upahnya relatif masih murah,
17
seperti Vietnam, RRC, Meksiko dan Indonesia. Sementara di
negara-negara industri, seperti Amerika, Australia, Jepang dan
Inggris, tuntutan terhadap tingkat keterampilan angkatan kerja
semakin meningkat dikarenakan pekerjaan - pekerjaan yang
tersedia di sektor manufaktur berteknologi tinggi cenderung
bersifat
knowledge-intensive
skill-intensive.
dan
Selain
itu,
berbagai bentuk jasa baru juga bermunculan dalam rangka
merespon
perubahan
kebutuhan
konsumen,
baik
individual
maupun organisasional. Perubahan pola penyerapan tenaga kerja
seperti ini disebut hollowing out effect.
2. Perubahan regulasi pemerintah, seperti deregulasi dan privatisasi
di sejumlah sektor usaha (seperti perbankan, transportasi,
telekomunikasi, dan layanan public), serta kesepakatan baru antar
negara dalam hal perdagangan jasa (General Agreement on Trade
in Services (GATS) ditandatangani oleh 110 negara pada tahun
1994).
3. Perubahan sosial, seperti meningkatnya ekspektasi pelanggan,
bertambahnya waktu luang, meningkatnya pendapatan disejumlah
negara, dan semakin banyaknya wanita yang masuk kedalam
angkatan kerja. Seiring dengan meningkatnya kesejahteraan di
berbagai negara dalam bertambahnya jumlah dual income
families, bermunculan pula global middle class dengan kebutuhan,
minat dan gaya hidup yang relative konvergen (Lovelock,
Patterson dan Walker, 2004). Implikasinya, permintaan terhadap
18
sejumlah jenis jasa ikut meningkat di antaranya jasa hiburan,
pariwisata, kesehatan, olahraga, dan restoran siap saji.
4. Tren bisnis, seperti pengendoran standar asosiasi professional
(sejumlah asosiasi jasa profesional mulai mencabut larangan
terhadap aktivitas promosi dan periklanan, di antaranya profesi
akuntan, arsitek, dokter, pengacara, dan optometrist), penerapan
orientasi pemasaran oleh organisasi nirlaba, berkembangnya
outsourcing terhadap jasa-jasa non-inti (non-core services),
berkembangnya gerakan kualitas (Total Quality Management), dan
bertumbuhnya bisnis waralaba (franchising).
5. Kemajuan
teknologi,
seperti
konvergensi
komputer
dan
telekomunikasi, miniaturisasi, digitalisasi, dan perangkat lunak
yang semakin canggih. Teknologi informasi berperan signifikan
dalam menunjang daya saing setiap organisasi, misalnya dalam
hal penciptaan atau penyempurnaan sistem penyampaian jasa
baru (contohnya, Internet banking, TV media, TV kabel, vending
machines, dan sebagainya), peningkatan keterlibatan pelanggan
dalam operasi jasa swalayan, pembentukan departemen layanan
pelanggan tersentralisasi (contohnya, pemanfaatan call centers
oleh perusahaan penerbangan, asuransi, telepon, dan lain-lain),
dan pengembangan database marketing yang akurat.
Sementara
mengemukakan
itu,
Lovelock,
perpektif
“service”
Patterson
dan
sebagai
sebuah
Walker
sistem.
(2004)
Dalam
perspektif ini, setiap bisnis jasa dipandang sebagai sebuah sistem yang
19
terdiri atas dua komponen utama : (1) operasi jasa (service operations), di
mana masukan
(input) diproses
dan
elemen-elemen
produk jasa
diciptakan : dan (2) penyampaian jasa (service delivery), di mana elemenelemen produk jasa tersebut dirakit, dirampungkan dan disampaikan
kepada pelanggan (lihat gambar 2.3). sebagian dari system ini tampak
(visible) atau diketahui pelanggan (sering disebut pula front office atau
frontstage), sementara sebagian lainnya tidak tampak atau bahkan tidak
diketahui keberadaannya oleh pelanggan (back office atau backstage).
Gambar 2.3 : Sistem Penyampaian Jasa
Sumber : Lovelock, Patterson & Walker (2004)
Semakin maju sebuah negara semakin tidak didominasi oleh industri
manufaktur yang memproduksi barang akhir, berkembangnya industri
jasa yang mungkin lebih pesat dibandingkan industri manufaktur
dibanyak negara maju. Beberapa faktor yang mempengaruhi bisnis
untuk bergerak kearah bisnis jasa (Umar Husein, 2007) antara lain :
20
•
Perubahan regulasi pemerintah
•
Swastanisasi perusahaan-perusahaan pemerintah dan organisasi
nirlaba
•
Komputerisasi dan inovasi teknologi
•
Perkembangan waralaba (franchising)
•
Ekspansi leasing dan bisnis persewaan
•
Pertumbuhan pusat-pusat jada dalam perusahaan manufaktur
•
Tekanan finansial terhadap organisasi-organsiasi publik dan nirlaba,
serta
•
Internasionalisasi bisnis jasa.
Zeithhami dan Bitner (1996) mencoba merangkum banyak pendapat
para ahli tentang definisi jasa sebagai “Semua aktivitas ekonomi yang
output-nya bukanlah produk atau kontruksi fisik yang secara umum
konsumsi dari produksinya dilakukan pada waktu yang sama dan nilai
tambah yang diberikan dalam bentuk lainnya (seperti: kenyamanan,
liburan, kecepatan, dan kesehatan) yang secara prinsip adalah intingible
bagi pembeli pertamanya”.
Perkembangan bisnis jasa di masa yang akan datang akan memiliki
implikasi pada lingkungan bisnis jasa pada saat ini, antara lain :
a. Akan terjadi inovasi jasa, sebagai contoh; e-commerce
b. Semakin
meningkatnya
partisipasi
konsumen
terhadap
jasa,
sebagai contoh; konsumen akan mencari informasi yang lebih
spesifik dan lengkap dengan menggunakan internet.
21
c.
Semakin meningkatnya kandungan jasa pada barang-barang,
misalnya adanya aktivitas (jasa) yang tidak diduga ditempat
rekreasi, atau pencarian informasi dengan menggunakan barang
yang memiliki tingkat kemudahan dan penggunaan (operasional)
yang lebih baik akan memiliki nilai tersendiri contohnya radio.
Jasa memiliki karakteristik antara lain : intangibilitas, keberagaman,
simultanitas akan produksi dan konsumsi jasa, serta kerentanan
(perishability). Intangibilitas (intangible) merupakan prinsip dari jasa,
konsekuensi dari sifat ini adalah bahwa : jasa tidak bisa dilihat, dicicipi
atau disentuh. Oleh karena itu, jasa tidak bisa disimpan, sehingga
fluktuasi permintaan jasa sulit untuk dikendalikan. Dan jasa tidak dapat
dipatenkan,
akibat
suatu
konsep
jasa
akan
mudah
ditiru
oleh
pesaingnya. Dan juga, jasa sulit dikomunikasikan kepada konsumen,
karena itu kualitas jasa sulit untuk dinilai oleh konsumen. Sehingga
penentuan pada harga jasa sulit dilakukan, ini dikarenakan biaya
pemrosesan jasa sulit dibedakan mana biaya tetapnya dan mana yang
termasuk biaya variabel.
Keberagaman
pada
penerapannya
menyebabkan
jasa
sulit
distandarisasi sebagai kegiatan yang konsisten. Sebagai contoh, adanya
perbedaan keinginan konsumen menjadikan aktivitas dan kegiatan
dibidang
jasa
memiliki
perbedaan
dalam
prakteknya
dilapangan
meskipun dilakukan untuk suatu jasa yang sama.
Mengenai simutanistas produksi dan konsumsi, jasanya jasa akan
dimulai pada saat adanya permintaan konsumen, sehingga produksi dan
konsumsi dilakukan bersamaan setelah terjadinya kesepakatan antara
22
konsumen dengan penyedia jasa. Sedangkan kerentanan (perishability)
merupakan sebuah timbal balik dari kegiatan jasa yang telah dilakukan,
ini dikarenakan jasa tidak dapat disimpan, dijual lagi atau pun
dikembalikan. Sebagai contoh jika rambut yang sudah dicukur tidak akan
dapat dikembalikan kepada asalnya.
2.1.3.3.
Bisnis Retail
Bisnis retail (ritel) mengalami perkembangan cukup besar, ditandai
dengan
semakin
banyaknya
bisnis
ritel
tradisional
yang
mulai
membenahi diri menjadi bisnis ritel modern maupun munculnya bisnis
riter
modern
membutuhkan
yang
baru.
dukungan
Pengelolaan
infrastruktur
ritel
yang
modern
tentunya
memadai
terutama
kebutuhan teknologi tinggi (high-tech).
Teknologi
tinggi
ini
memungkinkan
ritel
membangun
sistem
informasi canggih yang mendukung pengelolaan sistem persediaan yang
lebih efisien sehingga manajemen ritel mampu menyediakan berbagai
produk makana dan minuman yang selalu segar. Teknologi juga
memudahkan pelayanan, pemrosesan, serta pengantaran layanan yang
lebih cepat, teliti, dan memuaskan pelanggan. Selain itu, dengan
menggunakan
sistem
informasi,
para
peritel
mampu
mengatur
persediaan di gudang-gudang ritel, sehingga sistem pasokan dan
persediaan menjadi semakin terintegrasi terhadap berbagai kebutuhan
gerai atau toko ritel yang dimilikinya. Perubahan-perubahan yang paling
penting dibahas pada bagian ini, yaitu:
23
(1) perbedaan yang mendasar dan terus berkembang dalam format ritel,
(2) meningkatkan konsentrasi industri,
(3) globalisasi, dan
(4) penggunaan berbagai cara untuk berinteraksi dengan konsumen.
Masing-masing format ritel menargetkan segmen pasar yang
berbeda dan menggambarkan tren atau kecenderungan terhadap
keanekaragaman barang dagangan yang semakin meningkat. Tiap jenis
ritel menawarkan manfaat yang berbeda, sehingga para konsumen bisa
berlangganan pada ritel yang berbeda untuk pembelian dan kebutuhan
yang berbeda.
Saat jumlah format ritel yang berbeda meningkat, jumlah pesaing
dalam tiap format akan cenderung menurun. Sedikit peritel nasional
yang mampu mendominasi kebanyakan format. Contohnya, PT. Matahari
Putra Prima yang memiliki departement store masuk dalam format ritel
berorientasi makanan dengan nama hypermart.
Faktor penentu cara interaksi tersebut adalah adanya kemajuan
teknologi maupun keberagaman jenis format ritel. Ritel dengan format
tanpa toko (non-store) akan lebih banyak mengoptimalkan kemajuan
teknologi informasi untuk berinteraksi dengan konsumen. Tidak semua
pe-ritel yakin telah melakukan upaya yang otimal dalam berinteraksi
dengan konsumen dengan hanya memilih satu cara. Sebagian besar peritel menggunakan kombinasi dari berbagai cara dalam berinteraksi
seperti dilakukan oleh Matahari Departement Store yang menggunakan
catalog / direct mail, e-mail, interaksi langsung didalam toko.
24
Pe-ritel
juga
dapat
berposisi
sebagai
perusahaan
yang
menyimpan persediaan dengan ukuran lebih kecil. Fungsi utama ritel
adalah mempertahankan persediaan yang sudah ada, sehingga produk
akan selalu tersedia saat konsumen menginginkannya.
Ritel yang mengantar produk hingga dekat ke tempat konsumen,
menyediakan jasa yang memudahkan konsumen dalam membeli dan
menggunakan produk, maupun menawarkan kredit sehingga konsumen
dapat memiliki produk dengan segera dan membayar belakangan.
Pelanggan membutuhkan ritel karena tidak semua barang dijual dalam
keadaan lengkap.
Pembelian salah satu barang ke ritel tersebut akan menambah
nilai barang tersebut terhadap kebutuhan konsumen. Terdapat empat
unsur yang dapat digunakan ritel untuk memuaskan kebutuhan
pelanggan yang berguna untuk menggolongkan ritel, yaitu Jenis barang
yang dijual
1. Perbedaan dan keanekaragaman barang yang dijual
2. Tingkat layanan konsumen
3. Harga barang
Ritel dapat dibedakan berdasarkan jenis produk yang dijualnya.
Sebagai contoh ritel yang menjual produk olahraga biasanya toko
peralatan olahraga. Selain itu juga dapat dibagi menurut jenis olahraga
itu sendiri, seperti basket, golf, sepakbola, dan lain-lain.
Usaha atau bisnis ritel di Indonesia mengalami perkembangan
yang cukup besar. Sebagai akibat dari adanya perkembangan usaha
25
manufaktur dan peluang pasar yang cukup terbuka, maupun upaya
pemerintah untuk mendorong perkembangan bisnis ritel.
Investasi perusahaan ritel asing tetap berinvestasi ke Indonesia
dengan tiga cara yaitu :
•
Pengaturan objek dalam perencanaan barang dagangan.
•
Implikasi perencanaan dan pengelolaan keanekaragaman barang
dagangan terhadap kinerja keuangan dan kinerja operasional ritel.
Aspek bauran komunikasi dalam ritel meliputi hal-hal sebagai
berikut :
o
Startegi
komunikasi
dalam
mengembangkan
merek
dan
membangun kesetiaan pelanggan.
o
Beberapa metode untuk berkomunikasi dengan pelanggan.
o
Kerja sama komunikasi antara peritel dengan vendor atau
pemasok.
o
Memilih media komunikasi, menentukan frekuensi, dan waktu
yang paling tepat dalam menjalankan aktivitas komunikasi
dengan pelanggan.
2.1.4 Studi Kelayakan Bisnis
Studi Kelayakan Bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang
tidak hanya menganalisis layak atau tidak layak sebuah bisnis dibangun, tetapi
juga saat dioperasionalkan secara rutin dalam rangka pencapaian keuntungan
yang maksimal untuk waktu yang tidak ditentukan. (Umar Husein, Studi Kelayakan
Bisnis, p8, 2007).
26
2.1.4.1 Reviewer Studi Kelayakan Bisnis
Reviewer menggunakan analisa kelayakan ide bisnis adalah sebagai
bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan baik persetujuan
ataupun penolakan terhadap kelayakan suatu rencana bisnis yang akan
direalisasikan sesuai dengan kepentingan pihak yang terkait didalamnya.
Adapun Pihak-pihak yang membutuhkan laporan studi kelayakan
bisnis adalah sebagai berikut :
•
Pihak Investor, karena investor adalah pemilik modal yang memiliki
kepentingan langsung tentang keuntungan yang akan diperoleh serta
jaminan keselamatan atas modal yang ditanamkannya.
•
Pihak Kreditor, karena dari pihak ini dana bisa dipinjamkan yang pada
akhirnya keputusan pemberian pinjaman dipertimbangkan setelah
melakukan pengkajian ulang studi kelayakan bisnis yang telah dibuat
sebelumnya.
•
Pihak Manajemen Perusahaan, sebagai pihak yang memberikan
kebijakan terhadap langkah perencanaan dari studi kelayakan bisnis
tersebut sebagai bentuk realisasi dari ide proyek dalam rangka
meningkatkan laba perusahaan.
•
Pihak Pemerintah dan Masyarakat, ini disebabkan karena adanya
kebijakan pemerintah yang akan mempengaruhi kebijakan perusahaan
baik
secara
langsung
maupun
tidak
langsung
terkait
prioritas
pemerintah sebagai unsur pendukung rencana yang akan dijalankan.
•
Bagi Tujuan Pembangunan Ekonomi, sebagai analisis manfaat yang
akan didapat dan biaya yang akan ditimbulkan oleh proyek terhadap
perekonomian nasional. Aspek-aspek yang perlu dianalisis untuk
27
mengetahui biaya dan manfaat tersebut antara lain ditinjau dari aspek
Rencana
Pembangunan
Jangka
Panjang
Nasional
(kebijakan
pemerintah), distribusi nilai tambah pada seluruh masyarakat, nilai
investasi per tenaga kerja, pengaruh sosial, serta analisis kemanfaatan
dan beban sosial.
2.1.4.2 Aspek Studi Kelayakan Bisnis
•
Aspek Pasar
Pasar merupakan tempat pertemuan antara penjual dengan
pembeli, atau saling bertemunya antara kekuatan permintaan dengan
kekuatan penawaran untuk membentuk suatu harga. Permintaan
dapat diartikan sebagai jumlah barang yang dibutuhkan konsumen
yang mempunyai kemampuan untuk membeli pada berbagai tingkat
harga. Permintaan yang didukung oleh kekuatan tenaga beli disebut
permintaan
efektif, sedangkan permintaan yang didasari
pada
kebutuhan saja disebut sebagai permintaan potensial.
Hukum permintaan mengatakan bahwa bila harga suatu
barang meningkat, maka kuantitas harga barang yang diminta akan
berkurang, begitu pula sebaliknya, bila harga barang yang diminta
menurun, maka kuantitas barang yang diminta menaik (asumsi cetris
paribus).
Sedangkan penawaran dapat diartikan sebagai kuantitas
barang yang ditawarkan dipasar pada berbagai tingkat harga. Tingkat
harga ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain : harga barang itu
sendiri, harga barang lain, ongkos produksi, tingkat teknologi, dan
28
tujuan-tujuan perusahaan. Bentuk pasar bisa dilihat dari sisi produsen
dan sisi konsumen. Dari sisi produsen, maka pasar dapat dibedakan
atas asas persaingan sempurna, persaingan monopolitik, oligopoli dan
monopoli. Dan dari sisi konsumen, pasar dibedakan atas empat bentuk
jenis pasar, yakni pasar konsumen, pasar industri, pasar penjualan
ulang kembali dan pasar pemerintah.
Proyeksi permintaan dan penawaran produk dapat dilakukan
dengan melakukan estimasi total terhadap permintaan pasar, estimasi
wilayah permintaan pasar, estimasi penjualan aktual dan pangsa
pasar, serta peramalan permintaan pada saat yang akan datang.
Implikasi pada studi kelayakan bisnis biasanya terlibat pada tugas
analis yakni mampu menentukan rancangan produk atau jasa
(benchmark) yang akan dijual, mampu menentukan jenis pasar yang
akan
dipilih,
mampu
melakukan
antisipasi
selanjutnya
dalam
menentukan pergerakan permintaan konsumen dan juga penawaran
produsen yang diperoleh melalui informasi product life cycle (PLC),
dan terakhir dapat menentukan prediksi berbagai peluang dan
ancaman sekaligus kekuatan dan kelemahan dalam peningkatan
pangsa pasar (market share).
•
Aspek Internal Perusahaan
Jika pasar yang akan dituju tidak dapat ditentukan, maka
prospek kedepan-pun tidak jelas
arahnya, dengan arti resiko
kegagalan bisnis menjadi besar. Segmentasi target posisi di pasar
dapat dilakukan dengan beberapa tahapan, antara lain segmentasi
pasar, menetapkan pasar sasaran, serta menentukan posisi pasar.
29
Sikap konsumen merupakan reaksi konsumen terhadap pasar yang
akan memberikan pengaruh dalam menilai efektivitas kegiatan
pemasaran, sedangkan perilaku konsumen merupakan tindakan
langsung dalam mendapatkan, mengkonsumsikan serta menghabiskan
produk atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan
mengikuti tindakan tersebut. Kepuasan konsumen adalah tingkat
perasaan konsumen setelah membandingkan antara apa yang dia
terima dengan harapannya.
Menurut Stanton (1995), pemasaran meliputi keseluruhan
sistem yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan usaha, yang
bertujuan merencanakan menentukan harga, hingga mempromosikan
dan mendistribusikan barang-barang atau jasa yang akan memuaskan
kebutuhan pembeli, baik yang aktual maupun yang potensial.
Selanjutnya
diperlukan
manajemen
dalam
pemasaran
dalam
pencapaian barang dan atau jasa yang sampai ke tangan konsumen
dengan melalui manajemen strategi terlebih dahulu sebelum kegiatan
dan pengelolaan lain dilakukan. Implikasi pada studi kelyakan bisnis
yakni informasi dalam menentukan seputar segmentasi, target, posisi
produk, strategi bersaing, program pemasaran dan market-share.
•
Aspek Teknik dan Teknologi
Dengan tujuan adalah untuk meyakini apakah secara teknis
dan pilihan teknologi, rencana bisnis dapat dilaksanakan secara layak
atau tidak layak, baik pada saat pembangunan proyek atau
operasional secara rutin. Dalam hal masalah manajemen operasional,
30
ada tiga hal yang harus dihadapi oleh perusahaan, yakni masalah
penentuan posisi perusahaan, masalah desain, masalah opersional.
Selain itu, persoalan lain mengenai masalah proses dan
operasi akan bermunculan, maka untuk itu persoalan yang timbul
harus
disesuaikan
dan
dikelompokkan
sesuai
dengan
masalah
manajemen operasional yakni sebagai kelompok masalah posisi
perusahaan, kelompok masalah desain, dan kelompok masalah
operasional. Implikasi pada SKB akan memberikan informasi mengenai
pemilihan strategi produk, teknologi yang digunakan, kapasitas
produksi,
penentuan
letak
dan
layout
secara
geografis,
dan
perencanaan dan kualitas produk serta operasional rutinnya.
•
Aspek Manajemen
Tujuan studi aspek manajemen adalah untuk mengetahui
apakah pembangunan dan implementasi bisnis dapat direncanakan,
dilaksanakan, dan dikendalikan, sehingga rencana bisnis dapat
dinyatakan layak atau tidak. Dalam pembangunan proyek bisnis dan
implementasinya dapat dilakukan melalui pendekatan-pendekatan,
antara lain :
- Perencanaan ( Planning )
- Pengorganisasian ( Organizing )
- Pergerakan ( Actuating )
- Pengendalian ( Controlling )
•
Aspek Sumber Daya Manusia
- Perencanaan SDM
- Analissi Pekerjaan
31
- Rekrutmen, Seleksi, Orientasi
- Produktivitas
- Pelatihan dan Pengembangan
- Prestasi Kerja,
- Kompensasi,
- Perencanaan Karir,
- Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
- Pemberhentian,
•
Aspek Keuangan
- Kebutuhan Dana dan Sumbernya
- Aliran Kas (Cash Flow)
- Biaya Modal (Cost of Capital)
- Inisial dan Operasional Aliran Kas
- Analisis kepekaan (Sensitivity Analysis)
- Penilaian dan Pemilihan Investasi
•
Aspek Lingkungan
- Aspek Ekonomi
- Aspek Sosial
- Aspek Politik
- Aspek Budaya
Dalam lingkungan industri yakni mencakup :
-
Ancaman Masuk Pendatang Baru
-
Persaingan Sesama Perusahaan dalam Industri
-
Ancaman dari Produk Pengganti
-
Kekuatan Tawar-Menawar Pembeli (Buyers)
32
-
Kekuatan Tawar-Menawar Pemasok (Suppliers)
-
Pengaruh Kekuatan Stakeholder Lainnya
2.1.4.3. Resiko Bisnis
•
•
•
Resiko pada Aspek Sumber Daya Manusia
-
Resiko pada Para Eksekutif dan Pekerja Inti
-
Resiko Menangani Karyawan
-
Resiko dalam Hubungan Industri dan Perselisihan
-
Stres dan Pelayanan
-
Etika
Resiko pada Aspek Keuangan
-
Biaya produksi yang Berlebihan
-
Biaya over-heads yang lebih tinggi
-
Utang
-
Pinjaman yang Berlebihan
Resiko pada Aspek Pemasaran
-
Masalah Kebijakan Pemerintah
-
Masalah Perubahan Permintaan Pasar
-
Masalah Perang Harga
-
Pemalsuan
-
Performa Produk yang Rendah
-
Promosi yang Kurang Baik
-
Masalah Merk
-
Masalah Pengembangan Produk
-
Masalah Distribusi
33
•
•
Resiko pada Aspek Produksi / Operasi
-
Masalah pemasok
-
Kerusakan Kualitas Produk
-
Minimalisasi Resiko Komputerisasi
Resiko pada Aspek Sistem Informasi
-
Nilai Data di Komputer
-
Resiko Komputersisasi
-
Minimalisasi Resiko Komputerisasi
-
Menetapkan Kebijakan SISFO
2.1.5 Appreciative Inquiry
2.1.5.1 Sejarah Lahirnya Appreciative Inquiry
Sejarah Appreciative Inquiry (AI) berawal dari program doktoral
dalam bidang perilaku organiasi pada Case Western Reserve University
melalui kolaborasi antara David Cooperrider dan Suresh Srivasta pada tahun
1980. Sebagai mahasiswa program doktoral, David Cooperrider terlibat
dalam sebuah diagnosis konvensional atau sebuah analisis organisasi
mengenai “apa yang salah dengan sisi sumber daya manusia”. Pada saat
pengumpulan data, ia terkesan dengan tingkat kerjasama yang positif,
inovasi dan pengelolaan yang bersifat egaliter (egalitarian governance) yang
ia amati dalam organisasi.
Suresh Srivastva, pembimbing Cooperrider lebih mendalami masalah
ini. karena pengaruh dari tulisan Schwetzer yang berjudul “reverence for
life”, Cooperrider memperoleh izin dari Dr.William Kiser, Direktur The
Cleveland Clinic, untuk memfokuskan diri secara penuh pada sebuah analisis
34
life-centric terhadap faktor-faktor yang berkontribusi terhadap tingginya
efektivitas fungsi klinik pada saat klinik tersebut berada dalam kondisi
terbaiknya. The Cleveland Clinic menjadi klinik besar pertama dimana
sebuah keputusan yang diambil secara sadar untuk menggunakan sebuah
metode penyelidikan (inquiry) yang berfokus pada faktor-faktor yang
memberi hidup (live giving factors) membentuk dasar untuk sebuah analisis
organisasi. Istilah “Appreciative Inquiry” pertama kali ditulis dalam sebuah
analisis dalam bentuk footnote dalam laporan umpan balik dengan judul
“Emergent Themes oleh David Cooperrider dan Suresh Srivasta untuk Dewan
Gubernur Cleveland Clinic.
Bersama
Suresh
Srivasta,
pada
tahun
1987
Cooperrider
mempublikasikan “Appreciative Inquiry in Organization Life”. Ini kali pertama
terminologi Al mencuat dalam sebuah publikasi profesional. Kebanyakan dari
artikelnya menjelaskan bahwa Al merupakan peralihan dari theory of change
yang berdasarkan kekurangan berubah menjadi sebuah positive dari theory
life-centric. Organisasi, menurut Cooperrider dan Suresh Srivasta, bukan
merupakan sekumpulan masalah untuk dipecahkan, tetapi merupakan pusat
kapasitas manusia yang tidak terhingga, tidak dapat diprediksi, hal yang
tidak diketahui atau sebuah misteri kehidupan.
Pada tahun 1990, Suresh Srivasta, Ron Fry dan David Cooperrider
yang tergabung dalam tim SIGMA bekerja sama dengan Romania’s Health
Care System pasca jatuhnya rejim komunis, untuk membuat sebuah model
yang bertujuan menjelaskan konsep Al yang sederhana. Ini merupakan awal
dari model 4-D yang menjelaskan cycle dari Al sebagai “Discovery, Dream,
Design dan Destiny”. Pada tahun yang sama juga, David Cooperrider dan
35
Suresh Srivasta mempubliksikan buku “Appreciative Management and
Leadership: The Power of Positive Thought and Action in Organizations”
yang berisikan penelitian terhadap kekuatan citra yang positif dan sebuah
artikelnya yang berjudul: ”Positive Image: Positive Action
Pada tahun 1996, Sue Annis Hammond mempubliksikan buku
dengan judul “The Thin Book of Appreciative inquiry”, yang memperkenalkan
dasar-dasar Al sebagai filosopi dan metodologi perubahan. Sementara pada
tahun 1999, sebuah buku dipublikasi oleh David Cooperrider, Peter
Sorensen, Diana Whitney dan Therese Yaeger dengan judul “Appreciative
Inquiry: Toward a Positive Theory of Human Organization and Change”.
Pada tahun yang sama buku berjudul “Lacating the Energy for Change: An
Introduction to Appreciative Inquiry” dipublikasikan juga dan ditulis oleh
Dr.Charles Elliot, seorang Dekan dari Trinity Hall, Cambridge.
Dan pada akhirnya, Peter Sorensen dari Benedictine University pada
tahun 2000 membuat suatu argumen bahwa Al adalah lebih dari sekedar
metode, Al merupakan sebuah paradigma baru mengenai perubahan yang
unik yang diciptakan untuk menghadapi tantangan abad 21.
2.1.5.2. Definisi Appreciative Inquiry
Appreciative Inquiry (AI) adalah pendekatan yang bersifat social
construction dalam pengembangan organisasi yang diperkenalkan oleh
Cooperrider & Srivasta (1987) sebagai suatu bentuk action research. Sebagai
sebuah produk paradigma sosio-rasionalis (socio-rationalist paradigm), Al
dibangun di atas teori yang dikemukakan oleh Lewin (1951) yang
menyatakan bahwa eksistensi sosial diatur oleh interpretasi kita terhadap
36
lingkungan, dan juga berdasarkan gagasan yang dikemukakan oleh Gergen
(1982, 1994) mengenai realitas yang dikonstruksi secara sosial (socially-
contructed reality).
Perumpamaan yang dapat mengilustrasikan perbedaan mendasar
antara pendekatan pemecahan masalah (problem solving) dengan Al adalah
gambaran sebuah gelas yang terisi air setengah dari ukurannya, yang dapat
dilihat baik “setengah terisi” ataupun “setengah kosong”. Perbedaanperbedaan tersebut dapat dilihat dari komparasi antara pendekatan “problem
solving” dan “appreciative inquiry”.
Perkembangan Al sebagai alternatif dari pendekatan pemecahan
masalah dapat membuka cakrawala baru dan mengungkap kemungkinankemungkinan yang sebelumnya kurang mendapat perhatian atau terabaikan.
Cara untuk memahami AI adalah mempertimbangkan makna dua
kata yang terkandung dalam istilah ini. kekuatan AI, bagaimana pun adalah
kedua suku katanya yang bekerja bersama. Apresiasi mengacu pada
tindakan mengakui dan menghargai apa yang telah dimiliki dan dilakukan di
masa lalu, apakah itu “kekuatan”, “kesuksesan”, aset, maupun potensi.
Inquiry berarti tindakan eksplorasi dan penemuan. Tindakan ini menyiratkan
penyelidikan tentang kemungkinan-kemungkinan baru, dimana pada saat ini
berada pada tahap tidak mengetahui atau memahami.
Appreciation berarti pengakuan dan nilai tambah. Apresiasi atas
penghargaan berhubungan dengan pengakuan. Dengan nilai, dan dengan
rasa terima kasih. Kata “menghargai” adalah sebuah kata kerja yang
memiliki makna ganda. Kata ini mengacu pada tindakan mengakui dan
tindakan meningkatkan nilai. Definisi ini mencakup:
37
•
Tindakan mengakui apa yang terbaik dari orang-orang atau dunia di
sekitar kita.
•
Untuk merasakan hal-hal tersebut, yang memberi hidup, kesehatan,
vitalitas, dan keunggulan dalam sistem manusia yang hidup.
•
Menyatakan kekuatan, sukses, aset, dan potensi masa lalu dan masa kini
•
Menambah nilai
•
Menganggap hal-hal yang menjadi sumber hidup (kesehatan, vitalitas,
keunggulan) ke dalam sistem yang hidup.
Tentu saja, organisasi, bisnis, dan komunitas dapat mengambil
manfaat dari apresiasi yang lebih besar. Di seluruh dunia orang haus akan
penghargaan. Mereka ingin bekerja dengan kemampuan yang sungguhsungguh untuk pekerjaan yang bernilai.
Inquiry berarti tindakan eksplorasi dan penemuan. Tindakan ini
menyiratkan penyelidikan tentang kemungkinan-kemungkinan baru, dimana
pada saat ini berada pada tahap tidak mengetahui atau memahami.
Kata menyelidiki adalah sebuah kata kerja yang berarti :
•
Menanyakan pertanyaan
•
Mempelajari
•
Mencari, mengekplorasi, menyelidiki ke dalam, atau menginvestigasi.
Sedangkan Inquiry adalah sebuah proses belajar bagi organisasi
seperti halnya individual. Yakni tindakan menyelidiki memerlukan rasa ingin
tahu yang tulus dan keterbukaan terhadap kemungkinan baru, arah baru,
dan pengertian baru. Jadi, dapat ditekankan bahwa Appreciative Inquiry
adalah
sebuah
pendekatan
dalam
pengembangan
organisasi
yang
menawarkan kepada kita seluruh proses dan potensi untuk secara positif
38
mengeksplorasi,
secara
kolektif
membayangkan
(berimajinsi),
secara
kolaboratif merancang, dan secara bersama-sama berkomitmen untuk
melangkah ke masa depan.
AI melibatkan orang-orang dari seluruh sistem dalam pembaharuan,
perubahan, dan kinerja yang lebih terfokus. Ide dasarnya dalah memperkuat
hal-hal yang menjadi kelebihan organisasi daripada mencoba memperbaiki
apa yang masih menjadi kekurangan. Manfaat yang sudah terbukti dari
pendekatan ini adalah keandalannya dalam mengakui kontribusi yang telah
diberikan oleh masing-masing individu dalam organisasi, yang menghasilkan
kepercayaan dan kemajuan organisasi. Kerena metode ini menciptakan
sesuatu yang bermakna dan bermanfaat dengan mengisahkan cerita nyata
yang sukses dan melewati batas-batas aktivitas sosial dan industri, Al disukai
banyak manajer.
The Jakarta Consulting Group dalam buku Appreciative Inquiry,
Application in Change Performance and Talent Management (2008)
menggambarkan bahwa Al dapat diterapkan di berbagai sisi kehidupan,
misalnya :
•
Dialog dengan orang lain.
•
Mengambil pelajaran dari pengalaman masa lalu
•
Melibatkan seluruh komunitas dan organisasi dalam perubahan
•
Membangun sebuah visi bagi masa depan yang dapat dimiliki dengan
semua orang serta membantu penerapannya.
•
Perencanaan strategis
•
Perbaikan pendidikan
•
Riset aksi
39
•
Evaluasi
•
Menitoring dan manajemen kinerja
•
Perubahan budaya dalam transformasi
•
Pelatihan kepemimpinan
•
Pengembangan komunitas
•
Pelayanan/kepuasan pelanggan
2.1.5.3 Appreciative Inquiry Sebagai Filosofi dan Metode Perubahan
Gagasan yang bergulir mengenai “lebih bagus memperkuat yang
menjadi kelebihan daripada mencoba memperbaiki apa yang menjadi
kekurangan” inilah yang menjadi landasan pola pikir Appreciative Inquiry
(AI), yang acap dilakukan dalam perubahan organisasi untuk menyongsong
masa depan yang lebih baik.
Pendekatan penyelesaian masalah melihat suatu fakta sebagai suatu
masalah yang harus diperbaiki tanpa menghubungkannya dengan tujuan
dari suatu organisasi atau visi dalam tataran yang lebih tinggi. Kondisi
tersebut diatas dapat membuat seseorang atau organisasi merasa lemah,
merasa malu, merasa kurang, merasa bersalah dan tidak membuat
kebanggaan apapun atas kerja yang telah dilakukannya. Saling menyalahkan
adalah dampak yang akan timbul, baik antar individu maupun antar bagian
atau unit kerja. Pencarian solusi yang dilakukan adalah hanya sebatas
kepada fakta yang negatif atau masalah tersebut dan tidak merefleksikan
mengenai tujuan dasar atau visi yang akan diraih.
40
2.1.5.4 Prinsip dan Asumsi Appreciative Inquiry
Terdapat serangkaian asumsi yang melandasi AI, yaitu : Dalam
setiap komunitas, organisasi dan kelompok ada hal-hal yang berfungsi
dengan baik.
•
Apa yang menjadi fokus kita akan menjadi kenyataan
•
Realitas diciptakan pada suatu saat, dan ada banyak kenyataan yang
terjadi.
•
Tindakan menanyakan pertanyaan dari sebuah organisasi atau
kelompok mempengaruhi kelompok dalam beberapa hal tertentu.
•
Jika kita membawa sebagian masa lalu kita ke masa depan, yang
harus kita bawa adalah bagian dari masa lalu kita yang terbaik.
•
Adalah penting untuk menghargai perbedaan.
Sampai
saat
ini,
prinsip-prinsip
AI
telah
berkembang,
dari
sebelumnya dikenal dengan lima prinsip menjadi delapan prinsip.
1. Constructionist Principle : Pemikiran dan kata-kata menciptakan dunia.
Bahasa yang kita gunakan membentuk realitas kita. Words are tools to a
hammer everything is a nail! AI sebagai sebuah metodologi untuk
melaksanakan eprubahan didasarkan pada kekuatan kata-kata untuk
menciptakan dunia. Budaya organisasi tercermin dalam nilai, keyakinan,
serta
aturan-aturan
informal
dan
pengharapan
yang
memandu
kehidupan organisasi dan terbentuk melalui pemikiran dan percakapan
manusia. Constructionist Principle menempatkan komunikasi dan bahasa
manusia pada pusat pengorganisasian manusia dan perubahan. Ia
menyatakan bahwa makna dibuat dalam percakapan, realitas diciptakan
dalam komunikasi, dan pengetahuan diperoleh melalui interaksi sosial.
41
Intinya, ia menyatakan bahwa pengetahuan adalah realitas yang
subyektif. Menurut Constructionist Principle, kekuatan bahasa bukanlah
sebagai sebuah alat individu namun lebih sebagai sarana dimana
komunitas
menciptakan
pengetahuan
dan
membuat
makna.
Pengetahuan yang dianggap baik, benar, dan bermakna adalah sebuah
kesepakatan sosial yang luas yang tercipta diantara orang-orang melalui
komunikasi.
2. Simultaneity
Principle
:
Penyelidikan
menghasilkan
perubahan.
melakukan serangkaian pertanyaan dapat mempengaruhi keluaran
dalam berbagai cara. Realitas diciptakan dalam suatu waktu dan
terdapat banyak realitas. Perubahan terjadi pada saat kita mengajukan
pertanyaan. Penyelidikan dan perubahan bersifat simultan, penyelidikan
adalah intervensi dan mungkin merupakan cara yang paling efektif untuk
transformasi.
3. Poetic Principle : Organisasi, seperti hasil karya seni, adalah sumber
pembelajaran, inspirasi, dan interpretasi yang tak berujung. Seperti hasil
karya besar sastra dan puisi, organisasi dapat diceritakan dan
diinterpretasi berulang kali, melalui setiap kerangka referensi dan topik
penyelidikan. Pilihan mengenai apa yang dipelajari hanya tergantung
kepada kita. Kita dapat mempelajari hampir setiap topik yang berkaitan
dengan
pengorganisasian
manusia
kepuasan
atau
ketidakpuasan
pelanggan, konflik lintas fungsional atau kerjasama, frustrasi karyawan
atau kenyamanan kerja. Salah satu cara yang paling kuat agar topik
yang kita fokuskan mempengaruhi dunia adalah melalui metafora yang
kita pilih untuk menggambarkan pengorganisasian manusia. Kita
42
mengatakan, misalnya, bahwa organisasi seperti mesin, ekosistem alami,
keluarga, medan pertempuran, atau network. Setiap metafora, sebagai
sebuah analog bagi pengorganisasian, secara cepat menstimulasi
seperangkat gambaran yang hidup.
4. Anticipatory Principle : Citra mempengaruhi tindakan. Apa yang kita
fokuskan menjadi realitas. Human system bergerak sesuai dengan
arahan terhadap citra masa depan. Citra yang positif membimbing ke
arah tindakan yang positif juga. Kita menciptakan dunia yang kita beri
perhatian. Keberadaan organisasi sebagian disebabkan oleh orang-orang
terbenam ke dalam dan berbagi gambaran dan proyeksi masa depan.
Ada beberapa hasil studi yang isinya menyimpulkan bahwa apa yang kita
fokuskan akan menentukan apa yang akan kita dapati, baik ini melalui
pengaruh pihak lain yang kuat (seperti atasan, guru, orang tua),
ataupun melalui pikiran kita sendiri yang memusatkan perhatian pada
peristiwa atau kejadian tertentu, isu tertentu, atau kompetensi tertentu.
Kesuksesan dan kegagalan bergantung, sebagian, kepada gambaran
masa depan yang kita bangun. Gambaran yang berdasarkan atas
ketakutan dapat menciptakan kepanikan yang meluas. Sebaliknya, jelas,
gambaran
yang
memotivasi
dapat
memobilisasi
tindakan
yang
berpengaruh, positif, dan kolektif. Prinsip ini juga menyertakan gagasan
atau ide bahwa inquiry dan change adalah dua hal yang tidak
terpisahkan. Citra adalah penjelasan potensi yang bersifat sensory rich,
elaborasi kemungkinan dan penjelasan mengenai hal-hal yang tidak
diketahui. Sementara beragam gambaran dilukiskan secara visual, dan
43
bahkan sementara sebagian dijelaskan dalam bentuk visi, gambaran
adalah cerita yang disampaikan oleh kita sendiri mengenai diri sendiri.
5. Positive Principle : Kekuatan yang difokuskan pada hal-hal yang positif
telah dititikberatkan dalam banyak bidang relevansi dalam prinsip ini
diilustrasikan dalam sebuah artikel mengenai personal change. Dalam
membangun pemahaman mengapa pasien yang baru pulih dari operasi
jantung gagal mengubah gaya hidup yang diperlukan, ditemukan bahwa
perubahan pribadi yang akan bertahan lebih lama harus disertai dengan
pendekatan yang bersifat emosional disamping dengan pendekatan yang
rasional. Lebih jauh, pendekatan emosional ini harus dilandasi emosi
yang bersifat positif, bukan negatif. Orang akan kurang atau bahkan
tidak termotivasi dengan adanya ketakutan akan kematian dibandingkan
dengan adanya harapan untuk mendapatkan hidup yang sehat dan
bahagia.
Satu
emosi,
ketakutan
akan
kematian,
akan
memicu
penghindaran terhadap perubahan ke arah yang lebih baik dan
cenderung untuk terjebak kembali pada perilaku yang lama yang tidak
sehat. Pertanyaan positif menghasilkan perubahan positif. Momentum
perubahan mensyaratkan pengaruh positif dan ikatan sosial dalam skala
besar. Pertanyaan positif menghasilkan hal-hal yang terbaik dari orangorang, menginspirasi tindakan positif, dan menciptakan peluang untuk
masa depan yang positif. Pertanyaan positif menghasilkan antusiasme
dan mengembangkan perubahan positif dalam sistem manusia.
6. The Wholeness Principle : Keutuhan menghasilkan yang terbaik bagi
orang-orang dan organisasi. Kumpulan para stakeholder bersama-sama
dalam sebuah forum kelompok besar yang menstimulasi kreativitas dan
44
membangun kapasitas kolektif. Keutuhan muncul manakala orang-orang
mampu untuk mendengarkan, menyaksikan, dan memahami pandangan,
perspektif, dan interprestasi yang berbeda dari suatu peristiwa.
Wholeness Principle mengarahkan peserta untuk berfokus pada higher
ground
daripada
common
ground.
Pengalaman
keutuhan
dan
penyembuhan bukan timbul dari ditemukannya hal-hal yang memiliki
kesamaan, tetapi dalam kemampuan memahami, menerima, dan
menikmati perbedaan.
7. The Enactment principle : Bertindak “seolah-olah” adalah self fulfilling.
Untuk benar-benar membuat sebuah perubahan, kita harus “menjadi
perubahan yang ingin kita lihat”. Perubahan yang positif terjadi bila
proses yang digunakan untuk perubahan adalah sebuah model yang
hidup dari masa depan yang ideal.
8. The Free Choice Power : Pilihan bebas membebaskan kekuatan. Orangorang akan menjadi lebih baik dan akan lebih memiliki komitmen bila
mereka diberi kebebasan untuk memilih tentang bagaimana mereka
memberi kontribusi dan apa yang dapat mereka berikan sebagai
kontribusi.
Memperlakukan
orang
layaknya
sukarelawan
dengan
kebebasan untuk memilih cara berkontribusi sesuai dengan yang
diinginkan membebaskan power baik organisasi maupun personal.
Kebebasan memilih menghasilkan antusiasme dan komitmen bagi
organisasi
dan
mendorong
kinerja
yang
lebih
baik.
prinsip
ini
mengajarkan kepada kita untuk secara konsisten menciptakan peluang
untuk memilih, memberikan opsi kepada orang lain, dan mendorong
45
mereka untuk memilih pekerjaan sesuai dengan intuisi, minat, kekuatan,
dan panggilan hati nurani.
2.2 Kerangka Pemikiran
Kerangka Pemikiran yang akan diimplementasikan dalam penelitian adalah sebagai
berikut :
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
Download