Mengenal Enterobacter sakazaki

advertisement
Enterobacter sakazakii dan Meningitis
Oleh : Djadjat Tisnadjaja
Beberapa waktu lalu, masyarakat, khususnya ibu-ibu yang memiliki
balita dan terbiasa memberikan nutrisi tambahan bagi bayi atau balita
kesayangannya dengan susu formula dan atau makanan formula untuk bayi
atau balita lainnya, dikejutkan oleh berita tentang hasil penelitian yang
melaporkan bahwa susu formula dan makanan formula untuk bayi dan balita
memiliki kemungkinan untuk tercemar oleh bakteri Enterobacter sakazakii.
Tentunya tidak bisa disalahkan kalau kaum Ibu tersebut terkejut dan marah
sehingga serentak menggelar unjuk rasa di bundaran Hotel Indonesia. Siapa
atau ibu yang mana yang rela membiarkan anaknya memiliki resiko terserang
suatu penyakit apalagi bila bisa menyebabkan kematian. Kekhawatiran
memang layak kalau mengingat adanya resiko kematian akibat dari
meningitis, khususnya pada balita yang kurang memiliki daya tahan.
Kehebohan akan Enterobacter sakazaki ini disikapi secara bervariasi
oleh ibu-ibu. Sebagian ibu -ibu memutuskan untuk menghentikan pemberian
susu formula kepada balitanya. Ada yang berinisiatif mengganti susu formula
dengan tajin (Kompas, 2 Maret 2008), dan mungkin beberapa inisiatif lainnya.
Dalam unjuk rasanya ibu-ibu di Jakarta menuntut adanya penyelidikan tuntas
tentang pencemaran E. sakazakii dan pelabelan bebas bakteri tertentu. Hal
ini menunjukkan adanya kepanikan yang diakibatkan oleh kekurang
pahaman.
Walaupun beberapa pakar yang diwawancarai di beberapa stasiun
televisi telah memberikan pernyataan yang seharusnya cukup mengurangi
kepanikan, kehebohan itu terus mengalir dan bahkan cenderung berkembang
kearah yang berbeda, seperti ada yang menyamakan antara bakteri dan
virus, sehingga menyebut E. sakazaki sebagai virus. Selain bakteri
Enterobacter sakazakii kata yang mendadak populer dan menjadi penyebab
kepanikan adalah meningitis.
Mengenal E. sakazaki
E. sakazaki adalah bakteri patogen atau bakteri yang dapat
menyebabkan penyakit yang tergolong dalam family Enterobacteriacea.
Seperti bakteri Enterobacteriaceae lainnya, bakteri ini banyak terdapat di
lingkungan sekitar kita bahkan bisa juga ditemukan di dalam pencernaan
manusia yang sehat. Ini artinya bakteri ini bisa ditemukan di rumah kita, di
rumah sakit dan tempat-tempat lain. Tentunya mungkin saja terdapat pada
ruang produksi susu formula, tapi mengingat proses spray drying susu atau
proses pengubahan susu cair menjadi bubuk menggunakan suhu sekitar
300oC maka kemungkinan terjadinya pencemaran pada saat proses menjadi
sangat kecil. Kecuali mungkin bila proses penambahan nutrisi tambahan
sebagai bagian dari formulasi dilakukan secara kurang hygienis. Bakteri ini
tumbuh dan berkembang biak dengan baik pada suhu kamar, dimana suhu
ideal yang memungkinkannya berkembang biak secara optimal adalah suhu
sekitar 37 – 44 oC. Beberapa jenis atau galur tertentu toleran terhadap suhu
50 – 60oC, tapi tidak ada yang tahan terhadap suhu 70oC atau lebih tinggi.
Perlu dipahami bahwa susu yang kaya dengan nutrisi merupakan media
tumbuh ideal bagi sebagian besar mikroorganisme termasuk bakteri, khamir
dan kapang. Artinya bahwa susu merupakan jenis nutrisi yang sangat rentan
untuk tercemar berbagai jenis mikroba dan E. sakazaki hanyalah salah
satunya.
Sebenarnya pada setiap pencemaran mikroba dikenal istilah ”dosis
infektif” atau jumlah minimal dari populasi mikroba pencemar yang dapat
menyebabkan penyakit, namun untuk E. sakazaki dosis infektifnya belum
diketahui secara pasti. Namun yang pasti adanya cemaran E. sakazaki pada
suatu produk makanan belum tentu akan menyebabkan penyakit bila
populasinya tidak cukup untuk menyebabkan hal itu. Hal ini juga sangat
berkaitan dengan daya tahan atau tingkat imunitas dari bayi atau balita yang
mengkonsumsinya.
Meningitis dan beberapa penyebabnya
Kata ”meningitis” digunakan untuk mendeskripsikan penyakit ini mungkin
karena yang terinfeksi adalah ”meninges”, yaitu lapisan tipis/encer yang
megelilingi otak. Infeksi meningitis juga bisa terjadi pada jaringan syaraf
dalam tulang punggung. Pada beberapa kasus, meningitis dapat
menyebabkan kerusakan permanen pada otak dan jaringan syaraf serta
terkadang menjadi penyebab ketulian. Serangan meningitis pada bayi
dibawah satu tahun dengan daya tahan rendah bisa menyebabkan kematian
dalam jangka waktu yang relatif singkat.
Sebenarnya, meningitis dapat dikelompokkan dalam beberapa tipe,
dimana pengelompokan ini didasarkan pada mikroorganisme penyebabnya.
Salah satu tipe meningitis, yaitu yang disebabkan oleh virus atau viral
meningitis, dapat dikategorikan sebagai suatu bentuk penyakit infeksi yang
menular. Sama seperti flu, pengantar virus umumnya adalah cairan dari
tenggorokan atau hidung. Virus juga bisa menyebar melalui udara dan
menularkan pada orang yang menghirup udara tersebut. Viral meningitis
dapat dikategorikan sebagai penyakit ringan yang tidak perlu terlalu
dikhawatirkan, dimana gejalanya sangat mirip dengan penyakit flu biasa dan
umumnya penderita dapat sembuh sendiri.
Meningitis juga bisa disebabkan oleh jamur, dalam hal ini jamur
Kriptikokus. Jamur ini bisa terdapat pada debu atau tahi burung yang kering,
sehingga penularan bisa terjadi ketika seseorang menghirup debu atau tahi
burung tersebut. Kriptokokus ini dapat menginfeksi kulit, paru dan bagian
tubuh lainnya. Diantara beberapa tipe meningitis, bacterial meningitis atau
meningitis yang disebabkan oleh bakteri termasuk Enterobacter sakazaki
merupakan penyakit yang serius, bahkan bisa menyebabkan kematian.
Gejala penyakit ini bisa berupa timbulnya bercak kemerahan atau kecoklatan
pada kulit. Bercak ini akan berkembang menjadi memar yang akhirnya
menghambat suplai darah ke organ-organ tubuh. Penderita akan merasakan
demam tinggi, menggigil, nyeri kepala yang terus-menerus, kaku kuduk,
kesadaran menurun, mual dan muntah, hilangnya nafsu makan, kelemahan
umum, disertai rasa nyeri pada punggung serta sendi.
Selain E. sakazaki, Staphylococcus aureus yang merupakan mikroflora
normal pada kulit dan selaput lendir manusia juga bisa menjadi penyebab
bacterial meningitis yang juga bisa mematikan bagi individu dengan daya
tahan yang rendah seperti manula, bayi dan manusia dalam kondisi lemah
dengan alasan lainnya. Kalau untuk ini kita juga harus panik, lalu bagaimana
karena S. aureus mudah ditemukan dalam telapak tangan kita, dahi kita dan
bagian tubuh kita lainnya. Itulah alasan kenapa personil yang melakukan
kegiatan produksi obat dan makanan dan melakukan kontak langsung
dengan bahan yang digunakan sebagai bahan produksinya diharuskan
menggunakan sarung tangan dan tutup kepala serta masker penutup mulut.
Perlukah pelabelan bebas E. sakazaki dilakukan ?
Dalam salah satu tuntutannya kelompok ibu-ibu yang berunjuk rasa di
bundaran HI meminta adanya klarifikasi pemerintah, dalam hal ini mungkin
Badan POM, tentang keamanan susu formula yang mereka berikan pada bayi
dan balitanya. Mereka juga meminta adanya label yang menunjukkan bahwa
susu formula tertentu bebas bakteri berbahaya. Tapi apakah ini diperlukan ??.
Kembali ini menunjukkan adanya kekurang pahaman yang mungkin terjadi
karena kurangnya sosialisasi yang dilakukan Badan POM sebagai lembaga
pemerintah yang bertanggung jawab dalam hal ini. Perlu disampaikan bahwa
Badan POM bertanggung jawab mengawasi keamanan dari semua produk
obat dan makanan yang diedarkan di masyarakat secara luas. Khususnya
untuk makanan, tentunya terbatas pada produk yang dikemas dan memiliki
masa edar atau masa kadaluarsa lebih dari satu minggu. Dengan tanggung
jawab ini Badan POM menetapkan aturan yang intinya mewajibkan semua
produk obat dan makanan yang diedarkan harus terlebih dahulu melewati dan
lulus dari pengujian yang ditetapkan. Pengujian meliputi kandungan kimia
dan mikrobiologi. Pengujian mikrobiologi bertujuan untuk mengidentifikasi
adanya cemaran mikroba, dimana Badan POM akan mengacu pada SNI dari
batas cemaran yang diijinkan. Sudah tentu semua produk makanan,
utamanya yang siap konsumsi (ready to eat food), harus bebas dari semua
jenis mikroba patogen seperti Salmonella dan E. coli, dan kandungan
mikroba berpotensi berbahaya lainnya seperti Staphylococcus aureus harus
hanya ada dalam batas tertentu, yaitu harus dibawah dosis infektifnya.
Susu formula bayi yang dikategorikan sebagai MPASI (makanan
pengganti air susu ibu) tentunya juga harus memenuhi batasan cemaran yang
diijinkan ini. Memang untuk saat ini Badan POM, seperti juga badan-badan
sejenis di negara lain, belum menempatkan E. sakazaki sebagai parameter uji
yang diwajibkan untuk diperiksa. Namun demikian, karena E. sakazaki dalam
beberapa tahun belakangan ini sedang diselidiki kemungkinan
keberadaannya sebagai cemaran dalam susu formula bayi, pencegahan
kehadirannya sudah diantisipasi dengan memperketat batasan untuk koliform.
Koliform yang merupakan kelompok bakteri dari beberapa genus family
Enterobacteriaceae umumnya digunakan sebagai indikator untuk menilai
tingkat hygienis. Bila kandungan koliformnya rendah maka tingkat
hygienisnya baik dan kemungkinan adanya bakteri patogen juga semakin
kecil. Sebagai contoh batasan cemaran koliform yang diijinkan untuk MPASI
siap santap adalah APM (angka paling mungkin) Koliformnya harus lebih kecil
dari 3 per gram. Ini hampir sama artinya dengan tidak boleh ada bakteri Koli
didalam MPASI siap santap. Kalau bakteri Koliform tidak terdeteksi berarti
bakteri patogen dari family Enterobacteriaceae tidak mungkin ada dan
Enterobacter sakazaki atau Enterobacter lainnya juga tidak akan ada. Hal ini
memang masih memiliki celah untuk diperdebatkan karena dalam pengujian
Koliform tidak menggunakan media pertumbuhan yang spesifik, berbeda
dengan bila pengujian dilakukan secara spesifik untuk E. sakazakii. Namun
demikian hampir dapat dipastikan bahwa bilapun ada E. sakazakii didalam
sampel pasti populasinya sangat sedikit dan tidak akan cukup untuk
menyebabkan infeksi.
Ini artinya bahwa semua produk obat dan makanan yang sudah terdaftar
dan mendapat ijin edar dari Badan POM adalah aman untuk dikonsumsi. Atau
dapat dikatakan bahwa pelabelan bebas bakteri tertentu itu tidak diperlukan
karena itu sudah diwakili oleh ijin edar yang dimiliki produk tersebut. Hanya
kalau dirasa perlu adalah mengusulkan E.sakazakii sebagai parameter uji
wajib untuk produk susu formula dan makanan formula bayi dan balita
lainnya. Walaupun untuk hal ini pemerintah, dalam hal ini Direktorat
Standarisasi Badan POM, kemungkinan akan memiliki kendala dalam
mencari acuan karena sampai saat ini di negara-negara maju sekalipun E.
sakazakii belum dijadikan sebagai persyaratan wajib.
Bagaimana sebaiknya menyikapi issue ini
Apa yang dilaporkan oleh Ibu Dr. Sri Estuningsih tidaklah salah, tapi
mungkin kita harus menyikapinya secara lebih baik. Tidak berarti bahwa,
misalkan, satu kemasan dari produk susu formula dari suatu merek tertentu
tercemar oleh E. sakazaki kemudian dipastikan bahwa semua produk dengan
merk yang sama tersebut tercemar E. sakazaki. Karena pencemaran bisa
saja terjadi akibat dari kemasan tersebut lebih dahulu tercemar, atau cemaran
masuk saat pengemasan dan berbagai kemungkinan lainnya. Perlu diakui
bahwa makin banyak bahan tambahan yang diberikan pada suatu susu
formula maka kemungkinan terjadi pencemaran bisa meningkat. Tapi hampir
bisa dipastikan bahwa tidak mungkin ada cemaran yang dibawa oleh bahan
susu itu sendiri karena susu tersebut harus melewati proses spray drying
yang dilakukan dengan suhu tinggi. Dan yang harus diyakini, semua
produsen susu termasuk susu formula pasti akan berusaha meminimalkan
kemungkinan terjadinya cemaran mikroba, baik untuk kepentingan konsumen
maupun kepentingan perlindungan produk itu sendiri. Karena susu
merupakan media pertumbuhan ideal bagi mikroba, maka setiap cemaran
mikroorganisme akan mudah untuk memperbanyak diri istimewanya mikroba
anaerobic atau facultatif anaerobic yang tidak tergantung pada ketersediaan
oksigen. Bila ini terjadi maka waktu simpan produk susu tersebut akan
menjadi jauh berkurang, yang tentunya tidak dikehendaki oleh setiap
produsen.
Beberapa pakar baik di koran maupun melalui televisi sudah
melakukan sosialisasi yang baik tentang bagaimana seharusnya kita
bersikap. Dengan lebih memahami bakteri ini maka kita seharusnya menjadi
tenang, yang penting selalu siapkan susu untuk anak kita dengan cara
melarutkan dalam air panas (sekitar 70oC), gunakan tempat susu yang bersih,
jangan biarkan susu yang sudah disajikan tersimpan lama, dan selalu
bersihkan botol untuk minum susu bayi tersebut dengan baik dan tidak
meninggalkan sisa susu sedikitpun. Penting diperhatikan bahwa susu adalah
media pertumbuhan ideal untuk sebagian besar mikroorganisme, oleh karena
itu hindari menyimpan susu yang sudah dilarutkan didalam suhu ruang dalam
jangka waktu lebih dari dua jam. Hal ini dapat memberikan kesempatan bagi
bakteri apa saja untuk memperbanyak populasinya, sehingga mencapai
jumlah yang membahayakan.
Penulis adalah staf peneliti pada Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI, Cibinong.
Jl. Raya Bogor Km 46, Cibinong 16911. Email: [email protected]
Download