3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oriented Strand Board (OSB) Menurut APA (1997), OSB adalah panel kayu struktural yang terbuat dari strand kayu yang diikat dengan perekat eksterior. Strand disusun membentuk lapisan, dimana arah setiap lapisan saling tegak lurus satu sama lainnya. Menurut Tsoumist (1991), OSB merupakan panel untuk penggunaan struktural terbuat dari strand-strand kayu tipis yang diikat bersama menggunakan perekat resin tahan air (waterproof) atau perekat tipe eksterior dan dikempa panas. Strand disusun pada arah tegak lurus pada masing-masing lapisan (biasanya 3 atau 5 lapis) yang selanjutnya akan saling berikatan silang seperti pada kayu lapis. Menurut Structural Board Association (2004) dan Forest Product Laboratory (1999), OSB merupakan panil kayu untuk penggunaan struktural. OSB dapat dipergunakan untuk dinding, panel atap, sub lantai, pelapis lantai, lantai, panil penyekat dan I- Joist. OSB didesain sebagai panil struktural untuk menggantikan kayu lapis yang diaplikasikan sebagai dinding, sub pelapis lantai, balok web, dan pelapis lantai tunggal. Spesifikasi sifat fisis dan mekanis dari OSB (Base Particleboard Type 2410) menurut standar JIS A 5908 (2003) dan CSA 0437.0 (Grade O-2) tentang papan partikel disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1 Standar nilai sifat fisis dan mekanis papan partikel dan OSB Sifat Papan JIS A 5908 (2003) Sifat Fisis 1. Kerapatan (g/cm3) 0,4-0,9 2. Kadar Air (%) 5-13 3. Pengembangan Tebal (%) ≤ 12 4. Daya Serap Air (%) Sifat Mekanis 1. MOE // Serat (Kgf/cm2) ≥ 20.000 2. MOE ┴ Serat (Kgf/cm2) 3. MOR // Serat (Kgf/cm2) ≥ 80 4. MOR ┴ Serat (Kgf/cm2) 5. Internal Bond (Kgf/cm2) ≥ 1,5 6. Kuat Pegang Sekrup (Kgf) ≥ 30 *Sumber : Structural Board Asociation (2005) CSA 0437.0 (Grade O-1)* CSA 0437.0 (Grade O-2)* ≤ 15 - ≤ 15 - 45.886 13.256 234 96 3,45 56.084 15.295 295 126 3,52 4 Menurut Structural Board Association (2005), keberadaan OSB ini pada awalnya merujuk pada waferboard yang telah ada sejak tahun 1962, baru kemudian pada tahun 1981 secara komersial muncul OSB dan sekarang ini keberadaannya telah menggantikan waferboard. Menurut Bowyer et al. (2003), antara tahun 1985-1999 produksi OSB di USA meningkat hingga 300% dari 2,7 juta m3 menjadi 10,3 juta m3 per tahun. Pada tahun 2004 di Amerika Utara terdapat 64 industri OSB (40 di Amerika dan 24 di Kanada) dengan kapasitas produksi mencapai 27 milyar feet2. Kapasitas produksi OSB di Eropa pada akhir tahun 2000 mencapai 2.005.000 m3 per tahun dan tahun 2001 bertambah sebesar 1.085.000 m3 per tahun (Bowyer et al. 2003; Nishimura et al. 2004). Di Kanada dan Amerika, OSB sudah dikembangkan dan diaplikasikan pada konstruksi bangunan rumah dan bangunan komersial industri. Menurut Nishimura et al. (2004), di China sudah dikembangkan perumahan Western Style yang dibangun dengan bahan baku kayu dan OSB. OSB (Oriented Strand Board) merupakan produk yang relatif baru jika dibandingkan produk panel lainnya. OSB dibuat sebagai panel struktural yang menggantikan bahan pelapis seperti kayu lapis (Nishimura et al 2004). Produk OSB ini memiliki potensi yang besar karena produk ini memiliki keawetan dan kekuatan yang tinggi, selain itu produk ini pun memiliki bentang yang lebar dengan kestabilan dimensi yang tinggi pula. OSB merupakan pilihan ekonomis yang ramah lingkungan, karena itu variasi aplikasi penggunaannya bisa sangat luas seperti untuk dinding, panel atap, sub lantai, pelapis lantai, lantai, panel penyekat dan lain sebagainya (Structural Board Association 2005). Industri OSB dapat memanfaatkan kayu berdiameter kecil dan berbentuk tidak beraturan (bengkok dan sebagainya) sebagai bahan baku OSB. Namun demikian kayu dengan bentuk lurus dan memiliki diameter sekitar 14 inchi (35 cm) lebih disukai dengan alasan kemudahan dalam proses pengulitan (debarking) yang biasanya menggunakan ring-type debarker. Saat ini industri OSB menggunakan hardwood berkerapatan rendah dalam kondisi segar (green logs), yang berukuran panjang sekitar 36 inchi (90 cm) dengan alasan kemudahan untuk diproses dengan menggunakan new knife-ring flaker dan mesin disc untuk mendapatkan flakes berkualitas tinggi (Maloney 1993). 5 2.2 Kayu Akasia (Acacia mangium Willd) Akasia mangium (Acacia mangium Willd.) termasuk dalam sub famili Mimosoideae, famili Leguminose dan ordo Rosales. Penyebaran jenis ini mencakup Australia Timur Laut, Papua Nugini, Maluku dan Irian Jaya (Gunawan 1999, diacu dalam Azizah 2005). Jenis ini merupakan jenis pohon cepat tumbuh yang relatif berumur pendek (30-50 tahun). Akasia tumbuh pada daerah dengan curah hujan tahunan dengan variasi antara 1.000 mm/th sampai lebih dari 4.500 mm/th dan mempunyai suhu rata-rata 12-16 ºC (Dursalam 1987, diacu dalam Hendrik 2005). Akasia termasuk kedalam kelompok pohon yang hijau sepanjang tahun (evergreen). Tinggi pohon dapat mencapai 30 meter dengan tinggi bebas cabang mencapai setengah dari tinggi total. Kulit Akasia berwarna abu-abu atau cokelat dengan tekstur yang kasar dan berkerut. Daun berupa philodia (daun palsu) yang berukuran besar berwarna hijau gelap, dengan ukuran panjang mencapai 25 cm dan lebar antara 3-10 cm. Bunga berkelamin ganda dengan warna putih atau kuning (Joker 2000). Kayu Akasia memiliki ciri umum antara lain kayu teras berwarna cokelat pucat sampai cokelat tua, kadang-kadang cokelat zaitun sampai cokelat kelabu, batasnya tegas dengan gubal yang berwarna kuning pucat sampai kuning jerami. Sifat fisik kayu Akasia yaitu berat jenis rata-rata 0,63 (0,43-0,66); termasuk kedalam kelas awet III dan kelas kuat II-III. Kegunaannya antara lain sebagai bahan baku konstruksi ringan sampai berat, rangka pintu dan jendela, perabot rumah tangga, lantai, papan dinding, tiang, tiang pancang, selain itu baik juga untuk kayu bakar dan arang (Mandang & Pandit 2002). Saat ini pohon Akasia telah banyak ditanam, terutama di Benua Asia. Kegunaan utama kayu Akasia adalah sebagai bahan baku pembuatan kertas, fungsi lainnya sebagai kayu bakar, kayu konstruksi dan bahan baku furniture. Tegakannya berguna sebagai pengendali erosi, tempat tinggal bagi hewan dan sebagai peneduh. Sifat yang bernilai dari jenis ini adalah kemampuannya untuk berkompetisi dengan rumput (Imperata cylindrica), sehingga dapat mengurangi jumlah rumput pada tanah yang penutupan lahannya jarang. 6 2.3 Kayu Manii (Maesopsis eminii Engl) Kayu Manii (Maesopsis eminii Engl.) termasuk dalam famili Rhamnaceae, pohon ini tumbuh alami di Afrika dari Kenya sampai Liberia antara 8°LU dan 6°LS. Pohon ini banyak ditemukan di hutan tinggi dalam ekozona antara hutan dan sabana. Kayu Manii merupakan jenis pohon suksesi yang tumbuh pada areal hutan yang terganggu ekosistemnya. Saat ini jenis ini mulai ditanam di Asia Tenggara dan Amerika Tengah. Pada sebaran alami, jenis ini tumbuh di dataran rendah sampai hutan sub pegunungan sampai ketinggian 1.800 m dpl. Pada pertanaman, biasanya ditanam di dataran rendah dan tumbuh baik pada ketinggian 600 - 900 m dpl. Menyukai daerah dengan curah hujan 1.200 - 3.600 mm/tahun dengan musim kering sampai 4 bulan. Menyukai solum tanah dalam dengan drainase baik, namun dapat tumbuh pada solum tipis asalkan terdapat air cukup (Dephut 2002). Pohon Manii ini termasuk kedalam kelompok pohon meranggas, tinggi total mencapai 45 m dengan tinggi bebas cabang sekitar 2/3 dari tinggi total. Kulit batang berwarna abu-abu pucat, memiliki alur yang dalam, kulit dalam berwarna merah tua, daun sederhana dengan posisi saling berhadapan, panjang daun sekitar 6 - 15 cm dengan tepi daun bergerigi. Tandan terdiri dari banyak bunga di sepanjang ketiak daun, panjang bunga sekitar 1 - 5 cm. Bunga berukuran kecil, berkelamin ganda dengan mahkota berwarna putih kekuningan (Dephut 2002). Kayu Manii merupakan jenis pohon cepat tumbuh dan serbaguna berkekuatan sedang sampai kuat, dapat digunakan untuk konstruksi, kotak, dan tiang. Jenis ini banyak ditanam untuk sumber kayu bakar, daunnya digunakan untuk pakan ternak karena kandungan bahan keringnya mencapai 35% dan dapat dicerna dengan baik oleh ternak. Pulp dari jenis ini sebanding dengan pulp yang berasal dari jenis kayu keras. Pada pola agroforestry jenis ini ditanam sebagai penaung coklat, kopi, kapulaga dan teh, juga ditanam untuk pengendali erosi. Walaupun merupakan koloni yang agresif di areal semak dan areal terganggu di hutan, jenis ini kurang dapat bersaing dengan alang-alang tinggi dan rumput Pennisetum (Wulandari 2008). 7 2.4 Perekat Diethyl Methane Diisosianat (MDI) Perekat (adhesive) adalah suatu zat atau bahan yang memiliki kemampuan untuk mengikat dua benda melalui ikatan permukaan (Blomquist et al. 1983). Perekat MDI merupakan salah satu jenis perekat isosianat. Perekat ini unggul dalam proses aplikasi dan mutu produknya, bergantung kepada reaktivitas yang tinggi dari isosianat radikal –N-C-O. Polaritas yang kuat membuat senyawa pembawa radikal ini memiliki bukan hanya potensi adesi yang tinggi, tetapi juga sangat potensial membentuk ikatan kovalen dengan substrat yang memiliki hidrogen yang reaktif. Ketika satu molekul mengandung dua isosianat radikal seperti dalam diisosianat, molekul akan bergabung secara adesif dengan kemampuan mengembangkan gaya kohesif dalam proses polimerisasi dengan molekul sesamanya. Perekat ini umum digunakan selain karena mutunya yang baik, juga karena perekat ini memiliki volatilitas yang rendah. Rumus molekul dari MDI adalah C15H10O2N2, berat molekul 250,25 g/mol, titik leleh 40ºC, titik didih 314 ºC. Perbedaan perekat MDI dengan perekat phenol formaldehida (PF) dan urea formaldehida (UF) adalah : pada perekat PF dan UF ikatan terjadi secara mekanis dimana perekat akan masuk kedalam pori-pori kayu dan mengeras sehingga membentuk jangkar perekatan. Pada perekat MDI, selain terjadi ikatan mekanis seperti pada perekat PF dan UF, perekat ini pun membentuk ikatan kimia. Secara kimia isosianat bereaksi dengan gugus hidroksil yang terdapat dalam kayu membentuk ikatan poliuretan diantara partikel kayu. Secara fisik isosianat akan bereaksi dengan air yang terdapat pada kayu dan membentuk poliurea. Isosianat cenderung bereaksi dengan air, hal ini merugikan karena isosianat yang matang pada kayu yang mengandung air cenderung membentuk ikatan yang rapuh (Ruhendi 1997). Meskipun kinerja perekat isosianat telah diketahui sangat baik, tetapi pemakaian perekat ini kurang populer, hal ini disebabkan karena harga perekat ini relatif mahal. Kualitas perekat ini dapat diketahui dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Massijaya (2005) pada pembuatan papan partikel limbah kertas koran, kadar perekat 2% menghasilkan keteguhan lentur yang lebih besar dari perekat urea formaldehida dan fenol formaldehida dengan kadar 10%.