tinjauan pustaka

advertisement
3
TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Morfologi Cabai
Cabai (Capsicum annuum L.) termasuk dalam genus Capsicum yang
spesiesnya telah dibudidayakan, keempat spesies lainnya yaitu Capsicum
baccatum, Capsicum pubescens, Capsicum chinense, dan Capsicum frutescens
(Kusandriani, 1996). Kentang (Solanum tuberosum L.), terung (Solanum
melongena L.), takokak (Solanum torvum Swartz.) merupakan contoh tanaman
lain yang masih sekerabat dengan cabai.
Cabai merupakan tanaman herba yang tumbuh tegak dengan batang
berkayu dan cabang berjumlah banyak. Ketinggian tanaman cabai yaitu 50-150
cm dengan lebar tajuk tanaman sampai 90 cm. Struktur perakaran cabai diawali
dari akar tunggang yang sangat kuat yang bercabang-cabang ke samping dengan
akar-akar rambut (Kusandriani, 1996).
Daun cabai merupakan daun tunggal dan tipis dengan ukuran yang
bervariasi, biasanya berbentuk lanset atau bulat telur lebar (Rubatzky dan
Yamaguchi, 1999). Warna pada daun cabai berbeda-beda tergantung varietasnya,
biasanya berwarna hijau atau hijau tua (Kusandriani, 1996).
Bunga cabai mekar pada pagi hari ±2 jam sesudah matahari terbit dan
membukanya kurang dari satu hari (Ashari, 1995). Bunga cabai bersifat tunggal,
tumbuh pada ujung ruas, dan merupakan bunga lengkap karena memiliki kelopak,
mahkota, benang sari dan putik. Warna mahkota bunga berbeda-beda tergantung
varietasnya, ada yang berwarna putih, kuning terang, ungu, dan lainnya. Dalam
satu bunga terdapat satu putik dan lima sampai delapan helai benang sari. Kondisi
bunga yang hermaprodit tersebut memungkinkan cabai untuk melakukan
penyerbukan sendiri, walau tidak menutup kemungkinan terjadinya penyerbukan
silang. Posisi putik lah yang mempengaruhi penyerbukan, jika kepala putiknya
lebih tinggi dari kotak sari akan terjadi penyerbukan silang, sebaliknya jika posisi
putik lebih rendah dari kotak sari akan terjadi penyerbukan sendiri (Kusandriani,
1996).
Bentuk buah cabai bermacam-macam mulai dari memanjang, bulat,
segitiga, campanulate, sampai blocky. Permukaan buah cabai pun ada yang halus,
4
semi-keriting, dan keriting. Buah cabai memiliki warna yang bervariasi dari hijau,
kuning, atau bahkan ungu ketika muda dan kemudian berubah menjadi merah,
jingga, kuning atau campuran warna ini, seiring dengan meningkatnya umur buah
(Rubatzky dan Yamaguchi, 1999). Rongga pada buah cabai berbeda-beda
tergantung varietasnya. Di dalam rongga buah terdapat placenta yaitu tempat
melekatnya biji, ukuran rongga buah berbeda tergantung ukuran buah
(Kusandriani, 1996).
Syarat Tumbuh Cabai
Tanaman cabai dapat ditanam di berbagai lahan, baik di lahan sawah
(basah), tegalan (kering), pinggir laut (dataran rendah), ataupun pegunungan
(dataran tinggi) (Duriat, 1996). Suhu yang diperlukan tanaman cabai agar dapat
tumbuh optimum yaitu 18oC - 27oC (Sumarni, 1996). Suhu yang terlalu tinggi
atau di atas 32°C dapat menurunkan produksi karena tepung sari tidak dapat
berfungsi. Curah hujan yang ideal untuk tanaman cabai yaitu berkisar antara 750 –
1 250 mm per tahun atau merata sepanjang tahun (Tani, 2008). Curah hujan yang
terlalu tinggi dapat menyebabkan tanaman cabai mudah terserang penyakit,
sedangkan curah hujan yang terlalu rendah dapat menghambat pertumbuhan buah.
Tanaman cabai dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, namun yang paling
baik jika ditanam di tanah lempung berpasir yang banyak mengandung unsur hara,
serta memiliki drainase dan aerasi yang baik. Derajat keasaman (pH) tanah yang
baik untuk tanaman ini antara 5-6. Keadaan pH tanah sangat penting karena erat
kaitannya dengan ketersediaan unsur hara dalam tanah (Sumarni, 1996).
Kekurangan unsur hara akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.
Untuk pertumbuhan yang optimal, tanaman cabai membutuhkan intesitas
cahaya matahari sekurang-kurangnya selama 10-12 jam untuk fotosintesis,
pembentukan bunga dan buah, serta pemasakan buah (Wiryanta, 2002).
Kekurangan sinar matahari dapat mengakibatkan pertumbuhan tanaman cabai
menjadi lemah, pucat, dan memanjang (Tani, 2008).
5
Antraknosa pada Cabai
Antraknosa pada cabai disebabkan oleh cendawan Colletotrichum spp.
Spesies utama dari genus Colletotrichum yang menyerang cabai adalah
Colletotrichum
gloeosporioides,
Colletotrichum
acutatum,
Colletotrichum
capsici, Colletotrichum dematium, dan Colletotrichum coccodes (Kim et al.,
1999). Di antara cendawan Colletotrichum spp, yang menyerang cabai,
Colletotrichum gloeosporioides memiliki kisaran inang yang luas pada tanaman
solanaceous dan berbagai biotipe lainnya, Colletotrichum acutatum telah
menyebabkan kerusakan yang parah pada buah di beberapa daerah tropis
(Cerkauskas, 2004).
Colletotrichum acutatum mempunyai miselium berwarna putih hingga
abu-abu. Warna koloni jika dibalik adalah oranye hingga merah muda atau dark
olive.
Konidia
berbentuk
silindris
dengan
ujung
runcing,
berukuran
15.1 (12.8 – 16.9) x 4.8 (4.0 – 5.7) µm. Suhu optimum untuk berkembang biak
yaitu 28°C, dengan tingkat pertumbuhan sebesar 5.3 (4.0-6.0) mm/hari (AVRDC,
2004a).
Penyakit antraknosa menyerang hampir seluruh bagian tanaman, yaitu
pada daun, batang, buah muda, dan buah matang. Penyakit antraknosa dapat
menyerang pada seluruh fase pertumbuhan tanaman, bahkan pada saat pasca
panen.
Gejala
serangan
antraknosa
pada
biji
menimbulkan
kegagalan
berkecambah, pada kecambah menimbulkan rebah kecambah, pada tanaman
dewasa menimbulkan mati pucuk, dan pada buah menyebabkan buah menjadi
busuk (Suryaningsih et al., 1996). Serangan antraknosa dapat berlanjut hingga
pasca panen jika kondisi penyimpanan tidak diatur dengan baik. Gejala yang
timbul pada buah yang terserang antraknosa yaitu timbulnya bercak-bercak yang
semakin lama akan semakin melebar hingga seluruh buah akan dipenuhi bercak
yang mengakibatkan buah akan mengerut dan mengering dengan warna
kehitaman (Setiadi, 2008).
Cendawan penyakit antraknosa dapat bertahan baik pada biji, sebagai
penyakit tular biji, pada sisa-sisa tanaman yang terinfeksi maupun pada inang
yang lain (Suryaningsih et al., 1996). Infeksi cendawan dapat terjadi pada suhu
20-24°C dan kelembaban relatif udara yang mencapai 95%. Kondisi suhu dan
6
kelembaban yang tinggi membuat infeksi cendawan pada cabai semakin parah,
bahkan pada cabai yang tahan sekalipun (AVRDC, 2004b). Jika cuaca kering,
hanya akan terbentuk bercak kecil yang tidak meluas (Semangun, 2000).
Ketahanan terhadap Penyakit
Setiap tanaman memiliki respon yang berbeda terhadap serangan patogen.
Terdapat tanaman yang tahan terhadap serangan patogen, namun ada pula yang
tidak tahan. Ketahanan terhadap penyakit dapat berlangsung dalam berbagai
tahapan infeksi, mulai dari tahap perkecambahan spora pada permukaan tubuh
inang sampai kolonisasi jaringan atau sampai reproduksi patogen pada permukaan
inang atau dalam tubuh
inang (Yudiarti,
2007).
Ketahanan penyakit
dikelompokkan menjadi ketahanan struktural dan ketahanan fungsional.
Ketahanan struktural merupakan ketahanan terhadap penyakit yang disebabkan
oleh struktur tanaman itu sendiri yang menyebabkan patogen tidak menyukai atau
tidak dapat melakukan invasi ke dalam tanaman tersebut, contohnya yaitu tebal
dan kerasnya lapisan epidermis, adanya lignin pada dinding sel, atau adanya
lapisan lilin pada permukaan buah. Ketahanan fungsional merupakan ketahanan
yang disebabkan oleh adanya reaksi biokimiawi tanaman sehingga perkembangan
patogen dapat terhambat, contohnya yaitu meningkatnya aktivitas enzim tertentu
atau terbentuknya senyawa toksik tertentu (Agrios, 1997).
Ketahanan genetik merupakan salah satu bentuk ketahanan yang juga
dimiliki oleh tanaman. Ketahanan genetik merupakan ketahanan tanaman yang
dibawa oleh keturunan, dan dapat diperoleh dari hasil persilangan antara tanaman
yang peka terhadap penyakit dengan tanaman yang tahan terhadap penyakit
(Yudiarti, 2007). Sifat ketahanan cabai dikontrol oleh sebagian besar gen tunggal
dominan atau gen tunggal resesif (Kallo, 1988)
Pemuliaan Tanaman Cabai
Pemuliaan tanaman merupakan suatu kegiatan untuk memperbaiki bentuk
atau sifat tanaman dengan cara merubah susunan genetiknya sehingga sesuai
dengan apa yang diharapkan pemulia. Tujuan dari pemuliaan tanaman umumnya
adalah untuk memperbaiki daya dan kualitas hasil, perbaikan daya resistensi
7
terhadap hama dan penyakit tertentu, perbaikan sifat-sifat hortikultura, serta
perbaikan terhadap kemampuan untuk mengatasi cekaman lingkungan tertentu
(Kusandriani dan Permadi, 1996). Kegiatan pemuliaan tanaman diawali dengan
melakukan koleksi berbagai galur tanaman sebagai sumber plasma nutfah yang
nantinya akan diidentifikasi dah dikarakterisasi. Beberapa plasma nutfah dipilih
sebagai tetua berdasarkan hasil identifikasi dah karakterisasi, kemudian dijadikan
bahan persilangan (hibridisasi) atau langsung diseleksi dengan menggunakan
metode pemuliaan yang tepat. Tahap selanjutnya yaitu evaluasi terhadap hasil
pemuliaan tersebut sebelum kultivar dilepas (Sujiprihati et al., 2008).
Cabai termasuk dalam tanaman yang kebanyakan melakukan penyerbukan
sendiri, sehingga metode pemuliaanya disesuaikan dengan metode-metode yang
berlaku umum bagi tanaman menyerbuk sendiri. Metode yang paling banyak
digunakan adalah galur murni, seleksi massa, pedigree, Bulk-population, dan
silang balik (back cross) (Allard, 1960). Meskipun demikian, tanaman cabai dapat
melakukan pernyerbukan silang tergantung dari morfologi bunganya. Melakukan
isolasi terhadap bunga merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
mencegah penyerbukan silang (Kusandriani dan Permadi, 1996).
Download