Anesthesia for Ophthalmic Surgery

advertisement
Anesthesia
for Ophthalmic Surgery
Lange Anesthesiology
M. Dwi Satriyanto, dr.
2
3
 Superior
Rectus Muscle, adalah otot mata bagian
atas yang berfungsi menggerakkan mata kita ke atas
 Sclera, adalah bagian pelindung mata yang berwarna
putih di bagian luar bola mata
 Iris, adalah pigmen yang kita bisa melihat warna
coklat atau hitam atau berwarna biru jika orang eropa
 Lens, adalah kristalin lens yang jernih sekali dan ini
sebagai media refraksi untuk bisa kita melihat
 Kornea, adalah bagian paling depan dari fungsi
melihat kita. Kornea tidak ada pembuluh darah dan
mempunyai kekuatan yang besar untuk membiaskan
sinar yang masuk ke mata
 Anterior Chamber, adalah bilik mata depan
 Posterior Chamber, adalah bilik mata belakang
4
 Conjunctiva,
lapisan tipis bening yang
menghubungkan sklera dengan kornea
 Inferior Rectus Muscle, adalah otot mata bagian
bawah
 vitreous chamber, adalah aquos humor yang berupa
seperti jel/gel yang mengisi bola mata kita
 Retina, adalah lapisan yang akan menerima sinar
yang di terima oleh mata kita
 Fovea centralis, daerah di retina yang paling tinggi
resolusinya untuk mendapatkan sinar yang masuk
ke mata
 Optic Nerve, adalah saraf mata yang menhantarkan
sinar ke otak untuk di terjemahkan sebagai
penglihatan yang kita lihat saat ini
5
Mekanisme Dan Manajemen
Permasalahan
 regulasi
dari tekanan intraokuler,
 pencegahan refleks okulokardiak,
 managemen masuknya gas ke intraokuler.
6
Tekanan Intraokuler
7
TEKANAN DINAMIK INTRAOKULER
Fisiologi Tekanan Intraokuler
 Mata ~ organ berongga dengan dinding
yang kaku.
 Jika isi dari rongga   TIO  (normalnya
12-20 mmHg).
 Non Anestesi
: glaukoma, vol. darah intra
okular ,  tekanan vena, Perubahan yang
besar pada tekanan darah arteri dan ventilasi
 Anestesi : laringoskopi, intubasi, obstruksi
jalan nafas, batuk, posisi trendelenburg,
prone, tekanan masker pada mata.
8

TIO  menjaga bentuk dan organel di dalam bola mata.

Variasi tekanan yang temporer umumnya dapat
ditoleransi oleh mata normal.

Kedipan mata meningkatkan tekanan intraokuler
sebanyak 5 mmHg sehingga dapat mencapai 26 mmHg

Pada episode transient dari peningkatan tekanan
intraokuler pada pasien-pasien dengan tekanan arteri
oftalmik yang rendah (contoh : hipotensi yang perlahan,
proses arteriosklerosis pada arteri retina) dapat
mengganggu perfusi retina dan menyebabkan iskemia
9
Efek kardiopulmonal terhadap
tekanan intraokuler (IOP)
Variabel
Efek terhadap IOP
Tekanan Vena Sentral
 Meningkat
↑↑↑
 Menurun
↓↓↓
Tekanan darah Arteri
 Meningkat
↑
 Menurun
↓
PaCO2
 Meningkat (hipoventilasi)
↑↑
 Menurun (hiperventilasi)
↓↓
PaO2
 Meningkat
0
 Menurun
↑
↓ menurun (mild, moderate, marked); ↑ meningkat (mild, moderate, marked); 0 tidak ada efek
10
Prosedur Operasi Mata Terbuka
 Ekstraksi
Katarak
 Perbaikan laserasi kornea
 Transplantasi kornea (penetrasi keratoplasti)
 Iridektomi perifer
 Pengambilan benda asing
 Perbaikan ruptur bola mata
 Implantasi lensa intraokuler sekunder
 Trabekulektomi (dan prosedur penyaringan lain)
 Vitrektomi (anterior dan posterior)
 Perbaikan kebocoran dari luka
11
Efek Dari Obat-Obat Anestesi Terhadap
Tekanan Intraokuler
Obat
Efek terhadap IOP
Anestesi Inhalasi
• Obat Volatile
↓↓
• N2O
↓
Anestesi Intravena
•
Barbiturat
↓↓
•
Benzodiazepin
↓↓
•
Ketamin
?
•
Opioid
↓
Pelumpuh Otot
•
Depolarisasi (suksinil kolin)
• Non depolarisasi
↑↑
0/↓
↓ decrease (mild, moderate); , ↑ increase (mild, moderate); 0/, no change or mild decrease; ?, conflicting reports
12
 Suksinilkolin
meningkatkan tekanan intraokuler
sebanyak 5–10 mmHg dalam waktu 5–10 menit
setelah pemberian, terutama setelah
pemanjangan kontraksi otot-otot ekstraokuler
karena Pengulangan depolarisasi dari sel-sel
otot oleh suksinilkolin.
 Efek akhir dari pemanjangan kontraksi otot-otot
ekstraokuler ditunjukkan dengan adanya tes
tutup mata kuat (forced duction test) yang
abnormal selama 20 menit
13
Refleks Okulokardiak
14

Penarikan otot-otot extraokuler atau penekanan pada bola
mata dapat menyebabkan perubahan irama jantung yang
sangat bervariasi dari Bradikardia dan Ektopik Ventrikal
sampai Sinus Arrest atau Ventrikal Fibrilasi.

Rekfleks ini awalnya dijelaskan (1908), terdiri dari jalur
Trigeminal Afferent (V1) dan Vagal Efferent.

Refleks Okulokardia umumnya ditemui pada pasien-pasien
anak yang menjalani operasi Strabismus.

Selain itu, hal ini bisa terjadi pada setiap kelompok umur
dan selama prosedur-prosedur operasi okuler, termasuk
ekstraksi katarak, enukleasi dan perbaikan pada retina
yang lepas.

Pada pasien yang sadar, refleks okulokardia dapat
menyebabkan keadaan somnolen dan nausea.
15
Pencegahan :
1.
Segera memberitahu operator dan menghentikan
stimulasi operasi sementara sampai denyut
jantung meningkat,
2.
Berikan ventilasi yang adekuat, oksigenasi, dan
kedalaman anastesi,
3.
Pemberian atropin intravena (10mcg/kg) jika
gangguan konduksi jantung muncul.
4.
Pada episode ulangan, berikan infiltrasi pada otot
rectus dengan obat anastesi lokal.
16
Pencegahan :
5.
Refleks tersebut biasanya akan hilang dengan
sendirinya dengan adanya traksi pada otot-otot
ekstraokuler yang berulang-ulang.

IV Atropin atau gikopirolat yang diberikan sebelum
operasi lebih efektif dibandingan premedikasi IM.
17
Ekspansi Gas Intraokuler
18
Udara / Oksigen
 Gelembung
udara disuntikan oleh oftalmologis
kedalam bilik posterior selama operasi vitreous.
 Suntikan udara intravitreal dapat mengurangi
kemungkinan terjadinya pelepasan retina dan
secara anatomis dapat mempercepat
penyembuhan.
 Gelembung udara akan di absorbsi dalam lima hari
secara difusi gradual melalui jaringan penunjang
dan masuk ke pembuluh darah.
 Jika pasien diberikan gas N2O, gelembung udara
itu akan membesar.
19
Udara / Oksigen
 Hal
ini terjadi karena N2O 35 kali lebih mudah
berikatan dengan darah dibandingkan dengan
Nitrogen.
 Selain
itu, N2O akan berdifusi kedalam
gelembung udara lebih cepat daripada Nitrogen
(komponen utama dari udara) yang akan di
absorbsi kedalam pembuluh darah.
 Jika
gelembung udara masuk setelah bolamata
ditutup, tekanan intraokuler akan meningkat
20
Sulfur heksaflorida (SF6)

Sulfur heksaflorida (SF6) merupakan gas inert yang
kurang solubel di darah dibandingkan dengan nitrogen
apalagi dengan N2O.

Lama masa kerjanya (lebih dari 10 hari) dibandingkan
dengan gelembung udara dapat memberikan keuntungan
untuk oftalmologis

Ukuran gelembung bertambah dua kali lipat dalam 24 jam
setelah penyuntikan karena nitrogen dari udara inhalasi
masuk kedalam gelembung lebih cepat dibandingkan
dengan SF6 yang berdifusi kedalam darah.

Meskipun begitu kecuali volume besar dari SF6 murni
disuntikan, ekspansi yang lambat dari gelembung
umumnya tidak meningkatkan tekanan intraokuler.
21
Sulfur heksaflorida (SF6)

Jika pasien diberikan N2O, gelembung tersebut akan
membesar dengan cepat dan dapat memicu timbulnya
hipertensi intraokuler.

Konsentrasi dari inspirasi dari N2O sebanyak 70% akan
membuat ukuran gelembung menjadi tiga kali lipat lebih
besar dari ukuran 1ml dan meningkatkan tekanan dua kali
lebih besar pada mata yang tertutup dalam 30 menit.

Akibat dari penghentian pemberian N2O dapat memacu
terjadinya reabsorbsi dari gelembung, yang akan menjadi
campuran N2O dan SF6.

Resiko dari turunnya tekanan intraokuler dapat memicu
terjadinya pelepasan retina
22
 Komplikasi-komplikasi
yang menyebabkan
masuknya gelembung udara ke intraokuler dapat
dihindari dengan penghentian pemberian N2O
selama 15 menit sebelum pemberian udara atau
sulfur heksafluorida.
 Jumlah
waktu yang dibutuhkan untuk
menghilangkan N2O dari darah tergantung dari
beberapa faktor : termasuk kecepatan aliran gas
segar dan ventilasi alveolar yang adekuat.
 Kedalaman
anestesi harus dipertahankan dengan
menggantinya dengan obat anestesi lain.
 N2O
tidak boleh diberikan sampai gelembung
diabsorbsi (5 hari setelah penyuntikan udara dan
10 hari setelah penyuntikan SF6).
23
Efek sistemik dari Obat-obat Oftalmik
Obat
Mekanisme Kerja
Efek
Asetilkolin
Kolinergik agonis (miosis)
Bronkospasme, bradikardi, hipotensi
Asetazolamid
Inhibitor karbonik anhidrase
(penurunan IOP)
Diuresis, hipokalemi, asidosis metabolik
Atropin
Antikolinergik (midriasis)
Sindrom antikolinergik sentral
Siklopentolat
Antikolinergik (midriasis)
Disorientasi, psikosis, konulsi
Ekotiopat
Inhibitor kolinesterase (miosis,
penurunan IOP)
Pemanjangan dari suksinilkolin dan paralisis
mivakurium, bronkospasme
Epinefrin
Simpatis agonis (midriasis,
penurunan IOP)
Hipertensi, bradikardi, takikardi, sakit kepala
Fenilefrin
ά-adrenergik agonis (midriasis,
vasokonstriksi)
Hipertensi, takikardi, disritmia
Skopolamin
Antikolinergik (midriasis,
vasokonstriksi)
Sindrom antikolinergik sentral
Timolol
Obat blokade β-adrenergik
(penurunan IOP)
Bradikardi, asma, gagal jantung kongestif
24
GENERAL ANESTESI UNTUK
OPERASI MATA
Indikasikan : pasien anak dan pasien yang
tidak kooperatif,
25
Premedikasi

Pasien umumnya sering gelisah  kebutaan.

Pasien anak-anak biasanya sering diikuti dengan adanya
kelainan kongenital lain (contoh: sindroma Rubela,
sindroma Goldenhar’s, sindroma Down).

Pasien dewasa biasanya berusia tua, dengan
bermacam-macam gangguan sistemik (contoh:
hipertensi, DM, penyakit arteri koroner).  Faktor-faktor
ini harus dipertimbangkan dalam memberikan
premedikasi
26
Induksi

Pilihan induksi untuk operasi mata tergantung dari
masalah kesehatan pasien dibandingkan dengan
penyakit matanya atau tipe operasi yang akan dilakukan.

Pengecualiannya pada pasien dengan pecahnya bola
mata. Kunci melakukan anestesi pada pasien dengan
luka terbuka pada mata adalah dengan mengontrol
tekanan intraokuler melalui induksi yang halus.

Batuk saat intubasi harus dihindari dengan melakukan
anestesi yang dalam dan setelah paralisis tercapai.
27
Induksi

Respon tekanan intraokuler terhadap tindakan
laringoskopi dan intubasi endotrakeal dapat dihilangkan
dengan pemberian lidokain intravena (1,5 mg/kg) atau
opioid (contoh : remifentanil 0,5-1 mg/kg atau alfentanil
20 mcg/kg).

Pelumpuh otot non depolarisasi lebih sering digunakan
dibandingkan dengan suksinil kolin karena efek
lambatnya terhadap tekanan intraokuler.

Banyak pasien dengan trauma mata terbuka dengan
keadaan lambung yang penuh dan membutuhkan teknik
induksi yang cepat.
28
Monitoring dan Rumatan

Operasi pada mata biasanya menyebabkan posisi dari ahli
anestesi akan berada jauh dari jalan nafas pasien, sehingga
monitoring dari oksimetri saturasi dan kapnograf sangat diperlukan
pada semua prosedur operasi mata.

Pipa endotrakeal yang tertekuk, sirkuit jalan nafas yang terlepas
dan ekstubasi yang tidak disengaja dapat terjadi  ETT elastis
atau yang ditempatkan di sudut kanan bibir.

Kemungkinan terjadinya aritmia karena refleks okulokardiak 
pasang EKG continous

Operasi pada pasien anak, temperatur tubuh sering meningkat
selama operasi berlangsung disebabkan karena terbukanya
permukaan tubuh dan draping dari kepala hingga kaki.

Analisis end-tidal CO2 membantu mendeteksi adanya hipertermi
malignan.
29
Ekstubasi dan Pemulihan

Batuk saat pipa endotrakeal masih terpasang dapat dicegah
dengan melakukan ekstubasi dalam keadaan anestesi yang
dalam.

Saat operasi telah berakhir, pelumpuh otot dapat direversal
sehingga nafas spontan akan timbul.

Obat anestesi inhalasi dapat terus diberikan selama dilakukan
pembersihan jalan nafas.

N2O kemudian dimatikan dan lidokain intravena (1,5 mg/kg)
diberikan untuk mencegah refleks batuk.

Ekstubasi dilakukan 1-2 menit setelah pemberian lidokain dan
selama pernafasan spontan sudah adekuat dengan oksigen
murni.

Menjaga jalan nafas sangat penting sampai pasien batuk dan
timbul refleks menelan. Tetapi, teknik ini tidak sesuai untuk
pasien yang memiliki resiko aspirasi yang besar.
30
PONV

Post Op (Strabigmus)  PONV, karena stimulasi
vagal

Efek valsava dan peningkatan tekanan vena sentral
yang diikuti dengan muntah dapat mengganggu hasil
operasi dan meningkatkan terjadinya resiko aspirasi.

Pemberian metoklopramide intravena selama operasi
(10 mg pada pasien dewasa) atau antagonis 5-HT3
(contoh: ondansetron 4 mg pada orang dewasa) akan
mengurangi insiden terjadinya mual dan muntah
setelah operasi (PONV). Deksametason (4 mg pada
pasien dewasa) juga bisa diberikan pada pasien
dengan riwayat PONV yang kuat.
31
Post Op Pain

Nyeri setelah operasi yang berat biasanya jarang
ditemukan setelah operasi mata.

Prosedur menekuk sklera, enukleasi dan perbaikan
bola mata yang pecah adalah prosedur yang sangat
menyakitkan  Dosis kecil dari narkotik intravena
(Meperidin 15-25 mg untuk pasien dewasa) biasa
diberikan.

Nyeri yang hebat dapat ditunjukkan dengan hipertensi
intraokuler, abrasi kornea atau komplikasi operasi
lainnya.
32
REGIONAL ANESTESI UNTUK
OPERASI MATA

Anestesi regional : blokade retrobulbar atau peribulbar,
merupakan blokade saraf wajah, dan sedasi intravena.

Memiliki resiko mual lebih kecil setelah operasi

blokade ini tidak akan menghasilkan akinesia dan
analgesia yang adekuat pada mata, atau pasien tidak
akan dapat berbaring tanpa bergerak selama operasi
berlangsung.  persiapan melakukan anestesi umum.

Istilah RA diganti  pemantauan anestesia / MAC
(Monitored Anesthesia Care), : dimana ahli anestesi
harus ikut serta memonitor pasien selama operasi
berlangsung dan tidak hanya melihat saja
33
SEDASI INTRAVENA

Dosis obat yang dipakai lebih penting diperhatikan dari pada
jenis obatnya.

Sedasi yang dalam harus dihindari karena akan
menyebabkan pasien menjadi apnoe dan gerakan pasien
yang tidak diinginkan selama operasi berlangsung.

Di pihak lain, blokade retrobulbar dan saraf wajah bisa juga
tidak nyaman.  Sehingga, beberapa ahli anestesi
memberikan dosis kecil dari propofol (30-100 mg perlahan)
atau barbiturat kerja cepat (metoheksital 10-20 mg atau
tiopental 25-75 mg) untuk mendapatkan kondisi pasien yang
tidak sadar selama blokade regional

Alternatif lainnya, pemberian bolus dari opioid (remifentanil
0,1-0,5 mcg/kg atau alfentanil 375-500 mcg) akan
34
meghasilkan periode anestesi yang dalam
SEDASI INTRAVENA

Dosis obat yang dipakai lebih penting diperhatikan dari pada
jenis obatnya.

Sedasi yang dalam harus dihindari karena akan
menyebabkan pasien menjadi apnoe dan gerakan pasien
yang tidak diinginkan selama operasi berlangsung.

Di pihak lain, blokade retrobulbar dan saraf wajah bisa juga
tidak nyaman.  Sehingga, beberapa ahli anestesi
memberikan dosis kecil dari propofol (30-100 mg perlahan)
atau barbiturat kerja cepat (metoheksital 10-20 mg atau
tiopental 25-75 mg) untuk mendapatkan kondisi pasien yang
tidak sadar selama blokade regional

Alternatif lainnya, pemberian bolus dari opioid (remifentanil
0,1-0,5 mcg/kg atau alfentanil 375-500 mcg) akan
35
meghasilkan periode anestesi yang dalam
SEDASI INTRAVENA

Dosis yang dipakai hanya untuk relaksasi yang minimal
dan amnesia,  Midazolam (1-2 mg) dengan atau tanpa
fentanil (12,5-25 mcg) atau sufentanil (2,5-5 mcg).

Dosis yang biasa dipakai bervariasi tergantung dari kondisi
masing-masing pasien.

Penggunaan obat yang lebih dari satu jenis
(benzodiazepin, hipnotik dan opioid) menghasilkan efek
potensiasi dengan obat lain, sehingga dosis yang dipakai
harus dikurangi.

Obat anti muntah juga sebaiknya diberikan jika opioid
digunakan.

Pemberian sedasi intravena, ventilasi dan oksigenasi
harus diamati secara teliti dan peralatan untuk pemberian36
ventilasi tekanan positif harus segera dipersiapkan.
Kesimpulan
37
Strategi dalam mencegah Peningkatan TIO
Mencegah tekanan langsung pada bola mata
•
Tempel mata (patch) dengan Fox shield
•
Tidak ada penyuntikan retrobulbar atau peribulbar
•
Teknik pemasangan masker wajah yang hati-hati
Mencegah peningkatan tekanan vena sentral
•
Mencegah batuk selama induksi dan intubasi
•
Memastikan kedalaman tingkat anestesi dan
relaksasi dalam laringoskopi *
•
Mencegah posisi kepala turun
•
Ekstubasi dalam kondisi tidur dalam *
Mencegah obat farmakologi yang meningkatkan IOP
•
Suksinilkolin
•
Ketamin (?)
pemberian suksinil kolin biasanya tidak banyak diberikan pada trauma mata
38
Strategi dalam Mencegah Aspirasi Pneumonia
Anestesi regional dengan sedasi minimal
Premedikasi
•
Metoklopramid
•
Antagonis reseptor histamin H2
•
Antasid nonpartikulat
Mengeluarkan isi lambung
•
Pipa nasogaster *
Induksi rapid-sequence
•
Tekanan krikoid
•
Obat induksi kerja cepat (propofol, pentotal, etomidate)
•
Suksinilkolin *, rokuronium, atau rapakuronium
•
Mencegah ventilasi tekanan positif
•
Intubasi sesegera mungkin
Ekstubasi bangun
39
Download