BAB 5 RINGKASAN Kebudayaan merupakan salah satu warisan

advertisement
BAB 5
RINGKASAN
Kebudayaan merupakan salah satu warisan dari nenek moyang yang dimiliki
oleh suatu negara. Seorang ahli antropologi yang bernama Koentjaraningrat (1990:180)
mengatakan bahwa, kebudayaan adalah : Keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan
hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri
manusia dengan belajar.
Kebudayaan tersebut bisa seperti sebuah kepercayaan, kesenian, maupun adat
istiadat atau kebiasaan yang dilakukan secara turun temurun. Salah satu bentuk
kebudayaan yang ingin penulis analisis mengenai kebudayaan dalam bentuk kebiasaan
yang dilakukan di dalam masyarakat Jepang. Kebiasaan di sini dalam bentuk saling
bertukar pemberian
Asal mula dari bentuk pemberian tersebut, berawal dari sebuah upacara
persembahan kepada para dewa yang berupa makanan-makanan, dan setelah upacara
keagamaan itu selesai makanan tersebut akan dimakan secara bersama-sama dalam
sebuah pesta yang disebut naorai. Naorai adalah sebuah upacara perjamuan dalam
agama Shinto antara Tuhan dan para penyembah, di mana peserta yang ambil bagian
saling berbagi sake, beras, ikan, dan sayur-sayuran yang sebelumnya telah
dipersembahkan kepada Tuhan. (Kodansha, 1993:331)
Bentuk kebiasaan ini berhubungan dengan konsep moral yang ada di dalam
lingkungan masyarakat Jepang, yaitu konsep giri, on dan ninjou. Giri merupakan sebuah
49
50
kewajiban yang bersifat moral yang mengharuskan orang Jepang untuk bersikap seperti
yang diharapkan oleh individu – individu lain sehingga menjalin hubungan yang
istimewa atau khusus. (Befu, 1971:168–169)
Kewajiban ini dilakukan sebagai tindakan berbalasan dalam berinteraksi sosial,
misalnya jika kita mendapat pertolongan dari orang lain, kita juga harus memberikan
balasan kepada orang yang telah menolong kita.
Konsep selanjutnya, yaitu konsep on. On adalah sebuah istilah yang ada di
masyarakat Jepang, berupa rasa tanggung jawab yang dimiliki oleh orang Jepang, yaitu
jika mereka menerima bantuan dari seseorang mereka sangat berkewajiban untuk
membalas segala kebaikan itu. Kebiasaan ini mempunyai peranan penting dalam budaya
dan kehidupan sebagai sarana untuk menjalin interaksi sosial. On sendiri jika diartikan
secara harfiah berarti “ hutang budi “. (Matsuura, 1994:766)
Konsep terakhir yang berhubungan dengan kebiasaan ini adalah ninjou. Secara
harafiah ninjou berarti “ perikemanusiaan, atau rasa kemanusiaan “ (Nelson,1994).
Perbedaannya dengan giri, giri adalah suatu tindakan di mana kita berkewajiban moral
untuk melakukan tidakan saling bertimbal balik kepada seseorang yang telah membantu
kita, sedangkan ninjou lebih menekankan pada perasaan yang berasal dari hati kecil
seseorang (secara psikologis atau personal) untuk membantu seseorang yang terkena
musibah.
Ada banyak kesempatan bagi masyarakat Jepang dalam melakukan kebiasaan
saling bertukar pemberian, salah satunya kesempatan yang dilakukan oleh masyarakat
Jepang pada saat pertengahan dan akhir tahun. Hadiah tersebut diberi nama ochuugen
dan oseibo yang biasa disebut dengan nama pemberian okurimono. Bukan hanya itu saja,
masih banyak sekali bentuk budaya atau kebiasaan berupa pemberian yang dilakukan
51
oleh masyarakat Jepang, misalnya pada saat kelahiran, perayaan ulang tahun, pesta
pernikahan.
Yang termasuk ke dalam bentuk okurimono adalah pemberian pada
pertengahan tahun (ochuugen) dan pemberian pada akhir tahun (oseibo). Ochuugen
adalah pemberian yang diberikan pada pertengahan bulan Juli atau pada saat musim
panas, biasanya bersamaan dengan perayaan festival Obon. Festival Obon adalah salah
satu festival yang ada di Jepang, diadakan untuk menghormati arwah leluhur atau nenek
moyang, yang dilakukan pada tanggal 13 sampai 16 Agustus. Sedangkan oseibo sebuah
pemberian yang diberikan pada saat menjelang tahun baru. Biasanya diberikan pada
tanggal 13 sampai berakhirnya bulan Desember. Dalam memberikan sebuah pemberian
khususnya okurimono, diperlukan sebuah alat untuk dijadikan pembungkus untuk
membawa hadiah tersebut. Alat pembungkus tersebut disebut dengan furoshiki. (What’s
Oseibo,2005)
Pada penelitian ini masalah yang akan diteliti oleh penulis adalah mengetahui
peranan konsep giri terhadap okurimono di dalam masyarakat Jepang. Penelitian ini
bertujuan untuk membuktikan adanya peranan konsep giri terhadap kebiasaan saling
tukar-menukar pemberian dalam bentuk okurimono.
Landasan teori yang digunakan adalah teori yang dikemukakan oleh Mauss
(1992) dalam bukunya yang berjudul pemberian. Di dalam buku tersebut Mauss (1992)
berpendapat bahwa, pada dasarnya tidak ada pemberian yang bersifat cuma-cuma, setiap
pemberian harus diikuti oleh pengembalian kembali. Ini terjadi bukan hanya di dalam
lingkungan masyarakat saja, tetapi juga di dalam lingkungan rumah tangga, antara
hubungan suami dan istri. Sebuah pemberian yang diberikan oleh suami didasari oleh
pelayanan seksual yang diberikan oleh istri. Pendapat tersebut juga didukung oleh
52
Molinowski dalam Mauss (1992), yang mengatakan bahwa semua bentuk transaksi
berada dalam suatu gabungan yang berkesinambungan yang di satu kutub pemberian itu
bercorak murni, tanpa tuntutan imbalan, dan di kutub lainnya bercorak pemberian yang
harus dikembalikan..
Selain teori dari Mauss (1992), penulis juga menggunakan teori timbal-balik
dari Lebra (1976). Teori tersebut mengemukakan.bahwa sebuah pertukaran terkait
dengan hubungan yang simetris, yang mengharuskan kedua belah pihak melakukan
timbal-balik dalam suatu pemberian.
Hal ini juga dikatakan oleh Molinowski dalam Lebra (1974), bahwa hubungan
timbal-balik yang simetris diibaratkan seperti “dualisme kemasyarakatan “, yaitu jika
seseorang memberi sebuah pemberian maka pihak si penerima harus melakukan
pengembalian kembali.
Beban yang diterima oleh si penerima pemberian dinyatakan sebagai giri,
walaupun giri memiliki arti yang berbeda. Giri adalah kewajiban yang saling berbalasan.
Giri merupakan konsep yang sudah berakar di dalam etika moral masyarakat Jepang
yang mengandung arti asas saling memberi dan menerima di dalam interaksi sosial. Giri
dinyatakan sebagai sebuah arti yang memaksa si penerima bantuan merasa terbelenggu
oleh si pemberi bantuan, oleh karena itu si peminjam berusaha untuk membayar kembali
segala bantuan yang pernah dia terima.
Dalam Minamoto (1969), giri dibedakan menjadi dua, yaitu tsumetai giri dan
atatakai giri. Tsumetai (dingin) giri adalah suatu kewajiban yang dilakukan atas dasar
keterpaksaan walaupun sebenarnya dia tidak mau melakukannya. Sedangkan atatakai
(hangat) giri adalah suatu kewajiban yang dilakukan atas dasar senang hati. Keinginan
tersebut muncul atas dasar perasaan ingin membalas perbuatan baik. Sedangkan menurut
53
Benedict (1982), giri dibedakan menjadi dua, yaitu giri terhadap dunia dan giri terhadap
nama baik. Salah satu bentuk pembayaran kembali giri terhadap dunia, yaitu dengan
dengan melakukan kebiasaan saling bertukar pemberian dalam bentuk okurimono.
Seperti yang sudah dijelaskan, yang termasuk ke dalam okurimono adalah
pemberian ochuugen dan oseibo. Hadiah yang diberikan dapat berupa makanan kaleng,
sake, bir, kopi, buah-buahan. Pemberian tersebut diberikan kepada seseorang yang telah
memberikan kebaikan atau bantuan selama satu tahun, seperti kepada dokter keluarga,
guru kesenian Jepang (ikebana dan chanouyu), dan nakoudo dalam perkawinan.
(makcomblang).
Contohnya, seorang dokter yang dengan sungguh-sungguh menolong
menyembuhkan penyakit sang pasien, maka sang pasien tersebut mengembalikan segala
kebaikan dari sang dokter tersebut dengan mengirimkan okurimono. Pemberian
okurimono ini dapat pula dijadikan sebuah sogokan atau suap, contohnya seorang bapak
mengirimkan okurimono kepada guru dari anaknya, dengan maksud agar nilai si anak di
dalam kelas dapat ditingkatkan. Begitu pula di dalam lingkungan politik dan bisnis,
pemberian okurimono ini dapat dijadikan suatu jalan untuk sebuah hubungan baik di
antara mereka. (Befu,1974)
Jadi, penulis menyimpulkan bahwa konsep giri terdapat dalam okurimono.
Dalam setiap aktivitas saling memberi terdapat peranan giri dalam okurimono, yaitu
berupa setiap kebaikan yang diterima, bagi masyarakat Jepang dijadikan sebagai giri,
dan peranan giri tersebut menjadikan sebuah kewajiban bagi si penerima untuk
melakukan pengembalian kembali dengan cara serupa dengan nilai barang yang lebih
tinggi atau minimal sama dengan apa yang telah diberikan.
Download