ANALISA PENGARUH NONCONDUCTIVE COATING TERHADAP PANJANG PENDETEKSIAN CACAT PERMUKAAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PEMERIKSAAN MAGNETIK PARTIKEL (MPI) PADA SAMBUNGAN LAS CRANE DI KAPAL Ferdy Ramdani1, Wing Hendroprasetyo Akbar Putra2 Mahasiswa Jurusan Teknik Perkapalan, 2Staf Pengajar Jurusan Teknik Perkapalan Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya 1 ABSTRAK Ketidaksempurnaan dalam pengelasan diikuti dengan pengoperasian sering kali menimbulkan retak serta cacat-cacat dalam pengelasan pada sambungan las crane di kapal yang telah diberikan cat/coating, untuk itu akan dilakukan pemeriksaan menggunakan MPI untuk mendeteksi retak tanpa membuang cat/coating yang terdapat pada crane. Pada tugas akhir ini dilakukan penelitian pada baja mild steel sebanyak empat buah spesimen, pada setiap spesimen diberikan beberapa variasi ketebalan nonconductive coating yaitu 225 mikron, 250 mikron, 275 mikron dan 300 mikron dimana sebelum diberikan variasi ketebalan coating spesimen terlebih dahulu diberikan cacat buatan pada setiap spesimen dengan ukuran 1.4 mm, 1.5 mm, 1.6 mm, 1.7 mm, 1.8 mm, dan 1.9 mm, setelah itu tiap spesimen dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan metode magnetik partikel inspeksi (MPI) dengan arus AC dan menggunakan yoke. Dari hasil pengujian dapat diketahui bahwa semakin besar variasi ketebalan yang diberikan pada spesimen uji maka efektifitas pembacaan dengan menggunakan metode magnetik partikel inspeksi AC yoke maka akan menurun. Dimana hasil pembacaan MPI pada spesimen dengan ketebalan nonconductive coating 225 mikron rata-rata sebesar 81.47%, 250 mikron sebesar 78.48%, 275 mikron sebesar 73.03% dan 300 mikron sebesar 67.43% dari ukuran panjang crack sebenarnya. Dari hasil penelitian didapat formula pendekatan yang dapat digunakan untuk mendeteksi crack yang terdapat pada crane yang diberi cat/coating, yaitu dengan mencari terlebih dahulu selisih pada kemampuan pembacaan crack (%) dengan rumus C=(100%-(y=-0.1903x+125.05), dimana y adalah kemampuan pembacaan(%) dan x yaitu Ketebalan cat yang diketahui. Setelah itu lalu dapat digunakan rumus untuk mengetahui crack sebenarnya dari indikasi yang didapat dengan rumus A=B*C(%)+B, dimana A yaitu panjang crack sebenarnya dan B adalah panjang indikasi crack. Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah efektifitas pembacaan dengan menggunakan magnetik partikel inspeksi akan menurun seiring dengan bertambahnya ketebalan dari pelapisan nonconductive coating dari ukuran retak sebenarnya. Kata kunci: Magnetik partikel inspeksi, Nonconductive coating. 1. PENDAHULUAN Didalam suatu konstruksi terutama pada konstruksi yang dilakukan proses pengelasan (welding), sering sekali terjadi ketidaksempurnaan dalam proses penyambungan, seperti retak/crack. Keretakan pada suatu konstruksi apabila tidak secepatnya dilakukan suatu tindakan atau proses reparasi/perbaikan, maka pada area tersebut akan dapat menimbulkan suatu perluasan keretakan yang lebih meluas yang dapat menyebabkan akan terjadi patah getas sehingga dapat merugikan. Seperti halnya pada pembahasan ini akan membahas mengenai pendeteksian retak yang terjadi pada crane dikapal, dimana sering sekali tanpa disadari akibat adanya penerimaan beban secara terus menerus serta sering menerima beban yang berlebihan, sehingga pada crane khususnya pada sambungan di derrick boom akan mengalami keausan serta konsentrasi tegangan yang begitu besar, maka pada daerah ini rentan sekali terjadinya retak. Untuk itu dalam hal mendeteksi retak yang terjadi pada sambungan las dapat dilakukan dengan menggunakan magnetic particle inspection (MPI). Prinsip dari pengujian ini adalah dengan memagnetisasi bahan yang akan diuji, sehingga diketahui cacat yang terjadi pada 1 suatu material. Disebabkan pada daerah crane selalu digunakan pelapisan cat yang bersifat nonconductive, maka akan dilakukan penelitian mengenai pengaruh variasi ketebalan nonconductive coating untuk mendeteksi panjang cacat permukaan dengan menggunakan metode pemeriksaan magnetik partikel, sehingga dapat diketahui efektifitas pemeriksaan magnetik partikel pada daerah yang telah dilapisi nonconductive coating. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Magnetik Partikel 2.1.1. Prinsip Pengujian Magnetik Partikel Metode pengujian ini didasarkan atas prinsip bahwa garis garis gaya medan magnet (magnetic flux) pada suatu objek atau material yang dimagnetisasi akan terdistorsi secara lokal karena adanya diskontinuitas pada material tersebut. Akibat penyimpangan ini, sebagian dari medan magnet daerah yang mengalami diskontinuitas akan meninggalkan daerah ini dan akan kembali pada daerah yang tidak mengalami diskontinuitas, sehingga akan terjadi kerusakan aliran garis-garis gaya. Fenomena ini dinamakan “ Magnetik Flux Leakage “ (kebocoran medan magnet). [Betz, 2000]. pada alas konduktor dan berkurang secara seragam sesuai peningkatan jarak dari konduktor. Arah dari medan magnetnya (garis-garis gaya) adalah 90 derajat terhadap arus dalam konduktor. [Smilie, 2000]. 2.1.3. Kaedah Tangan Kanan Sebagai cara mudah untuk menentukan arah medan magnet yang terindukasi listrik adalah dengan cara membayangkan memegang konduktor dengan tangan kanan. Prinsip ini dinamakan dengan kaidah tangan kanan, dimana arah ibu jari menunjukkan aliran arus listrik sedangkan arah keempat jari lainnya merupakan arah garis-garis gaya magnet.. Sedangkan sebagai referensi yang digunakan adalah berdasarkan aliran elektron, maka untuk referensi aliran electron dari (+) menuju (-) maka dipakai kaidah tangan kanan. Sebaliknya bila digunakan referensi aliran elektron dari (-) menuju (+), maka dipakai kaidah tangan kiri. [Smilie, 2000]. Gambar 2.2 Kaidah tangan kanan. [Smilie, 2000]. 2.1.4. Metode Magnetisasi Gambar 2.1 Indikasi diskontinuitas pada material. [Betz, 2000]. 2.1.2. Pembangkit Medan Magnet Ketika arus listrik melewati konduktor, medan magnet terbentuk didalam dan sekitar konduktor. Jika konduktor memiliki bentuk yang sama, kerapatan dari medan luarnya (sebagai contoh, jumlah garis gaya persatuan luas) adalah sama pada titik sepanjang konduktornya. Pada titik manapun pada konduktor itu medan magnetic terkuat berada 2 Sebuah magnet batang permanen sangat baik digunakan sebagai contoh dari metode longitudinal magnetization. Magnetisasi longitudinal pada prinsipny adalah dengan mengalirkan arus listrik pada sebuah kumparan dan material yang akan dimagnetisasi diletakkan pada kumparan tersebut, sehingga akibat dari adanya aliran arus listrik maka akan timbul suatru medan magnet. Magnetisasi longitudinal dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah dengan menggunakan kumparan (solenoid), dan yoke. [Smilie, 2000]. 2.1.5. Yoke Yoke dapat digunakan untuk membuat magnet pada sebuah benda secara memanjang. Yoke sebenarnya merupakan sebuah medan tapal kuda yang bersifat sementara terbuat dari material besi lunak (low carbon steel) yang memiliki retenvity rendah (low retentivy). Pada saat yoke yang telah termagnetisasi, maka cara magnetisasi sebuah material adalah dengan cara meletakkan yoke pada permukaan material yang akan dimagnetisasi. Flux magnet pada kutub utara yoke melewati benda dan menginduksikan medan longitudinal secara lokal (setempat), akan tetapi medan magnet yang dihasilkan yoke tidak selalu berada pada bendanya. Sebuah medan eksternal timbul pada material yang digunakan untuk mengidentifikasi bahwa terdapat diskontinuitas subsurface. [Smilie, 2000]. Gambar 2.3 Longitudinal magnetisasi dengan menggunakan yoke. [Betz, 2000]. bolak-balik akan berubah seiring dengan pergantian arus positif dan negatifnya. [Smilie, 2000]. 2.1.7. Karakteristik Penembusan Pada bagian terdahulu telah dibahas mengenai penggunaan arus didalam proses pengujian magnetik partikel. Arus yang digunakan ada dua yakni arus AC dan arus DC, dimana dari grafik distribusi medan pada suatu konduktor diketahui bahwa arus AC sangat baik digunakan untuk pendeteksian diskontinuitas atau kerusakan yang ada pada permukaan, sedangkan untuk pendeteksian adanya diskontinuitas bawah permukaan (subsurface) lebih baik digunakan arus DC. [Smilie, 2000]. 2.1.8. AC Demagnetization Salah satu metode yang paling sering digunakan untuk proses demagnetisasi untuk material ukuran kecil dan sedang adalah dengan meletakkan material tersebut pada sebuah kumparan yang dialiri arus listrik (dengan frekuensi 50 s/d 60 c.p.s). Karena pada kumparan terdapat aliran arus listrik, maka akan timbul medan magnet, sehingga dengan medan magnet ini akan menetralisir medan magnet sisa yang terdapat pada material.[Betz, 2000]. 2.1.9. Yoke Demagnetization 2.1.6. Arus Listrik Untuk Memagnetisasi Telah dijelaskan pada bagian terdepan bahwa pada proses magnetisasi sebuah material, besarnya medan magnet yang terjadi sangatlah tergantung dari besarnya arus listrik yang digunakan untuk proses memagnetisasi itu. Arus listrik yang digunakan terdiri dari dua macam, yaitu arus AC dan arus DC. Karakteristik dari kedua macam arus tersebut sangat mempengaruhi hasil dari proses magnetisasi itu sendiri. [Smilie, 2000]. 2.1.6.1. Arus Bolak-Balik (AC) Pada arus bolak-balik, aliran arus yang dihasilkan ada dua macam yakni arus positif dan arus negatif, dimana diantara keduanya terjadi tiap selang waktu secara bergantian. Medan magnet yang dihasilkan oleh arus Proses demagnetisasi dengan menggunakan yoke dapat diaplikasikan baik dengan menggunakan arus AC dan arus DC. Aplikasi demagnetisasi dengan menggunakan yoke diperlukan terutama apabila tidak dimungkinkan digunakan metode lainnya. Pada beberapa kasus, metode demagnetisasi dengan yoke ini lebih efektif dari pada menggunakan kumparan, karena untuk material dengan gaya koersif yang tinggi dapat dimagnetisasi dengan lebih terkonsentrasi pada medannya. [Betz, 2000]. 2.1.10. Partikel Magnetik Ada dua komponen utama dari proses pengujian partikel magnet yang harus 3 diperhatikan agar dapat memberikan hasil yang memuaskan, yang pertama adalah proses memagnetisasi yang tepat dari spesimen yang akan diuji dengan kuat medan magnet dan arah yang benar untuk pendeteksian. Sedangkan yang kedua adalah penggunaan jenis partikel magnet yang tepat, dimana pemilihan partikel ini akan memberikan dampak yang sangat signifikan dalam pengujian itu sendiri, terutama mengenai penampakan adanya indikasi discontinuitas yang terjadi pada material yang diuji. Pemilihan jenis partikel yang akan digunakan didalam pengujian akan berpengaruh terhadap kualitas penampakan indikasi adanya suatu discontinuitas. [Betz, 2000]. 2.1.10.1 Wet Method Material Partikel yang lebih besar dari ukuran ini sangat sulit untuk menyatu dengan cairan suspense dan bahkan ukuran 40 hingga 60 mikron akan keluar dari cairan suspense secara cepat. Partikel dengan ukuran besar memiliki pengaruh yang kurang bagus. Saat cairan suspense disemprotkan pada permukaan, cairan tersebut akan langsung mongering dan lapisan akan semakin menipis, partikel yang kasar akan cepat menggumpal dan sulit untuk bergerak, sehingga dengan adanya penggumpalan tersebut dapat membingungkan dengan indikasi adanya diskontinuitas pada material yang akan diuji. [Betz, 2000]. 2.1.11. Partikel Magnetik Maksimum gaya angkat dari AC yoke harus diambil pada jarak kaki pemisah sebenarnya untuk digunakan pada pemeriksaan, dimana yoke harus mampu mempunyai gaya angkat berat sebesar 10 lb (4.5 kg) yaitu, berat feromagnetik antara kaki dari yoke dan penambahan jumlah berat lainnya. Kalibrasi pada material atau ukuran lain hingga berat feromagnetik material dilepaskan, maka gaya angkat dari yoke harus bisa digabungkan berat dari feromagnetik material dan penambahan material sebelum berat feromagnetik dilepaskan, dan juga dapat menggunakan metode lainnya seperti metode beban cell (load Cell). [Asme-V, 2010]. 2.1.12. Evaluasi Pada Indikasi Semua indikasi yang dikarenakan ketidaksempurnaan dan panjang dari suatu 4 indikasi dapat dijadikan acuan sebagai standard keberterimaan dalam evaluasi. Hanya pada indikasi yang mempunyai sembarang ukuran yang mana besar dari 1/16 inch atau 1.5 mm panjang harus dipertimbangkan kedalam suatu relevan indikasi. a. Indikasi linear merupakan ukuran panjang indikasi tiga kali dari lebar. b. Semua indikasi rounded yang berbentuk lingkaran atau elips dengan panjang sama atau kurang dari tiga kali lebar. c. Semua indikasi yang ragu ragu harus dilakukan pemeriksaan ulang untuk menentukan apakah indikasi dalam kondisi relevan. Pada standard keberterimaan diharuskan tidak boleh kurang dari standard yang telah ditentukan, dimana standard terbagi kedalam beberapa kategori yaitu: Semua permukaan pemeriksaan harus bebas dari : Relevan indikasi linear Relevan indikasi rounded dimana lebih besar dari 3/16 inch (5mm) Empat atau lebih relevan rounded indikasi yang terpisah dan segaris dari 1/16 inch atau 1.5 mm atau kurang dari sisi ke sisi. [Asme-VIII, 2010]. 3. METODOLOGI PENELITIAN Specimen atau material uji akan dipersiapkan pada penelitian ini berjumlah 4 buah yang di potong dengan ukuran 250x210x10 mm sebanyak 2 buah serta ukuran 250x210x15 mm sebanyak 2 buah spesimen, dimana pada setiap specimen atau material uji akan diberikan suatu crack/retak buatan dengan ukuran bervariasi yang mana ukurannya mendekati dengan ukuran relevan sebuah cacat yang diatur pada ASME Sec.VIII yaitu menyangkut pada kriteria keberterimaan suatu retak/crack. Ukuran retaknya yaitu 1.4 mm, 1.5 mm, 1.6 mm, 1.7 mm, 1.8 mm, dan 1.9 mm pada setiap material uji. Dimana setelah material uji tersebut diberikan cacat buatan maka langkah selanjutnya yaitu material akan diberikan suatu variasi ketebalan cat yang berbeda pada setiap material yaitu dengan ukuran ketebalan 225 mikron, 250 mikron, 275 mikron, 300 mikron. Sehingga dapat dilakukan pemeriksaan pada tiap variasi ketebalan dengan menggunakan magnetic particle inspection. mulai identifikasi masalah studi literatur 4.1. Proses Pengerjaan pembuatan spesimen penentuan material Pengujian MPI Pengolahan hasil uji Analisa data Pengujian MPI Pengolahan hasil uji Analisa data kesimpulan Tabel 4.1 Ketebalan nonconductive coating 225 mikron. NO Wet method Variasi ketebalan nonconductive coating • 225 mikron • 250 mikron • 275 mikron • 300 mikron Variasi panjang crack/cacat buatan pada setiap material uji • 1.4 mm • 1.5 mm • 1.6 mm • 1.7 mm • 1.8 mm Actual Crack Sebelum di cat (mm) 4. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Berikut ini akan dilakukan analisa dan pembahasan terhadap hasil pengujian magnetik partikel inspeksi yang telah dilakukan sebelumnya. Pengujian yang telah dilakukan dengan menggunakan wet method (metode basah), dimana pengujian ini dilakukan pada material uji dengan beberapa variasi ketebalan nonconductive coating. Adapun pembahasan dilakukan pada ukuran crack serta variasi ketebalan sebagai berikut: Pengujian Magnetik Partikel Pada pengujian ini dilakukan untuk mengetahui ukuran dari cacat buatan yang telah diberikan variasi pelapisan cat terhadap ukuran crack sesungguhnya sebelum diberi variasi coating dengan menggunakan arus AC yoke. Gambar 3.1 diagram alur metodologi penelitian. • 1.9 mm Kedalaman crack/cacat buatan dan lebar. • 3.0 mm dan 0.5 mm. Indikasi Crack setelah di cat (mm) Kemampuan Pembacaan MPI (%) 1 1.4 1.08 77.14% 2 1.5 1.14 76% 3 1.6 1.32 82.5% 4 1.7 1.42 83.5% 5 1.8 1.53 85% 6 1.9 1.61 84.7% Rata-rata persentase (%) 81.47 % 5 Tabel 4.2 Ketebalan nonconductive coating 250 mikron. NO Actual Crack Sebelum di cat (mm) Indikasi Crack setelah di cat (mm) Kemampuan Pembacaan MPI (%) Tabel 4.4 Ketebalan nonconductive coating 300 mikron. Actual Crack Sebelum di cat NO (mm) Indikasi Crack setelah di cat (mm) Kemampuan Pembacaan MPI (%) 1 1.4 1.03 73.57% 1 1.4 0.91 65% 2 1.5 1.13 75.33% 2 1.5 0.97 64.66% 3 1.6 1.28 80% 3 1.6 1.10 68.75% 4 1.7 1.34 78.8% 4 1.7 1.18 69.41% 5 1.8 1.47 81.66% 5 1.8 1.25 69.44% 6 1.9 1.55 81.57% 6 1.9 1.28 67.36% Rata-rata persentase (%) 78.48 % 67.43 % Rata-rata persentase (%) Tabel 4.3 Ketebalan nonconductive coating 275 mikron. NO Actual Crack Sebelum di cat (mm) Indikasi Crack setelah di cat (mm) Kemampuan Pembacaan MPI (%) 4.2. Grafik Penentuan Ukuran Crack 225 Mikron 1.4 1.02 72.85% 2 1.5 1.08 72% 3 1.6 1.19 74.37% 4 1.7 1.26 74.11 5 1.8 1.32 73.33% 6 1.9 1.36 71.57 Actual Crack (mm) 2 1 y = 0.8797x + 0.4624 R² = 0.9853 1.8 1.6 225 Mikron 1.4 1.2 Linear (225 Mikron) 1 0.8 0.8 1 1.2 1.4 1.6 Indikasi Crack (mm) 73.03 % Rata-rata persentase (%) 6 Gambar 4.5. Grafik ketebalan cat 225 mikron. 250 Mikron 2 2 y = 0.9426x + 0.4246 R² = 0.9911 1.6 250 Mikron 1.4 Linear (250 Mikron) 1.2 1 1.6 1.4 300 Mikron 1.2 Linear (300 Mikron) 1 0.8 0.8 0.8 0.8 1 1.2 1.4 1.6 Gambar 4.6. Grafik ketebalan cat 250 mikron. Perbandingan Ketebalan Coating y = 1.378x 0.0105 R² = 0.9803 1.8 1.2 1.4 Gambar 4.8. Grafik ketebalan cat 300 mikron. 275 Mikron 2 1 Indikasi Crack (mm) Indikasi Crack (mm) 2 225 Mikron 1.8 1.6 275 Mikron 1.4 1.2 Linear (275 Mikron) 1 Actual Crack (mm) Actual Crack (mm) y = 1.2262x + 0.2828 R² = 0.9705 1.8 Actual Crack (mm) 1.8 Actual Crack (mm) 300 Mikron 250 Mikron 1.6 275 Mikron 1.4 300 Mikron 1.2 Linear (225 Mikron) 1 0.8 0.8 0.8 1 1.2 1.4 Indikasi Crack (mm) Gambar 4.7. Grafik ketebalan cat 275 mikron. 0.8 1 1.2 1.4 1.6 Indikasi Crack (mm) Gambar 4.9. Grafik perbandingan ketebalan cat 225, 250, 275, dan 300 mikron. 7 4.3. Rumus Penentuan Ukuran Crack Kemampuan Pembacaan MPI (%) Perbandingan Kemampuan MPI dan Ketebalan Coating Di dapat Formula untuk mendeteksi crack dengan berbagai ketebalan : Rumus: 100 A : B*C+B 90 Perbandin gan Kemampua n MPI Dan Ketebalan Coating 80 70 60 50 200 y=0.1903x + 125.05 R² = 0.9829 300 Thickness (mikron) Gambar 4.10. Grafik perbandingan kemampuan pembacaan MPI terhadap ketebalan cat. Tabel 4.5 Perbandingan ketebalan dan kemampuan pembacaan MPI. A : Actual Crack ( Retak sebenarnya ) B : Indication Crack ( Indikasi Retak ) C : Persentase pengurangan dari kemampuan pembacaan MPI (%) tiap ketebalan. Jadi, Rumus kemampuan yang berkurang pembacaan MPI, C(%) = 100%-( -0.1903x + 125.05) Contoh : Apabila pada bagian crane yang mempunyai ketebalan cat diketahui 200 mikron dan setelah dilakukan pemeriksaan MPI sehingga didapat indikasi sebesar 2 mm, lalu berapakah panjang crack sebenarnya didalam lapisan cat? Ketebalan Coating (Mikron) 225 Kemampuan Pembacaan MPI (%) 81.47 x = 200 mikron 250 78.48 B = 2 mm 275 73.03 Langkah awal yaitu mencari C = Persentase kemampuan yang berkurang (%). 300 67.43 Penyelesaian : C = 100%-(-0.1903x+125.05) = 100%-(-0.1903(200)+125.05) Dari hasil grafik perbandingan kemampuan pembacaan MPI terhadap variasi ketebalan coating dilakukan regresi sehingga di dapat persamaan : y = -0.1903x + 125.05 Rumus kemampuan pembacaan MPI, yang = 13.01 % A = B*C+B = 2*13.01%+2 berkurang C(%) = 100%-( -0.1903x + 125.05) 8 = 100% - 86.99 % = 2.26 mm (Actual crack) Jadi, dari indikasi yang di timbulkan sebesar 2 mm pada bagian dengan ketebalan cat 200 mikron maka crack sebenarnya yaitu sebesar 2.26 mm 4.4. Perbandingan Hubungan Antara Ketebalan Cat Dan Pembacaan Crack. Gambar 4.11. Grafik perbandingan hubungan antara ketebalan cat dan pembacaan crack. Grafik Hubungan Antara Ketebalan Cat dan Pembacaan Crack 5 4.8 4.6 4.4 4.2 4 3.8 3.6 3.4 3.2 3 2.8 2.6 2.4 2.2 2 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0 0.10.20.30.40.50.60.70.80.9 1 1.11.21.31.41.51.61.71.81.9 2 2.12.22.32.42.52.62.72.82.9 3 150 Mikron 250 Mikron 350 Mikron 450 Mikron 175 Mikron 275 Mikron 375 Mikron 200 Mikron 300 Mikron 400 Mikron 225 Mikron 325 Mikron 425 Mikron Indikasi Crack 9 5. KESIMPULAN 5.1. Kesimpulan Efektifitas pembacaan dengan menggunakan magnetik partikel AC yoke akan menurun seiring dengan pertambahan ketebalan dari nonconductive coating pada sambungan las crane dikapal : 1. Pada pengujian magnetik partikel inspeksi dengan menggunakan variasi ketebalan nonconductive coating sebesar 225 mikron maka pembacaan pemeriksaan magnetik partikel akan menurun sekitar 81.47% dari ukuran cacat sebenarnya. 2. Pada pengujian magnetik partikel inspeksi dengan menggunakan variasi ketebalan nonconductive coating sebesar 250 mikron maka pembacaan pemeriksaan magnetik partikel akan menurun sekitar 78.48% dari ukuran cacat sebenarnya. 3. Pada pengujian magnetik partikel inspeksi dengan menggunakan variasi ketebalan nonconductive coating sebesar 275 mikron maka pembacaan pemeriksaan magnetik partikel akan menurun sekitar 73.03% dari ukuran cacat sebenarnya. 4. Pada pengujian magnetik partikel inspeksi dengan menggunakan variasi ketebalan nonconductive coating sebesar 300 mikron maka pembacaan pemeriksaan magnetik partikel akan menurun sekitar 67.43% dari ukuran cacat sebenarnya. 5.2. Saran Saran yang dapat diberikan agar percobaan yang dilakukan berikutnya dapat melakukan penelitian yang sama dengan menggunakan metode magnetik partikel inspeksi yaitu dengan permanen yoke sebagai perbandingan hasil terhadap penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA ASME, Boiler & Pressure Vessel Code, Section v, Non Destructive Examination, Artikel 7, 2010. 10 Smilie, Robert W, Classroom Training Handbook, Non Destructive Testing, Magnetic Particle, PH Diversified Inc, USA, 2000. Betz, C. E. Principle Of Magnetic Particle Testing. New York, 2000. Thomas, S. J, 1989. Non Destructive Testing Hanbook vol 6, New York; Pracger. Pherigo, G. 1996. Magnetic Particle Inspection, New York ; McGraw Hill.