BAB II Tinjauan Pustaka

advertisement
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Infectious Myonecrosis Virus
Virus IMNV (infectious myonecrosis virus) adalah agen penyebab
penyakit IMN. Virus ini memiliki genom tunggal dsRNA yang tidak bersegmen
dengan molekul 7560 bp. Partikel IMNV berbentuk icosahedral dengan diameter
40 nm. IMNV memiliki capsid isometrik dengan protein penyusun 901-asam
amino (Tang et al. 2008). Tang et al. (2008) juga melaporkan bentuk virion
IMNV dengan cryomicrograph dan rekonstruksi 3-dimensinya (Gambar 1).
A
B
Keterangan: (A) Cryomicrograph virion IMNV yang telah dimurnikan dari sampel kepala udang.
Tanda panah adalah contoh protrusi pada permukaan virus. (B) Rekonstruksi 3-dimensi virion
IMNV dengan resolusi 8.0-Å.
Gambar 1. Virion IMNV. (Tang et al. 2008).
Analisis filogeni IMNV telah dilakukan berdasarkan RDA-dependent dari
gen RNA polimerase (RdRp), hasilnya IMNV memiliki kemiripan dengan
Giardia lamblia virus (GLV) (Gambar 2) yang merupakan bagian dari famili
Totiviridae (Poulos et al. 2006). Sebagian besar anggota famili Totiviridae
memiliki kekurangan dalam mentransmisikan (menyebarkan) virion melalui
media ekstraseluler dalam siklus hidupnya (Lightner et al. 2004). Kebanyakan,
penyebaran melalui cara vertikal di dalam sel atau horizontal dengan hyphal
anastomiasis kecuali GLV dan IMNV. Sebagai tambahan, IMNV juga merupakan
satu-satunya virus dari famili Totiviridae yang diketahui menyebabkan penyakit
pada inangnya (Tang et al. 2008).
Inang virus IMNV adalah krustase terutama menyerang udang-udang
penaeid. Pada prinsipnya inang paling utama dari penyakit IMN adalah udang
5
vaname (L. vannamei), karena infeksi IMNV pada udang ini menyebabkan
mortalitas yang tinggi dan menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan
(Lightner et al. 2004). Dampak paling parah dari penyakit IMN adalah infeksi
pada stadia juvenile 2-3 gram (Coelho et al. 2009) dan udang dewasa hingga 12
gram (Nunes et al. 2004) dengan mortalitas lebih dari 60%. Penyakit IMN bisa
menyerang udang vaname yang dibudidayakan pada media air laut ataupun air
payau bersalinitas rendah (Lightner et al. 2004). Hasil penelitian menunjukkan
IMNV juga dapat menginfeksi udang Penaeus stylirostris dan udang Penaeus
monodon namun tidak menimbulkan kematian pada udang (Tang et al. 2005).
Gambar 2. Filogeni IMNV, memiliki kemiripan dengan GLV. (Poulos et al.
2006).
Organ target penyakit IMN adalah otot dan organ limfoid. Jaringan yang
terinfeksi yaitu otot skeletal (abdomen), ekor, haemosit, parenchymal cells organ
limfoid, sedikit menyerang otot cardiac (Tang et al. 2005). IMNV merupakan tipe
virus sistemik dan tidak bereplikasi pada jaringan enteric seperti hepatopankreas,
saluran usus dan caeca. Proses kematian udang memerlukan waktu lebih lama
karena penyakit IMN bersifat kronis. Udang yang terserang penyakit IMN bisa
bertahan hidup meskipun terjadi kerusakan parah (nekrosis) pada otot
abdominalnya (Tang et al. 2005).
6
Gejala klinis penyakit IMN dapat dilihat secara visual dengan mengamati
transparansi otot udang (Gambar 3). Udang yang terserang penyakit IMN akan
kehilangan transparansi pada ototnya karena terlihat berwarna putih. Warna putih
tersebut adalah nekrosis pada otot skeletal akibat infeksi virus IMNV (Poulos et
al. 2006). Gejala klinis lain penyakit IMN dapat dilihat melalui histologi jaringan
otot atau organ limfoid dengan pewarnaan haematoxylin - eosin (Gambar 4 dan 5).
Pada histologi jaringan otot dapat dilihat bodi inklusi basophilic tunggal maupun
berganda yang terdapat pada sitoplasma dan di dekat nukleus (Tang et al. 2005).
Selain itu, pada jaringan otot tersebut sering juga ditemukan gumpalan nekrosis
yang multifocal (Andrade et al. 2008). Sedangkan pada histologi organ limfoid
dapat ditemukan akumulasi lymphoid organ speroids (LOS) yang merupakan
hipertropi sel limfoid (Andrade et al. 2008).
A
B
Keterangan: Nekrosis pada otot udang yang terserang wabah penyakit IMN di tambak (A).
Nekrosis pada udang eksperimen, diinjeksi virion IMNV (atas) dan udang normal (bawah) (B).
Tanda panah menunjukkan nekrosis.
Gambar 3. Gejala klinis penyakit IMN. (Poulos et al. 2006).
7
A
C
B
D
Keterangan: Andrade et al. (2008) (A). Poulos et al. (2006) (B). Coelho et al. (2009) (C). Tang et
al. (2005) (D). Tanda panah menunjukkan N (nukleus), S (single inclusion) dan M (multiple
inclusions). Skala bar: 50 µm (A, B, C) dan 20 µm (D).
Gambar 4. Histologi jaringan otot udang yang terinfeksi penyakit IMN dengan
pewarnaan haematoxylin – eosin dari berbagai sumber.
A
B
Keterangan: Pewarnaan haematoxylin - eosin (A). Pengamatan organ limfoid udang dengan in situ
hybridization (ISH) (B). Tanda panah menunjukkan probe penanda positif terinfeksi virus IMNV.
Skala bar: 50 µm.
Gambar 5. Histologi organ limfoid udang. (Andrade et al. 2008).
8
2.2 Bakteri Vibrio harveyi
Vibrio harveyi tergolong dalam divisi Bacteria, klas Shyzomycetes, ordo
Eubacteria, famili Vibrionaceae dan genus Vibrio. Bakteri Vibrio memiliki
karakteristik Gram negatif, sel tunggal, berbentuk batang pendek yang bengkok
(koma) atau lurus, bersifat motile, ukuran sel 1-4 mikron, berpendar dan
mempunyai flagella di salah satu kutubnya (Kreig dan Peter 1984).
Sifat biokimia Vibrio ini yaitu oksidase positif, fermentatif terhadap
glukosa, DNA genomnya mengandung 51% mol guanin dan sitosin (Logan 1994),
tidak membentuk gas pada produksi asam dari glukosa dan dapat menggunakan
sukrosa sebagai sumber energi. Bakteri V. harveyi menghasilkan lysine
dekarboksilase, nitrat reduktase dan sitokrom oksidase serta enzim amilase,
chitinase dan lipase (Lavilla-Pitogo et al. 1990). Protease, phospolipase,
haemolysin atau eksotoksin merupakan faktor patogenitas penting V. harveyi
(Zhang dan Austin 2000).
V. harveyi akan terlihat berpendar jika diamati di ruang gelap dan
pendarannya dapat bertahan 2-3 hari pada media Thiosulphate Citrate Bile-Salt
Sucrose (TCBS). Kemampuan berpendar merupakan hasil aktivitas enzim
luciferase yang dapat berfungsi sebagai katalisator dalam proses oksidasi reduksi.
Proses oksidasi melibatkan flavin mononukleotida dan aldehid alifatik rantai
panjang sebagai substratnya. Senyawa-senyawa tersebut masing-masing diubah
menjadi flavin mononukelotida dan asam lemak disertai dengan pelepasan emisi
cahaya dengan panjang gelombang 490 nm (Lavilla-Pitogo et al. 1990).
Pada umumnya V. harveyi bersifat patogen oportunistik, yaitu organisme
yang dalam keadaan normal ada di lingkungan pemeliharaan dan bersifat
saprofitik serta berkembang patogenik jika kondisi lingkungan dan inangnya
memburuk. Bakteri ini tumbuh secara optimal pada suhu 300C, salinitas antara 2030 ppt dengan pH 7,0 dan bersifat anaerobik fakultatif yaitu bakteri yang dapat
hidup baik dengan atau tanpa adanya oksigen (Kreig dan Peter 1984).
Habitat utama bakteri V. harveyi adalah air laut di daerah tropis, sedimen
pantai, dan saluran pencernaan organisme laut. Bakteri Vibrio merupakan patogen
yang menyebabkan penyakit vibriosis (Egidius 1987). Vibriosis yang disebabkan
9
oleh V. harveyi adalah penyakit bakterial paling utama pada budidaya udang
penaeid.
Penyakit vibriosis pada budidaya udang terjadi pada stadia larva sampai
dewasa. Penyakit vibriosis yang disebabkan bakteri berpendar bersifat akut dan
ganas. Udang windu stadia dewasa yang terserang bakteri Vibrio menyebabkan
bercak coklat pada karapasnya. Udang yang terserang bakteri Vibrio sering
ditemukan berenang di pinggir tanggul, dengan tanda-tanda kulit rusak dan
berwarna coklat, nekrosis, organ limfoid berwarna hitam, bagian ekor dan kaki
renangnya berwarna kemerahan, insang berwarna coklat, otot atau daging
berwarna kecoklatan, ususnya kosong dan gerakannya lemah serta menyentak
(Rukyani 1993). Pada uji tantang 3 strain V. harveyi terhadap Penaeus monodon
dan P. vannamei menunjukkan gejala lesi pada kutikula, terutama di apendik dan
uropod atau kipas ekor (Intaraprasong et al. 2009).
Pada stadia larva, infeksi V. harveyi menyebabkan penyakit kunangkunang, bercak merah pada dasar bak pemeliharaan, perubahan warna tubuh
menjadi coklat kehitaman dan terjadi penyusutan hepatopankreas (Roza et al.
1997). Pada dosis tinggi (107 cfu/udang) semua udang mati dalam 12 jam setelah
diinjeksi V. harveyi, sedangkan lethal doses 50% (LD 50 ) salah satu strain V.
harveyi 102 cfu/udang (Intaraprasong et al. 2009). Sedangkan pada udang vaname,
virulensi V. harveyi tidak setinggi ketika menginfeksi udang windu. Pada udang
vaname yang terinfeksi V. harveyi, tingkah laku udang tidak berenang menyentak
seperti pada udang windu. Pada infeksi V. harveyi 105 cfu/ml, menyebabkan
udang windu mengalami moulting 43% sedangkan pada udang vaname moulting
hanya 10% (Intaraprasong et al. 2009). Bahkan V. harveyi strain BB120 tidak
menimbulkan kematian ketika diinfeksi 106 cfu/udang (Phuoc et al. 2009).
2.3 Ko-infeksi Patogen pada Udang Vaname
Beberapa penelitian telah menunjukkan adanya ko-infeksi atau infeksi
bersama beberapa patogen pada udang vaname. Ko-infeksi tersebut bisa
disebabkan oleh 2 atau lebih patogen viral dan patogen bakterial. Dilaporkan hasil
penelitian yang dilakukan pada 2006 di Taiwan bahwa 75% udang sampel yang
dikoleksi dari tambak yang terserang infeksi berat white spot syndrome virus
10
(WSSV) juga terinfeksi virus infectious hypodermal and hematopoietic necrosis
virus (IHHNV) dengan level infeksi berat, medium dan ringan masing-masing
34%, 25% dan 16% (Yeh et al. 2009). Masih di Taiwan, penelitian Tsai et al.
(2002) menunjukkan adanya ko-infeksi virus WSSV dan TSV yang dapat
dideteksi menggunakan PCR. Ko-infeksi beberapa virus juga dideteksi dari
sampel udang vaname yang diambil dari Provinsi Hainan, China. Sebanyak 59.8%
sampel terdeteksi mengalami ko-infeksi virus taura syndrome virus (TSV) dan
IHHNV, 42.7% sampel terdeteksi ko-infeksi WSSV dan IHHNV, serta ko-infeksi
3 virus WSSV, IHHNV dan TSV diperoleh dari 42.7% sampel (Tan et al. 2009).
Ko-infeksi patogen viral dan bakterial juga berdampak negatif pada udang
vaname. Ko-infeksi WSSV dan bakteri Vibrio campbellii 104 cfu/udang
menyebabkan kematian 100% pada 84 hpi (hours post infection), padahal infeksi
tunggal V. campbellii 104 cfu/udang tidak menyebabkan kematian dan infeksi
tunggal WSSV menyebabkan mortalitas 100% pada 156 hpi (Phuoc et al. 2009).
Sedangkan ko-infeksi WSSV dengan V. harveyi strain BB120 106 cfu/udang
menyebabkan mortalitas 80% dalam 360 hpi, dan infeksi tunggal V. harveyi strain
BB120 tidak menyebabkan mortalitas pada dosis injeksi 106 cfu/udang (Phuoc et
al. 2009).
Strain V. alginolyticus yang tidak patogen pada udang bisa menjadi virulen
pada udang yang terserang virus WSSV, ini dideteksi dari tambak yang terserang
wabah penyakit WSS seperti dilaporkan oleh Manilal et al. (2010). Serangan koinfeksi juga bisa terjadi antar bakteri Vibrio spp., misalnya bakteri V.
parahaemolyicus dan V. harveyi yang menyebabkan red disease syndrome
(Alapide-Tendencia dan Dureza 1997).
Download