BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Karies gigi merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin, dan sementum, yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang diragikan. Karies di tandai dengan adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya.5 Karies gigi timbul karena interaksi empat faktor yaitu host yang meliputi gigi dan saliva, mikroorganisme, substrat serta waktu atau lamanya proses interaksi antar faktor tersebut.3 Axelsson pada tahun 1999 dan WHO pada tahun 2003 menyatakan bahwa karies gigi merupakan proses infeksi yang memiliki keterkaitan dengan kesehatan dan status gizi serta dapat bertindak sebagai fokal infeksi yang dapat menimbulkan penyakit organ tubuh lainnya.3,8 2.1 Proses Karies Gigi Proses terjadinya karies gigi diawali oleh proses pembentukan plak secara fisiologis pada permukaan gigi. Plak terdiri atas komunitas mikroorganisme atau bakteri yang dapat bekerja sama serta memiliki sifat fisiologi kolektif. Beberapa bakteri mampu melakukan fermentasi terhadap substrat karbohidrat (seperti sukrosa dan glukosa), untuk memproduksi asam, menyebabkan pH plak akan menurun sampai di bawah 5 dalam 1-3 menit. Penurunan pH plak secara berulang-ulang akan mengakibatkan demineralisasi pada permukaan gigi. Namun, asam yang diproduksi dapat dinetralkan oleh saliva, sehingga pH saliva meningkat dan berlangsungnya pengambilan mineral. Keadaan ini disebut dengan remineralisasi. Hasil kumulatif dari proses demineralisasi dan mineralisasi dapat menyebabkan kehilangan mineral sehingga lesi karies terbentuk.5,9 Proses karies dapat terjadi di seluruh permukaan gigi dan merupakan proses alami. Pembentukan biofilm dan aktifitas metabolik oleh mikroorganisme tidak dapat Universitas Sumatera Utara dicegah. Perkembangan lesi ke dalam dentin bisa mengakibatkan invasi bakteri dan mengakibatkan kematian pulpa dan penyebaran infeksi ke dalam jaringan periapikal sehingga menyebabkan rasa sakit.9 2.2 Akibat Karies yang Tidak Dirawat Terjadinya demineralisasi lapisan email, menyebabkan email menjadi rapuh. Jika karies gigi dibiarkan tidak dirawat, proses karies akan terus berlanjut sampai ke lapisan dentin dan pulpa gigi, apabila sudah mencapai pulpa gigi biasanya penderita mengeluh giginya terasa sakit. Jika tidak dilakukan perawatan, akan menyababkan kematian pulpa, serta proses radang berlanjut sampai ke tulang alveolar.5 Beberapa masalah akan timbul pada karies yang tidak terawat apabila dibiarkan seperti pulpitis, ulserasi, fistula dan abses. a. Pulpitis Pulpitis adalah proses radang pada jaringan pulpa gigi, yang pada umumnya merupakan kelanjutan dari proses karies. Jaringan pulpa terletak di dalam jaringan keras gigi sehingga bila mengalami proses radang, secara klinis sulit untuk menentukan seberapa jauh proses radang tersebut terjadi.10 Menurut Ingle, atap pulpa mempunyai persarafan terbanyak dibandingkan bagian lain pada pulpa. Jadi, saat melewati pembuluh saraf yang banyak ini, bakteri akan menimbulkan peradangan awal pulpitis. Berdasarkan gambaran histopatologi dan diagnosis klinis, pulpitis dibagi menjadi:11,12 1. Pulpitis reversible, yaitu inflamasi pulpa yang tidak parah. Jika penyebabnya dihilangkan, inflamasi akan menghilang dan pulpa kembali normal. Gejala Pulpitis reversibel simtomatik ditandai oleh rasa sakit yang tajam dan hanya sebentar. Lebih sering diakibatkan oleh makanan dan minuman dingin dari pada panas. Tidak timbul spontan dan tidak berlanjut bila penyebabnya di hilangkan. 2. Pulpitis Irrevesible, yaitu lanjutan dari pulpitis reversible. Pulpitis irreversible merupakan inflamasi parah yang tidak bisa pulih walaupun penyebabnya dihilangkan. Cepat atau lambat pulpa akan menjadi nekrosis.11 Biasanya, gejala asimtomatik atau pasien hanya mengeluhkan gejala yang ringan. Nyeri pulpitis Universitas Sumatera Utara irreversible ini dapat tajam, tumpul, setempat, atau difus (menyebar) dan dapat berlangsung hanya beberapa menit atau berjam-jam. Gambar 1. Pulpitis6 b. Ulkus Traumatik Ulkus traumatik atau ulserasi adalah ulserasi akibat trauma, dapat disebabkan kontak dengan sisa mahkota gigi atau akar yang tajam akibat proses karies gigi. Ulserasi akibat trauma sering terjadi pada daerah mukosa pipi dan bagian perifer lidah. Secara klinis ulserasi biasanya menunjukkan permukaan sedikit cekung dan oval bentuknya. Pada awalnya daerah eritematous di jumpai di bagian perifer, yang perlahan-lahan warnanya menjadi lebih muda karena proses keratinisasi. Bagian tengah ulkus biasanya berwarna kuning-kelabu. Setelah pengaruh traumatik hilang, ulkus akan sembuh dalam waktu 2 minggu.14 Gambar 2. Ulkus Traumatik6 Universitas Sumatera Utara c. Fistula Fistula terjadi karena peradangan karies kronis dan pernanahan pada daerah sekitar akar gigi (periapical abcess). Peradangan ini akan menyebabkan kerusakan tulang dan jaringan penyangga gigi. Peradangan yang terlalu lama menyebabkan pertahanan tubuh akan berusaha melawan, dan mengeluarkan jaringan yang telah rusak dengan cara mengeluarkan nanah keluar tubuh melalui permukaan yang terdekat, daerah yang terdekat adalah menembus tulang tipis dan gusi yang menghadap ke pipi, melalui saluran yang disebut fistula. Jika saluran ini tersumbat, maka akan terjadi pengumpulan nanah.5 Gambar 3. Fistula6 d. Abses Saluran pulpa yang sempit menyebabkan drainase yang tidak sempurna pada pulpa yang terinfeksi, sehingga menjadi tempat berkumpulnya bakteri dan menyebar ke arah jaringan periapikal secara progresif. Pada saat infeksi mencapai akar gigi, patofisiologi proses infeksi ini dipengaruhi oleh jumlah dan virulensi bakteri, ketahanan host, dan anatomi jaringan yang terlibat.5,13 Abses merupakan rongga patologis yang berisi pus yang disebabkan infeksi bakteri campuran. Bakteri yang berperan dalam proses pembentukan abses yaitu Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans. Staphylococcus aureus dalam proses ini memiliki enzim aktif yang disebut koagulase yang fungsinya untuk mendeposisi fibrin, sedangkan Streptococcus mutans memiliki 3 enzim utama yang Universitas Sumatera Utara berperan dalam penyebaran infeksi gigi, yaitu streptokinase, streptodornase, dan hyaluronidase.12,13 Gambar 4. Abses periapikal6 e. Nekrosis Pulpa Nekrosis pulpa adalah kematian yang merupakan proses lanjutan radang pulpa akut maupun kronis atau terhentinya sirkulasi darah secara tiba-tiba akibat trauma. Nekrosis pulpa dapat bersifat parsial atau total. Ada dua tipe nekrosis pulpa, yaitu:14 1. Tipe koagulasi, di sini terdapat jaringan yang larut, mengendap, dan berubah menjadi bahan yang padat. 2. Tipe liquefaction, enzim proteolitik mengubah jaringan pulpa menjadi suatu bahan yang lunak atau cair. Gambar 5. Nekrosis pulpa13 Universitas Sumatera Utara 2.3 Indeks PUFA Indeks PUFA adalah indeks yang digunakan untuk pengukuran karies yang tidak dirawat. Menurut Palenstein, ada empat kondisi oral akibat karies gigi yang tidak dirawat yang digunakan untuk pengukuran indeks PUFA yaitu pulpitis, ulserasi, fistula dan abses. Indeks ini diperkenalkan pertama kali oleh Monse et al. pada tahun 2010.15 Indeks tersebut dibuat secara terpisah dari indeks DMFT/dmft dan skor keterlibatan pulpa, ulserasi dari mukosa mulut karena fragmen akar, fistula atau abses. Lesi yang tidak diakibatkan oleh karies yang tidak dirawat tidak diberikan skor. Penilaian PUFA dilakukan secara visual tanpa menggunakan alat. Hanya satu nilai yang diberikan per gigi.6 Huruf besar digunakan untuk gigi permanen dan huruf kecil digunakan untuk gigi susu, dengan kriteria sebagai berikut:16 P/p: keterlibatan pulpa dicatat pada saat pembukaan ruang pulpa atau ketika struktur mahkota gigi telah hancur oleh proses karies dan hanya akar atau fragmen akar yang tersisa. Tidak ada probing dilakukan untuk mendiagnosis keterlibatan pulpa. U/u: Ulserasi karena trauma mahkota gigi yang tajam dicatat pada saat tepi tajam dari dislokasi gigi dengan keterlibatan pulpa atau fragmen akar menyebabkan ulserasi traumatis jaringan lunak sekitarnya, misalnya, lidah atau mukosa bukal. F/f: Fistula dicatat ketika nanah keluar dari saluran sinus yang berhubungan dengan keterlibatan pulpa gigi. A⁄a: Abses dicatat ketika adanya nanah dan terjadi pembengkakan terkait dengan keterlibatan pulpa gigi. PUFA/pufa skor per orang dihitung secara kumulatif sama seperti untuk DMFT/dmft dan mewakili jumlah gigi yang memenuhi kriteria diagnostik PUFA/pufa. Untuk seorang individu, skor pufa dapat berkisar 0-20 untuk gigi susu dan skor PUFA 0-32 untuk gigi permanen. Prevalensi PUFA/pufa dihitung sebagai persentase dari populasi dengan skor PUFA/pufa satu atau lebih.6 Universitas Sumatera Utara 2.4 Indeks Massa Tubuh Indeks Massa tubuh yang dikenal sebagai Body Mass Index (BMI) merupakan suatu pengukuran yang membandingkan berat badan dan tinggi badan.17 IMT diyakini dapat menjadi indikator atau menggambarkan kadar adipositas dalam tubuh seseorang. IMT tidak mengukur lemak tubuh secara langsung, untuk ketepatan riset diperlukan dual energy x-ray absorbtiometry yang dapat menentukan secara tepat komposisi tubuh. Intrepretasi IMT tergantung pada umur dan jenis kelamin anak, karena anak lelaki dan perempuan memiliki lemak tubuh yang berbeda. IMT merupakan altenatif pengukuran lemak tubuh karena biayanya murah dan metode skrining kategori berat badan yang mudah dilakukan.18 The World Health Organization (WHO) pada tahun 1997, The National Institute of Health (NIH) pada tahun 1998 dan The Expert Committee on Clinical Guidelines for Overweight in Adolescent Preventive Services merekomendasikan Indeks Massa Tubuh sebagai baku pengukuran berat badan pada anak dan remaja di atas usia 2 tahun. IMT merupakan petunjuk untuk menentukan berat badan berdasarkan Indeks Quatelet (berat badan dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter (kg/m2)).19 IMT mempunyai keunggulan utama yakni menggambarkan lemak tubuh yang berlebihan, sederhana dan dapat digunakan dalam penelitian populasi berskala besar. Pengukurannya hanya membutuhkan 2 hal yakni berat badan dan tinggi badan, yang keduanya dapat dilakukan secara akurat oleh seseorang dengan sedikit latihan. 20 Salah satu kelemahan IMT adalah tidak bisa membedakan berat yang berasal dari lemak dan berat dari otot atau tulang. IMT juga tidak dapat mengidentifikasi distribusi lemak tubuh, sehingga beberapa penelitian menyatakan bahwa standar cut off point untuk mendefinisikan obesitas berdasarkan IMT mungkin tidak menggambarkan risiko yang sama untuk konsekuensi kesehatan pada semua ras atau kelompok etnis.20 Pada penelitian ini, pengukuran IMT yang dilakukan adalah IMT anak yaitu Indeks Massa Tubuh per Umur (IMT/U) sesuai dengan antropometri. Antropometri dapat digunakan untuk berbagai tujuan, tergantung pada indikator antropometri yang Universitas Sumatera Utara dipilih. Antropometri adalah pengukuran bagian-bagian tubuh, perubahan pada tubuh merefleksikan keadaan kesehatan dan kesejahteraan seseorang atau penduduk tertentu. Antropometri digunakan untuk menilai dan memprediksi status gizi.21 Cara menentukan IMT/U adalah sebagai berikut: 1. Terlebih dahulu tentukan IMT anak. Setelah nilai IMT tersebut diperoleh maka, nilai IMT hasil perhitungan pada diagram IMT menurut umur referensi WHO/NCHS 2007 sesuai dengan jenis kelamin dan umur anak. Untuk mengetahui nilai IMT/U, dapat diperoleh dengan perhitungan rumus berikut ini:21 IMT = berat badan (kg) tinggi badan (m)x tinggi badan (m) Setelah nilai IMT diperoleh, bandingkan nilai IMT hasil perhitungan pada diagram BMI for age sesuai jenis kelamin dan umur anak. (Gambar 6 dan 7) Gambar 6. Diagram BMI for Age untuk anak laki-laki usia 5-19 tahun21 Universitas Sumatera Utara Gambar 7. Diagram BMI for Age untuk anak perempuan usia 5-19 tahun21 2. Penentuan kriteria anak disesuaikan dengan memperhatikan nilai Z-score pada diagram WHO. Penjelasan diagram WHO untuk IMT terhadap umur terlihat pada Tabel 1.22 Z-score merupakan indeks antropometri yang digunakan secara internasional untuk menentukan status gizi dan pertumbuhan, yang diekspresikan sebagai satuan standar deviasi (SD) populasi rujukan.21 Z-score paling sering digunakan. Secara teoritis, Z-score dapat dihitung dengan cara berikut:22 𝑍 − 𝑠𝑐𝑜𝑟𝑒 = Nilai IMT yang diukur – Median Nilai IMT (referensi) Standar Deviasi dari standar/referensi Universitas Sumatera Utara Tabel 1. Kategori Status Gizi Berdasarkan Z-score22 Indikator pertumbuhan Z-score PB/U atau TB/U Di atas 3 Lihat Catatan1 BB/U Lihat catatan 2 Di atas 2 Di atas 1 BB/PB atau BB/TB IMT/U Sangat Gemuk (Obes) Sangat Gemuk (Obes) Gemuk (Overweight) Risiko Gemuk (Lihat Catatan 3) Gemuk (Overweight) Risiko Gemuk (Lihat Catatan 3) 0 (Angka Median) Di bawah 1 Di bawah 2 Di bawah 3 Pendek (Stunted) (Lihat Catatan 4) BB Kurang (Underweight) Kurus (Wasted) Kurus (Wasted) Sangat Pendek (Severe Stunted) BB Sangat Kurang (Severe Underweight) Sangat Kurus (Severe Wasted) Sangat Kurus (Severe Wasted) Catatan : 1. Seorang anak pada kategori ini termasuk sangat tinggi dan biasanya tidak menjadi masalah kecuali anak yang sangat tinggi mungkin mengalami gangguan endokrin seperti adanya tumor yang memproduksi hormon pertumbuhan. Rujuklah anak tersebut jika diduga mengalami gangguan endokrin (misalnya anak yang tinggi sekali menurut umurnya, sedangkan tinggi orangtua normal). 2. Seorang anak berdasarkan BB/U pada kategori ini, kemungkinan mempunyai masalah gizi atau pertumbuhan, tetapi akan lebih baik bila anak ini dinilai berdasarkan indikator BB/PB atau BB/TB atau IMT/U. 3. Anak mempunyai kemungkinan risiko, bila kecenderungannya menuju garis z-score +2 berarti risiko lebih pasti. 4. Anak yang pendek atau sangat pendek kemungkinan akan menjadi gemuk bila mendapatkan intervensi gizi yang salah. Universitas Sumatera Utara 2.5 Hubungan Karies yang tidak dirawat dengan pertumbuhan anak Gigi dan mulut memegang peranan penting pada masa anak-anak yang sedang mengalami proses tumbuh kembang. Menurut Hayati (cit. Junaidi), ujung sefalik saluran pencernaan yang menjadi pintu masuk makanan dibutuhkan oleh tubuh untuk menghasilkan energi maupun perbaikan jaringan dan pertumbuhan anak.23 Selanjutnya, salah satu alat cerna yang dimiliki manusia adalah mulut beserta organ pelengkapnya yaitu gigi, lidah dan saliva. Gigi berperan untuk mencerna makanan. Menurut Nurdadi (cit, Junaidi), pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh faktor internal berupa struktur fisik dan tingkat pertumbuhan sel otak semasa dalam kandungan. Sedangkan, faktor eksternal antara lain kualitas gizi yang diterima anak dan status kesehatan yaitu ada tidaknya penyakit yang diderita misalnya seperti karies gigi. Pada anak-anak terutama pada usia sekolah dasar, struktur giginya termasuk gigi bercampur yaitu gigi susu dan gigi permanen, sehingga rentan mengalami karies gigi. Anak kelas 2 sekolah dasar yang mempunyai usia ratarata 8 tahun merupakan salah satu kelompok usia kritis untuk terkena karies gigi karena mengalami transisi pergantian gigi susu ke gigi permanen. Gigi susu berguna untuk memotong, berbicara dan memicu pertumbuhan rahang23 Karies gigi menjadi masalah kesehatan yang penting karena kelainan pada gigi ini dapat menyerang siapa saja tanpa memandang usia dan jika dibiarkan berlanjut akan menjadi sumber fokal infeksi dalam mulut. Karies yang tidak dirawat pada anak dapat menyebabkan rasa sakit dan ketidaknyamanan, akibatnya asupan makanan menjadi berkurang, penurunan kualitas hidup, seperti susah tidur, kegiatan menjadi terbatas sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan anak yang berdampak pada penurunan berat badan anak. Penyakit karies gigi juga dapat menyebabkan kehilangan gigi sehingga mengalami gangguan dalam proses pengunyahan makanan. Apabila terjadi kerusakan pada tahap yang berat atau sudah terjadi abses, maka gigi dapat tanggal.24,25 Universitas Sumatera Utara 2.6 Kerangka Konsep Pengukuran skor pufa Skor p Skor u Skor f Skor a Pengukuran skor PUFA Skor P Skor U Skor F Skor A Indeks Massa Tubuh (Z-score): Obesitas Gemuk Normal Kurus Sangat kurus Pengukuran skor pufa+PUFA Universitas Sumatera Utara