78 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Identifikasi Kutukebul Hasil identifikasi kantung pupa kutukebul yang ditemukan menggunakan kunci identifikasi Martin (1987) menunjukkan adanya beberapa ciri morfologi B. tabaci dan Trialeurodes vaporariorum. Ciri morfologi spesifik yang menunjukkan bahwa kutukebul tersebut B. tabaci berupa seta kauda selalu kokoh, biasanya sama panjang dengan vasiform orifice, dan tidak banyak variasi di antara individu. Vasiform orifice lebih panjang dari alur kauda (Caudal furrow) dan bagian samping orifice hampir lurus (Ga mbar 4.1). A B Gambar 4.1 Puparium B. tabaci (Skala 1:90) A. Preparat puparium B. Gambar garis puparium dari preparat 79 Ciri morfologi spesifik yang menunjukkan kutukebul tersebut T. vaporarium adalah submargin umumnya memiliki deret papila yang jelas. Kepala lingula selalu lobular, walaupun kadang-kadang terhalang oleh operculum dan sulit dilihat. Subdorsal kadang-kadang dengan beberapa papila yang lebih besar. Pada dasar tungkai tengah dan belakang terdapat seta yang kecil dan halus. Kepala lingula pada dasarnya ada sepasang cuping yang ditutupi oleh operculum (Gambar 4.2) . A B Gambar 4.2 Puparium T. vaporariorum (Skala 1:80). A. Preparat puparium B. Gambar garis puparium dari preparat 80 Hasil identifikasi menunjukkan bahwa dari 8 populasi kutukebul yang ditemukan 7 populasi adalah B. tabaci dan 1 populasi adalah T. vaporariorum (Tabel 4.3). Tabel 4.3 Kode populasi Lokasi BtKKJT BtBsBJB BtCkBJB BtCb1BJB BtCb2BJB BtBbBJB BtBPJB BtCtBJB 1) Hasil koleksi dan identifikasi kutukebul dari berbagai daerah dan tanamam inang Kabupaten Kediri Bogor Bogor Bogor Bogor Bogor Purwakarta Bogor Provinsi Jawa Timur Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Tanaman inang Terong Brokoli Cabai Tomat Kedelai Edamame Timun Tomat Identifikasi morfologi puparium B. tabaci B. tabaci B. tabaci B. tabaci B. tabaci B. tabaci B. tabaci T. vaporariorum Uji silverleaf (SL)1) -2) +3) - Uji silverleaf (SL) dilakukan melalui infestasi kutukebul ke tanaman labu (C. pepo var. Blackjack ); 2) Daun labu tidak mengalami perubahan;3) Daun labu berubah menjadi keperakperakan. Uji B. tabaci Biotipe B dengan Tanaman Indikator Hasil pengujian menunjukkan bahwa B. tabaci yang berasal dari brokoli mampu menginduksi daun labu menjadi keperak-perakan (SL) (Tabel 4.3 dan Gambar 4.3A), sedangkan populasi B. tabaci yang lain tidak menimbulkan gejala SL (Tabel 4.3 dan Gambar 4.3B). Perubahan warna daun labu terjadi secara bertahap. Tulang daun dan anak tulang daun pada daun muda menjadi putih, kemudian pada daun muda yang di atasnya lagi akan terlihat daerah antar tulang daun (lamina) mulai menjadi ke perak-perakan dan akhirnya seluruh permukaan daun yang ada di atasnya akan menjadi keperak-perakan (Gambar 4.4). Daun labu yang berada di bawahnya tidak menunjukkan perubahan tetapi tetap berwarna hijau (Gambar 4.3B). Pada daun tersebut hanya terlihat adanya bercak klorotik yang berwarna kuning. Bercak tersebut merupakan tempat melekatnya nimfa B. tabaci. Perubahan daun labu menjadi keperak-perakan mulai terlihat 14-20 hari setelah tanaman labu tersebut diinfestasi dengan populasi B. tabaci. 81 A B Gambar 4.3 Tanaman labu (C. pepo): A. Diinfestasi dengan populasi B. tabaci asal cabai, B. Diinfestasi dengan populasi B. tabaci asal brokoli dan menyebabkan gejala keperak-perakan (silverleaf) A B Gambar 4.4 C Perkembangan perubahan warna daun tanaman labu yang terinduksi menjadi keperak-perakan oleh populasi B. tabaci asal brokoli. A) daun normal, B) 14 hari setelah infestasi, C) 20 hari setelah infestasi Keanekaragaman Kutukebul Berdasarkan PCR-RAPD Hasil seleksi 11 primer terhadap DNA total B. tabaci biotipe B dan biotipe Q dengan teknik PCR-RAPD menunjukkan bahwa primer P5 menghasilkan pola pita DNA yang dapat membedakan kedua biotipe tersebut (Gambar 4.5B kolom 10 dan 11). Selanjutnya primer P5 ini digunakan untuk melihat keanekaragaman populasi B. tabaci yang telah ditemukan dari tanaman brokoli, cabai, tomat, timun, terong, kedelai dan edamame. 82 1 2 3 4 5 6 7 8 910111213 1 2 3 4 5 6 7 8 910111213 1500 bp 1000 bp 800 bp 900 bp 300 bp 300 bp A B Gambar 4.5 Hasil seleksi primer terhadap B. tabaci biotipe B dan B. tabaci biotipe Q: A. Primer OPA 8, OPA 11, OPA 13, OPA 15, dan OPA 17, B. Primer P1, Primer P2, Primer P3, Primer P4, Primer P5 dan Primer P6. Kolom 1. Penanda DNA 100 bp, kolom 2,4,6,8,10 dan 12 B. tabaci biotipe B, kolom 3,5,7,9,13 B. tabaci biotipe Q 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1000 bp 800 bp 510 bp Gambar 4.6 Hasil amplifikasi DNA B. tabaci dengan teknik PCR-RAPD menggunakan primer P5. 1. Penanda DNA 100 bp, 2. B. tabaci biotipe B, 3. B. tabaci biotipe Q, 4. populasi B. tabaci asal brokoli, 5. populasi B. tabaci asal cabai, 6. populasi B. tabaci asal mentimun, 7. populasi B. tabaci asal tomat, 8. populasi B. tabaci asal terong, 9. populasi B. tabaci asal edamame, 10. populasi B. tabaci asal kedelai. Hasil amplifikasi DNA total dengan teknik PCR-RAPD menggunakan primer P5 terhadap 7 populasi B. tabaci menunjukkan adanya polimorfisme. Ukuran pita 510 base pair (bp), 800 bp, dan 1000 bp ditemukan pada semua B. 83 tabaci yang diamplifikasi dengan primer P5 ini. Diduga ukuran pita tersebut menunjukkan spesies B. tabaci. Pola pita DNA yang sama ditemukan pada hasil PCR-RAPD dari populasi B. tabaci yang ditemukan pada tanaman brokoli dan B. tabaci biotipe B yang berasal dari koleksi John Innes Centre (Gambar 4.6). Hasil analisis UPGMA untuk nilai koefisien perbedaan jarak ketidaksamaan yang didasarkan pada 20 karakter PCR-RAPD (Tabel 4.4) menunjukkan bahwa pada koefisien perbedaan 5. 89 B. tabaci biotipe B, B. tabaci biotipe Q dan populasi B. tabaci yang ditemukan dari beberapa tanaman terbagi menjadi dua kelompok (Gambar 4.7). Kelompok pertama terbagi menjadi 2 subkelompok. Subkelompok pertama terdiri atas B. tabaci biotipe B (asal John Innes Center) dan B. tabaci asal brokoli (BtBsBJB) dengan jarak genetik 0,00 (Tabel 4.4). Subkelompok ke dua terdiri dari B. tabaci biotipe Q (asal John Innes Center), dan populasi B. tabaci edamame (BtBbBJB). Kelompok kedua terdiri atas B. tabaci mentimun (BtBPJB), kedelai (BtCb2BJB), tomat(BtCb1BJB), cabai (BtCkBJB) dan terong (BtKKJT). Kelompok tersebut terbagi menja di 4 subkelompok (Gambar 4.7). Teknik PCR-RAPD telah dapat digunakan untuk melakukan analisis keanekaragaman genetik B. tabaci. Penelitian ini dilanjutkan dengan analisis sekuen gen COI yang ada pada mitokondria untuk mempelajari tingkat kesamaan B. tabaci yang telah dikoleksi dengan B. tabaci dari daerah geografi lainnya, yaitu dengan memanfaatkan informasi sekuen DNA yang tersedia dalam GeneBank (http://www.ncbi.nlm.nih.gov dan http:// www. ebi. ac.uk) 84 BtBIOTIPE_B BtBIOTIPE_B BtBsBJB BtBsBJB BtBIOTIPE_Q BtBIOTIPE_Q BtBbBJB BtBbBJB BtBIOTIPE_BMW BtBIOTIPE_BMW BtCkBJB BtCkBJB BtCb2BJB BtCb2BJB BtBPJB BtBPJB BtCb1BJB BtCb1BJB BtKKJT BtKKJT 5.89 5.89 4.42 4.42 2.94 Coefficient 2.94 Koefisien Coefficient 1.47 1.47 0.00 0.00 Koefisien Gambar 4.7 Dendogram B. tabaci biotipe B, B. tabaci biotipe Q dan populasi B. tabaci dari beberapa tanaman berdasarkan karakter molekuler Btbiotipe B: B. tabaci biotipe B; Btbiotipe Q: B. tabaci biotipe Q; BtBsBJB: B. tabaci populasi brokoli, Baranangsiang, Jawa Barat; BtCkBJB: B. tabaci populasi cabai, Cikabayan, Jawa Barat; BtBPJB: B. tabaci populasi Timun, Benteng, Purwakarta, Jawa Barat; BTCb1BJB: B. tabaci populasi tomat, Cibeureum, Dramaga, Bogor, Jawa Barat; BtCb2BJB: B. tabaci populasi Kedelai, Cibeureum, Dramaga, Bogor, Jawa Barat; BtKKJT: B.tabaci populasi terong, Kencong Kepung, Kediri, Jawa Timur; BtBbBJB: B. tabaci populasi edamame, Barubirus, Gadok, Bogor, Jawa Barat 85 Tabel 4.4 Matrik jarak perbedaan 9 populasi B. tabaci berdasarkan karakter molekuler OTU1) Btbiotipe B Btbiotipe Q BtBsBJB BtCkBJB BtBPJB BTCb1BJB BtKKJT BtBbBJB BtCb2BJB 1) Bt biotipe B 0.00 5.88 0.00 5.73 6.43 6.23 5.21 5.74 5.45 Bt biotipe Q 0.00 5.88 6.03 6.03 6.29 5.77 5.34 5.49 BtBsBJB BtCkBJB BtBPJB BtCb1BJB BtKKJT BtBbBJB BtCb2BJB 0.00 5.73 6.43 6.23 5.21 5.74 5.45 0.00 2.81 3.46 3.39 5.63 2.64 0.00 3.46 3.39 6.29 2.64 0.00 3.89 6.03 3.18 0.00 6.53 3.36 0.00 5.49 0.00 Operation Taxonomi Unit: Btbiotipe B: B. tabaci biotipe B; Btbiotipe Q: B. tabaci biotipe Q; BtBsBJB: B. tabaci populasi brokoli, Baranangsiang, Jawa Barat; BtCkBJB: B. tabaci populasi cabai, Cikabayan, Jawa Barat; BtBPJB: B. tabaci populasi Timun, Benteng, Purwakarta, Jawa Barat; BTCb1BJB: B. tabaci populasi tomat, Cibeureum, Dramaga, Bogor, Jawa Barat; BtCb2BJB: B. tabaci populasi Kedelai, Cibeureum, Dramaga, Bogor, Jawa Barat; BtKKJT: B.tabaci populasi terong, Kencong Kepung, Kediri, Jawa Timur; BtBbBJB: B. tabaci populasi edamame, Barubirus, Gadok, Bogor, Jawa Barat 86 Amplifikasi gen COI dengan teknik PCR Fragmen DNA berukuran 850 bp berhasil teramplifikasi dari 7 populasi B. tabaci (B. tabaci asal brokoli, B. tabaci asal cabai, B. tabaci asal tomat, B. tabaci asal mentimun, B. tabaci asal terong, B. tabaci asal edamame dan B. tabaci asal kedelai) menggunakan primer spesifik gen COI, CI-J-2195 dan L2-N-3014 (Gambar 4.8). 11 22 33 4 55 66 77 88 99 10 10 850 bp Gambar 4. 8 Hasil amplifikasi fragmen DNA gen COI B. tabaci menggunakan primer C1-J-2195 dan L2-N-3014: 1. Penanda DNA, 2. Biotipe B, 3. Biotipe Q, 4.Populasi B. tabaci asal brokoli, 5. Populasi B. tabaci asal cabai, 6. Populasi B. tabaci asal tomat, 7. Populasi B. tabaci asal mentimun, 8. Populasi B. tabaci asal terong, 9. Populasi B. tabaci asal edamame, 10 Populasi B. tabaci asal kedelai, Sekuensing fragmen gen COI Sekuensing dilakukan terhadap fragmen DNA hasil amplifikasi gen COI menggunakan mesin sekuensing ABI-Prim 377A dan ABI-Prism 3100-Avant Genetic Analyzer. Data yang diperoleh dari hasil sekuensing selanjutnya digunakan sebagai bahan analisis tingkat kesamaan genetik menggunakan program ClustalW 1.82 dari European Bioinformatics Institute (EMBL-EBI) (http://www.ebi.ac.uk/serve/clustalW) (Gambar 4.9). Data sekuensing dari B. tabaci asal tomat (BtCk1BJB) tidak disertakan pada analisis genetik karena data kurang memadai. Pada lampiran 3 ditunjukkan bahwa tingkat kesamaan genetik ke enam populasi B. tabaci berkisar 80-100%. 87 BtBPJB BtCkJB BtCb2JB BtKKJT BtBbJB BtBsJB ------GATTTTTTGGTCATCCCAGAAGTTTATGTTCTTATTCTACCGGGCTTCGGTATC ---TTTGATTTTTTGGTCATCC -AGAAGGTTATGTTCTTATTCTACCGGGCTTCGGTATC CTTTTGGATTTTTGGTTCATCC -AGAAGTTTATGTTCTTATTCTACCGGGCTTCGGTATC ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------TGGTATT -------------------------------------------TTCGATTTTTNGGAATT 54 56 59 BtBPJB BtCkJB BtCb2JB BtKKJT BtBbJB BtBsJB GTTTCTCATTTAATTAGGAGTGAAGCTGGGAAACTTGAGGTATTTGGCAGGTTAGGAATA GTTTCTCATTTAATTAGGAGTGAAGCTGGGAAACTTGAGGTATTTGGCAGGTTAGGAATA GTTTCTCATTTAATTAGGAGTGAAGCTGGGAAACTTGAGGTATTTGGCAGGTTAGGAATA GTTTCTCATTTAATTAGGAGTGAAGCTGGGAACCTTGAGGTATTTGGCAGGTTAGGAATA GTTTCTCATCTAATTAGAAGTGAAGCTGGGAAACTTGAAGTATTTGGGAGGCTAGGGTTA GTTTCTCATCTAATCAGCAGTGAGGCTGGGAAAATTGAGGTATTTGGAAGGTTGGGTATA ********* **** ** ***** ******** **** ******** *** * ** ** 114 116 119 60 67 77 BtBPJB BtCkJB BtCb2JB BtKKJT BtBbJB BtBsJB ATTTATGCTATAATAACTATTGGCATCTTGGGGTTTA TTGTTTGAGGTCATCATATATTT ATTTATGCTATAATAACTATTGGCATCTTGGGGTTTATTGTTTGAGGTCATCATATATTT ATTTATGCTATAATAACTATTGGCATCTTGGGGTTTATTGTTTGAGGTCATCATATATTT ATTTATGCTATAATAACTATTGGCATCTTGGGGTTTATTGTTTGAGGTCATCATATATTT ATCTATGCTATAATAACTATTGGTATTCTTGGTTTTATTGTCTGGGGTCATCATATATTT ATTTATGCTATATTGACTATTGGTATTCTAGGGTTTATTGTTTGAGGTCATCATATATTC ** ********* * ******** ** * ** ******** ** ************** 174 176 179 120 127 137 BtBPJB BtCkJB BtCb2JB BtKKJT BtBbJB BtBsJB ACTGTTGGTATAGATGTTGATACTCGAGCTTATTTTACTTCAGCTACTATGGTTATTGCT ACTGTTGGTATAGATGTTGATACTCGAGCTTATTTTACTTCAGCTACTATGGTTATTGCT ACTGTTGGTATAGATGTTGATACTCGAGCTTATTTTACTTCAGCTACTATGGTTATTGCT ACTGTTGGTATAGATGTTGATACTCGAGCTTATTTTACTTCAGCTACTATGGTTATTGCT ACTGTTGGGATAGATGTTGATACTCGAGCTTATTTTACTTCAGCCACTATAATTATTGCT ACAGTTGGAATAGATGTAGATACTCGAGCTTATTTCACTTCAGCCACTATAATTATTGCT ** ***** ******** ***************** ******** ***** ******** 234 236 239 180 187 197 BtBPJB BtCkJB BtCb2JB BtKKJT BtBbJB BtBsJB GTTCCAACTGGGATTAAGATTTTCAGGTGGCTTGCTACTTTAGGTGGAATAAAATCCAAT GTTCCAACTGGGATTAAGATTTTCAGGTGGCTTGCTACTTTAGGTGGAATAAAATCCAAT GTTCCAACTGGGATTAAGATTTTCAGG TGGCTTGCTACTTTAGGTGGAATAAAATCCAAT GTTCCAACTGGGATTAAGATTTTCAGGTGGCTTGCTACTTTAGGTGGAATAAAATCCAAT GTTCCAACTGGAATCAAAATTTTTAGGTGACTTGCCACCTTAGGTGGGATAAAGACTAAT GTTCCCACAGGGATTAAAATTTTTAGTTGGCTTGCTACTTTGGGTGGAATAAAGTCTAAT ***** ** ** ** ** ***** ** ** ***** ** ** ***** ***** * *** 294 296 299 240 247 257 BtBPJB BtCkJB BtCb2JB BtKKJT BtBbJB BtBsJB AAATTAAGGCCGTTAGTTCTTTGATTTACAGGATTTTTATTCTTATTTACCATGGGTGGA AAATTAAGGCCGTTAGTTCTTTGATTTACAGGATTTTTATTCTTATTTACCATGGGTGGA AAATTAAGGCCGTTAGTTCTTTGATTTACAGGATTTTTATTCTTATTTACCATGGGTGGA AAATTAAGGCCGTTAGTTCTTTGATTTACAGGATTTTTATTCTTATTTACCATGGGTGGA AAATTTAGTCCTCTTGTTCTTTGATTTACAGGATTTTTATTTTTATTCACTATGGGTGGA AAATTAAGGCCTCTTGGCCTTTGATTTACAGGATTTTTATTTTTATTTACTATAGGTGGG ***** ** ** * * *********************** ***** ** ** ***** 354 356 359 300 307 317 BtBPJB BtCkJB BtCb2JB BtKKJT BtBbJB BtBsJB CTAACTGGGATTATTCTTGGTAATTCTTCTGTTGATGTTTGTTTGCATGATACTTATTTT CTAACTGGGATTATTCTTGGTAATTCTTCTGTTGATGTTTGTTTGCATGATACTTATTTT CTAACTGGGATTATTCTTGGTAATTCTTCTGTTGATGTTTGTTTGCATGATACTTATTTT CTAACTGGGATTATTCTTGGTAATTCTTCTGTTGATGTTTGTTTGCATGATACTTATTTT TTGACGGGAATTATTCT TGGCAATTCGTCTGTTGATGTTTGTTTGCATGATACTTATTTT TTAACTGGAATTATTCTTGGTAATTCTTCTGTAGATGTGTGTCTGCATGACACTTATTTT * ** ** *********** ***** ***** ***** *** ******* ********* 414 416 419 360 367 377 BtBPJB BtCkJB BtCb2JB BtKKJT BtBbJB BtBsJB GTTGTTGCTCATTTTCATTATGTTTTATCCATAGGAATCATTTTTGCTATCATAGGAGGT GTTGTTGCTCATTTTCATTATGTTTTATCCATAGGAATCATTTTTGCTATCATAGGAGGT GTTGTTGCTCATTTTCATTATGTTTTATCCATAGGAATCATTTTTGCTATCATAGGAGGT GTTGTTGCTCATTTTCATTATGTTTTATCCATAGGAATCATTTTTGCTATCATAGGAGGT GTTGTTGCTCATTTTCATTATGTTTTATCCATAGGAATTATTTTTGCTATTATAGGAGGT GTTGTTGCACATTTTCATTATGTTTTATCAATAGGAATTATTTTTGCTATTGTAGGAGGA ******** ******************** ******** *********** ******* 474 476 479 420 427 437 BtBPJB BtCkJB BtCb2JB BtKKJT BtBbJB BtBsJB TTTATTTACTGATTTCCATTAATCTTAGGTCTAACATTAAATAACCATAATTTAGTATCT TTTATTTACTGATTTCCATTAATCTTAGGTCTAACATTAAATAACCATAATTTAGTATCT TTTATTTACTGATTTCCATTAATCTTAGGTCTAACATTAAATAACCATAATTTAGTATCT TTTATTTACTGATTTCCATTAATCTTAGGTCTAACATTAAATAACCATAATTTGGTATCT CTTATTTATTGATTTCCATTAATCTGGGGTCTAACATTAAATGAGCACAACTTAGTATCT GTTATCTATTGATTTCCACTAATCTTAGGTTTAACCTTAAATAATTATAGATTGGTGTCT **** * * ********* ****** *** **** ****** * * * ** ** *** 534 536 539 480 487 497 7 17 88 BtBPJB BtCkJB BtCb2JB BtKKJT BtBbJB BtBsJB CAGTTTTATATTATATTTTTGGGCGTTAACCTAACATTTTTTCCACAACACTTTCTTGGA CAGTTTTATATTATATTTTTGGGCGTTAACCTAACATTTTTTCCACAACACTTTCTTGGA CAGTTTTATATTATATTTTTGG GCGTTAACCTAACATTTTTTCCACAACACTTTCTTGGA CAGTTTTATATTATATTTTTGGGCGTTAACCTAACATTTTTTCCACAACACTTTCTTGGA CAATTTTATGTTATGTTCTTAGGAGTTAACTTAACATTTTTCCCGCAGCACTTTCTTGGA CAATTTTATATCATGTTTATTGGAGTAAATTTAACTTTTTTTCCTCAGCATTTTCTTGGT ** ****** * ** ** * ** ** ** **** ***** ** ** ** ******** 594 596 599 540 547 557 BtBPJB BtCkJB BtCb2JB BtKKJT BtBbJB BtBsJB TTAAGCGGAATACCTCGTCGGTATTCAGATTATCCTGATTGTTATCTCATATGAAATAAA TTAAGCGGAATACCTCGTCGGTATTCAGATTATCCTGATTGTTATCTCATATGAAATAAA TTAAGCGGAATACCTCGTCGGTATTCAGATTATCCTGATTGTTATCTCATATGAAATAAA TTAAGCGGAATACCTCGTCGGTATTCAGATTATCCTGATTGTTATCTCATATGAAATAAA CTTAGTGGGATACCTCGGCGATACTCAGATTATCCCGATTGTTATCTAATGTGGAATAAA TTAGGGGGAATGCCTCGTCGATATTCAGATTATGCTGATTGCTATCTAGTATGAAATAAA * * ** ** ***** ** ** ********* * ***** ***** * ** ****** 654 656 659 600 607 617 BtBPJB BtCkJB BtCb2JB BtKKJT BtBbJB BtBsJB ATTTCTTCTGCGGGGAGTATCTTGAGAATTATTTCTGTTATCTATTTTTTATTTATTGTT ATTTCTTCTGCGGGGAGTATCTTGAGAATTATTTCTGTTATCTATTTTTTATTTATTGTT ATTTCTTCTGCGGGGAGTATCTTGAGAATTATTTCTGTTATCTATTTTTTATTTATTGTT ATTTCTTCTGCGGGGAGTATCTTGAGAATTATTTCTGTTATCTATTTTTTATTTATTGTT ATTTCTTCTGCA GGAAGTATTTTAAGTATTATTTCGGTTATTTACTTTTTATTTATCGTT ATTTCTTCTGCGGGAAGGATTCTGAGTATTATTTCTGTTATTTATTTTTTATTTATTGTT *********** ** ** ** * ** ******** ***** ** *********** *** 714 716 719 660 667 677 BtBPJB BtCkJB BtCb2JB BtKKJT BtBbJB BtBsJB TTAGAATCTTTGCTTCTTTTACGGCTAGTAAGATGTAAACTT-----------------TTAGAATCTTTGCTTCTTTTACGGCTAGTAAGATTTAAACTTAGGATAATTAGTCATTTA TTAGAATCTTTGCTTCTTTTACGGCTAGTAAGATTTAAACTTAGGATAATTAGTCATTTA TTAGAATCTTTGCTTCTTTTACGGCTAGTAAGATTTAAACTTAGGATAATTAGTCATTTA TTAGAATCTTTACTTCTCTTGCGGTTAGTGAGATAAAAACTTAGCATAACAAGACATTTA TTAGAATCTTTNCTTCTTCTGCGGTTAGTAAGATAAAAGCTTGGTGTAAGTAGGCATCTA *********** ***** * *** **** **** ** *** 756 776 779 720 727 737 BtBPJB BtCkJB BtCb2JB BtKKJT BtBbJB BtBsJB -------------------------------------------GAATGAAAAATC -------------------------------GAATGAAAAATCAATAAGCCAGTTCTTAGTCATAGTTTAAA--GGAGGAAAAATC -------------------------------GAATGGAAAATTAATAAGCCGGTTT------------------GAATGAAAGATTAATAAACCAGCTCTTAATCACAGTTTTAAAGA 788 820 732 752 781 Gambar 4.9 Perbandingan hasil sekuensing gen COI yang berasal dari 6 populasi B.tabaci. *) Menunjukkan nukleotida ya ng sama. Sekuen yang huruf nya tebal menunjukkan awal dan akhir sekuen (689 bp) yang digunakan untuk analisis filogenetik Sekuen gen COI di atas telah didaftarkan pada GeneBank dengan nomor asesi AB248260 (B. tabaci asal kedelai), AB248261 (B. tabaci asal cabai), AB248262 (B.tabaci asal terong), AB248263 (B.tabaci asal edamame), AB248264 (B. tabaci asal mentimun) dan AB248265 (B. tabaci asal brokoli). Hasil clustalW 6 populasi B. tabaci menunju kkan bahwa ada beberapa bagian pada sekuen gen COI yang memiliki homologi. Populasi B. tabaci biotipe non B, kecuali BtBbJB, mempunyai tingkat kesamaan yang tinggi(>95%) (Lampiran 3). 89 Analisis Filogenetik Untuk analisis filogenetik digunakan 689 bp dari hasil sekuen gen COI. Hasil analisis filogenetik yang dilakukan menggunakan program PAUP 4.10 berdasarkan metode UPGMA menunjukkan bahwa populasi B. tabaci asal brokoli (BtBsBJB) merupakan B. tabaci biotipe B karena berada satu kelompok dengan B. taba ci biotipe B lainnya yang berasal dari lokasi geografi yang berbeda (Gambar 4.10). Populasi B. tabaci biotipe non B terbagi menjadi dua yaitu populasi B. tabaci asal mentimun (BtBPBJB), kedelai (BtCb2BJB), cabai (BtCkBJB) dan terong (BtKKJT) berada satu kelompok dengan B. tabaci dari Cina, Pakistan, Turki, Thailand, Singapura dan Malaysia, sedangkan populasi B. tabaci asal edamame (BtBbBJB) satu kelompok dengan B. tabaci dari Italia (Gambar 4.10). Dari hasil analisis filogenetik tersebut juga terlihat bahwa B. tabaci yang berasal dari Old World (benua Eropa, Asia dan Afrika) terbagi dalam beberapa kelompok. Hal tersebut menunjukkan bahwa B. tabaci yang berasal dari Old World mempunyai perbedaan genetik yang tinggi dibandingkan dengan B. tabaci yang berasal dari New World (Benua Amerika) (Gambar 4.10) 90 Biotipe non B Old World Biotipe B Old World dan New World Biotipe Q Old World Biotipe MS Biotipe non B New World Biotipe non B Old World Gambar 4.10 Filogenetik kekerabatan 6 populasi B. tabaci dari Indonesia terhadap populasi B. tabaci dari lokasi geografi lain yang ada pada GeneBank. 91 Pembahasan Kajian keanekaragaman populasi B. tabaci menggunakan tiga metode yang berbeda, yaitu kemampuan menginduksi SL pada tanaman labu, teknik PCRRAPD yang dilanjutkan dengan analisis NTSYS dan analisis filogenetik gen COI pada mitokondria menunjukkan hasil yang konsisten dan membuktikan bahwa terdapat 2 tipe genetik B. tabaci di Indonesia. Dari hasil uji B. tabaci biotipe B dengan menggunakan tanaman labu diketahui bahwa populasi B. tabaci asal mentimun, kedelai, tomat, cabai, edamame dan terong tidak mampu menginduksi SL pada tanaman labu, sedangkan populasi B. tabaci asal brokoli mampu menginduksi SL. Menurut Brown et al. (1995b) kutukebul yang mampu menginduksi SL merupakan kutukebul daun perak (silverleaf whitefly) atau B. tabaci biotipe B. Sebelumnya Bellows et al. (1994) mendeskripsikan B. tabaci biotipe B tersebut sebagai spesies baru dan diberi nama B. argentifolii Bellows & Perring, sedangkan B. tabaci yang tidak menunjukkan gejala SL sebagai kutukebul ubijalar (sweetpotato whitefly) atau B. tabaci non B. Perubahan daun labu menjadi keperak-perakan merupakan respon tanaman labu terhadap induksi sistemik oleh nimfa kutukebul daun perak, sedangkan imago kutukebul daun perak dan imago kutukebul ubijalar atau nimfanya tidak menginduksi SL (Yokomi et al. 1990; Hoelmer et al. 1991; Schuster et al. 1991 dan Costa et al. 1993). Yokomi et al (1990) menduga penyebab SL pada daun labu adalah karena adanya toksin yang dihasilkan oleh nimfa yang tertranslokasi ketitik tumbuh tanaman labu. Apabila daun yang mengandung nimfa dipotong maka warna daun labu yang baru akan normal kembali. Hasil penelitian Ven et al. (2000) menunjukkan bahwa penyebab terjadinya SL pada tanaman labu adalah karena gen labu SLW1 dan SLW3 pada tanaman labu terinduksi sistemik setelah periode makan dari kutukebul daun perak. Gen SLW1 mempunyai hubungan dengan protein seperti M20b, sedangan gen SLW3 dengan protein seperti ß-glucosidase. Protein tersebut berhubungan dengan ketahanan tanaman dan kerusakan SL. Selain menyebabkan SL pada daun tanaman labu, kutukebul daun perak dapat juga menyebabkan kerusakan pada beberapa tanaman, seperti pematangan 92 buah yang tida k normal (irregular ripening) pada tomat dan buah cabai hijau (green pepper fruit), perubahan warna menjadi putih pada batang tanaman brokoli, kai choy dan lettuce (blanching stem) (Maynad & Cantliffe 1989; Costa et al. 1993; Summers & Estrada 1996). Penelitian dengan menggunakan teknik PCR-RAPD telah banyak digunakan untuk menentukan kemiripan dan perbedaan biotipe B. tabaci yang ada di dunia (De Barro & Driver 1997; Guirao et al. 1997; De Barro et al. 1998; Lima et al. 2000; Moya et al. 2001; Horowitz et al. 2003). Menurut Edward dan Hoy (1993) teknik PCR-RAPD mendeteksi keanekaragaman didasarkan pada amplifikasi pada daerah-daerah yang bervariasi pada genom dengan menggunakan satu primer acak dan tidak memerlukan pengetahuan tentang sekuen DNA. Tetapi penanda RAPD tersebut berperilaku sebagai penanda yang dominan, sehingga individu yang homozigot tidak bisa dibedakan dengan individu yang heterozigot (Hoy 1994). Berdasarkan teknik PCR-RAPD, Perring et al. (1993) menunjukkan adanya perbedaan hasil amplifikasi antara B. tabaci biotipe A dan biotipe B dan menunjukkan tingkat kemiripan pola pita 90% didalam setiap biotipe, tetapi tingkat kemiripan hanya 10% antar biotipe. Dengan teknik yang sama Gawel dan Bartlett (1993) berhasil membedakan biotipe A dan biotipe B dan menunjukkan bahwa penanda PCR-RAPD untuk membedakan biotipe B. tabaci lebih fleksibel dibandingkan dengan isozyme, karena kemampuannya untuk membedakan biotipe dengan menggunakan semua tingkat hidup serangga dan spesimen serangga yang telah mati atau yang telah disimpan beberapa tahun dalam bentuk kering maupun yang disimpan dalam alkohol. Hasil amplifikasi imago B. tabaci dengan PCR-RAPD yang dilanjutkan dengan analisis NTSYS menunjukkan bahwa B. tabaci asal brokoli sama dengan B. tabaci biotipe B yang berasal dari John Innes Center (Gambar 4.6 dan 4.7) dan berbeda dengan populasi lainnya yang ditemukan maupun biotipe Q dari John Innes Center. Hasil tersebut menunjukkan bahwa populasi B. tabaci asal brokoli merupakan B. tabaci biotipe B yang sebelumnya telah dibuktikan dengan kemampuannya menginduksi SL pada tanaman labu. Hasil tersebut juga dibuktikan dari analisis filogenetik sekuen gen COI yaitu B. tabaci asal brokoli 93 berada satu kelompok dengan B. tabaci biotipe B yang berasal dari lokasi geografi yang berbeda (Gambar 4.10). Populasi B. tabaci asal edamame yang sebelumnya telah dibuktikan merupakan B. tabaci non B berada satu kelompok dengan B. tabaci biotipe Q, tetapi jarak genetik antara keduanya relatif jauh yaitu 5,34 (Tabel 4.4). Jarak genetik yang besar tersebut menunjukkan bahwa populasi B. tabaci asal edamame bukan merupakan biotipe Q. Hal ini terbukti dari analisis filogenetik sekuen gen COI yang menunjukkan bahwa populasi B. tabaci edamame tidak satu kelompok dengan B. tabaci biotipe Q yang ada di GeneBank dan jarak genetiknya relatif jauh yaitu 0. 16332 (Lampiran 2). Populasi B. tabaci lainnya yang merupakan B. tabaci non B (Tabel 4.3) berada dalam satu kelompok dan mempunyai jarak genetik yang dekat (Tabel 4,4). Hasil yang sama diperoleh dari analisis filogenetik sekuen gen COI. Analisis filogenetik menggunakan sekuen gen COI mendukung hasil pengujian dan analisis sebelumnya (hasil uji SL dan analisis PCR-RAPD ). Terbukti bahwa B. tabaci asal brokoli berada satu kelo mpok dengan B. tabaci biotipe B yang berasal dari daerah geografi yang berbeda (Gambar 4.10). Dengan demikian B. tabaci asal brokoli termasuk kelompok B. tabaci biotipe B dan bukan biotipe MS yang sebelumnya diketahui juga menginduksi SL (Delatte et al. 2005). Analisis filogenik tersebut juga menunjukkan bahwa B. tabaci biotipe B dari Indonesia terlihat unik karena membentuk subkelompok sendiri di kelompok B. tabaci biotipe B dibandingkan dengan B. tabaci biotipe B lainnya. Hasil analisis jarak genetik menunjukkan bahwa B. tabaci biotipe B tersebut memiliki kedekatan dengan B. tabaci biotipe B dari Prancis dan Uganda, dengan jarak genetik 0,1 (Lampiran 2). Populasi B. tabaci non B yang berasal dari mentimun, kedelai, cabai dan terong memiliki kedekatan genetik dengan B. tabaci non B dari Asia yaitu Cina, Pakistan, Singapura, Thailand dan Malaysia serta dari Eropa yaitu Turki (Gambar 4.10) dengan jarak genetik berkisar 0,001 (Lampiran 2) dan tingkat kesamaan sebesar >98% (Lampiran 3). Analisis tingkat kesamaan sekuen gen COI menunjukkan bahwa populasi B. tabaci asal cabai mempunyai tingkat kesamaan 100% dengan populasi B. tabaci asal kedelai. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa populasi B. tabaci yang dikoleksi dari tanaman cabai di 94 Cikabayan, Darmaga, Bogor, Jawa Barat merupakan populasi yang sama dengan B. tabaci yang dikoleksi dari tanaman kedelai dari Cibeureum, Darmaga, Bogor, Jawa Barat. Selanjutnya diketahui bahwa populasi kedua B. tabaci tersebut menunjukkan tingkat kesamaan sebesar 99% dengan populasi B. tabaci asal mentimun dan terong (Lampiran 3). Walaupun tingkat kesamaan populasi B. tabaci tinggi, tetapi untuk memastikan bahwa populasi tersebut satu biotipe perlu dilakukan penelitian tentang ciri-ciri biologi lainnya seperti kisaran inang, fekunditi, tipe kawin dan kemampuan menularkan begomovirus (Frohlich et al. 1999; Brown 2000). Populasi B. tabaci non B yang berasal dari edamame ternyata sangat berbeda dengan populasi B. tabaci non B lainnya. Populasi B. tabaci tersebut berada satu kelompok dengan populasi B. tabaci non B dari Italia, tetapi jarak genetiknya relatif jauh yaitu 0.1132 dan tingkat kesamaannya hanya 88%. Dengan demikian ada kemungkinan bahwa B. tabaci asal edamame tersebut berbeda biotipe dengan B. tabaci non B lainnya yang ditemukan di Indonesia. Analisis filogenetik yang mencakup sekuen B. tabaci asal Old World dan New World menunjukkan bahwa B. tabaci asal Old World memiliki keanekaragaman genetik yang lebih tinggi dibandingkan dengan B. tabaci asal New World (Zhang & Hewitt 1996; Frohlich et al. 1999, Brown et al. 2000). Ditunjukkan pula bahwa B. tabaci biotipe MS yang mampu menginduksi SL, yang berasal dari kepulauan Seychelles dan Madagascar bukan merupakan B. tabaci biotipe B tetapi berada diantara B. tabaci biotipe Q dan biotipe B, sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Dellatte et al. (2005). Pada saat ini, analisis sekuen nuklear dan mitokondria (mt) telah dieksplorasi sebagai penanda molekuler yang potensial membedakan biotipe B. tabaci. Sekuen genom nuklear yang di eksplorasi pada saat ini adalah gen small ribosomal subunit rRNA (18S rDNA) (Campbell et al. 1996), sekuen nuklear ITS yang digunakan untuk memprediksi filogenetik dan menunjukkan beberapa kelompok yang berbeda di dalam B. tabaci (De Barro et al. 2000; De Barro et al. 2005). Eksplorasi yang terbaik adalah sekuen gen mt ribosomal 16S dan gen cytochrome oxidase I (COI). Analisis filogenetik sekuen 16S sangat jelas membagi populasi B. tabaci Old World dengan New World dan menunjukkan B. 95 tabaci biotipe B berada diantara Old World dan New World . Walaupun demikian analisis tersebut kurang mampu membedakan keanekaragaman populasi B. tabaci dibandingkan dengan analisis sekuen gen COI (Zhang & Hewitt 1996; Frohlich et a l. 1999; Lee & De Barro 2000). Saat ini analisis filogenitik sekuen gen COI merupakan penanda informatif untuk menentukan hubungan populasi B. tabaci yang ada di dunia berdasarkan geografi dan tanaman inang (Frohlich et al. 1999, Kirk et al. 2000; Rey et al. 2000; Brown 2000; Viscarret et al. 2003). Melalui kajian sekuen gen COI disimpulkan bahwa B. tabaci biotipe B berasal dari dunia lama yang terbawa ke dunia baru (Frohlich et al 1999)