Gleichenia linearis - Universitas Sumatera Utara

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Pakis Kawat (Gleichenia linearis)
Nama lain Gleichenia linearis adalah Dicranopteris linearis. Termasuk ke
dalam suku Gleicheniaceae, dengan nama lokal pakis kawat dan sampilpil.
Tumbuhan pakis tahunan yang merayap, sering membentuk jalinan ‘sheet’ yang
rapat. G. Linearis termasuk gulma yang penting di perkebunan karet, kelapa sawit,
dan kelapa (Nasution, 1986).
Akar rimpang merayap, adakalanya memanjat atau menggantung, Daun
berjauhan satu dengan yang lain, tidak beruas, bercabang menggarpu dua kali
sampai banyak kali. Pada tiap cabang kecuali yang teratas, terdapat dua segment
Universitas Sumatera Utara
daun yang melintang dan membengkok, panjangnya 5 – 25 cm. Dekat langsung di
bawah garpu yang termuda terdapat tangkai yang tidak berdaun, juga semua
tangkai yang lebih bawah tidak berdaun (van Steenis, 1975).
Tajuk daun berbentuk pita memanjang, panjangnya 18-75 mm, licin,
tepinya rata, ujungnya tumpul dan sedikit menggulung, pada tiap taju daun
umumnya terdapat sori lebih dari satu (Nasution, 1986).
Pakis ini terdapat terutama di daerah banyak hujan, dengan ketinggian 302.800 m, kadang-kadang merupakan belantara yang rapat. Tempat terbuka dari
rimba, daerah hutan yang dibuka, hutan sekunder yang kena cahaya matahari,
jurang, lereng, tepi sungai (van Steenis, 1975).
Gulma Sebagai Suatu Masalah di Perkebunan
Gulma dan masalahnya sudah diketahui sejak dari manusia mulai
mengusahakan pertanian. Jadi sejak zaman dulu sudah dirasakan bahwa gulma itu
telah mempersulit dan mengganggu kehidupan manusia. Oleh karena itu maka
gulma perlu dikendalikan agar jangan sampai mengganggu, merusak, dan
merugikan dalam kehidupan petani (Djafaruddin, 1996).
Berlainan dengan hama atau penyakit yang pada umumya timbul sebagai
masalah besar (wabah) hanya pada waktu-waktu tertentu saja, masalah yang
ditimbulkan oleh gulma lebih bersifat tetap, karena ada sifat persaingan.
Persaingan terjadi antara gulma dengan tanaman dalam pengambilan unsur hara,
cahaya, air, dan ruang (Tjitrosoedirdjo, dkk, 1984).
Universitas Sumatera Utara
Tanaman perkebunan juga dapat terpengaruh oleh gulma terutama sewaktu
umur masih muda. Kalau diabaikan, dapat merugikan tanaman budidaya mulai
dari memperlambat pertumbuhan, memperpanjang masa dapat panen pertama, dan
memperpendek umur ekonomisnya. Perkiraan kerugian akibat gulma terhadap
tanaman budidaya sangat bervariasi tergantung pada jenis tanaman budidayanya,
keadaan iklim atau cuacanya, jenis gulmanya, praktek usaha tani pertanian itu
sendiri dan sebagainya. Di Amerika Serikat kerugian terhadap tanaman budidaya
oleh gulma adalah sekitar 28%, kalau dibandingkan dengan kerugian oleh
penyakit 35%, hama 33%, dan nematoda 4% (Djafaruddin, 1996).
Pada umumnya, gulma lebih dirasakan pada perkebunan besar seperti
perkebunan karet, kopi, teh, kelapa sawit, dan sebagainya. Hal ini erat kaitannya
dengan faktor tenaga kerja dan mekanisasi yang terbatas yang menggunakan alatalat pertanian. Kehadiran gulma pada suatu lahan pertanian menyebabkan
berbagai kerugian di antaranya adalah:
1. Menurunkan angka hasil, akibat timbulnya persaingan.
2. Menurunkan mutu hasil, bercampurnya biji gulma dengan biji tanaman.
3. Menjadi inang alternatif hama atau patogen.
4. Mempersulit pengolahan dan mempertinggi biaya produksi.
5. Mengandung zat beracun fenol yang membahayakan bagi tanaman
budidaya.
(Triharso, 1996).
Pengendalian Gulma di Perkebunan
Universitas Sumatera Utara
Secara umum, faktor-faktor fisiologi yang berpengaruh dalam efek
persaingan suatu gulma adalah saat perkecambahan, luasnya area fotosintesis pada
awal pertumbuhan, tingkat asimilasi netto, tingkat produksi daun, susunan daun,
sistem perakaran yang cepat dibentuk, luasnya “penguasaan” sistem perakaran,
letak sistem perakaran, tingkat pengambilan unsur hara, air, oksigen, toleransi
terhadap
kekeringan,
efisiensi
penggunaan
mineral,
dan
zat
alelopati
(Nasution, 1986).
Pengendalian gulma dapat didefenisikan sebagai proses membatasi
infestasi gulma sedemikian rupa sehingga tanaman bisa dibudidayakan secara
produktif dan efisien. Dalam pengendalian gulma tidak ada keharusan untuk
membunuh seluruh gulma, melainkan cukup menekan pertumbuhan atau
mengurangi populasinya. Dengan kata lain pengendalian bertujuan hanya
menekan populasi gulma sampai tingkat yang tidak merugikan secara ekonomi
(Sukman dan Yakup, 2002).
Keberhasilan pengendalian gulma merupakan salah satu faktor penentu
tercapainya tingkat hasil yang tinggi. Gulma dapat dikendalikan melalui berbagai
aturan dan karantina; secara biologi dengan menggunakan or/ganisme hidup;
secara fisik dengan membakar dan menggenangi, melalui budi daya dengan
pergiliran tanaman, peningkatan daya saing dan penggunaan mulsa; secara
mekanis dengan mencabut, membabat, menginjak, menyiang dengan tangan, dan
mengolah tanah dengan alat mekanis bermesin dan nonmesin, secara kimiawi
menggunakan herbisida. Gulma pada pertanaman umumnya dikendalikan dengan
cara mekanis dan kimiawi. Sulitnya mendapatkan tenaga kerja dan mahalnya
pengendalian gulma secara mekanis membuat bisnis herbisida berkembang pesat.
Universitas Sumatera Utara
Direktorat Sarana Produksi, 2006 (dalam Fadhly dan Tabri, 2007) telah
mendaftarkan 40 golongan, 80 bahan aktif, dan 374 formulasi herbisida.
Herbisida
Penggunaan bahan kimia untuk mengendalikan gulma menawarkan
kemungkinan terbaik untuk mengurangi tugas penyiangan secara manual yang
telah dilakukan sejak masa lampau. Pengendalian gulma secara kimia pada
dasarnya adalah menggunakan bahan kimia tertentu yang mampu untuk
mematikan gulma dan yang paling penting bahwa banyak dari bahan kimia
tersebut dapat mematikan beberapa jenis gulma tanpa melukai tanaman lainnya
(selektif). Bahan kimia yang fototoksik ini disebut herbisida (Anderson, 1977).
Herbisida memiliki efektivitas yang beragam. Berdasarkan cara kerjanya,
herbisida kontak mematikan bagian tumbuhan yang terkena herbisida, dan
herbisida sistemik mematikan setelah diserap dan ditranslokasikan ke seluruh
bagian gulma. Menurut jenis gulma yang dimatikan ada herbisida selektif yang
mematikan gulma tertentu atau spektrum sempit, dan herbisida non selektif yang
mematikan banyak jenis gulma atau spektrum lebar (Fadhly dan Tabri, 2007).
Penelitian yang dilakukan Purba (2005) menyatakan bahwa aplikasi
herbisida bipiridilium, paraquat dicampur dengan golongan sulfonilurea
(triasulfuron atau metil metsulfuron) tidak hanya menghasilkan tingkat kematian
S. palustris yang lebih tinggi tetapi juga masa penekanan lebih lama dibanding
dengan yang dihasilkan pada aplikasi sulfosat (baik secara tunggal maupun
kombinasi dengan triasulfuron atau metil metsulfuron), dan paraquat tunggal.
Universitas Sumatera Utara
Menurut
penelitian
yang
dilakukan
Tampubolon
(2009)
bahwa
penggunaan herbisida campuran glifosat dengan metil metsulfuron tidak efektif
dalam mengendalikan pakis udang (Stenochlaena palustris), dimana hasil
pengendalian 90 HSA adalah 4,3%. Penggunaan paraquat secara tunggal dan
campuran lebih efektif dalam mengendalikan S. Palustris.
Menurut penelitian yang dilakukan (Sabur dan Sanusi, 1988 dalam Sabur
2002) bahwa herbisida glufosinat (Basta 150 WSC) pada tingkat dosis bahan aktif
yang efektif menekan pertumbuhan populasi gulma adalah 1,435 kg/ha,
mempunyai aktivitas yang lebih cepat di dalam jaringan tumbuhan jika
dibandingkan dengan herbisida berbahan aktif glifosat dengan jumlah kandungan
bahan aktif 1,440 kg/ha, akan tetapi lebih lambat dari herbisida berbahan aktif
paraquat diklorida dosis bahan aktif 1,104 kg/ha.
Paraquat
Paraquat adalah nama dagang untuk 1, 1 '-dimethyl-4, 4'-bipyridinium
dichloride, salah satu yang paling banyak digunakan di dunia herbisida. Paraquat,
yang viologen, adalah bertindak cepat dan non-selektif, membunuh tanaman hijau
pada jaringan kontak. Juga bersifat racun bagi mahluk hidup, jika terakumulasi
didalam tubuh. Herbisida paraquat merupakan herbisida kontak dari golongan
bipiridilium yang digunakan untuk mengendalikan gulma yang diaplikasikan
pasca-tumbuh. Herbisida tersebut digunakan secara luas untuk mengendalikan
gulma musiman khususnya rerumputan (Tjitrosoedirdjo, dkk, 1984).
Herbisida paraquat bekerja dalam kloroplas. Kloroplas merupakan bagian
dalam proses fotosintesis, yang mengabsorbsi cahaya matahari yang digunakan
Universitas Sumatera Utara
untuk menghasilkan gula. Diketahui bahwa paraquat bekerja dalam sistem
membran fotosintesis yang disebut Fotosistem I, yang menghasilkan elektron
bebas untuk menjalankan proses fotosintesis. Elektron bebas dari fotosistem I
bereaksi dengan ion paraquat untuk membentuk radikal bebas. Oksigen segera
mengubah kembali radikal bebas ini dan dalam proses ini menghasilkan O2
negatif. Dengan adanya reaksi kimia yang tinggi, O2 negatif menyerang membran
asam lemak tak jenuh, dengan cepat membuka dan mendisintegrasikan membran
sel dan jaringan. Ion paraquat/radikal bebas tersebut kemudian mendaur ulang
dengan menghasilkan lebih banyak lagi O2 negatif sampai pasokan elektron
bebasnya berhenti. Kerja herbisida ini sangat tergantung pada kehadiran cahaya,
oksigen, dan fotosintesis (Anderson, 1977).
Dalam kondisi dengan intensitas cahaya yang tinggi, paraquat dan diquat
akan segera bekerja sebagai herbisida kontak, mematikan semua bagian tanaman
yang berwarna hijau. Sedangkan dalam kondisi gelap, paraquat dan diquat akan
melakukan penetrasi dalam jaringan daun ke sistem vaskular. Kematian akan
terjadi secara lambat dalam kondisi gelap (Audus, 1969).
Nama Umum
: Paraquat
Nama Kimia
: 1,1 ' - Dimethyl - 4,4 ' - bipyridinium dichloride
Rumus Empiris
: C12H14N2Cl2
Rumus Bangun
:
(Crafts and Robins, 1973).
Universitas Sumatera Utara
Metil Metsulfuron
Pertama kali diperkenalkan pada tahun 1982. Herbisida ini bersifat
sistemik, diabsorbsi oleh akar dan daun serta ditranslokasikan secara akropetal
dan basipetal. Gulma yang peka akan berhenti tumbuh hampir segera setelah
aplikasi post-emergence dan akan mati dalam 7-21 hari. Herbisida ini bersifat
selektif
untuk
mengendalikan
berbagai
gulma
pada
padi
sawah
(Djojosumarto, 2008).
Cara kerja metil metsulfuron adalah menghambat kerja dari enzim
acetolactate synthase (ALS) dan acetohydroxy synthase (AHAS) dengan
menghambat perubahan dari α ketoglutarate menjadi 2-acetohydroxybutyrate dan
piruvat menjadi 2-acetolactate sehingga mengakibatkan rantai cabang-cabang
asam amino valine, leucine, dan isoleucine tidak dihasilkan. Tanpa adanya asam
amino yang penting ini, maka protein tidak dapat terbentuk dan tanaman
mengalami kematian (Ross and Childs, 2010).
Nama Umum
: Metsulfuron-methyl
Nama Kimia
: methyl 2-[[(4-methoxy-6-methyl-1,3,5-triazine-2yl)aminocarbonyl]aminosulfonyl]benzoate
Rumus Empiris
Rumus Bangun
: C14H15N5O6S
:
(Audus, 1969).
Universitas Sumatera Utara
Glifosat
Glifosat termasuk herbisida non selektif, yang artinya mengendalikan
secara luas semua jenis gulma. Diaplikasikan pada saat pasca tumbuh dan
diabsorbsi lewat daun, dan tidak berpengaruh bila diaplikasikan lewat tanah.
Translokasi terjadi dari dalam ke seluruh bagian tumbuhan termasuk bagian
tumbuhan yang ada di dalam tanah (Anderson, 1977).
Menurut penelitian Girsang (2005) menyatakan bahwa pengaplikasian
herbisida isospropilamina glifosat tidak efektif untuk mengendalikan gulma jenis
pakisan (Nephrolepis biserrata), dan lebih efektif dalam mengendalikan gulma
golongan graminae yakni Cyrtococcum acrescens dan Imperata cylindrica.
Cara kerja glifosat adalah menonaktifkan/ menghambat kerja enzim EPSP
(5-Enolpyruvyl Shikimate 3- Phosphate) yang berperan dalam biosintesa asam
aromatik penyusun protein yakni tryptophan, tyrosin, dan phenylalanin. Gejala
keracunan terlihat agak lambat, dimana daun akan terlihat layu menjadi coklat dan
akhirnya
mati.
Gejala
akan
terlihat
1-3
minggu
setelah
aplikasi
(Djojosumarto, 2008).
Nama Umum
: Glifosat
Nama Kimia
: [(phosphonomethyl)amino]acetic acid
Rumus Empiris
: C3H8NO5P
Rumus Bangun
:
Universitas Sumatera Utara
(Anderson, 1977).
Triklopir
Triklopir merupakan herbisida sistemik yang selektif, mengendalikan
gulma berkayu dan berdaun lebar yang merupakan gulma tahunan. Hanya
sebagian kecil atau tidak dapat sama sekali dalam mengendalikan gulma
rerumputan. Ada 2 formula dasar dari triklopir yakni garam triethyamine dan
butoksi etil ester. Triklopir dapat segera didegredasikan oleh mikroorganisme
dalam tanah sehingga tidak menimbulkan residu. Rata-rata paruh hidup triklopir
dalam tanah adalah 30 hari (Tu et al, 2001).
Triklopir diabsorbsi oleh daun dan akar, serta di translokasikan ke seluruh
jaringan tumbuhan. Dalam percobaan laboratorium mengindikasikan bahwa
translokasi melalui daun sangat cepat, dimana 90% triklopir butoksi etil ester yang
diaplikasikan dapat melakukan penetrasi pada tumbuhan sekitar 12 jam. Triklopir
dapat merusak tumbuhan melalui translokasi akar tetapi tidak terlalu efektif.
Triklopir berperan sebagai auksin sintetis, memberikan tumbuhan auksin yang
berlebihan sekitar 1000 kali dari yang dibutuhkan tumbuhan, sehingga
menggangu keseimbangan hormon dan menggangu pertumbuhan. Pertama
kerusakan terjadi di dalam sel-sel tumbuhan kemudian gejala luar akan terlihat.
Universitas Sumatera Utara
Produksi protein dan etilen meningkat dan sekitar 1 minggu terjadi perubahan
bentuk daun menjadi abnormal, terjadi pembengkakan pada batang dan akhirnya
tumbuhan mati (Ganapathy, 1997).
Nama Umum
: Triclopyr
Nama Kimia
: [(3,5,6-trichloro-2-pyridyl)oxy]acetic acid
Rumus Empiris
: C7H4Cl3NO
Rumus Bangun
:
(Tu et al, 2001).
Glufosinat
Amonium glufosinat adalah herbisida yang bersifat non selektif, artinya
herbisida akan mematikan semua jenis gulma tanpa tergantung jenis kelompok
gulmanya sehingga dapat digunakan dalam kondisi gulma apa saja. Herbisida ini
juga bersifat kontak, artinya herbisida tidak dialirkan keseluruh bagian gulma
sehingga tentang residu herbisida dalam tanaman budidaya tidak terjadi
(Marveldani, dkk, 2007).
Herbisida ini menyebabkan gejala klorosis dan nekrosis lebih cepat terlihat
daripada herbisida lain yang meghambat sintesa asam amino lainnya. Cara kerja
herbisida ini adalah menghambat sintesa glutamin (asam amino) yakni enzim
Universitas Sumatera Utara
yang diperlukan untuk mengasimilasi ammonia menjadi nitrogen organik.
Penghambatan dari enzim ini menyebabkan fitotoksis ammonia dan mengurangi
produksi asam amino dalam tubuh tumbuhan. Kerusakan tumbuhan terjadi karena
rusaknya sel membran oleh ammonia dan metabolisme yang berjalan lambat
karena kekurangan asam amino (Ross and Childs, 2010)
Nama Umum
: Glufosinat
Nama Kimia
: Butanoic acid,2-amino-4-(hydroxymethylphosphinyl
Rumus Empiris
: C5H12NO4.H3N
Rumus Bangun
:
O
O
HO-C-CH-CH2-CH2-P-OH
NH2
O
(http://www.pesticideinfo.org, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Download