13 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Pemasaran
Philip Kotler dan Gary Armstrong (2012:29) menyatakan bahwa
pemasaran (marketing) merupakan suatu proses bekerja dengan pasar sasaran
untuk mewujudkan pertukaran yang potensial dengan maksud memuaskan
kebutuhan
dan
keinginan
manusia,
membangun
hubungan
yang
menguntungkan serta memahami kebutuhan-kebutuhan costumer, memulai
membangun produk yang menyediakan nilai secara unggul, menetapkan
harga, mendistribusikan, serta mempromosikannya secara efektif, sehingga
produk akan terjual lebih mudah.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pemasaran
merupakan suatu proses, aktivitas atau kegiatan yang dilakukan dengan tujuan
membangun hubungan yang baik dan menguntungkan dengan konsumen.
Dimulai dari perencanaan, penciptaan produk atau jasa, penetapan harga,
promosi kepada pihak terkait dengan tujuan memuaskan individu atau
organisasi, dan pengevaluasian hasil dari produk dan juga promosi yang
dilakukan oleh perusahaan kepada konsumen.
2.1.1
Bauran Pemasaran (Marketing Mix)
Menurut Kotler & Armstrong (2006: 62) bauran pemasaran adalah
kumpulan alat pemasaran taktis terkendali yang dipadukan perusahaan untuk
menghasilkan hasil yang diinginkan di pasar sasaran. Bauran pemasaran
dikelompokan menjadi empat variabel yang dikenal dengan “empat P” yaitu:
product (produk), price (harga), place (tempat), promotion (promosi).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa bauran
pemasaran merupakan salah satu strategi yang dilakukan oleh perusahaan
untuk memperluas pasarnya yang bertujuam untuk memperoleh keuntungan.
Strategi bauran pemasaran yang diambil oleh perusahaan harus di dasarkan
pada beberapa hal yang berkaitan dengan perusahaan yang tujuannya untuk
menghasilkan suatu keputusan yang bersinambungan pada perusahaan. Jadi
strategi bauran pemasaran 4P (Product, Price, Place, Promotion) yang
13
14
diterapkan oleh setiap perusahaan pun pasti berbeda antara satu perusahaan
dengan perusahaan lainnya.
Price
Daftar Harga
Diskon
Potongan Harga
Periode Pembayaran
Persyaratan Kredit
Product
Ragam
Kualitas
Desain
Fitur
Nama Merek
Kemasan
Layanan
Bauran
Pemasaran
(4 p)
Promotion
Iklan
Penjualan Pribadi
Promosi Penjualan
Hubungan Masyarakat
Place
Saluran
Cakupan
Pemilahan
Lokasi
Persediaan
Transportasi
Logistik
Gambar 2.1 Bauran Pemasaran (4P)
Sumber: Kotler & Armstrong (2006:p)
Komponen Bauran Pemasaran 4P (Marketing Mix)
1.
Product (produk)
Menurut Kotler & Keller (2009: 4), produk adalah sesuatu yang
dapat ditawarkan kepada pasar untuk memuaskan suatu keinginan atau
kebutuhan, termasuk barang fisik, jasa, pengalaman, acara, orang,
tempat, properti, organisasi, informasi, dan ide.
2.
Price (harga)
Menurut Kotler & Keller (2009: 67), harga merupakan elemen
bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan, harga merupakan
elemen termudah dalam program pemasaran untuk disesuaikan, fitur
produk, saluran, dan bahkan komunikasi membutuhkan banyak waktu.
15
3.
Place (tempat)
Menurut Kotler & Keller (2009: 184), tempat adalah lokasi
yang digunakan untuk proses penyampaian barang dan jasa dari
produsen ke konsumen. Variabel tempat mencakup lokasi yang
strategis, akses ke lokasi yang mudah dijangkau, penempatan layout
produk yang rapi dan teratur, keluasan areal dan kenyamanan suasana
belanja, dan keluasan areal dan keamanan parkir kendaraan.
4.
Promotion (promosi)
Menurut Kotler & Keller (2009: 263), promosi adalah proses
penyebaran informasi yang bertujuan mempengaruhi atau membujuk
konsumen atas suatu produk yang ditawarkan agar konsumen bersedia
menerima dan membeli suatu produk yang ditawarkan tersebut. Variabel
promosi mencakup periode jangka waktu promosi yang lebih diperpanjang,
media promosi yang disampaikan melalui brosur dan spanduk, dan bentuk
promosi yang ditawarkan melalui kupon undian, dan hadiah langsung untuk
total belanja tertentu.
Adapun alat-alat yang dapat dipergunakan untuk mempromosikan produknya
pengusaha dapat memilih beberapa cara yaitu :
a)
Periklanan (Advertising)
Advertising
merupakan
alat
utama
bagi
pengusaha
untuk
mempengaruhi konsumennya. Advertising ini dapat dilakukan oleh
pengusaha lewat surat kabar, radio, majalah, bioskop, televisi ataupun
dalam bentuk poster-poster yang dipasang dipinggir jalan atau tempattempat yang strategis. Dengan membaca atau melihat advertensi itu
diharapkan para konsumen atau calon konsumen akan terpengaruh lalu
tertarik untuk membeli produk yang di advertensikan tersebut. Oleh
karena itu maka advertensi ini haruslah dibuat sedemikian rupa
sehingga menarik perhatian para pembacanya.
b)
Promosi penjualan (Sales Promotion)
Promosi penjualan adalah merupakan kegiatan perusahaan untuk
menjajakan produk yang dipasarkannya sedemikian rupa sehingga
konsumen akan mudah untuk melihatnya dan bahkan dengan cara
16
penempatan dan pengaturan tertentu maka produk tersebut akan
menarik perhatian konsumen.
c)
Penjualan Pribadi (Personal Selling)
Personal selling merupakan kegiatan perusahaan untuk melakukan
kontak langsung dengan para calon konsumennya. Dengan kontak
langsung ini diharapkan akan terjadi hubungan atau interaksi yang
positif antara pengusaha dengan calon konsumennya itu. Kontak
langsung itu akan dapat mempengaruhi secara lebih intensif pada
konsumennya karena dalam hal ini pengusaha dapat mengetahui
keinginan dan selera konsumennya.
d)
Publisitas (Publication)
Publisitas merupakan cara yang biasa digunakan juga oleh pengusaha
untuk membentuk pengaruh secara tidak langsung kepada konsumen
agar
mereka
menjadi
tahu
dan
menyenangi
produk
yang
dipasarkannya. Cara ini dilakukan dengan cara memuat berita tentang
produk atau perusahaan yang menghasilkan produk tersebut di mass
media, misalnya saja berita di surat kabar, berita di radio atau televisi
maupun majalah tertentu dan sebagainya. Dengan memuat berita itu
maka para pembaca secara tidak sadar telah dipengaruhi oleh berita
tersebut.
2.1.2 Green Marketing (Pemasaran Hijau)
Green marketing adalah suatu cara pemasaran yang mempromosikan
kepekaan lingkungan kepada calon pembeli. Setidaknya ada tiga hal yang
biasa dilakukan untuk mengkaitkan perusahaan mereka dengan lingkungan.
Pertama, dengan menonjolkan produknya ramah lingkungan. Kedua, adalah
mencitrakan perusahaan peduli terhadap lingkungan dengan kegiatan-kegiatan
pokok perusaahaan tersebut, misalnya adalah iklan yang menunjukkan
bagaimana perusaahaan tersebut mendaur ulang kemasan produknya dan
menyumbangkan uang untuk program penanaman seribu pohon.
17
Cara yang ketiga, adalah pernyataan perusahaan tentang tanggung
jawab terhadap lingkungan dalam proses produksi. Misalanya menonjolkan
bagaimana mereka mereka telah melakukan inovasi dalam mengurangi limbah
yang di hasilkan dari proses produksi. Namun demikian klaim yang di lakukan
perusahaan tersebut perlu dipantau lebih lanjut (Kennedy, 2009).
Dalam jurnal School of Business University Sains Malaysia yang
berjudul Investigation of Green Marketing Tools, effect on consumers,
Purchase Behavior dikatakan bahwa promosi merupakan faktor penting dalam
mensosialisasikan konsep Green Marketing. Dimana dalam sebuah promosi
terbagi lagi menjadi beberapa bagian yaitu, advertising, personal selling, sales
promotion, public relations, dan direct marketing.
Jurnal School of Business University Sains Malaysia yang berjudul
Investigation of Green Marketing Tools effect on consumers, Purchase
Behavior juga menyatakan hal sebagai berikut Bahwa perangkat pemasaran
hijau dari eco-label, eco-brand, dan pemasaran ramah lingkungan dapat
mempermudah si konsumen untuk lebih menyadari akan pentingnya
menggunakan produk ramah lingkungan, dan lebih mengenal karakter produk
tersebut.
Tujuan dari green marketing tidak hanya melihat profit sebagai satusatunya tujuan perusahaan, tetapi adanya tambahan kepedulian terhadap
lingkungan hidup. John Grant (The Green Marketing Manifesto, 2007)
membagi tujuan green marketing ke dalam 3 tahap :
1.
Green
Bertujuan ke arah untuk berkomunikasi bahwa merek atau
perusahaan adalah peduli lingkungan hidup. Tahapan ini merupakan
tahapan awal bagi perusahaan yang menerapkan konsep green
marketing.
2.
Greener
Selain untuk komersialisasi sebagai tujuan utama perusahaan,
tetapi juga untuk mencapai tujuan yang berpengaruh kepada
lingkungan hidup. Perusahaan mencoba merubah gaya konsumen
mengkonsumsi atau memakai produk. Misalnya penghematan kertas,
18
menggunakan kertas bekas maupun kertas recycle. Menghemat air,
listrik, penggunaan AC, dll.
3.
Greenest
Perusahaan berusaha merubah budaya konsumen ke arah yang
lebih peduli lingkungan hidup. Budaya konsumen yang diharapkan
adalah kepedulian terhadap lingkungan dalam semua aktivitas tanpa
terpengaruh oleh produk perusahaan yang ditawarkan.
2.1.3 Dimensi Green Marketing
Berdasarkan jurnal School of Business University Sains Malaysia yang
berjudul Investigation of Green Marketing Tools, effect on consumers
Purchase Behavior dikatakan bahwa dimensi dari Green Marketing sebagai
berikut :
a. Environmental Advertisment
Seiring dengan berjalannya gerakan hijau diseluruh dunia, dan dengan
meningkatnya perhatian public dengan masalah lingkungan. Sebagian besar
organisasi melakukan pengiklanan yang berbasis ramah lingkungan melalui
media dan surat kabar untuk memperkenalkan produk mereka kepada
konsumen yang perdui terhadap lingkungan.
Berdasarkan jurnal yang sama menurut Davis (1994) menjelaskan
bahwa iklan lingkungan oleh perusahaan biasanya mengandung tiga unsur.
Pertama, iklan dimulai dengan pernyataan kepedulian perusahaan terhadap
lingkungan. Kedua, iklan menggambarkan cara perusahaan telah mengubah
prosedur untuk menunjukkan kepedulian dan dedikasi dalam memperbaiki
lingkungan. Ketiga, iklan menggambarkan tindakan lingkungan tertentu di
mana perusahaan yang terlibat dan / atau hasil yang korporasi mengambil
kredit.
b. Perception of Eco-lable
Berdasarkan jurnal Investigation of Green Marketing Tools, effect on
consumers Purchase Behaviour Salah satu alat pemasaran hijau signifikan
menggunakan eco-label pada produk ramah lingkungan. Label Lingkungan
19
semakin sering digunakan oleh pemasar untuk mempromosikan identifikasi
produk hijau (D'Souza et al., 2006). Sammer dan Wu
stenhagen (2006)
mengidentifikasi eco-label sebagai alat penting untuk informasi asimetri
dialokasikan antara penjual dan pembeli.
Mereka juga menyatakan bahwa label adalah sinyal untuk mencapai
dua fungsi utama bagi konsumen: fungsi informasi yang menginformasikan
mereka tentang karakteristik produk intangible seperti kualitas produk dan
nilai fungsi yang memberikan nilai dalam diri mereka sendiri misalnya
prestige. Selain itu, Rex dan Baumann (2007) mendefinisikan eco-label
sebagai alat bagi konsumen untuk memfasilitasi pengambilan keputusan untuk
memilih produk ramah lingkungan juga memungkinkan mereka untuk
mengetahui bagaimana produk dibuat.
c. Perception of Eco-Brand
Merek sebagai nama, istilah, tanda, simbol, atau desain, atau
kombinasi dari mereka, dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa
dari satu penjual atau kelompok penjual dan untuk membedakan mereka dari
orang-orang dari pesaing. definisi ini dapat digeneralisasi untuk eco-merek
juga. Eco-merek adalah nama, simbol atau desain produk yang tidak
berbahaya bagi lingkungan. Memanfaatkan eco-merek fitur dapat membantu
konsumen membedakan mereka dalam beberapa cara dari produk non-hijau
lainnya.
2.2
Brand Image
Berdasarkan jurnal yang berjudul The Effect of Brand Associations on
Customer Loyalty: Empirical Study on Mobile Devices. American Marketing
Associations mendefinisikan merek sebagai: nama, istilah, tanda, simbol, atau
desain, atau kombinasi dari merek, dimaksudkan untuk mengidentifikasi
barang atau jasa, satu penjual atau kelompok penjual dan untuk membedakan
mereka dari para pesaing. Demikian pula, Aaker (1991) menyatakan bahwa
merek adalah nama yang membedakan simbol (seperti logo, merek dagang,
atau desain) dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari salah
satu penjual atau kelompok penjual dan untuk membedakan barang atau jasa
20
mereka dari para kompetitor. Merek adalah gambar yang ada dalam pikiran
konsumen.
Merek juga merupakan karakteristik unik yang telah dikembangkan
sepanjang waktu untuk membedakan produk yang sebenarnya dari pesaing
(Murphy, 1990).
Sejumlah teknik kualitatif dan kuantitatif telah dikembangkan untuk
membantu mengungkapkan persepsi dan asosiasi konsumen terhadap sebuah
brand tertentu. Sejak diperkenalkan secara formal dalam disiplin pemasaran
oleh Gardner dan Levy (1955), komunikasi Brand Image kepada target
segmen telah menjadi aktivitas pemsaran yang penting. Dan bahkan ini
menjadi sesuatu yang biasa dalam penelitian perilaku konsumen dari tahun
1980an.
Membicarakan citra image, maka biasanya bisa menyangkut image
produk, perusahaan, brand, orang atau apapun yang berada dalam benak
seseorang. Menurut Zimmer dan Golden dalam Simamora (2004) mengukur
image ada dua kesulitan, pertama adalah konseptualisasi image, Image adalah
konsep yang mudah dimengerti tetapi sulit dijelaskan secara sistematis karena
sifatnya abstrak dan yang kedua adalah kesulitan dalam pengukuran.
Brand Image adalah bagaimana brand yang dipersepsikan oleh
konsumen (Aaker,1996) dimana terdapat serangkaian asosiasi brand yang
berada pada ingatan konsumen. Brand Image adalah sekumpulan asosiasi
brand yang terbentuk dalam benak konsumen. Berbagai asosiasi yang diingat
konsumen dapat dirangkai sehingga membentuk image tentang brand atau
Brand Image di dalam benak konsumen. Konsumen yang terbiasa
menggunakan merek tertentu cenderung memiliki konsistensi terhadap brand
image atau hal ini disebut juga denga kepribadian merek atau brand
personality.
Brand Image penting untuk diketahui karena Brand Image dibentuk
melalui kepuasan konsumen. Penjualan dengan sendirinya diperoleh melalui
kepuasan konsumen, sebab konsumen yang puas selain akan membeli lagi,
juga akan mengajak calon pembeli lainnya.
Komunikasi pemasaran, iklan dan promosi mempunyai peran penting
sebagai sarana untuk membangun Brand Image. Hal ini disebabkan karena
kegiatan ini mempunya target audience luas sehingga dalam waktu relatif
21
singkat pesan yang ingin disampaikan tentang brang lebih cepat sampai. Ada
banyak kegiatan lain yang juga berdampak besar. Contohnya adalah
1.
Desain Kemasan, termasuk isi tulisan/pesan yang disampaikan.
2.
Event, promosi di toko, promosi di tempat umum dan kegiatan below the
line lainnya.
3.
Iklan tidak langsung yaitu bersifat public relations
4.
Corporate Social Responsibility(CSR) yaitu kegiatan-kegiatan sosial
untuk komunitas yang dilakukan oleh perusahaan.
5.
Customer Service, bagaimana perusahaan menangani keluhan, masukan
dari konsumen setelah terjadi transaksi.
6.
Bagaimana karyawan yang kerja di lini depan/front lines (apakah itu
bagian penjualan, kasir dan resepsionis, dll) bersikap dalam menghadapi
pelanggan, dll.
Jenis tipe komunikasi dalam daftar diatas adalah kegiatan-kegiatan
yang baik buruknya tergantung dari kegiatan perusahaan, semuanya dapat
dikontrol atau dikendalikan. Komplikasi justru akan muncul dari kegiatankegiatan komunikasi seputar brand oleh pihak lain yang tidak bisa dikontrol
oleh perusahaam, misalnya komunikasi oleh konsumen langsung. Mereka bisa
menyebarkan pada networknya dengan berita yang kurang menyenangkan
yang mereka alami pada saat berinteraksi dengan brand.
2.2.1
Word of Mouth Communication
salah satu jenis komunikasi yang sangat efektif dan berbahaya apabila
itu menyangkut publisitas buruk. Dalam komunikasi pemasaran, iklan dan
promosi mempunyai target audience yang luas, sehingga dalam waktu relatif
singkat pesan yang ingin disampaikan tentang brand lebih cepat sampai. Jadi
pada dasarnya perusahaan perlu memperhatikan semua elemen komunikasi
dalam bentuk apapun yang menghubungkan konsumen dengan brand
perusahaan. Minimalkan kemungkinan terjadinya ketidapuasan konsumen,
sehingga berita seputar brand bisa selalu merupakan berita baik.
Penyampaian komunikasi yang berbeda mempunyai kekuatan dan juga
pandangan akan suatu tujuan yang berbeda. Pengembangan Brand Image
22
penting agar komunikasi yang disampaikan kepada calon pembeli dapat sejajar
dengan maksud dan tujuan dari produsen.
Pengembangan Brand Image dapat membentuk kesan tersendiri.
Beberapa kesan yang terbentuk dari sudut pandang konsumen akan
mempengaruhi mereka tentang bagaimana cara mereka memandang merek
tersebut, kemudian masuk kedalam ciri dan kepribadian yang khas sehingga
terbentuklah citra terhadap suatu merek.
Dalam pengembangan image atau kesan terhadap suatu brand,
terhadap ciri dan kepribadian yang khas yang harus diutamakan. Dibutuhkan
beberapa perubahan seperti program pemasaran dengan meningkatkan
kekuatan dan keunikan dari suatu merek yang akan meningkatkan brand
image tersebut.
Selain itu juga mempertahankan image positif dari merek tersebut juga
dapat menetralisir image negatif yang terbentuk dari suatu brand.
Pengembangan image tersebut dapat berupa promosi ulang produk-produk
yang ditawarkan untuk dapat menimbulkan familiaritas brand atau dengan
menciptakan suatu promosi seperti promosi dari mulut ke mulut, salah satunya
melalui pelanggan yang telah mendapatkan pengalaman positif dari merek
tersebut atau melalui pelanggan yang telah loyal terhadap brand tersebut.
Lebih jauh lagi dibutuhkan usaha untuk membangun pengalaman
positif yang lebih sering dan lebih banyak. Usaha-Usaha yang dilakukan dari
membentuk citra tersebut tidak lepas dari seperangkat assest dan liabilitas
mereka yang berkaitan dengan suatu brand(Brand Equity).
2.2.2
Dimensi Brand Image
Berdasarkan jurnal yang berjudul The Effect of Brand Associations on
Customer Loyalty: Empirical Study on Mobile Devices in Jordan Dikatakan
bahwa dimensi Brand Image sebagai berikut :
1. Brand Association
Asosiasi merek adalah simpul informasi terkait dengan merek dalam
ingatan dan makna dari merek bagi konsumen (Henry 2004). Ini adalah
sesuatu yang terkait dalam memori untuk merek (Aaker, 1991). Pikiran
23
pertama yang terlintas dalam pikiran pelanggan tentang merek yang disebut
asosiasi merek, misalnya Merek Adidas dikaitkan dengan olahraga. Link
terkait bisa menjadi produk, negara asal (Pappu & Cooksey, 2006),
perusahaan (Pappu & Cooksey, 2007), pesaing (Yasin et al., 2007), pengecer
dan toko (Yoo et al., 2000) atau pengguna dengan demografis atau gaya hidup
karakteristik tertentu.
Farguhar dan Herr (1993) menyarankan jenis asosiasi merek sebagai
kategori produk, situasi penggunaan, atribut produk, dan keuntungan
pelanggan. Biel (1992) membagi mereka menjadi citra perusahaan, citra
produk, dan citra pengguna. Akhirnya, Keller (1993) mengklasifikasikan
mereka ke dalam atribut produk terkait, atribut produk tidak terkait seperti
harga, citra pengguna, citra penggunaan, dan kepribadian merek.
2. Product Attributes
Atribut produk yang penting bagi konsumen dan pemasar. Konsumen
menggunakan atribut sebagai dasar untuk mengevaluasi produk karena atribut
memberikan manfaat konsumen mencari saat membeli produk dan
membandingkan antara merek yang kompetitif. mengevaluasi atribut yang
lebih positif atau negatif, yang dianggap penting dalam proses pengambilan
keputusan.
Pemasar menggunakan atribut untuk membedakan mereknya dari
merek kompetitif serta sebagai dasar untuk pengembangan produk baru.
Atribut juga digunakan dalam iklan untuk menyatakan bahwa suatu produk
memiliki atribut tertentu atau atributnya memberikan manfaat tertentu kepada
konsumen. (Mostert, 1996).
Istilah atribut dapat didefinisikan bahwa Karakteristik atau fitur
mungkin tidak dimiliki oleh objek tersebut (Mowen, 1993). MacKenzie (1986)
menjelaskan
bahwa
konsumen
dipercaya
untuk
mencari
informasi,
mengevaluasi produk dan melakukan pembelian sebagian oleh persepsi
mereka tentang pentingnya berbagai atribut produk.
24
3. Intangibles
Regis McKenna menunjukkan faktor-faktor tak berwujud akan lebih
efektif untuk dikembangkan daripada atribut tertentu. Salah satu faktor tidak
berwujud merupakan atribut umum, seperti persepsi kualitas, kepemimpinan
teknologi, nilai yang dirasakan, yang berfungsi untuk meringkas atribut yang
lebih obyektif.
4. Customer Benefits
Manfaat pelanggan mengacu pada kebutuhan yang dipenuhi oleh
produk, (Nzuki, 2002). Menurut Aaker et al (1992), manfaat mengacu pada
keuntungan yang mempromosikan kesejahteraan konsumen, dan karena atribut
produk yang paling memberikan manfaat pelanggan, biasanya ada 1-1
korespondensi. Peter et al (1994) menjelaskan hal ini dengan menyatakan
bahwa manfaat merupakan konsekuensi yang diinginkan konsumen mencari
saat membeli dan mengkonsumsi suatu produk. manfaat juga mencakup
dampak positif yang terkait dengan konsumsi produk. Mowen (1993)
mendefinisikan manfaat sebagai hasil yang dapat diberikan oleh atribut produk
atau layanan (Akaer, 1991).
Hal ini berguna untuk membedakan antara manfaat rasional dan
manfaat psikologis. Manfaat rasional terkait erat dengan atribut produk dan
akan menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan secara rasional.
Manfaat psikologis, sering sangat berat dalam proses sikap-formasi, berkaitan
dengan apa perasaan dibuahkan ketika membeli dan / atau menggunakan
merek.
5. Lifestyles or Personality
Merek dapat dilihat sebagai pribadi. Seperti seseorang, merek dapat
dianggap kompeten, dapat dipercaya, aktif, atau muda (Aaker, 1996). Sebuah
kepribadian merek dapat membantu mengkomunikasikan atribut produk dan
dengan demikian memberikan kontribusi manfaat fungsional. Demikian pula,
dapat membantu menciptakan manfaat ekspresif diri yang menjadi kendaraan
bagi pelanggan untuk mengekspresikan kepribadian sendiri. Brand (bahkan
jika adalah mesin) dapat dijiwai oleh pelanggan dengan sejumlah kepribadian
25
dan gaya hidup karakteristik yang sangat mirip dengan orang-orang (Aaker,
1991).
6. Product Class
Golongan produk dapat didefinisikan sebagai kelompok produk yang
homogen atau memiliki pengganti antara produk satu dengan yang lain. Kelas
ini dianggap sempit atau luas tergantung pada seberapa berbagai produk
tersebut dapat digantikan. Beberapa merek perlu membuat keputusan
positioning yang kritis yang melibatkan asosiasi golongan produk (Aaker,
1991). Sebagai strategi, sangat efektif bila digunakan untuk memperkenalkan
produk baru yang berbeda dari produk tradisional (Boaze, 2007).
2.3
Perilaku Konsumen
Prilaku konsumen sebagai interaksi dinamis antara pengaruh dan
kognisi, perilaku, kejadian di sekitar kita di mana manusia melakukan
aspek pertukaran dalam hidup mereka. Paling tidak ada tiga ide yang
penting dalam definisi di atas : pertama, perilaku konsumen adalah
dinamis, ini berarti bahwa seorang konsumen, grup konsumen serta
masyarakat luas selalu berubah dan bergerak sepanjang waktu.
Kedua, hal tersebut melibatkan interaksi antara pengaruh dan
kognisi, perilaku dan kejadian sekitar, ini berarti bahwa untuk memahami
konsumen dan mengembangkan strategi pemasaran yang tepat, kita harus
memahami apa yang mereka pikirkan atau kognitif dan mereka rasakan,
apa yang mereka lakukan, dan apa serta di mana yang mempengaruhi
serta dipengaruhi oleh apa yang dipikirkan, dirasa dan dilakukan oleh
konsumen. Afeksi dan kognisi mengacu kepada dua tipe tanggapan internal
psikologis yang dimiliki konsumen terhadap rangsangan lingkungan dan
kejadian yang berlangsung.
Dalam bahasa yang lebih sederhana, afeksi melibatkan perasaan,
sementara kognisi melibatkan pemikiran. Tanggapan-tanggapan afektif
beragam dalam penilaian positif atau negatif, menyenangkan atau tidak
menyenangkan dan dalam intensitas atau tingkat pergerakan badan.
Kognisi mengacu pada proses mental dan struktur pengetahuan yang
26
dilibatkan dalam tanggapan seseorang terhadap lingkungannya. Perilaku
mengacu pada tindakan nyata konsumen yang dapat diobservasi secara
langsung. Lingkungan mengacu pada rangsangan fisik dan sosial yang
kompleks di dunia eksternal konsumen.
Ketiga, hal tersebut membuat pertukaran-pertukaran. Ini berarti
membuat definisi perilaku konsumen tetap konsisten dengan definisi
pemasaran yang sejauh ini juga menekankan pertukaran.
2.3.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi Prilaku Konsumen
Menurut Kotler (2006, p.129) terdapat beberapa faktor prilaku
konsumen yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan konsumen
yaitu faktor cultural, social, personal dan psychological.
Faktor Sosial
a. Group
Sikap dan perilaku seseorang dipengaruhi oleh banyak grup-grup kecil.
Kelompok dimana orang tersebut berada yang mempunyai pengaruh langsung
disebut membership group. Membership group terdiri dari dua, meliputi
primary groups (keluarga, teman, tetangga, dan rekan kerja) dan secondary
groups yang lebih formal dan memiliki interaksi rutin yang sedikit (kelompok
keagamaan, perkumpulan profesional dan serikat dagang). (Kotler, Bowen,
Makens, 2003, pp.203-204).
b. Family Influence
Keluarga memberikan pengaruh yang besar dalam perilaku pembelian.
Para pelaku pasar telah memeriksa peran dan pengaruh suami, istri, dan anak
dalam pembelian produk dan servis yang berbeda. Anak-anak sebagai contoh,
memberikan pengaruh yang besar dalam keputusan yang melibatkan restoran
fast food. (Kotler, Bowen, Makens, 2003, p.204).
c. Roles and Status
Seseorang
memiliki
beberapa
kelompok
seperti
keluarga,
perkumpulan-perkumpulan, organisasi. Sebuah, role terdiri dari aktifitas yang
diharapkanpada seseorang untuk dilakukan sesuai denga orang-orang
27
disekitarnya. Tiap peran membawa sebuah status yang mereflaksikan
penghargaan umum yang diberikan oleh masyarakat (Kotler, Armstrong,
2006,p.135).
Faktor personal
a. Economic Situation
keadaan ekonomi seseorang mempengaruhi pilihan produk, contohnya
rolex diposisikan konsumen kelas atas, sedangkan Timex dimaksudkan untuk
konsumen menengah. Situasi ekonomi seseorang amat sangat mempengaruhi
pemilihan produk dan keputusan pembelian pada suatu produk tertentu.
(Kotler, Armstrong, 2006,p.137).
b. Lifestyle
Pola kehidupan seseorang yang diekspresikan dalam aktivitas,
ketertarikan, dan opini orang tersebut. Orang-orang yang datang dari
kebudayaan, kelas sosial, dan pekerjaan yang sama mungkin saja mempunyai
gaya hidup yang berbeda (Kotler, Amstrong, 2006, p.138)
c. Personality and Self Concept
Persoanlity adalah karakteristik unik dari psikologi yang memimpin
kepada kestabilan terhadap lingkungan orang itu sendiri, contohnya orang
yang percaya diri dominan suka brsosialisasi, otonomi, difensif , mudah
beradaptasi, agresif (Kotler, Amstrong, 2006, p.140)
d. Age and Life Cycle Stage
Orang-orang merubah barang dan jasa yang dibeli seiring dengan
siklus kehidupannya. Rasa makanan, baju-baju, perabot, dan rekreasi
seringkali berhubungan dengan umur, membeli juga dibentuk oleh family life
cycle. Faktor-faktor penting yang berhubungan dengan umur sering
diperhatikan oleh para pelaku pasar. Ini mungkin dikarenakan oleh perbedaan
yang besar dalam umur antara orang-orang yang menentukan strategi
marketing dan orang-orang yang membeli produk atau servis. (Kotler, Bowen,
Makens, 2003, pp.205-206).
28
e. Occupation
Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang dibeli.
Contohnya, pekerja konstruksi sering membeli makan siang dari catering yang
datang ke tempat kerja. Bisnis eksekutif, membeli makan siang dari full
service restoran, sedangkan pekerja kantor membawa makan siangnya dari
rumah atau membeli dari restoran cepat saji terdekat (Kotler, Bowen, Makens,
2003, p. 207).
Faktor Psychological
a. Motivation
Kebutuhan yang mendesak untuk mengarahkan seseorang untuk
mencari kepuasan dari kebutuhan. Berdasarkan teori Maslow, seseorang
dikendalikan oleh suatu kebutuhan pada suatu waktu. Kebutuhan manusia
diatur menurut sebuah hierarki, dari yang paling mendesak sampai paling
tidak mendesak (kebutuhan psikologikal, keamanan, sosial, harga diri,
pengaktualisasian diri). Ketika kebutuhan yang paling mendesak itu sudah
terpuaskan, kebutuhan tersebut berhenti menjadi motivator, dan orang tersebut
akan kemudian mencoba untuk memuaskan kebutuhan paling penting
berikutnya (Kotler, Bowen, Makens, 2003, p.214).
b. Perceptions
persepsi adalah proses dimana seseorang memilih, mengorganisasi,
dan menerjemahkan informasi untuk membentuk sebuah gambaran yang
berarti dari dunia. Orang dapat membentuk berbagai macam persepsi yang
berbeda dari rangsangan yang sama. (Kotler, Bowen, Makens, 2003, p.215)
c. Learning
Pembelajaran adalah suatu proses, yang selalu berkembang dan
berubah sebagai hasil dari informasi terbaru yang diterima (mungkin
didapatkan dari membaca, diskusi, observasi, berpikir) atau dari pengalaman
sesungguhnya, baik informasi terbaru yang diterima maupun pengalaman
pribadi bertindak sebagai feedback bagi individu dan menyediakan dasar bagi
perilaku masa depan dalam situasi yang sama (Schiffman, Kanuk, 2004,
p.207).
29
d. Beliefs and attitude
Beliefes adalah pemikiran daskriptif bahwa seseorang mempercayai
sesuatu. Beliefs dapat didasari padapengetahuan asli, opini, dan iman (Kotler,
Amstrong, 2006, p.144). sedangkan attitude adalah evaluasi, perasaan suka
atau tidak suka, dan kecenderungan yang relatif konsisten dari seorang pada
sebuah obyek atau ide (Kotler, Amstrong, 2006, p.145)
Faktor Cultural
Nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan, dan perilaku yang dipelajari
seseorang melalui keluarga dan lembaga penting lainnya (Kotler, Amstrong,
2006, p.129). Penentu paling dasar dari keinginan dan perilaku seseorang.
Culture, mengkompromikan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan, dan perilaku
yang dipelajari seseorang secara terus-menerus dalam sebuah lingkungan.
(Kotler, Bowen, Makens, 2003, pp.201-202).
a. Subculture
sekelompok orang yang berbagi sistem nilai berdasarkan pengalaman
hidup dan keadaan seperti kebangsaan, agama, dan daerah (Kotler, Amstrong,
2006, p.130). meskipun konsumen pada suatu negara mempunyai kesamaan
nilai, sikap, dan prilakunya seringkali berbeda secara dramatis. (Kotler,
Bowen, Makens, 2003, pp.201-202).
b. Social Class
Pengelompokkan individu berdasarkan kesamaan nilai, minat, dan
perilaku. Kelompok sosial tidak hanya ditentukan oleh satu faktor saja
misalnya pendapatan, tetapi ditentukan juga oleh pekerjaan, pendidikan,
kekayaan, dan lainnya (Kotler, Amstrong, 2006, p.132).
Dari penjelasan mengenai prilaku konsumen diatas, terdapat bahwa
prilaku konsumen dibagi menjadi 2 yaitu kognitif dan afektif serta beberapa
faktor internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi prilaku konsumen.
Yang nantinya akan berpengaruh juga pada prilaku pembelian dari konsumen.
berikut pengertian tentang prilaku pembelian konsumen.
30
2.3.2 Consumer Purchase Behavior
Berdasarkan
jurnal
Sustainable consumption: green
consumer
behaviour when purchasing products menunjukkan bahwa cara paling jelas
untuk memahami konsumerisme hijau dengan melihat perilaku konsumsi
masing-masing individu sebagai serangkaian keputusan pembelian. Keputusan
ini mungkin saling berkaitan dan didukung oleh nilai-nilai bersama atau
mereka mungkin tidak berhubungan dan situasional. Melihat konsumsi yang
berkelanjutan dengan cara ini menyebabkan fokus mikro pada pembelian
individu.
Setiap kali seseorang membuat keputusan untuk membeli produk atau
jasa terdapat sedikit atau banyak kontribusi untuk melakukan pembelian
berkelanjutan. Setiap pembelian memiliki etika, sumber daya, limbah dan
dampak implikasi masyarakat.
Ketika individu mempertimbangkan untuk melakukan pembelian
berkelanjutan, mereka terlibat dengan proses pengambilan keputusan yang
semakin kompleks. Sekarang ini pengambilan keputusan pada solusi
lingkungan atau etika sering mengakibatkan trade-off antara isu-isu yang
saling bertentangan dan hasilnya dalam "kompleksitas motivasi dan praktis
konsumsi hijau" (Moisander 2007 p. 404).
Anderson dan Mittal (2000) telah menetapkan pendekatan yang paling
umum digunakan untuk memprediksi perilaku pelanggan dalam konteks
hubungan pelanggan-perusahaan sebagai Kepuasan Profit Chain. Ini adalah
rantai variabel yang mempengaruhi satu sama lain, dimulai dengan kepuasan
produk atau layanan, lebih dari keseluruhan kepuasan atau hubungan, dengan
pengaruh tambahan dari komitmen dan kepercayaan, niat ke pembelian atau
loyalitas dan akhirnya perilaku dan keuntungan (Reichheld, 1996).
Operasionalisasi dari blok bangunan rantai ini sering membingungkan.
Berdasarkan jurnal Relationship Quality and the Theory of Planned
Behavior Models of Behavioral Intentions and Purchase Behavior Teori
Planned Behavior (Ajzen, 1991; Ajzen, 2002). menyatakan tiga faktor penentu
konseptual independen niat: sikap terhadap perilaku, norma subyektif, dan
persepsi pengendalian perilaku (Ajzen, 1991; Ajzen, 2002; Armitage dan
31
Conner, 2001; Ouellette dan Wood, 1998). Kepentingan relatif dari masingmasing yg bervariasi perilaku dan situasi.
Penelitian akademik ke dalam proses pembelian produk hijau atau
berkelanjutan telah meningkat selama beberapa tahun terakhir. Harrison et al
(2005) telah menghasilkan tipologi praktek etis konsumen sesuai dengan
bagaimana konsumen yang berkaitan, atau dengan mencoba untuk
mempengaruhi produk atau penjual. Ini berguna untuk menganalisis
pembelian etis konsumen.
2.3.3 Dimensi Consumer Purchase Behavior
Berdasarkan jurnal yang berjudul IMPACT OF INFORMATION
TECHNOLOGY (IT) ON CONSUMER PURCHASE BEHAVIOR dikatakan
bahwa dimensi dari Consumer Purchase Behavior sebagai berikut :
1. Consumer Satisfaction
Semakin tingginya tingkat persaingan akan menyebabkan pelanggan
menghadapi lebih banyak alternatif produk, harga dan kualitas yang
bervariasi, sehingga pelanggan akan mencari nilai yang dianggap paling tinggi
dari beberapa produk (Kotler,2005).
Semakin banyaknya perusahaan yang melakukan Green Marketing,
maka semakin kompleks persaingan untuk memenuhi kepuasan pelanggan
baik dari segi produk atau kemasannya yang Biodegradable atau Recyclable.
Maupun Image-nya sebagai perusahaan yang telah menerapkan Green
Marketing.
2. Save Cost
Saat ini konsumen berpendapat bahwa bantuan teknologi informasi
dalam mengurangi biaya dan menciptakan kesadaran terhadap produk-produk
terbaru. Mereka merasa bahwa pentingnya melakukan pembelian ramah
lingkungan secara tidak langsung dapat menghemat dalam melakukan
pembelian. Karena produk recycle relatif lebih murah dibanding produk baru.
3. Effective Buying Decision
32
Faktor penting lain dalam mendukung Brand Image adalah keputusan
membeli yang efektif dalam hal meningkatkan kepercayaan di antara
pelanggan, memfasilitasi pelanggan dalam pengambilan keputusan mereka,
mendorong pelanggan untuk membeli produk baru, dll Dengan demikian baik
bagi perusahaan juga untuk mendapatkan Image yang baik dari pelanggan.
4. Reasonable Price
Sikap konsumen terhadap pembelian didorong oleh harga yang wajar.
Konsumen dapat membuat perbandingan harga dari berbagai produk yang
ditawarkan oleh perusahaan dan dapat memutuskan untuk membeli produk
yang memiliki harga yang wajar.
Dengan memaksimalkan kualitas produk dan keunikan dari produk itu
sendiri, kini menjadi tantangan untuk setiap perusahaan menjual produknya
dengan harga yang wajar. Produk – produk Recycle juga sekarang banyak
yang dijual dengan harga yang tidak wajar, karena alasan tingkat kesulitan dari
pemembuat produk terebut.
5. Ease of Use
Dalam membuat suatu produk, faktor yang paling utama yaitu seberapa
besar produk tersebut dapat meringankan atau berguna bagi si konsumen atau
pembeli. Konsumen biasanya menanyakan manfaat atau kegunaan dari produk
yang ingin dibelinya. Dan dampaknya bagi lingkungan sekitarnya.
2.4 Hubungan antara Variabel
Dijelaskan hubungan antar variable sebagai berikut :
2.4.1 Hubungan antara Green Marketing dan Brand Image
Dalam jurnal yang berjudul Perception of green brand in an emerging
innovative market (27 May 2014) menjelaskan bahwa kegiatan pemasaran
hijau akan berdampak positif pada ekuitas merek tidak berwujud perusahaan
([12] Chen, 2009). Membangun merek yang kuat selalu menjadi tujuan utama,
karena memberikan banyak manfaat seperti; margin yang lebih besar,
kesempatan yang lebih besar untuk perpanjangan dan mempertahankan posisi
yang kuat terhadap pesaing ([16] Delgado-Ballester dan Munuera-Aleman,
2005).
33
Finisterra et al. (2009) berusaha untuk mengatur beberapa dasar untuk
mengsegmentasikan konsumen hijau, kriteria yang diteliti adalah konsumen,
psikografis, perilaku dan demografi. Psikografis konsumen berarti kegiatan,
minat dan pendapat konsumen, sementara segmentasi sesuai dengan perilaku
bergantung pada pengetahuan dan sikap konsumen. Para peneliti akan fokus
pada faktor-faktor demografis untuk dasar penelitian ini, karena ada dukungan
yang kuat dari literatur ke hubungan yang signifikan antara faktor-faktor
demografi dan preferensi merek hijau. Misalnya, [60] Zimmer et al. (1994)
menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan dan negatif antara usia dan
preferensi merek hijau sementara [51] Roberts (1996) dan [54] Samdahl dan
Robertson (1989) menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan dan
positif. Beberapa peneliti menyatakan bahwa jenis kelamin dari konsumen
mempengaruhi perilaku lingkungan mereka karena peran dan keterampilan
yang ditanggung oleh masing-masing.
2.4.2
Hubungan antara Brand Image dan Consumer Purchase Behavior
Dalam jurnal yang berjudul The Image of Health Food Brands,
Experience Recognition and the Purchase Behavior of Middle Aged and Older
People.
(Fernandez-Sabiote
dan
Roman
2012)
menunjukkan
bahwa
pengenalan citra merek dapat memungkinkan konsumen untuk memiliki
respon unggul dan persepsi produk dan jasa, sehingga meningkatkan
pengalaman kesadaran dan kepuasan mereka. Meningkatkan pengalaman
konsumen juga dapat memupuk hubungan antara konsumen dan merek dan
'pendapat dan kepuasan dari merek yang pengaruh lebih lanjut konsumen
peningkatan konsumen perilaku konsumsi (Park and John, 2012). (Wang dan
Tzeng 2012) menunjukkan bahwa konsumen lebih mempertimbangkan merek
saat membeli produk, karena merek mempengaruhi kualitas produk dan
layanan konsumen mengenali. Oleh karena itu, membangun nilai merek dan
pengalaman nilai sangat penting.
2.4.3
Hubungan antara Brand Image dan Consumer Purchase Behavior
Dalam jurnal yang berjudul The Image of Health Food Brands,
Experience Recognition and the Purchase Behavior of Middle Aged and Older
People.
(Fernandez-Sabiote
dan
Roman
2012)
menunjukkan
bahwa
34
pengenalan citra merek dapat memungkinkan konsumen untuk memiliki
respon unggul dan persepsi produk dan jasa, sehingga meningkatkan
pengalaman kesadaran dan kepuasan mereka. Meningkatkan pengalaman
konsumen juga dapat memupuk hubungan antara konsumen dan merek dan
'pendapat dan kepuasan dari merek yang pengaruh lebih lanjut konsumen
peningkatan konsumen perilaku konsumsi (Park and John, 2012). (Wang dan
Tzeng 2012) menunjukkan bahwa konsumen lebih mempertimbangkan merek
saat membeli produk, karena merek mempengaruhi kualitas produk dan
layanan konsumen mengenali. Oleh karena itu, membangun nilai merek dan
pengalaman nilai sangat penting.
2.5
Hipotesis
1. H1 = Green marketing berpengaruh terhadap Brand Image
2. H2 = Green marketing berpengaruh terhadap consumer purchase behavior
3. H3 = Brand Image berpengaruh terhadap consumer purchase behavior
4. H4 =Green Marketing berpengaruh terhadap Brand Image dan dampaknya
pada Consumer Purchase Behavior
35
2.6
Kerangka Pemikiran
H4
Green Marketing ( X)
:
•
•
•
Environmental
Advertisment
Perception of
Eco-lable
Perception of
Eco-Brand
Brand Image( Y ):
H1
•
•
•
•
•
•
Brand Association
Product Attributes
Intangibles
Customer Benefits
Lifestyles or
Personality
Product Class
Consumer Purchase
Behavior ( Z ) :
•
H3
•
•
•
•
Consumer
Satisfaction
Save Cost
Effective Buying
Decision
Reasonable Price
Ease Of Use
H2
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
2.7 Green Packaging
Kemasan Ramah Lingkungan atau biasa disebut dengan sustainable
packaging, merupakan pembungkus luar untuk suatu produk yang desain dan
materialnya tidak memberikan dampak negatif yang besar kepada lingkungan
sekitarnya, kemasan yang biasanya berdampak buruk bagi lingkungan adalah
plastik.
Plastik yang tidak ramah lingkungan yang umum digunakan selama ini
adalah jenis plastik non-biodegradable atau plastik yang secara biologis tidak
dapat terurai. Namun sekarang pengembangan kemasan ramah lingkungan
tertuju pada plastik biodegradable yang kini telah diadaptasi kegunaannya
dikalangan produsen plastik, karena memberikan alternatif serta solusi untuk
permasalahan limbah di lingkungan dan juga pemanasan global yang terjadi
sekarang ini.
Kemasan ramah lingkungan atau plastik biodegradable adalah sebuah
teknologi yang canggih dalam perkembangan industri plastik di dunia. Plastik
36
biodegradable dapat dibuat dari polimer alami atau biasa disebut
dengan Polylactic Acid (PLA). Polylactic Acid (PLA) diproduksi melalui
proses fermentasi gula atau starch oleh Lactobacillus menjadi lactic acid yang
selanjutnya dipolimerisasi dengan bantuan panas dan katalis logam menjadi
PLA. Polylactic Acid itu sendiri memiliki sifat tahan panas & kuat, serta
merupakan polimer yang elastik.
Download