BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pemasaran Philip Kotler dan Gary Armstrong (2012:29) menyatakan bahwa pemasaran (marketing) merupakan suatu proses bekerja dengan pasar sasaran untuk mewujudkan pertukaran yang potensial dengan maksud memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia, membangun hubungan yang menguntungkan serta memahami kebutuhan-kebutuhan costumer, memulai membangun produk yang menyediakan nilai secara unggul, menetapkan harga, mendistribusikan, serta mempromosikannya secara efektif, sehingga produk akan terjual lebih mudah. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pemasaran merupakan suatu proses, aktivitas atau kegiatan yang dilakukan dengan tujuan membangun hubungan yang baik dan menguntungkan dengan konsumen. Dimulai dari perencanaan, penciptaan produk atau jasa, penetapan harga, promosi kepada pihak terkait dengan tujuan memuaskan individu atau organisasi, dan pengevaluasian hasil dari produk dan juga promosi yang dilakukan oleh perusahaan kepada konsumen. 2.1.1 Bauran Pemasaran (Marketing Mix) Menurut Kotler & Armstrong (2006: 62) bauran pemasaran adalah kumpulan alat pemasaran taktis terkendali yang dipadukan perusahaan untuk menghasilkan hasil yang diinginkan di pasar sasaran. Bauran pemasaran dikelompokan menjadi empat variabel yang dikenal dengan “empat P” yaitu: product (produk), price (harga), place (tempat), promotion (promosi). Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa bauran pemasaran merupakan salah satu strategi yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperluas pasarnya yang bertujuam untuk memperoleh keuntungan. Strategi bauran pemasaran yang diambil oleh perusahaan harus di dasarkan pada beberapa hal yang berkaitan dengan perusahaan yang tujuannya untuk menghasilkan suatu keputusan yang bersinambungan pada perusahaan. Jadi strategi bauran pemasaran 4P (Product, Price, Place, Promotion) yang 13 14 diterapkan oleh setiap perusahaan pun pasti berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Price Daftar Harga Diskon Potongan Harga Periode Pembayaran Persyaratan Kredit Product Ragam Kualitas Desain Fitur Nama Merek Kemasan Layanan Bauran Pemasaran (4 p) Promotion Iklan Penjualan Pribadi Promosi Penjualan Hubungan Masyarakat Place Saluran Cakupan Pemilahan Lokasi Persediaan Transportasi Logistik Gambar 2.1 Bauran Pemasaran (4P) Sumber: Kotler & Armstrong (2006:p) Komponen Bauran Pemasaran 4P (Marketing Mix) 1. Product (produk) Menurut Kotler & Keller (2009: 4), produk adalah sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk memuaskan suatu keinginan atau kebutuhan, termasuk barang fisik, jasa, pengalaman, acara, orang, tempat, properti, organisasi, informasi, dan ide. 2. Price (harga) Menurut Kotler & Keller (2009: 67), harga merupakan elemen bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan, harga merupakan elemen termudah dalam program pemasaran untuk disesuaikan, fitur produk, saluran, dan bahkan komunikasi membutuhkan banyak waktu. 15 3. Place (tempat) Menurut Kotler & Keller (2009: 184), tempat adalah lokasi yang digunakan untuk proses penyampaian barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Variabel tempat mencakup lokasi yang strategis, akses ke lokasi yang mudah dijangkau, penempatan layout produk yang rapi dan teratur, keluasan areal dan kenyamanan suasana belanja, dan keluasan areal dan keamanan parkir kendaraan. 4. Promotion (promosi) Menurut Kotler & Keller (2009: 263), promosi adalah proses penyebaran informasi yang bertujuan mempengaruhi atau membujuk konsumen atas suatu produk yang ditawarkan agar konsumen bersedia menerima dan membeli suatu produk yang ditawarkan tersebut. Variabel promosi mencakup periode jangka waktu promosi yang lebih diperpanjang, media promosi yang disampaikan melalui brosur dan spanduk, dan bentuk promosi yang ditawarkan melalui kupon undian, dan hadiah langsung untuk total belanja tertentu. Adapun alat-alat yang dapat dipergunakan untuk mempromosikan produknya pengusaha dapat memilih beberapa cara yaitu : a) Periklanan (Advertising) Advertising merupakan alat utama bagi pengusaha untuk mempengaruhi konsumennya. Advertising ini dapat dilakukan oleh pengusaha lewat surat kabar, radio, majalah, bioskop, televisi ataupun dalam bentuk poster-poster yang dipasang dipinggir jalan atau tempattempat yang strategis. Dengan membaca atau melihat advertensi itu diharapkan para konsumen atau calon konsumen akan terpengaruh lalu tertarik untuk membeli produk yang di advertensikan tersebut. Oleh karena itu maka advertensi ini haruslah dibuat sedemikian rupa sehingga menarik perhatian para pembacanya. b) Promosi penjualan (Sales Promotion) Promosi penjualan adalah merupakan kegiatan perusahaan untuk menjajakan produk yang dipasarkannya sedemikian rupa sehingga konsumen akan mudah untuk melihatnya dan bahkan dengan cara 16 penempatan dan pengaturan tertentu maka produk tersebut akan menarik perhatian konsumen. c) Penjualan Pribadi (Personal Selling) Personal selling merupakan kegiatan perusahaan untuk melakukan kontak langsung dengan para calon konsumennya. Dengan kontak langsung ini diharapkan akan terjadi hubungan atau interaksi yang positif antara pengusaha dengan calon konsumennya itu. Kontak langsung itu akan dapat mempengaruhi secara lebih intensif pada konsumennya karena dalam hal ini pengusaha dapat mengetahui keinginan dan selera konsumennya. d) Publisitas (Publication) Publisitas merupakan cara yang biasa digunakan juga oleh pengusaha untuk membentuk pengaruh secara tidak langsung kepada konsumen agar mereka menjadi tahu dan menyenangi produk yang dipasarkannya. Cara ini dilakukan dengan cara memuat berita tentang produk atau perusahaan yang menghasilkan produk tersebut di mass media, misalnya saja berita di surat kabar, berita di radio atau televisi maupun majalah tertentu dan sebagainya. Dengan memuat berita itu maka para pembaca secara tidak sadar telah dipengaruhi oleh berita tersebut. 2.1.2 Green Marketing (Pemasaran Hijau) Green marketing adalah suatu cara pemasaran yang mempromosikan kepekaan lingkungan kepada calon pembeli. Setidaknya ada tiga hal yang biasa dilakukan untuk mengkaitkan perusahaan mereka dengan lingkungan. Pertama, dengan menonjolkan produknya ramah lingkungan. Kedua, adalah mencitrakan perusahaan peduli terhadap lingkungan dengan kegiatan-kegiatan pokok perusaahaan tersebut, misalnya adalah iklan yang menunjukkan bagaimana perusaahaan tersebut mendaur ulang kemasan produknya dan menyumbangkan uang untuk program penanaman seribu pohon. 17 Cara yang ketiga, adalah pernyataan perusahaan tentang tanggung jawab terhadap lingkungan dalam proses produksi. Misalanya menonjolkan bagaimana mereka mereka telah melakukan inovasi dalam mengurangi limbah yang di hasilkan dari proses produksi. Namun demikian klaim yang di lakukan perusahaan tersebut perlu dipantau lebih lanjut (Kennedy, 2009). Dalam jurnal School of Business University Sains Malaysia yang berjudul Investigation of Green Marketing Tools, effect on consumers, Purchase Behavior dikatakan bahwa promosi merupakan faktor penting dalam mensosialisasikan konsep Green Marketing. Dimana dalam sebuah promosi terbagi lagi menjadi beberapa bagian yaitu, advertising, personal selling, sales promotion, public relations, dan direct marketing. Jurnal School of Business University Sains Malaysia yang berjudul Investigation of Green Marketing Tools effect on consumers, Purchase Behavior juga menyatakan hal sebagai berikut Bahwa perangkat pemasaran hijau dari eco-label, eco-brand, dan pemasaran ramah lingkungan dapat mempermudah si konsumen untuk lebih menyadari akan pentingnya menggunakan produk ramah lingkungan, dan lebih mengenal karakter produk tersebut. Tujuan dari green marketing tidak hanya melihat profit sebagai satusatunya tujuan perusahaan, tetapi adanya tambahan kepedulian terhadap lingkungan hidup. John Grant (The Green Marketing Manifesto, 2007) membagi tujuan green marketing ke dalam 3 tahap : 1. Green Bertujuan ke arah untuk berkomunikasi bahwa merek atau perusahaan adalah peduli lingkungan hidup. Tahapan ini merupakan tahapan awal bagi perusahaan yang menerapkan konsep green marketing. 2. Greener Selain untuk komersialisasi sebagai tujuan utama perusahaan, tetapi juga untuk mencapai tujuan yang berpengaruh kepada lingkungan hidup. Perusahaan mencoba merubah gaya konsumen mengkonsumsi atau memakai produk. Misalnya penghematan kertas, 18 menggunakan kertas bekas maupun kertas recycle. Menghemat air, listrik, penggunaan AC, dll. 3. Greenest Perusahaan berusaha merubah budaya konsumen ke arah yang lebih peduli lingkungan hidup. Budaya konsumen yang diharapkan adalah kepedulian terhadap lingkungan dalam semua aktivitas tanpa terpengaruh oleh produk perusahaan yang ditawarkan. 2.1.3 Dimensi Green Marketing Berdasarkan jurnal School of Business University Sains Malaysia yang berjudul Investigation of Green Marketing Tools, effect on consumers Purchase Behavior dikatakan bahwa dimensi dari Green Marketing sebagai berikut : a. Environmental Advertisment Seiring dengan berjalannya gerakan hijau diseluruh dunia, dan dengan meningkatnya perhatian public dengan masalah lingkungan. Sebagian besar organisasi melakukan pengiklanan yang berbasis ramah lingkungan melalui media dan surat kabar untuk memperkenalkan produk mereka kepada konsumen yang perdui terhadap lingkungan. Berdasarkan jurnal yang sama menurut Davis (1994) menjelaskan bahwa iklan lingkungan oleh perusahaan biasanya mengandung tiga unsur. Pertama, iklan dimulai dengan pernyataan kepedulian perusahaan terhadap lingkungan. Kedua, iklan menggambarkan cara perusahaan telah mengubah prosedur untuk menunjukkan kepedulian dan dedikasi dalam memperbaiki lingkungan. Ketiga, iklan menggambarkan tindakan lingkungan tertentu di mana perusahaan yang terlibat dan / atau hasil yang korporasi mengambil kredit. b. Perception of Eco-lable Berdasarkan jurnal Investigation of Green Marketing Tools, effect on consumers Purchase Behaviour Salah satu alat pemasaran hijau signifikan menggunakan eco-label pada produk ramah lingkungan. Label Lingkungan 19 semakin sering digunakan oleh pemasar untuk mempromosikan identifikasi produk hijau (D'Souza et al., 2006). Sammer dan Wu stenhagen (2006) mengidentifikasi eco-label sebagai alat penting untuk informasi asimetri dialokasikan antara penjual dan pembeli. Mereka juga menyatakan bahwa label adalah sinyal untuk mencapai dua fungsi utama bagi konsumen: fungsi informasi yang menginformasikan mereka tentang karakteristik produk intangible seperti kualitas produk dan nilai fungsi yang memberikan nilai dalam diri mereka sendiri misalnya prestige. Selain itu, Rex dan Baumann (2007) mendefinisikan eco-label sebagai alat bagi konsumen untuk memfasilitasi pengambilan keputusan untuk memilih produk ramah lingkungan juga memungkinkan mereka untuk mengetahui bagaimana produk dibuat. c. Perception of Eco-Brand Merek sebagai nama, istilah, tanda, simbol, atau desain, atau kombinasi dari mereka, dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari satu penjual atau kelompok penjual dan untuk membedakan mereka dari orang-orang dari pesaing. definisi ini dapat digeneralisasi untuk eco-merek juga. Eco-merek adalah nama, simbol atau desain produk yang tidak berbahaya bagi lingkungan. Memanfaatkan eco-merek fitur dapat membantu konsumen membedakan mereka dalam beberapa cara dari produk non-hijau lainnya. 2.2 Brand Image Berdasarkan jurnal yang berjudul The Effect of Brand Associations on Customer Loyalty: Empirical Study on Mobile Devices. American Marketing Associations mendefinisikan merek sebagai: nama, istilah, tanda, simbol, atau desain, atau kombinasi dari merek, dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa, satu penjual atau kelompok penjual dan untuk membedakan mereka dari para pesaing. Demikian pula, Aaker (1991) menyatakan bahwa merek adalah nama yang membedakan simbol (seperti logo, merek dagang, atau desain) dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari salah satu penjual atau kelompok penjual dan untuk membedakan barang atau jasa 20 mereka dari para kompetitor. Merek adalah gambar yang ada dalam pikiran konsumen. Merek juga merupakan karakteristik unik yang telah dikembangkan sepanjang waktu untuk membedakan produk yang sebenarnya dari pesaing (Murphy, 1990). Sejumlah teknik kualitatif dan kuantitatif telah dikembangkan untuk membantu mengungkapkan persepsi dan asosiasi konsumen terhadap sebuah brand tertentu. Sejak diperkenalkan secara formal dalam disiplin pemasaran oleh Gardner dan Levy (1955), komunikasi Brand Image kepada target segmen telah menjadi aktivitas pemsaran yang penting. Dan bahkan ini menjadi sesuatu yang biasa dalam penelitian perilaku konsumen dari tahun 1980an. Membicarakan citra image, maka biasanya bisa menyangkut image produk, perusahaan, brand, orang atau apapun yang berada dalam benak seseorang. Menurut Zimmer dan Golden dalam Simamora (2004) mengukur image ada dua kesulitan, pertama adalah konseptualisasi image, Image adalah konsep yang mudah dimengerti tetapi sulit dijelaskan secara sistematis karena sifatnya abstrak dan yang kedua adalah kesulitan dalam pengukuran. Brand Image adalah bagaimana brand yang dipersepsikan oleh konsumen (Aaker,1996) dimana terdapat serangkaian asosiasi brand yang berada pada ingatan konsumen. Brand Image adalah sekumpulan asosiasi brand yang terbentuk dalam benak konsumen. Berbagai asosiasi yang diingat konsumen dapat dirangkai sehingga membentuk image tentang brand atau Brand Image di dalam benak konsumen. Konsumen yang terbiasa menggunakan merek tertentu cenderung memiliki konsistensi terhadap brand image atau hal ini disebut juga denga kepribadian merek atau brand personality. Brand Image penting untuk diketahui karena Brand Image dibentuk melalui kepuasan konsumen. Penjualan dengan sendirinya diperoleh melalui kepuasan konsumen, sebab konsumen yang puas selain akan membeli lagi, juga akan mengajak calon pembeli lainnya. Komunikasi pemasaran, iklan dan promosi mempunyai peran penting sebagai sarana untuk membangun Brand Image. Hal ini disebabkan karena kegiatan ini mempunya target audience luas sehingga dalam waktu relatif 21 singkat pesan yang ingin disampaikan tentang brang lebih cepat sampai. Ada banyak kegiatan lain yang juga berdampak besar. Contohnya adalah 1. Desain Kemasan, termasuk isi tulisan/pesan yang disampaikan. 2. Event, promosi di toko, promosi di tempat umum dan kegiatan below the line lainnya. 3. Iklan tidak langsung yaitu bersifat public relations 4. Corporate Social Responsibility(CSR) yaitu kegiatan-kegiatan sosial untuk komunitas yang dilakukan oleh perusahaan. 5. Customer Service, bagaimana perusahaan menangani keluhan, masukan dari konsumen setelah terjadi transaksi. 6. Bagaimana karyawan yang kerja di lini depan/front lines (apakah itu bagian penjualan, kasir dan resepsionis, dll) bersikap dalam menghadapi pelanggan, dll. Jenis tipe komunikasi dalam daftar diatas adalah kegiatan-kegiatan yang baik buruknya tergantung dari kegiatan perusahaan, semuanya dapat dikontrol atau dikendalikan. Komplikasi justru akan muncul dari kegiatankegiatan komunikasi seputar brand oleh pihak lain yang tidak bisa dikontrol oleh perusahaam, misalnya komunikasi oleh konsumen langsung. Mereka bisa menyebarkan pada networknya dengan berita yang kurang menyenangkan yang mereka alami pada saat berinteraksi dengan brand. 2.2.1 Word of Mouth Communication salah satu jenis komunikasi yang sangat efektif dan berbahaya apabila itu menyangkut publisitas buruk. Dalam komunikasi pemasaran, iklan dan promosi mempunyai target audience yang luas, sehingga dalam waktu relatif singkat pesan yang ingin disampaikan tentang brand lebih cepat sampai. Jadi pada dasarnya perusahaan perlu memperhatikan semua elemen komunikasi dalam bentuk apapun yang menghubungkan konsumen dengan brand perusahaan. Minimalkan kemungkinan terjadinya ketidapuasan konsumen, sehingga berita seputar brand bisa selalu merupakan berita baik. Penyampaian komunikasi yang berbeda mempunyai kekuatan dan juga pandangan akan suatu tujuan yang berbeda. Pengembangan Brand Image 22 penting agar komunikasi yang disampaikan kepada calon pembeli dapat sejajar dengan maksud dan tujuan dari produsen. Pengembangan Brand Image dapat membentuk kesan tersendiri. Beberapa kesan yang terbentuk dari sudut pandang konsumen akan mempengaruhi mereka tentang bagaimana cara mereka memandang merek tersebut, kemudian masuk kedalam ciri dan kepribadian yang khas sehingga terbentuklah citra terhadap suatu merek. Dalam pengembangan image atau kesan terhadap suatu brand, terhadap ciri dan kepribadian yang khas yang harus diutamakan. Dibutuhkan beberapa perubahan seperti program pemasaran dengan meningkatkan kekuatan dan keunikan dari suatu merek yang akan meningkatkan brand image tersebut. Selain itu juga mempertahankan image positif dari merek tersebut juga dapat menetralisir image negatif yang terbentuk dari suatu brand. Pengembangan image tersebut dapat berupa promosi ulang produk-produk yang ditawarkan untuk dapat menimbulkan familiaritas brand atau dengan menciptakan suatu promosi seperti promosi dari mulut ke mulut, salah satunya melalui pelanggan yang telah mendapatkan pengalaman positif dari merek tersebut atau melalui pelanggan yang telah loyal terhadap brand tersebut. Lebih jauh lagi dibutuhkan usaha untuk membangun pengalaman positif yang lebih sering dan lebih banyak. Usaha-Usaha yang dilakukan dari membentuk citra tersebut tidak lepas dari seperangkat assest dan liabilitas mereka yang berkaitan dengan suatu brand(Brand Equity). 2.2.2 Dimensi Brand Image Berdasarkan jurnal yang berjudul The Effect of Brand Associations on Customer Loyalty: Empirical Study on Mobile Devices in Jordan Dikatakan bahwa dimensi Brand Image sebagai berikut : 1. Brand Association Asosiasi merek adalah simpul informasi terkait dengan merek dalam ingatan dan makna dari merek bagi konsumen (Henry 2004). Ini adalah sesuatu yang terkait dalam memori untuk merek (Aaker, 1991). Pikiran 23 pertama yang terlintas dalam pikiran pelanggan tentang merek yang disebut asosiasi merek, misalnya Merek Adidas dikaitkan dengan olahraga. Link terkait bisa menjadi produk, negara asal (Pappu & Cooksey, 2006), perusahaan (Pappu & Cooksey, 2007), pesaing (Yasin et al., 2007), pengecer dan toko (Yoo et al., 2000) atau pengguna dengan demografis atau gaya hidup karakteristik tertentu. Farguhar dan Herr (1993) menyarankan jenis asosiasi merek sebagai kategori produk, situasi penggunaan, atribut produk, dan keuntungan pelanggan. Biel (1992) membagi mereka menjadi citra perusahaan, citra produk, dan citra pengguna. Akhirnya, Keller (1993) mengklasifikasikan mereka ke dalam atribut produk terkait, atribut produk tidak terkait seperti harga, citra pengguna, citra penggunaan, dan kepribadian merek. 2. Product Attributes Atribut produk yang penting bagi konsumen dan pemasar. Konsumen menggunakan atribut sebagai dasar untuk mengevaluasi produk karena atribut memberikan manfaat konsumen mencari saat membeli produk dan membandingkan antara merek yang kompetitif. mengevaluasi atribut yang lebih positif atau negatif, yang dianggap penting dalam proses pengambilan keputusan. Pemasar menggunakan atribut untuk membedakan mereknya dari merek kompetitif serta sebagai dasar untuk pengembangan produk baru. Atribut juga digunakan dalam iklan untuk menyatakan bahwa suatu produk memiliki atribut tertentu atau atributnya memberikan manfaat tertentu kepada konsumen. (Mostert, 1996). Istilah atribut dapat didefinisikan bahwa Karakteristik atau fitur mungkin tidak dimiliki oleh objek tersebut (Mowen, 1993). MacKenzie (1986) menjelaskan bahwa konsumen dipercaya untuk mencari informasi, mengevaluasi produk dan melakukan pembelian sebagian oleh persepsi mereka tentang pentingnya berbagai atribut produk. 24 3. Intangibles Regis McKenna menunjukkan faktor-faktor tak berwujud akan lebih efektif untuk dikembangkan daripada atribut tertentu. Salah satu faktor tidak berwujud merupakan atribut umum, seperti persepsi kualitas, kepemimpinan teknologi, nilai yang dirasakan, yang berfungsi untuk meringkas atribut yang lebih obyektif. 4. Customer Benefits Manfaat pelanggan mengacu pada kebutuhan yang dipenuhi oleh produk, (Nzuki, 2002). Menurut Aaker et al (1992), manfaat mengacu pada keuntungan yang mempromosikan kesejahteraan konsumen, dan karena atribut produk yang paling memberikan manfaat pelanggan, biasanya ada 1-1 korespondensi. Peter et al (1994) menjelaskan hal ini dengan menyatakan bahwa manfaat merupakan konsekuensi yang diinginkan konsumen mencari saat membeli dan mengkonsumsi suatu produk. manfaat juga mencakup dampak positif yang terkait dengan konsumsi produk. Mowen (1993) mendefinisikan manfaat sebagai hasil yang dapat diberikan oleh atribut produk atau layanan (Akaer, 1991). Hal ini berguna untuk membedakan antara manfaat rasional dan manfaat psikologis. Manfaat rasional terkait erat dengan atribut produk dan akan menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan secara rasional. Manfaat psikologis, sering sangat berat dalam proses sikap-formasi, berkaitan dengan apa perasaan dibuahkan ketika membeli dan / atau menggunakan merek. 5. Lifestyles or Personality Merek dapat dilihat sebagai pribadi. Seperti seseorang, merek dapat dianggap kompeten, dapat dipercaya, aktif, atau muda (Aaker, 1996). Sebuah kepribadian merek dapat membantu mengkomunikasikan atribut produk dan dengan demikian memberikan kontribusi manfaat fungsional. Demikian pula, dapat membantu menciptakan manfaat ekspresif diri yang menjadi kendaraan bagi pelanggan untuk mengekspresikan kepribadian sendiri. Brand (bahkan jika adalah mesin) dapat dijiwai oleh pelanggan dengan sejumlah kepribadian 25 dan gaya hidup karakteristik yang sangat mirip dengan orang-orang (Aaker, 1991). 6. Product Class Golongan produk dapat didefinisikan sebagai kelompok produk yang homogen atau memiliki pengganti antara produk satu dengan yang lain. Kelas ini dianggap sempit atau luas tergantung pada seberapa berbagai produk tersebut dapat digantikan. Beberapa merek perlu membuat keputusan positioning yang kritis yang melibatkan asosiasi golongan produk (Aaker, 1991). Sebagai strategi, sangat efektif bila digunakan untuk memperkenalkan produk baru yang berbeda dari produk tradisional (Boaze, 2007). 2.3 Perilaku Konsumen Prilaku konsumen sebagai interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi, perilaku, kejadian di sekitar kita di mana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka. Paling tidak ada tiga ide yang penting dalam definisi di atas : pertama, perilaku konsumen adalah dinamis, ini berarti bahwa seorang konsumen, grup konsumen serta masyarakat luas selalu berubah dan bergerak sepanjang waktu. Kedua, hal tersebut melibatkan interaksi antara pengaruh dan kognisi, perilaku dan kejadian sekitar, ini berarti bahwa untuk memahami konsumen dan mengembangkan strategi pemasaran yang tepat, kita harus memahami apa yang mereka pikirkan atau kognitif dan mereka rasakan, apa yang mereka lakukan, dan apa serta di mana yang mempengaruhi serta dipengaruhi oleh apa yang dipikirkan, dirasa dan dilakukan oleh konsumen. Afeksi dan kognisi mengacu kepada dua tipe tanggapan internal psikologis yang dimiliki konsumen terhadap rangsangan lingkungan dan kejadian yang berlangsung. Dalam bahasa yang lebih sederhana, afeksi melibatkan perasaan, sementara kognisi melibatkan pemikiran. Tanggapan-tanggapan afektif beragam dalam penilaian positif atau negatif, menyenangkan atau tidak menyenangkan dan dalam intensitas atau tingkat pergerakan badan. Kognisi mengacu pada proses mental dan struktur pengetahuan yang 26 dilibatkan dalam tanggapan seseorang terhadap lingkungannya. Perilaku mengacu pada tindakan nyata konsumen yang dapat diobservasi secara langsung. Lingkungan mengacu pada rangsangan fisik dan sosial yang kompleks di dunia eksternal konsumen. Ketiga, hal tersebut membuat pertukaran-pertukaran. Ini berarti membuat definisi perilaku konsumen tetap konsisten dengan definisi pemasaran yang sejauh ini juga menekankan pertukaran. 2.3.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi Prilaku Konsumen Menurut Kotler (2006, p.129) terdapat beberapa faktor prilaku konsumen yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan konsumen yaitu faktor cultural, social, personal dan psychological. Faktor Sosial a. Group Sikap dan perilaku seseorang dipengaruhi oleh banyak grup-grup kecil. Kelompok dimana orang tersebut berada yang mempunyai pengaruh langsung disebut membership group. Membership group terdiri dari dua, meliputi primary groups (keluarga, teman, tetangga, dan rekan kerja) dan secondary groups yang lebih formal dan memiliki interaksi rutin yang sedikit (kelompok keagamaan, perkumpulan profesional dan serikat dagang). (Kotler, Bowen, Makens, 2003, pp.203-204). b. Family Influence Keluarga memberikan pengaruh yang besar dalam perilaku pembelian. Para pelaku pasar telah memeriksa peran dan pengaruh suami, istri, dan anak dalam pembelian produk dan servis yang berbeda. Anak-anak sebagai contoh, memberikan pengaruh yang besar dalam keputusan yang melibatkan restoran fast food. (Kotler, Bowen, Makens, 2003, p.204). c. Roles and Status Seseorang memiliki beberapa kelompok seperti keluarga, perkumpulan-perkumpulan, organisasi. Sebuah, role terdiri dari aktifitas yang diharapkanpada seseorang untuk dilakukan sesuai denga orang-orang 27 disekitarnya. Tiap peran membawa sebuah status yang mereflaksikan penghargaan umum yang diberikan oleh masyarakat (Kotler, Armstrong, 2006,p.135). Faktor personal a. Economic Situation keadaan ekonomi seseorang mempengaruhi pilihan produk, contohnya rolex diposisikan konsumen kelas atas, sedangkan Timex dimaksudkan untuk konsumen menengah. Situasi ekonomi seseorang amat sangat mempengaruhi pemilihan produk dan keputusan pembelian pada suatu produk tertentu. (Kotler, Armstrong, 2006,p.137). b. Lifestyle Pola kehidupan seseorang yang diekspresikan dalam aktivitas, ketertarikan, dan opini orang tersebut. Orang-orang yang datang dari kebudayaan, kelas sosial, dan pekerjaan yang sama mungkin saja mempunyai gaya hidup yang berbeda (Kotler, Amstrong, 2006, p.138) c. Personality and Self Concept Persoanlity adalah karakteristik unik dari psikologi yang memimpin kepada kestabilan terhadap lingkungan orang itu sendiri, contohnya orang yang percaya diri dominan suka brsosialisasi, otonomi, difensif , mudah beradaptasi, agresif (Kotler, Amstrong, 2006, p.140) d. Age and Life Cycle Stage Orang-orang merubah barang dan jasa yang dibeli seiring dengan siklus kehidupannya. Rasa makanan, baju-baju, perabot, dan rekreasi seringkali berhubungan dengan umur, membeli juga dibentuk oleh family life cycle. Faktor-faktor penting yang berhubungan dengan umur sering diperhatikan oleh para pelaku pasar. Ini mungkin dikarenakan oleh perbedaan yang besar dalam umur antara orang-orang yang menentukan strategi marketing dan orang-orang yang membeli produk atau servis. (Kotler, Bowen, Makens, 2003, pp.205-206). 28 e. Occupation Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang dibeli. Contohnya, pekerja konstruksi sering membeli makan siang dari catering yang datang ke tempat kerja. Bisnis eksekutif, membeli makan siang dari full service restoran, sedangkan pekerja kantor membawa makan siangnya dari rumah atau membeli dari restoran cepat saji terdekat (Kotler, Bowen, Makens, 2003, p. 207). Faktor Psychological a. Motivation Kebutuhan yang mendesak untuk mengarahkan seseorang untuk mencari kepuasan dari kebutuhan. Berdasarkan teori Maslow, seseorang dikendalikan oleh suatu kebutuhan pada suatu waktu. Kebutuhan manusia diatur menurut sebuah hierarki, dari yang paling mendesak sampai paling tidak mendesak (kebutuhan psikologikal, keamanan, sosial, harga diri, pengaktualisasian diri). Ketika kebutuhan yang paling mendesak itu sudah terpuaskan, kebutuhan tersebut berhenti menjadi motivator, dan orang tersebut akan kemudian mencoba untuk memuaskan kebutuhan paling penting berikutnya (Kotler, Bowen, Makens, 2003, p.214). b. Perceptions persepsi adalah proses dimana seseorang memilih, mengorganisasi, dan menerjemahkan informasi untuk membentuk sebuah gambaran yang berarti dari dunia. Orang dapat membentuk berbagai macam persepsi yang berbeda dari rangsangan yang sama. (Kotler, Bowen, Makens, 2003, p.215) c. Learning Pembelajaran adalah suatu proses, yang selalu berkembang dan berubah sebagai hasil dari informasi terbaru yang diterima (mungkin didapatkan dari membaca, diskusi, observasi, berpikir) atau dari pengalaman sesungguhnya, baik informasi terbaru yang diterima maupun pengalaman pribadi bertindak sebagai feedback bagi individu dan menyediakan dasar bagi perilaku masa depan dalam situasi yang sama (Schiffman, Kanuk, 2004, p.207). 29 d. Beliefs and attitude Beliefes adalah pemikiran daskriptif bahwa seseorang mempercayai sesuatu. Beliefs dapat didasari padapengetahuan asli, opini, dan iman (Kotler, Amstrong, 2006, p.144). sedangkan attitude adalah evaluasi, perasaan suka atau tidak suka, dan kecenderungan yang relatif konsisten dari seorang pada sebuah obyek atau ide (Kotler, Amstrong, 2006, p.145) Faktor Cultural Nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan, dan perilaku yang dipelajari seseorang melalui keluarga dan lembaga penting lainnya (Kotler, Amstrong, 2006, p.129). Penentu paling dasar dari keinginan dan perilaku seseorang. Culture, mengkompromikan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan, dan perilaku yang dipelajari seseorang secara terus-menerus dalam sebuah lingkungan. (Kotler, Bowen, Makens, 2003, pp.201-202). a. Subculture sekelompok orang yang berbagi sistem nilai berdasarkan pengalaman hidup dan keadaan seperti kebangsaan, agama, dan daerah (Kotler, Amstrong, 2006, p.130). meskipun konsumen pada suatu negara mempunyai kesamaan nilai, sikap, dan prilakunya seringkali berbeda secara dramatis. (Kotler, Bowen, Makens, 2003, pp.201-202). b. Social Class Pengelompokkan individu berdasarkan kesamaan nilai, minat, dan perilaku. Kelompok sosial tidak hanya ditentukan oleh satu faktor saja misalnya pendapatan, tetapi ditentukan juga oleh pekerjaan, pendidikan, kekayaan, dan lainnya (Kotler, Amstrong, 2006, p.132). Dari penjelasan mengenai prilaku konsumen diatas, terdapat bahwa prilaku konsumen dibagi menjadi 2 yaitu kognitif dan afektif serta beberapa faktor internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi prilaku konsumen. Yang nantinya akan berpengaruh juga pada prilaku pembelian dari konsumen. berikut pengertian tentang prilaku pembelian konsumen. 30 2.3.2 Consumer Purchase Behavior Berdasarkan jurnal Sustainable consumption: green consumer behaviour when purchasing products menunjukkan bahwa cara paling jelas untuk memahami konsumerisme hijau dengan melihat perilaku konsumsi masing-masing individu sebagai serangkaian keputusan pembelian. Keputusan ini mungkin saling berkaitan dan didukung oleh nilai-nilai bersama atau mereka mungkin tidak berhubungan dan situasional. Melihat konsumsi yang berkelanjutan dengan cara ini menyebabkan fokus mikro pada pembelian individu. Setiap kali seseorang membuat keputusan untuk membeli produk atau jasa terdapat sedikit atau banyak kontribusi untuk melakukan pembelian berkelanjutan. Setiap pembelian memiliki etika, sumber daya, limbah dan dampak implikasi masyarakat. Ketika individu mempertimbangkan untuk melakukan pembelian berkelanjutan, mereka terlibat dengan proses pengambilan keputusan yang semakin kompleks. Sekarang ini pengambilan keputusan pada solusi lingkungan atau etika sering mengakibatkan trade-off antara isu-isu yang saling bertentangan dan hasilnya dalam "kompleksitas motivasi dan praktis konsumsi hijau" (Moisander 2007 p. 404). Anderson dan Mittal (2000) telah menetapkan pendekatan yang paling umum digunakan untuk memprediksi perilaku pelanggan dalam konteks hubungan pelanggan-perusahaan sebagai Kepuasan Profit Chain. Ini adalah rantai variabel yang mempengaruhi satu sama lain, dimulai dengan kepuasan produk atau layanan, lebih dari keseluruhan kepuasan atau hubungan, dengan pengaruh tambahan dari komitmen dan kepercayaan, niat ke pembelian atau loyalitas dan akhirnya perilaku dan keuntungan (Reichheld, 1996). Operasionalisasi dari blok bangunan rantai ini sering membingungkan. Berdasarkan jurnal Relationship Quality and the Theory of Planned Behavior Models of Behavioral Intentions and Purchase Behavior Teori Planned Behavior (Ajzen, 1991; Ajzen, 2002). menyatakan tiga faktor penentu konseptual independen niat: sikap terhadap perilaku, norma subyektif, dan persepsi pengendalian perilaku (Ajzen, 1991; Ajzen, 2002; Armitage dan 31 Conner, 2001; Ouellette dan Wood, 1998). Kepentingan relatif dari masingmasing yg bervariasi perilaku dan situasi. Penelitian akademik ke dalam proses pembelian produk hijau atau berkelanjutan telah meningkat selama beberapa tahun terakhir. Harrison et al (2005) telah menghasilkan tipologi praktek etis konsumen sesuai dengan bagaimana konsumen yang berkaitan, atau dengan mencoba untuk mempengaruhi produk atau penjual. Ini berguna untuk menganalisis pembelian etis konsumen. 2.3.3 Dimensi Consumer Purchase Behavior Berdasarkan jurnal yang berjudul IMPACT OF INFORMATION TECHNOLOGY (IT) ON CONSUMER PURCHASE BEHAVIOR dikatakan bahwa dimensi dari Consumer Purchase Behavior sebagai berikut : 1. Consumer Satisfaction Semakin tingginya tingkat persaingan akan menyebabkan pelanggan menghadapi lebih banyak alternatif produk, harga dan kualitas yang bervariasi, sehingga pelanggan akan mencari nilai yang dianggap paling tinggi dari beberapa produk (Kotler,2005). Semakin banyaknya perusahaan yang melakukan Green Marketing, maka semakin kompleks persaingan untuk memenuhi kepuasan pelanggan baik dari segi produk atau kemasannya yang Biodegradable atau Recyclable. Maupun Image-nya sebagai perusahaan yang telah menerapkan Green Marketing. 2. Save Cost Saat ini konsumen berpendapat bahwa bantuan teknologi informasi dalam mengurangi biaya dan menciptakan kesadaran terhadap produk-produk terbaru. Mereka merasa bahwa pentingnya melakukan pembelian ramah lingkungan secara tidak langsung dapat menghemat dalam melakukan pembelian. Karena produk recycle relatif lebih murah dibanding produk baru. 3. Effective Buying Decision 32 Faktor penting lain dalam mendukung Brand Image adalah keputusan membeli yang efektif dalam hal meningkatkan kepercayaan di antara pelanggan, memfasilitasi pelanggan dalam pengambilan keputusan mereka, mendorong pelanggan untuk membeli produk baru, dll Dengan demikian baik bagi perusahaan juga untuk mendapatkan Image yang baik dari pelanggan. 4. Reasonable Price Sikap konsumen terhadap pembelian didorong oleh harga yang wajar. Konsumen dapat membuat perbandingan harga dari berbagai produk yang ditawarkan oleh perusahaan dan dapat memutuskan untuk membeli produk yang memiliki harga yang wajar. Dengan memaksimalkan kualitas produk dan keunikan dari produk itu sendiri, kini menjadi tantangan untuk setiap perusahaan menjual produknya dengan harga yang wajar. Produk – produk Recycle juga sekarang banyak yang dijual dengan harga yang tidak wajar, karena alasan tingkat kesulitan dari pemembuat produk terebut. 5. Ease of Use Dalam membuat suatu produk, faktor yang paling utama yaitu seberapa besar produk tersebut dapat meringankan atau berguna bagi si konsumen atau pembeli. Konsumen biasanya menanyakan manfaat atau kegunaan dari produk yang ingin dibelinya. Dan dampaknya bagi lingkungan sekitarnya. 2.4 Hubungan antara Variabel Dijelaskan hubungan antar variable sebagai berikut : 2.4.1 Hubungan antara Green Marketing dan Brand Image Dalam jurnal yang berjudul Perception of green brand in an emerging innovative market (27 May 2014) menjelaskan bahwa kegiatan pemasaran hijau akan berdampak positif pada ekuitas merek tidak berwujud perusahaan ([12] Chen, 2009). Membangun merek yang kuat selalu menjadi tujuan utama, karena memberikan banyak manfaat seperti; margin yang lebih besar, kesempatan yang lebih besar untuk perpanjangan dan mempertahankan posisi yang kuat terhadap pesaing ([16] Delgado-Ballester dan Munuera-Aleman, 2005). 33 Finisterra et al. (2009) berusaha untuk mengatur beberapa dasar untuk mengsegmentasikan konsumen hijau, kriteria yang diteliti adalah konsumen, psikografis, perilaku dan demografi. Psikografis konsumen berarti kegiatan, minat dan pendapat konsumen, sementara segmentasi sesuai dengan perilaku bergantung pada pengetahuan dan sikap konsumen. Para peneliti akan fokus pada faktor-faktor demografis untuk dasar penelitian ini, karena ada dukungan yang kuat dari literatur ke hubungan yang signifikan antara faktor-faktor demografi dan preferensi merek hijau. Misalnya, [60] Zimmer et al. (1994) menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan dan negatif antara usia dan preferensi merek hijau sementara [51] Roberts (1996) dan [54] Samdahl dan Robertson (1989) menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan dan positif. Beberapa peneliti menyatakan bahwa jenis kelamin dari konsumen mempengaruhi perilaku lingkungan mereka karena peran dan keterampilan yang ditanggung oleh masing-masing. 2.4.2 Hubungan antara Brand Image dan Consumer Purchase Behavior Dalam jurnal yang berjudul The Image of Health Food Brands, Experience Recognition and the Purchase Behavior of Middle Aged and Older People. (Fernandez-Sabiote dan Roman 2012) menunjukkan bahwa pengenalan citra merek dapat memungkinkan konsumen untuk memiliki respon unggul dan persepsi produk dan jasa, sehingga meningkatkan pengalaman kesadaran dan kepuasan mereka. Meningkatkan pengalaman konsumen juga dapat memupuk hubungan antara konsumen dan merek dan 'pendapat dan kepuasan dari merek yang pengaruh lebih lanjut konsumen peningkatan konsumen perilaku konsumsi (Park and John, 2012). (Wang dan Tzeng 2012) menunjukkan bahwa konsumen lebih mempertimbangkan merek saat membeli produk, karena merek mempengaruhi kualitas produk dan layanan konsumen mengenali. Oleh karena itu, membangun nilai merek dan pengalaman nilai sangat penting. 2.4.3 Hubungan antara Brand Image dan Consumer Purchase Behavior Dalam jurnal yang berjudul The Image of Health Food Brands, Experience Recognition and the Purchase Behavior of Middle Aged and Older People. (Fernandez-Sabiote dan Roman 2012) menunjukkan bahwa 34 pengenalan citra merek dapat memungkinkan konsumen untuk memiliki respon unggul dan persepsi produk dan jasa, sehingga meningkatkan pengalaman kesadaran dan kepuasan mereka. Meningkatkan pengalaman konsumen juga dapat memupuk hubungan antara konsumen dan merek dan 'pendapat dan kepuasan dari merek yang pengaruh lebih lanjut konsumen peningkatan konsumen perilaku konsumsi (Park and John, 2012). (Wang dan Tzeng 2012) menunjukkan bahwa konsumen lebih mempertimbangkan merek saat membeli produk, karena merek mempengaruhi kualitas produk dan layanan konsumen mengenali. Oleh karena itu, membangun nilai merek dan pengalaman nilai sangat penting. 2.5 Hipotesis 1. H1 = Green marketing berpengaruh terhadap Brand Image 2. H2 = Green marketing berpengaruh terhadap consumer purchase behavior 3. H3 = Brand Image berpengaruh terhadap consumer purchase behavior 4. H4 =Green Marketing berpengaruh terhadap Brand Image dan dampaknya pada Consumer Purchase Behavior 35 2.6 Kerangka Pemikiran H4 Green Marketing ( X) : • • • Environmental Advertisment Perception of Eco-lable Perception of Eco-Brand Brand Image( Y ): H1 • • • • • • Brand Association Product Attributes Intangibles Customer Benefits Lifestyles or Personality Product Class Consumer Purchase Behavior ( Z ) : • H3 • • • • Consumer Satisfaction Save Cost Effective Buying Decision Reasonable Price Ease Of Use H2 Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran 2.7 Green Packaging Kemasan Ramah Lingkungan atau biasa disebut dengan sustainable packaging, merupakan pembungkus luar untuk suatu produk yang desain dan materialnya tidak memberikan dampak negatif yang besar kepada lingkungan sekitarnya, kemasan yang biasanya berdampak buruk bagi lingkungan adalah plastik. Plastik yang tidak ramah lingkungan yang umum digunakan selama ini adalah jenis plastik non-biodegradable atau plastik yang secara biologis tidak dapat terurai. Namun sekarang pengembangan kemasan ramah lingkungan tertuju pada plastik biodegradable yang kini telah diadaptasi kegunaannya dikalangan produsen plastik, karena memberikan alternatif serta solusi untuk permasalahan limbah di lingkungan dan juga pemanasan global yang terjadi sekarang ini. Kemasan ramah lingkungan atau plastik biodegradable adalah sebuah teknologi yang canggih dalam perkembangan industri plastik di dunia. Plastik 36 biodegradable dapat dibuat dari polimer alami atau biasa disebut dengan Polylactic Acid (PLA). Polylactic Acid (PLA) diproduksi melalui proses fermentasi gula atau starch oleh Lactobacillus menjadi lactic acid yang selanjutnya dipolimerisasi dengan bantuan panas dan katalis logam menjadi PLA. Polylactic Acid itu sendiri memiliki sifat tahan panas & kuat, serta merupakan polimer yang elastik.