HUKUM EKONOMI ISLAM (KONSEP, REGULASI, DAN IMPLEMENTASI) Oleh: Khotibul Umam Pendahuluan • Perkembangan ekonomi Islam atau yang lazim dikenal dengan ekonomi syariah di Indonesia berlangsung dengan begitu pesat. • Konteks ke-Indonesiaan muncul peraturan perundang-undangan yang mengatur ES. • Hal demikian pada hakikatnya sejalan dengan Pasal 29 UUD 1945. • Realitas empiris menunjukkan bahwa lembaga keuangan, khususnya bank berdasarkan prinsip syariah lebih tahan terhadap krisis dan masuk dalam kategori sehat. • Bagaimana konsep, regulasi, dan implementasi Hukum Ekonomi Islam di Indonesia? KONSEP HUKUM EKONOMI ISLAM • Inti hukum ekonomi Islam adalah terdapatnya larangan terhadap praktik bisnis yang di dalamnya mengandung unsur perjudian (maysir), unsur ketidakpastian (gharar), unsur riba, unsur suap-menyuap (ryswah), dan unsur bathil. • Dalam Islam terdapat akad-akad tradisional Islam sebagai jalan keluar. • Prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud dalam konteks Indonesia telah dituangkan dalam Fatwa DSN-MUI. • Substansi Fatwa DSN-MUI (Materi Muatan Per-UU-an di bidang ES), a.l: UU, PBI, SK Bapepam LK. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG EKONOMI ISLAM • Pasal 29 UUD 1945. • Melalui Pasal 29 UUD 1945 ini negara pada hakikatnya mengakui berlakunya hukum Agama bagi pemeluknya masing-masing. • Tafsiran Hazairin yang menyatakan bahwa Negara wajib menjalankan syariat agama yang dipeluk oleh Bangsa Indonesia, bagi kepentingan mereka, termasuk menjalankan syariat Islam bagi kepentingan orang Islam. Peraturan Perundang-undangan di bidang Lembaga Keuangan Bank 1. Undang-Undang: UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. 2. UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 3. Peraturan Bank Indonesia (PBI). Peraturan Perundang-undangan di bidang Lembaga Keuangan Non-Bank 1. Asuransi: UU No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, PP No. 39 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas PP No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian 2. Pegadaian Syariah (Rahn): Fatwa DSN-MUI Nomor: 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn dan Fatwa DSN-MUI Nomor: 26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn Emas. 3. 4. Dana Pensiun Syariah: Belum ada pengaturan yang spesifik. Reksa Dana Syariah dan Pasar Modal Syariah: UU No. 8 Tahun 1995 dan Keputusan Bapepam-LK a. SK Bapepam-LK Kep-181/BL/2009 – Peraturan No.IX.A.13 ttg Penerbitan Efek Syariah b. SK Bapepam-LK Kep-131/BL/2006 – Peraturan No. IX.A.14 ttg Akad2 yg digunakan dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal c. SK Bapepam-LK KEP-180/BL/2009 – Peraturan No. II.K.1 ttg Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah Peraturan Perundang-undangan di bidang Lembaga Pembiayaan dan Perusahaan Pembiayaan 1. 2. 3. 4. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan. Peraturan Ketua Bapepam dan LK Nomor Per-03/BL/2007 tentang Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah. Peraturan Ketua Bapepam dan LK Nomor Nomor Per04/BL/2007 tentang Akad-Akad Yang Digunakan Dalam Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah. Perbankan Syariah dalam Sistem Hukum Perbankan Nasional 1. Tahap Pengenalan (Introduction) Era UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan 2. Tahap Pengakuan (Recognition) Era UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan 3. Tahap Pemurnian (Purification) Era UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Fungsi Bank Syariah 1) Bank Syariah dan UUS wajib menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. 2) Bank Syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat. 3) Bank Syariah dan UUS dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif). Lihat: Pasal 4 UU No. 21 Tahun 2008 Aspek Kelembagaan Perbankan Syariah di Indonesia 1. Bank Umum Syariah, Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 2. Unit Usaha Syariah (UUS), adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah. 3. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Mekanisme Pementukan Bank Syariah Alternatif • Akuisisi dan Konversi Bank Konvensional menjadi Bank Syariah • Pemisahan (Spin-off) UUS 1. Pemisahan dengan pendirian BUS 2. Pemisahan dengan mengalihkan aktiva dan pasiva kepada BUS yang sudah ada. Statistik Bank Indonesia Per Oktober 2014 1. Jaringan Kantor (Networking) Perbankan Syariah di Indonesia terdiri dari 11 Bank Umum Syariah, 23 Unit Usaha Syariah, dan 152 Bank Pembiayaan Syariah. Termasuk Bank Umum Syariah, yakni: PT. Bank Syariah Muamalat, PT. Bank Syariah Mandiri, PT. Bank Syariah Mega Indonesia, PT. Bank Syariah BRI, PT. Bank Syariah Bukopin, PT. Bank Panin Syariah, PT. Bank Victoria Syariah, PT. BCA Syariah, PT. Bank Jabar dan Banten Syariah, PT. Bank Syariah BNI, dan PT. Maybank Indonesia Syariah dan PT BTPN Syariah 2. Kecuali PT. Bank Muamalat Indonesia, pembentukan bank umum dimaksud dilakukan melalui mekanisme akuisisi dan konversi. Kegiatan Usaha dan Produk Perbankan Syariah 1. Bank Umum Syariah (Pasal 19 ayat (1) dan 20 UU Perbankan Syariah). 2. Unit Usaha Syariah (Pasal 19 ayat (2) UU Perbankan Syariah). 3. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (Pasal 21 UU Perbankan Syariah) Ketentuan Teknis: PBI No. 9/19/PBI/2007 Jo PBI No. 10/16/PBI/2008, dan SEBI No. 10/14/DPbS Jakarta, 17 Maret 2008 Implementasi Prinsip Syariah dalam Produk Perbankan • Produk Bank, yang selanjutnya disebut Produk, adalah produk yang dikeluarkan Bank baik di sisi penghimpunan dana maupun penyaluran dana serta pelayanan jasa Bank yang sesuai dengan Prinsip Syariah, tidak termasuk produk lembaga keuangan bukan Bank yang dipasarkan oleh Bank sebagai agen pemasaran (Lihat Pasal 1 angka 5 PBI No. 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah) ……Lanjutan • Produk perbankan syariah dapat kita klasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu: (1) produk penghimpunan dana; (2) produk penyaluran dana; dan (3) produk di bidang jasa. • Lebih lanjut baca: PBI No. 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah. Produk Penghimpunan Dana 1. Giro: Produk giro dapat menggunakan akad wadiah maupun akad mudharabah. 2. Deposito: Produk deposito karena memang ditujukan sebagai sarana investasi, maka dalam praktik perbankan syariah hanya digunakan akad mudharabah. 3. Tabungan: Dalam produk tabungan ini nasabah dapat memilih untuk menggunakan akad wadiah atau mudharabah. Produk Penyaluran Dana 1. Pembiayaan berdasarkan akad jual beli: Jenis pembiayaan berdasarkan akad jual beli ini dibedakan menjadi tiga macam, yaitu pembiayaan murabahah, pembiayaan salam, dan pembiayaan istishna 2. Pembiayaan berdasarkan akad sewa-menyewa: Pembiayaan Ijarah (sewa murni) dan IMBT (sewa dengan opsi kepemilikan di akhir masa sewa) ……Lanjutan 3. Pembiayaan berdasarkan akad bagi hasil: Dalam praktik perbankan dikenal dua macam pembiayaan yang didasarkan pada akad bagi hasil, yaitu pembiayaan mudharabah dan pembiayaan musyarakah. 4. Pembiayaan berdasarkan akad pinjammeminjam: Pembiayaan berdasarkan akan pinjam-meminjam dibedakan menjadi dua yaitu pembiayaan qardh dan pembiayaan qardh al hasan. Eksistensi Jaminan Dalam produk penyaluran dana bank syariah berupa pembiayaan berlaku prinsip bahwa semua bentuk pembiayaan dapat dimintakan jaminan oleh bank, kecuali pembiayaan mudharabah. Pada praktik perbankan syariah di Indonesia, jaminan (collateral) atas pembiayaan mudharabah bisa dipastikan merupakan suatu keniscayaan. Argumentasi hukum yang dapat diberikan adalah karena bank adalah lembaga keuangan yang harus menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian (prudential principle). Produk Jasa Produk ini dikatakan sebagai produk yang berbasis pada fee sebagai kompensasi yang harus diberikan nasabah kepada bank atas penggunaan jasa perbankan tertentu. Akad-akad tradisional Islam yang dapat diimplementasikan dalam produk jasa bank syariah antara lain berupa akad wakalah, akad hiwalah, akad kafalah, akan rahn, akad sharf, dan sebagainya. Penggunaan akad wakalah dalam produk jasa perbankan berupa kliring, inkaso, jasa transfer, dan Letter of Credit (L/C), kemudian akad hiwalah dipakai oleh bank dalam melakukan jasa berupa factoring, dan akad kafalah dipakai oleh bank dalam bentuk fasilitas bank garansi Bagan Kegiatan Usaha BS Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah 1. Penyelesaian Internal melalui jalur musyawarah 2. Penyelesaian melalui perantara pihak ketiga (non litigasi) a. Lembaga Pengaduan Nasabah b. Mediasi 3. Penyelesaian sengketa melalui litigasi: a. Arbitrase (UU No. 30/1999) b. Peradilan Agama (UU No. 3/2006) Penyelesaian Sengketa (Pasal 55 UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah) 1. Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama. 2. Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi Akad. 3. Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh bertentangan dengan Prinsip Syariah. Penjelasan Pasal 55 ayat (2) Yang dimaksud dengan “penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi Akad” adalah upaya sebagai berikut: a. musyawarah; b. mediasi perbankan; c. melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) atau lembaga arbitrase lain; dan/atau d. melalui pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum. Tahapan dalam LKBB dan Lembaga Pembiayaan • Baru sampai pada tahap pengakuan, yakni secara hukum dan kelembagaan masih menyatu dengan sistem konvensional. • Bagaimana dengan BMT???