1. a. Jelaskan bagaimana hubungan bentuk religi, kepercayaan dengan budaya ataupun adat yang ada di masyarakat desa? Jawab : Budaya maupun sikap bisa mempengaruhi tindakan manusia baik secara langsung, maupun melalui pola-pola cara berpikir. Dengan demikian, sebagai suatu sistem tata kelakuan yang abstrak, dalam kenyataan suatu sistem nilai budaya itu terperinci lagi ke dalam apa yang disebut norma-norma dan norma-norma inilah yang merupakan tata kelakuan dan pedoman yang sesungguhnya untuk sebagian besar tindakan-tindakan manusia dalam masyarakat. Bentuk yang nyata dari norma-norma itu bermacam-macam; ada yang berbentuk undangundang, peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, aturan-aturan adat, aturan-aturan sopan santun pergaulan, kepercayaan, agama dan sebagainya, masing-masing dengan fungsi-fungsinya sendiri guna mengatur kehidupan kemasyarakatan yang kompleks itu. Sistem nilai budaya Norma-norma Sikap Pola-pola cara berpikir Pola-pola tindakan b. Jelaskan latar belakang upacara nadran, tujuannya, permasalahan yang dihadapi dan solusinya! Jawaban : Latar belakang upacara nadran sebenarnya merupakan suatu tradisi hasil akulturasi budaya Islam dan Hindu yang diwariskan sejak ratusan tahun secara turun-temurun. Kata nadran sendiri, menurut sebagian nelayan Cirebon, berasal dari kata nazar yang mempunyai makna dalam agama Islam: pemenuhan janji. Adapun inti upacara nadran adalah mempersembahkan sesajen (yang merupakan ritual dalam agama Hindu untuk menghormati roh leluhurnya) kepada penguasa laut agar diberi limpahan hasil laut, dan merupakan ritual tolak bala (keselamatan). Nadran atau labuh saji dapat juga diartikan sebagai sebuah upacara pesta laut masyarakat nelayan sebagai perwujudan ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rezeki yang diberikan-Nya lewat hasil laut yang selama ini didapat. Selain itu, dalam upacara nadran juga dilakukan permohonan agar diberi keselamatan dalam melaut, serta tangkapan hasil laut mereka berlimpah di tahun mendatang. Masalah yang dihadapi adalah Nadran atau pesta laut tidak hanya menjadi milik masyarakat nelayan di Kota Cirebon. Hampir seluruh masyarakat pesisir juga memiliki tradisi pesta laut dengan berbagai kekhasan sendiri. Pesta laut telah menjadi identitas budaya masyarakat pesisir di seluruh Jawa Barat, bahkan di seluruh Nusantara. Beberapa daerah di Jawa Barat yang masih memelihara tradisi pesta laut selain Cirebon adalah Kabupaten Indramayu, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang, Kabupaten Sukabumi (Palabuhanratu), dan Kabupaten Ciamis (Pangandaran), yang pada umumnya menggelar upacara pesta laut/sedekah laut pada bulan Sura/Muharam. Dengan nama yang berbeda upacara semacam ini di berbagai daerah pesisir diselenggarakan sehingga menyulitkan pemerintah daerah Cirebon untuk menjadikan upacara ini sebagai ciri khas dari Cirebon. Solusinya adalah setiap daerah tentunya sadar bahwa menggairahkan potensi wisata pesisir akan berdampak pada peningkatan kondisi sosial ekonomi masyarakat pesisir. Saat ini tingkat ekonomi masyarakat pesisir pada umumnya masih rendah. Namun, masyarakat pada umumnya enggan beralih ke profesi lain karena mereka menganggap profesi nelayan sebagai amanat yang dititipkan secara turun-temurun dari pendahulu mereka. Menjadi tugas pemerintah daerah untuk mengoptimalkan pemanfaatan pesisir untuk kepentingan pariwisata dan wahana/tempat pemasaran produk olahan hasil laut, serta arahan pengembangan pesisir menjadi kawasan wisata yang jelas, seperti menjadikan nadran sebagai event pariwisata yang terus berkelanjutan. 2. a. Jelaskan pola-pola hubungan sosial kemasyarakatan dan organisasi kemasyarakatan dalam masyarakat pedesaan! Jawab: Masyarakat pedesaan di Indonesia pada umumnya dengan kondisi agraris dan pola-pola hidupnya masih sangat tergantung pada alam, tentunya memiliki struktur sosial yang dapat dipetakan setidaknya dalam 3 struktur utama, sebagaimana pandangan Hoult (1977), yakni: 1. Struktur masyarakat komunal, adalah kesatuan masyarakat yang relatif kecil dan homogen serta ditandai oleh pembagian kerja yang minimal, hubungan sosialnya masih primer, dan terikat kuat oleh tradisi. Struktur masyarakat komunal pola hubungan sosial lebih bercorakkan atas dasar ikatan ketetanggaan, kekerabatan dan keagamaan, ketimbang corak dalam struktur pasar. 2. Stuktur agraris, yang mempolakan hubungan sosial dalam sistem pertanian, teruatama berkenaan dengan produksi padi, sayuran, buah-buahan, dan tanaman perkebunan. Struktur ini lebih bercorakkan struktur pasar daripada stuktur organisasi. 3. Struktur otoritas desa, memiliki pola hubungan sosial dalam sistem pemerintahan desa, sehingga lebih bercorak struktur organisasi daripada struktur pasar. Struktur ini memiliki pengaruh yang kuat baik untuk struktur komunal seperti dalam kemampuan pengerahan sumber daya manusia dan pembagian kerja, maupun terhadap struktur agraris seperti dalam pengalihan penguasaan atas tanah dan sistem produksi pertanian. Masyarakat pedesaan masih menjunjung tinggi sifat gotong royong dalam membantu memenuhi kebutuhan mereka. Berdasarkan kebutuhankebutuhan masyarakat di pedesaan biasanya organisasi kemasyarakatan itu terbentuk, misalnya organisasi untuk pengembangan perekonomian desa seperti kredit usaha rakyat kecil (KURK), badan kredit kecamatan (BKK), lembaga perkreditan kecamatan (LPK), lembaga perkreditan desa (LPD), lumbung pitih nagari (LPN). b. Buat kaji banding pola-pola hubungan organisasi kemasyarakatan dan hubungan sosial kemasyarakatan masyarakat desa dengan masyarakat kota ! Jawab: Hubungan sosial kemasyarakatan masyarakat pedesaan bersifat gotong royong dan biasanya antara satu individu dengan individu yang lainnya saling mengenal sifat kekeluargaan pun masih sangat kental di dalam pergaulan masyarakat sehari-hari. Sedangkan pada masyarakat kota lebih bersifat individualistis, masyarakat biasanya disibukkan dengan kegiatannya nya masing-masing sehingga kurang bersosialisasi dengan masyarakat yang lainnya. Di pedesaan organisasi kemasyarakatan biasanya dibentuk berdasarkan kebutuhan masyarakat desa itu, biasanya berhubungan dengan pertanian dan sektor perekonomian lainnya. Di perkotaan organisasi kemasyarakatan bersifat luas dan sudah memiliki orientasi yang lebih maju seperti di bidang perpolitikan. 3. Jelaskan dan berikan contoh perubahan yang terjadi dalam masyarakat Baduy luar dan Baduy dalam akibat pengaruh masuknya kebudayaan masyarakat global (globalisasi) ? Bagaimana pengaruh dan perubahan tersebut? Lampirkan bukti-buktinya! Jawab : Masyarakat Baduy juga merupakan salah satu kelompok masyarakat yang khas dan unik, serta masih memegang teguh adat dan istiadat leluhur, sehingga menjadi daya tarik tersendiri untuk pariwisata. Masyarakat Baduy dijadikan objek kajian karena masyarakat ini masih menjalani cara hidup sederhana dan “asli” serta kokoh mempertahankan adat dan tradisi mereka. Oleh karena itu, segala aturan dan tradisi masyarakat Baduy dari dahulu hingga sekarang relatif tidak mengalami perubahan. Di samping itu, pengkajian lebih banyak dilakukan mengenai kearifan kebudayaan dari masyarakat Baduy mengingat lokasi masyarakat Baduy sudah ”dikepung” oleh modernisasi. Sementara itu, di luar batas wilayah Baduy, banyak terdapat lokasi penting dan modern, seperti kawasan perkebunan, industri, pertambangan, dan wisata. Cepat atau lambat, karena keadaan ini, masyarakat Baduy akan mengalami perubahan yang justru akan menghancurkan akar kebudayaan Baduy. Kebudayaan masyarakat Baduy merupakan kebudayaan yang harus dipertahankan sampai kapan pun, karena kebudayaan masyarakat ini sangat menarik dan memiliki keunikan untuk dijadikan sebagai objek penelitian. Salah satu keunikan yang dimiliki oleh masyarakat Baduy adalah mengenai cara hidup masyarakat Baduy yang masih sangat bergantung pada alam, khusunya masyarakat Baduy dalam. Masyarakat Baduy masih menggunakan bahan-bahan yang terdapat di alam untuk dijadikan sebagai peralatan hidup mereka. Banyak sekali peraturan yang diterapkan oleh masyarakat Baduy mengingat mereka masih memegang teguh adat dan tradisi mereka. Selain itu alat moderen mulai memasuki wilayah Baduy luar seperti telepon genggam, dan mesin Tik yang digunakan untuk kepentingan aparat desa. Mesin Ketik di Baduy luar 4. Buat kajian mengenai masyarakat tradisional Baduy luar dan masyarakat Baduy dalam dari: historisnya, 7 unsur kebudayaan, letak geografisnya, peta wilayahnya! Jawab : Historis : Menurut Blume, Komunitas Baduy berasal dari kerajaan Sunda Kuno, yaitu Pajajaran, yang bersembunyi ketika kerajaan ini runtuh pada awal abad ke-17 menyusul bergeloranya ajaran Islam dari Kerajaan Banten. Kisah yang hampir sama muncul dalam cerita rakyat di daerah Banten. Kisah tersebut menceritakan bahwa dalam suatu pertempuran, kerajaan Pajajaran tidak dapat membendung serangan Kerajaan Banten. Pucuk pimpinan Pajajaran saat itu, Prabu Pucuk Umun (keturunan Prabu Siliwangi), beserta punggawa yang setia berhasil lolos meninggalkan kerajaan dan masuk ke dalam hutan belantara. Akhirnya mereka tiba di daerah Baduy sekarang ini dan membuat pemukiman disana. Menurut Van Tricht, orang Baduy adalah penduduk asli daerah tersebut yang mempunyai daya tolak kuat terhadap pengaruh luar. Orang Baduy sendiri pun menolak jika dikatakan bahwa mereka berasal dari orangorang pelarian kerajaan Pajajaran. Menurut Danasasmita dan Djatisunda, orang Baduy merupakan penduduk setempat yang dijadikan mandala (kawasan suci) secara resmi oleh raja, karena penduduknya berkewajiban memelihara kabuyutan (tempat pemujaan leluhur atau nenek moyang), bukan agama Hindu atau Budha. Kabuyutan di daerah ini dikenal dengan kabuyutan Jati Sunda atau Sunda Asli atau Sunda Wiwitan ( wiwitan=asli, asal, pokok, jati). Oleh karena itulah agama asli mereka pun diberi nama Sunda Wiwitan. Raja yang menjadikan wilayah Baduy sebagai mandala adalah Rakeyan Darmasiksa, yaitu raja Sunda ke-13, keturunan Sri Jayabupati, generasi kelima. Sebutan orang Baduy atau urang Baduy pada awalnya bukan berasal dari mereka sendiri. Istilah Baduy diberikan oleh orang-orang di luar wilayah Baduy dan kemudian digunakan oleh laporan-laporan etnografi pertama susunan orang-orang Belanda. Dalam laporan orang Belanda tersebut, masyarakat itu disebut dengan badoe’i, badoei, atau badoewi, sehingga sebutan “baduy” kemudian lebih dikenal, bahkan pada tahun 1980, ketika Kartu Tanda Penduduk (KTP) diperkenalknan di daerah itu, hampir semua penduduk tidak menolak sebutan orang Baduy. Sebutan diri yang biasa mereka gunakan adalah urang Kanekes. Mereka biasa pula menyebut asal dan wilayah kampung mereka seperti urang Cibeo (nama salah satu kampung), urang Tangtu (Baduy Dalam), dan urang Panamping (Baduy Luar). Letak Geografis: Masyarakat Baduy berada pada wilayah bagian barat Pulau Jawa, pada daerah yang merupakan bagian dari Pegunungan Kendeng. Secara geografis, lokasi masyarakat Baduy ini terletak pada 602727-6030 Lintang Utara (LU) dan 108039 455 Bujur Timur (BT). Secara geologis wilayah Baduy terdiri atas tiga formasi. Pertama formasi Bojongmanik yang merupakan batuan dari masa miosen tengah hingga miosen akhir. Sebaran formasi ini dimulai dari Desa Bojongmanik hingga Desa Muncang, melewati wilayah Baduy sebelah utara. Kedua, formasi Sareweh, berumur akhir miosen tengah. Sebaran formasi ini meliputi daerah Bojongmenteng (sebelah utara agak ke timur dari wilayah Baduy) hingga ke wilayah Baduy bagian selatan (dekat Cibeo). Ketiga, formasi Baduy, berumur miosen tengah bagian akhir. Formasi ini tersebar luas di wilayah Baduy dan tertindih selaras dan tak selaras dengan formasi lain. Wilayah Baduy terletak sekitar 13 km di sebelah selatan kota Kecamatan Leuwidamar, sekitar 38 km sebelah selatan kota kabupaten Rangkasbitung, sekitar 50 km sebelah selatan kota Serang (ibukota Provinsi Banten), dan sekitar 120 km sebelah barat daya kota Jakarta, dan sekitar 180 km sebelah barat ibukota Provinsi Jawa Barat, Bandung. Bila ingin berkunjung ke daerah Baduy, kita dapat melewati ibukota kabupaten di Rangkasbitung, kemudian menuju ke Kecamatan Leuwidamar. 7 Unsur kebudayaan : Sistem Religi: Pada dasarnya kepercayaan orang Baduy adalah penghormatan pada roh nenek moyang. Menurut Bupati Serang P.A.A. Djajadiningrat (1908), berdasarkan keterangan dari kokolot kampung Cikeusik bernama Naseni, orang Baduy bukanlah penganut agama Hindu, Budha, ataupun Islam, melainkan penganut animisme (sunda wiwitan), yakni kepercayaan yang memuja roh atau arwah nenek moyang. Hanya saja dalam kepercayaan tersebut sekarang telah dimasuki oleh unsur-unsur agama Hindu dan juga agama Islam. Sistem organisasi dan kemasyarakatan: Secara umum, masyarakat Baduy terbagi menjadi tiga bagian, yaitu tangtu, panamping, dan dangka. Tangtu dan panamping berada pada wilayah desa Kanekes, sedangkan dangku terdapat di luar desa Kanekes. Berdasarkan kesucian dan ketaatannya kepada adat, tangtu lebih tinggi dibanding panamping, dan panamping lebih tinggi dibanding dangka. Namun pembagian yang sering digunakan adalah tangtu yang merujuk pada masyarakat Baduy Dalam, sedangkan panamping dan dangka merujuk pada masyarakat Baduy Luar. Tanah tempat masyarakat tangtu berdiam dianggap suci oleh orang Baduy secara keseluruhan. Oleh karenya wilayah Tangtu disebut pula “Tanah Larangan”, yaitu daerah yang dilindungi dan tidak sembarang orang dapat masuk dan berbuat sekehendaknya di wilayah tersebut. Sistem Pengetahuan: Sistem pengetahuan orang Baduy adalah Pikukuh yaitu memegang teguh segala perangkat peraturan yang diturunkan oleh leluhurnya. Dalam hal pengetahuan ini, orang Baduy memiliki tingkat toleransi, tata krama, jiwa sosial, dan teknik bertani yang diwariskan oleh leluhurnya. Dalam pendidikan modern orang Baduy masih tertinggal jauh namun mereka belajar secara otodidak. Pendidikan orang Baduy dilakukan secara non formal. Bahasa: Pada dasarnya orang Baduy bertutur dalam bahasa sunda. Bahasa mereka termasuk dalam kategori dialek Sunda-Banten, yaitu subdialek Baduy. Berbeda dengan subdialek Banten, bahasa Baduy tidak dipengaruhi bahasa Jawa. Bahasa Baduy tidak mengenal tingkat tutur bahasa dan memiliki aksen tinggi dalam lagu kalimat. Selain itu, bahasa Baduy memiliki kosa kata sendiri dan beberapa jenis struktur kalimat. Orang Baduy tidak mengenal tulisan, kecuali abjad hanacaraka (alfabetis Jawa/Sundo Kuno) untuk menghitung hari baik. Oleh karena itu, adat istiadat, agama, cerita nenek moyang dan sebagainya tersimpan dalam tutur mereka. Sekarang, subdialek Baduy makin jauh dari Bahasa Sunda lulugu yang dianggap baku. Pemakaian partikel, bentukan kata, aksen kata, dan pemakaian fonem makin berbeda, sehingga subdialek Baduy dianggap sebagai sebagai bahasa tersendiri. Kesenian : Kesenian dan Kerajinan orang Baduy boleh dikatakan sederhana, seperti halnya juga perilaku kehidupan mereka sehari-hari. Mereka tidak mengenal seni pahat, ukir maupun lukis. Curahan rasa seni hanya tertuang pada motif kain tenun, hulu, dan sarung golok, alat musik, dan anyaman/ rajutan.Musik yang mereka kenal antara lain angklung dan kecapi. Angklung tidak boleh dimainkan di sembarang tempat dan waktu, biasanya hanya digunakan atau dimainkan pada upacara keagamaan dan daur hidup. Musik angklung berupa seperangkat alat yang terdiri atas sembilan buah angklung ditambah dengan tiga buah gendang kecil (bedug, ketuk, dan talingting). Pemain musik angklung hanya boleh dilakukan oleh pria dewasa, sementara pada wanita dan anak-anak menjadi penonton yang memberi semangat kepada mereka yang bermain dan menari.Kerajinan penting yang biasa dihasilkan oleh orang Baduy adalah tenun (panamping) dan anyaman/ rajutan (tangtu dan panamping). Kegiatan menenun dilakukan di rumah pada waktu senggang oleh wanita, namun alat-alatnya dibuat oleh kaum pria. Orang tangtu dilarang memakai pakaian dari luar. Oleh karena itu, orang-orang tangtu memesan dan mengenakan kain tenunan orang panamping. Kain atau pakaian yang dikenakan oleh orang tangtu hanya berwarna putih, sedangkan orang panamping umumnya menggunakan warna hitam. Sistem mata pencaharian : Mata pencaharian orang Baduy berfokus pada berladang dengan menanam padi. Padi merupakan hal yang tidak terpisahkan dari dunia mereka yang dilambangkan sebagai Nyi Pohaci Sanghyang Asri. Padi harus ditanam menurut ketentuan-ketentuan karuhun, yaitu seperti cara yang dilakukan oleh para nenek moyang mereka. Padi hanya boleh ditanam di lahan ladang kering tanpa pengairan yang disebut huma. Padi pun tidak boleh dijual dan harus disimpan dengan baik untuk keperluan seharihari sendiri. Sebagian besar upacara keagamaan orang Baduy tidak terlepas hubungannya dengan padi dan perladangan. Sistem kalender dan penanggalan orang Baduy pun berkaitan sangat erat dengan tata urutan kegiatan perladangan mereka. Awal penyiapan lahan ladang, yang dikenal dengan kegiatan narawas dan nyacar, juga merupakan awal masuknya tahun baru orang Baduy, yaitu bulan kapat. Sistem teknologi dan peralatan hidup: Gambaran masyarakat Baduy yang bersahaja jelas terlihat pada teknologi dan peralatan hidupnya. Peralatan hidup sehari-hari baik untuk pertanian, rumah tangga, maupun keperluan lain dibuat secara sederhana dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada di sekitar mereka, misalnya kayu, bambu, pandan, tempurung kelapa, dan rotan. Hanya beberapa jenis peralatan yang tidak dapat dibuat sendiri, ditukar atau dibeli dari luar, seperti golok, pisau, panjang (piring/mangkok porselen), kenceng (penggoreng logam), dan seng (dandang tembaga). Peralatan rumah tangga yang biasa terdapat dan dibuat oleh orang Baduy, terutama oleh orang tangtu, adalah 1) Peralatan tidur yang berupa samak (tikar anyaman daun pandan), rekal atau angklak (bantal dari kayu), dan simbut (selimut tenunan sendiri); 2) Peralatan dapur dan makan yang berupa aseupan (kukusan dari anyaman bambu), hihid (kipas dari anyaman bambu), jahas (piring kayu), comong (cangkir bambu), dan batok (cangkir tempurung kelapa); 3) Peralatan rumah lainnya yang berupa totok atau pagawangan (semacam pelita dari ruas bambu pendek dengan gantungan kayu dengan bahan bakar minyak picung), kelek (tempat air dari bambu satu ruas), tomo (sejenis periuk tanah liat tempat menyimpan air matang), siwur (alat penyiduk air dari tempurung kelapa dengan tangkai bambu atau kayu), lodong (tabung bambu tempat nira atau tuak), koja atau jarog (tas rajutan serat kayu), nyiru (alat penampi gabah dari anyaman bambu), dan pakara (peralatan tenun dari kayu dan bambu). Peta Baduy 5. : Jelaskan manfaat, relevansi dan urgensi adanya praktikum kerja lapangan (PKL) ke objek penelitian langsung masyarakat desa tradisional! Jawab : Manfaatnya kita bisa secara langsung mengetahui dan merasakan kondisi di desa tersebut sehingga kita tidak di bohongi oleh kabar-kabar yang tidak jelas tentang kampung dan masyarakat tradisional. Selain itu dengan mengamati langsung pada objek yang kita kaji, bisa memudahkan kita untuk melakukan penelitian secara mendetail langsung kepada sumber yang dapat dipercaya yang berasal dari masyarakat itu sendiri sehingga bisa mendapatkan hasil penelitian yang dipercaya. Selain itu kita bisa membandingkan antara teori- teori yang kita dapat di dalam kelas dengan fakta-fakta yang ada di lapangan sehingga kita bisa menyimpulkan dengan tepat teori mana yang benar tentang masyarakat tersebut. LAMPIRAN Tugu Rumah Baduy Leuit Baduy Jembatan Baduy