TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut van Steenis (2003), tanaman kedelai diklasifikasikan ke dalam Kingdom Plantae dengan divisi Spermatophyta. Kedelai merupakan tanaman berbiji terbuka dengan subdivisi Angiospermae. Tanaman kedelai termasuk ke dalam kelas Dicotyledonae, berordo Polypetales dengan famili Papilionaceae (Leguminosae). Nama spesies dari tanaman ini adalah Glycine max (L.) Merill dengan genus Glycine. Akar kedelai merupakan akar tunggang yang dapat mencapai kedalaman 2 meter sesuai dengan kedalaman lapisan oleh tanah, cara pengolahan tanah, tekstur tanah, sifat kimia dan fisik tanah. Sistem perakaran umumnya berbentuk serabut dan berada pada lapisan atas tanah. Pada akar tersebut terdapat bintil akar berupa koloni dari bakteri Rhizobium japonicum (Lamina, 1989). Akar tersebut telah diketahui mengandung beberapa senyawa isoflavon yang bermanfaat bagi kesehatan. Batang kedelai berbatang pendek (30-100 cm), berbentuk tanaman perdu, dan berkayu. Pertumbuhan batang kedelai dibedakan menjadi dua tipe yaitu tipe determinate dan indeterminate, keduanya dibedakan berdasarkan atas keberadaan bunga pada pucuk batang. Pertumbuhan batang determinate ditunjukkan dengan batang yang tidak tumbuh lagi pada saat tanaman mulai berbunga. Sedangkan pertumbuhan indeterminate dicirikan dengan pucuk batang tetap tumbuh daun, walaupun tanaman sudah mulai berbunga (Adisarwanto, 2005). Daun kedelai mempunyai ciri-ciri antara lain helai daun (lamina) oval dan tata letaknya pada tangkai daun bersifat majemuk berdaun tiga (trifoliolatus) Universitas Sumatera Utara (Rukmana dan Yuniarsih, 1996). Umumnya, bentuk daun kedelai ada dua yaitu bulat (oval) dan lancip (lanceolate). Kedua bentuk daun tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik (Adisarwanto, 2005). Tanaman kedelai mempunyai dua periode tumbuh, yaitu periode vegetatif dan periode reproduktif. Periode vegetatif adalah periode tumbuh dari mulai munculnya tanaman di permukaan tanah sampai terbentuk bunga pertama. Di daerah tropis, dengan panjang hari sekitar 12 jam dan suhu tinggi, periode vegetatif sebagian besar kultivar berkisar antara 4-5 minggu. Periode reproduktif menyusul periode vegetatif; kuncup-kuncup ketiak daun berkembang membentuk kelompok-kelompok bunga. Bunga kedelai tergolong bunga sempurna, yaitu setiap bunga memiliki alat jantan dan alat betina (Islami dan Utomo, 1995). Polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7-10 hari setelah munculnya bunga pertama. Panjang polong muda sekitar 1 cm dan jumlah polong yang terbentuk pada setiap daun sangat beragam, mulai 1-10 polong. Kecepatan pembentukan polong dan pembesaran biji akan semakin cepat saat pembungaan berhenti. Di dalam polong terdapat biji yang berjumlah 2-3 biji dan mempunyai ukuran yang bervariasi. Biji kedelai berbentuk bulat, agak gepeng dan bulat telur dan terbagi menjadi dua bagian utama, pertama kulit biji dan janin (embrio). Pada kulit biji terdapat bagian yang disebut hilum dan mikrofil yang terbentuk saat proses pembentukan biji (Adisarwanto, 2005). Syarat Tumbuh Iklim Pada awalnya kedelai merupakan tanaman subtropika hari pendek, namun setelah di domestikasi dapat menghasilkan banyak kultivar yang dapat beradaptasi Universitas Sumatera Utara terhadap lintang yang berbeda. Kemampuannya untuk ditanam dimana saja adalah keunggulan utama tanaman ini. Pertumbuhan optimum tercapai pada suhu 20-25 0C. Suhu 12-20 0C adalah suhu yang sesuai bagi sebagian besar proses pertumbuhan tanaman, tetapi dapat menunda proses perkecambahan benih dan pemunculan biji. Pada suhu yang lebih tinggi dari 30 0C, fotorespirasi cenderung mengurangi hasil fotosintesis (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Kedelai merupakan tanaman hari pendek, yakni tidak akan berbunga bila lama penyinaran (panjang hari) melampaui batas kritis. Setiap varietas mempunyai panjang hari kritik. Apabila lama penyinaran kurang dari batas kritik, maka kedelai akan berbunga. Dengan lama penyinaran 12 jam, hampir semua varietas kedelai dapat berbunga dan tergantung dari varietasnya, umumnya berbunga beragam dari 20 hingga 60 hari setelah tanam. Apabila lama penyinaran melebihi periode kritik, tanaman tersebut akan meneruskan pertumbuhan vegetatifnya tanpa berbunga (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Tanah Kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah asal drainase dan aerasi tanah cukup baik. Tanah-tanah yang cocok yaitu alluvial, regosol, grumosol, latosol, dan andosol. Pada tanah-tanah podsolik merah kuning dan tanah yang mengandung banyak pasir kwarsa, pertumbuhan kedelai kurang baik, kecuali bila diberi tambahan pupuk organik atau kompos dalam jumlah yang cukup (Andrianto dan Indarto, 2004). Jika pH terlalu rendah dapat menimbulkan keracunan aluminium dan ferum serta pertumbuhan bakteri bintil dan proses nitrifikasi akan terhambat. Universitas Sumatera Utara Pengapuran juga dapat meningkatkan pH tanah dan memperkaya tanah akan kalsium dan magnesium (Suprapto, dkk, 1992). Bradyrhizobium japonicum Bradyrhizobium japonicum merupakan bakteri tanah penambat nitrogen (N2) melalui simbiosisnya dengan tanaman kedelai dengan cara membentuk bintil akar. Simbiosis yang efektif dapat memasok kebutuhan nitrogen tanaman hingga 50%. Umumnya bakteri ini tumbuh optimum pada pH sekitar 7,0. Namun demikian, kondisi tanah asam dapat menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan bakteri bintil akar kedelai B. japonicum. Hal ini karena dapat menghambat pertumbuhan dan nodulasi oleh B. japonicum yang akhimya dapat menghambat simbiosisnya dengan tanaman kedelai (Mubarik, dkk, 2009). B japonicum yang efektif dalam menambat nitrogen dapat memenuhi lebih kurang 74% pasokan nitrogen yang dibutuhkan tanaman kedelai tanaman kedelai (Suryantini, 1994). Bradyrhizobium adalah bakteri tanah termasuk divisi protophyta kelas Schizomycetes, ordo Eubacteriales, famili Rhizobiaceae mempunyai kemampuan membentuk bintil akar pada tanaman legum, kriteria ini sering digunakan untuk mengenal bakteri bintil akar. Bradyrhizobium memiliki pertumbuhan yang lambat. B japonicum merupakan rhizobia tumbuh lambat (5-7 hari) pada medium SKM (sari kamir manitol), bereaksi basa pada medium manitol-garam mineral, memiliki koloni berbentuk bundar, berdiameter tidak lebih dari 1 mm dalam masa inkubasi 5-7 hari pada medium SKM pada suhu 28° C, dan umumnya resisten terhadap streptomisin, penisilin G, tetrasiklin, viomisin, vancomisin (Soedarjo, 1998). Universitas Sumatera Utara Isoflavon Senyawa isoflavon adalah satu golongan senyawa metabolit sekunder yang banyak terdapat pada tumbuh – tumbuhan, khususnya dari golongan Leguminoceae. Isoflavon tergolong kelompok flavonoid, senyawa polifenolik yang banyak ditemukan pada buah–buahan, sayur–sayuran, dan biji – bijian. Kandungan senyawa flavonoid sendiri dalam tanaman sangat rendah, yaitu sekitar 0,25 %. Senyawa – senyawa tersebut pada umumnya dalam keadaan terikat atau terkonjugasi dengan senyawa gula (Zhang and Smith, 1997). Kandungan isoflavon yang lebih tinggi terdapat pada tanaman leguminosa, khususnya tanaman kedelai. Pada tanaman kedelai, kandungan isoflavon yang lebih tinggi terdapat pada biji kedelai, khususnya pada bahagian hipokotil (germ) yang akan tumbuh menjadi bahagian tanaman, sebagian lagi terdapat pada kotiledon yang akan menjadi daun pertama pada tanaman. Kandungan isoflavon pada kedelai berkisar 2–4 mg/g kedelai (Leclerg and Heuson, 1999). Isoflavon daidzein dan genistein merupakan komponen utama dari tanaman kedelai. Genistein sebagai signal bakteri terhadap tanaman memberikan peranan penting dalam nodulasi bintil akar oleh B japonicum pada akar tanaman kedelai (Zhang and Smith, 1997). Isoflavon merupakan bagian dari flavonoid yang banyak ditemukan di dalam kedelai. Yang termasuk isoflavon di antaranya adalah genistin, daidzin. Kandungan utama isoflavon pada kedelai adalah genistein dan daidzein walaupun sebenarnya ada banyak kandungan isoflavon lain seperti glycitein dan biochanin A. Isoflavon berperan sebagai kemoatraktan bagi rhizobia dan sebagai penginduksi nodulasi (nod gen expression), mengendalikan produksi nod faktor Universitas Sumatera Utara yang berperan bagi perkembangan bintil akar pada tanaman legum. Gambar1 berikut menjelaskan model sekresi flavonoid dari akar kedelai dan simbiosis antara legum dan rhizobium (Sugiyama and Yazaki, 2008) Gambar1 : Model sekresi flavonoid dari akar kedelai dan simbiosis antara legum dan rhizobium (sumber: Sugiyama and Yazaki, 2008) Simbiosis antara tanaman kacang-kacangan dengan bakteri bintil akar memerlukan koordinasi antara ekspresi gen bakteri yang diatur melalui pertukaran signal molecule. Tanaman legum mengeluarkan signal yang sebagian besar berupa isoflavon yang menginduksi transkipsi dari gen nodulasi bakteri bintil akar (seperti nod, nol atau noe genes) yang produk proteinnya diperlukan dalam proses infeksi (Sumunar, 2003). Simbiosis B japonicum dengan Akar Kedelai Tanaman kedelai telah diketahui bersimbiosis dengan bakteri B japonicum yang mampu memfiksasi N2 bebas dari udara. Hasil dari fiksasi N simbiotik dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan N tanaman. Untuk menambah populasi bakteri ke dalam tanah dilakukan melalui inokulasi dengan bakteri yang aktif sehingga diharapkan fiksasi N dapat berlangsung dengan efektif. Infeksi bakteri kedalam akar tanaman inang merupakan awal dari mulai terbentuknya bintil akar legum. Pembentukan bintil akar berawal dari Universitas Sumatera Utara dikeluarkannya asam-asam amino dan lainnya pada rhizosfer oleh akar legum, sehingga meningkatkan jumlah Bradyrhizobium disekitar akar. Pengenalan akar makrosimbion (akar rambut kedelai) oleh mikrosimbion (bakteri Bradyrhizobium) dapat terjadi karena akar kedelai mengeluarkan lectiin (protein) yang dapat dikenal oleh receptor spesifik pada permukaan bakteri, sehingga bakteri dapat menempel pada rambut akar kedelai. Pelekat Bradyrhizobium pada bulu-bulu akar bergantung pada ketepatan senyawa makromolekul yang dikeluarkan oleh tanaman dengan polisakarida yang terdapat pada permukaan sel bakteri Bradyrhizobium. Triptofan yang dikeluarkan bakteri kemudian diubah menjadi Indoleacetic acid (IAA). Senyawa inilah yang merangsang pembengkokan bulu akar, setelah terjadi pembengkokan Bradyrhizobium akan masuk kedalam bulubulu akar dan segera membentuk benang-benang saluran infeksi. Bradyrhizobium akan masuk kedalam sel kortek dari akar, didalam sel kortek bakteri akan menempati sitoplasma, membentuk sel yang disebut bakteroid, dan menghasilkan stimulan yang menyebabkan sel kortek aktif membelah sehingga menghasilkan sel-sel poliploid. Pembentukan sel ini akan menyebabkan pembengkakan jaringan, kemudian membentuk struktur bintil yang berisi bakteri Bradyrhizobium, dan menonjol sampai diluar akar tanaman inangnya. Struktur ini berasosiasi sangat erat dengan jaringan pembuluh akar disebut sebagai bintil akar atau nodul (Rao, 1994). Universitas Sumatera Utara Proses pembentukan bintil akar pada tanaman legume dapat dilihat pada Gambar 2 berikut: Gambar 2 : Mekanisme pembentukan bintil akar pada sistem perakaran tanaman leguminosa oleh Rhizobium (sumber: Soedarjo, 1998) Keberhasilan simbiosis antara kedelai dengan rhizobia terjadi jika berada dalam kondisi tanah yang menguntungkan dan galur rhizobium tersebut mampu membentuk bintil akar dan efektif dalam menambat N2 udara. B japonicum adalah bakteri tanah yang pertumbuhannya lambat namun efektif dan efisien dalam menambat N2. Tanaman kedelai tidak selamanya mengandalkan N yang berasal dari penambatan N2 secara hayati, karena bintil baru efektif setelah berumur 23 hari. Inokulasi B.japonicum secara nyata meningkatkan berat kering bintil, berat kering tajuk dan hasil biji. Inokulasi biji secara umum direkomendasikan pada Universitas Sumatera Utara kondisi antara lain : apabila legume yang akan ditanam belum pernah ditanam di suatu lahan atau paling tidak 3 - 4 tahun lebih, lahan belum pernah ditanami, apabila tidak ada bakteri indogenous yang menyebabkan terbentuknya bintil dan jika keadaan suhu tanah tersebut ekstrem, sehingga tinggi atau rendah dapat menurunkan populasi rhizobia di dalam tanah (Soedarjo, 1998) Pupuk Organik Penggunaan pupuk organik lebih menguntungkan dibandingkan pupuk anorganik karena tidak menimbulkan sisa asam organik di dalam tanah dan tidak akan merusak tanah bila pemberiannya berlebihan. Salah satu jenis pupuk organik adalah kompos. Kompos diperoleh dari hasil pelapukan bahan-bahan tanaman atau limbah organik seperti jerami, sekam, daun-daunan, rumput-rumputan, limbah organik pengolahan pabrik, dan sampah organik yang terjadi karena perlakuan manusia. Perlakuan yang umum dilakukan berupa penciptaan lingkungan mikro yang dikondisikan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Perlakuan pengomposan tersebut dapat dipercepat dengan cara penambahan mikroorganisme decomposer atau aktivator (Anindyawati, 2010). Penggunaan mulsa jerami pada mulanya ditujukan untuk kepentingan agronomi, yaitu mempertahankan tingkat kelembaban tanah, menjaga suhu permukaan tanah, mengurangi erosi, memperlambat pemiskinan K dan Si, meningkatkan C-organik, Mg dan KTK, meningkatkan serapan hara P dan K, dan meningkatkan stabilitas agregat tanah serta translokasi N dan P (Purwani et al., 2000). Berdasarkan hasil analisis laboratorium didapat kandungan hara kompos jerami padi terdiri dari ratio C/N 4,69%;C organik 16,73%; N 3,56%; P2O5 Universitas Sumatera Utara 1.99%; K2O 0,66%. Pemanfaatan jerami padi sebagai pupuk organik diantaranya memiliki kandungan C organik yang tinggi, serta kandungan bahan organik tanah dapat dinaikkan dan kesuburan tanah dapat dikembalikan dengan pemakaian kompos jerami padi secara konsisten (Anindyawati, 2010). Seperti nitrogen juga dibutuhkan untuk membentuk senyawa penting seperti klorofil, asam nukleat, dan enzim. Karena itu, nitrogen dibutuhkan dalam jumlah relatif besar pada setiap tahap pertumbuhan tanaman, khususnya pada tahap pertumbuhan vegetatif, seperti pembentukan tunas, atau perkembangan batang dan daun (Novizan, 2005 ). Masalah utama dalam pengomposan bahan organik secara alami adalah lamanya waktu pengomposan. Untuk membuat pupuk kompos dibutuhkan waktu 2-3 bulan. Oleh karena itu perlu adanya upaya untuk mempercepat proses pengomposan. Berdasarkan hasil penelitian BPTP Sukarami (2000), penggunaan Trichoderma harzianum sangat efektif dalam proses pengomposan jerami padi. Pemakaian Trichoderma harzianum dapat mempercepat proses pelapukan (dekomposisi) jerami padi dalam waktu relative pendek, yaitu selama 3 minggu. Pupuk kandang didefinisikan sebagai semua produk buangan dari binatang peliharaan yang dapat digunakan untuk menambah hara, memperbaiki sifat fisik, dan biologi tanah. Apabila dalam memelihara ternak tersebut diberi alas seperti sekam pada ayam, jerami pada sapi, kerbau dan kuda, maka alas tersebut akan dicampur menjadi satu kesatuan dan disebut sebagai pukan pula. Beberapa petani di beberapa daerah memisahkan antara pukan padat dan cair (Anindyawati, 2010) Jenis pupuk kandang berdasarkan jenis ternak atau hewan yang menghasilkan kotoran antara lain adalah : pupuk kandang sapi, pupuk kandang Universitas Sumatera Utara kuda, pupuk kandang kambing atau domba, pupuk kandang babi, dan pupuk kandang unggas (Novizan, 2005) Di antara jenis pupuk kandang, pupuk kandang sapilah yang mempunyai kadar serat yang tinggi seperti selulosa, pupuk kandang sapi dapat memberikan beberapa manfaat yaitu menyediakan unsure hara makro dan mikro bagi tanaman, menggemburkan tanah, memperbaiki tekstur dan struktur tanah, meningkatkan porositas, aerase dan komposisi mikroorganisme tanah, memudahkan pertumbuhan akar tanaman, daya serap air yang lebih lama pada tanah. Tingginya kadar C dalam pupuk kandang sapi menghambat penggunaan langsung ke lahan karena akan menekan pertumbuhan tanaman utama. Penekanan pertumbuhan terjadi karena mikroba decomposer akan menggunakan N yang tersedia untuk mendekomposisi bahan organic tersebut sehingga tanaman utama akan kekurangan N. Untuk memaksimalkan penggunaan pupuk kandang sapi harus dilakukan pengomposan dengan rasio C/N di bawah 20 (Novizan, 2005) Adapun komposisi unsure hara yang terkandung dalam pupuk organik yang berasal dari kompos ternak sapi, yaitu : N (0,7 – 1,3 %), P2O5 (1,5 – 2,0 %), K2O (0,5 – 0,8 %), C organik (10,0 – 11,0 %), MgO (0,5 – 0,7 %), dan C/N ratio (14,0 – 18,0 %) (Anindyawati, 2010) Universitas Sumatera Utara