Euis Thowillah Sejarah Berdiri Dan

advertisement
ABSTRAK
Nama : Euis Thowillah
Sejarah Berdiri Dan Berkembangnya Pondok Pesantren Tarbiyatul Falah Di
Kabupaten Bogor (1973-2009).
Pondok pesantren Tarbiyatul Falah berdiri pada tahun 1973 yang dipimpin
oleh seorang wanita yaitu Hj. Sukarsih yang berasal dari kecamatan Leuwiliang .
Yang mana pada saat beliau mendirikan pondok pesantren ini masih sendiri (
belum menikah), dan pada tahun 1978 Hj. Sukarsih menikah dengan KH.
Fahrurrozi, setelah menikah mereka berdua mengembangkan pondok pesantren
bersama-sama.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan pondok
pesantren dalam bidang pendidikan dakwah dan sosial, untuk menjawab persoalan
yang
diketengahkan
dan
mewujudkan
tujuan
yang
diinginkan,
dalam
penelitiannya penulis menggunakan Metode Kepustakaan (Library Research),
Riset Lapangan (Field Research), melakukan observasi langsung ke lokasi dan
wawancara (Interview) langsung kepada sumber-sumbernya.
Setelah dilakukan kajian dan penelitian dengan menggunakan metode
tersebut, diketahui bahwa perkembangan pondok pesantren Tarbiyatul Falah di
Kabupaten Bogor pada saat ini hampir memenuhi standar yang diharapkan
masyarakat Bogor bagi kemajuan-kemajuan perkembangan masyarakat Islam.
Amal usaha yang dilakukan pondok pesantren Tarbiyatul Falah meliputi beberapa
bidang antara lain, bidang pendidikan agama, bidang dakwah dengan mendirikan ,
mushalla dan majelis ta’lim, dan bidang social.
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah tiada kata yang paling indah yang dapat penulis ungkapkan
selain rasa syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya serta kekuatan dan kesehatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat dan salam penulis haturkan kepada baginda Nabi Muhammad saw.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapatkan hambatan dan
tantangan.Namun, berkat usaha dan bantuan serta kerja sama dari berbagai pihak,
akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.Untuk itu, penulis berterima kasih
kepada mereka yang telah membantu, membimbing dan menemani penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini:
1.
Bapak DR. H. Abd Wahid Hasyim, MA.Ag Dekan Fakultas Adab dan
Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah menyetujui skripsi ini.
2.
Bapak Drs.M. Ma’ruf Misbah Ketua jurusan Sejarah dan Peradaban Islam UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu proses demi kelancaran
skripsiini.
3.
Bapak Drs. Usep Abdul Matin,MA.MA selaku Sekretaris Jurusan Sejarah dan
Peradaban Islam yang telah membantu dan memproses skripsi ini.
4.
Bapak Drs. Saidun Derani, MA selaku
pembimbing skripsi yang selalu
memberikan nasehat, petunjuk dan bimbingan yang berharga ditengah-tengah
kesibukan beliau dari awal hingga akhir penulisan skripsi. .
5.
Para Bapak dan Ibu dosen dosen Fakultas Adab dan Humaniora, terutama dosen
jurusan SPI yang telah banyak memberikan ilmunya selama penulis mengikuti
kuliah.
6.
Ibu Hj. Sukarsih selaku pengasuh pondok pesantren Tarbiyatul falah yang telah
mengizinkan kepada penulis untuk melakukan penelitian serta seluruh pengurus
ii
pesantren Tarbiyatul Falah yang telah berkenan memberikan informasi yang
penulis butuhkan untuk penulisan skripsi ini.
7.
Pimpinan serta seluruh staf perpustakaan utama dan Fakultas Adab dan
Humaniora yang telah menyediakan fasilitas dalam rangka penulisan skripsi ini.
8.
Kedua orangtua ibunda dan ayahanda tercinta yang telah mendidik, mengasuh
dan membimbing dengan kasih sayang yang tulus sehingga anakmu ini bisa
menyelesaikan studinya sampai perguruan tinggi.
9.
Suami tercinta yang tak pernah bosan memberikan motivasi kepada penulis.
Demikian ucapan terima kasih penulis, semoga amal baik semua pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini,mendapatkan imbalan dan pahala
sebesar-besarnya dari Allah SWT. Akhirnya, jika ada kesalahan dan kekurangan
penulis mohon dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya. Dan semoga skripsi ini
menjadi bermanfaat bagi almamater khususnya bagi pembaca pada umumnya.
Jakarta, 22 Agustus 2010
Penulis
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................ iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Permasalahan Penelitian ..................................................... 8
1. Identifikasi Masalah ...................................................... 8
2. Batasan Masalah ............................................................. 9
3. Rumusan masalah ......................................................... 9
C. Tujuan Penelitian ................................................................ 9
D. Metode Penelitian ............................................................. 10
E. Sistematika Penulisan ....................................................... 12
BAB II
GAMBARAN UMUM WILAYAH LEUWIMEKAR LEUWILIANG
BOGOR
A. Sejarah singkat Kabupaten Bogor ..................................... 14
B. Gambaran Umum Kabupaten Bogor ................................. 18
C. Letak Geografis dan Demografis Desa leuwi mekar ........ 23
D. Kondisi Social –Budaya .................................................... 24
E. Kondisi Keagamaan Kabupaten Bogor ............................. 26
BAB III
SEJARAH BERDIRINYA PONDOK PESANTREN
TARBIYATUL FALAH
A.
Latar Belakang Berdirinya pondok pesantren
Tarbiatul Falah ...........................................................
iv
32
BAB IV
B.
Tujuan Berdirinya .......................................................... 33
C.
Tokoh-tokoh Pendiri ...................................................... 35
D.
Sistem pendidikan Tarbiatul Falah.................................... 36
PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN TARBIYATUL
FALAH
BAB V
A.
Perkembangan dibidang pendidikan agama ..................... 45
B.
Perkembangan dibidang dakwah ..................................... 46
C.
Perkembangan dibidang social ......................................... 49
PENUTUP
A.
Kesimpulan ...................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebuah pesantren pada dasarnya adalah sebuah asramapendidikan
Islam dimana para santrinya tinggal bersama dan belajar dibawah
bimbingan seorang kiyai. Asrama untuk para santri tersebut berada dalam
lingkungan pesantren dimana seorang kiyai menyediakan mesjid untuk
beribadah para santrinya serta ruang untuk belajar dan kegiatan-kegiatan
lain.
Peranan pesantren sebagai lembaga pendidikan, sangat besar
dalam mendidik anak-anak (santri) dari berbagai lapisan masyarakat
muslim, tanpa membeda-bedakan tingkat sosial ekonomi maupun suku. Di
pondok pesantren banyak diajarkan masalah keagamaan (Islam) yang
umumnya pengajaran ditempat rumah Kyai pendiri atau pengajar.
Kemudian perkembangan lebih lanjut timbul atau lahir rencana untuk
mendirikan bangunan di sekitar rumah Kyai sebagai tempat para santri
yang kemudian di sebut dengan pondok pesantren.
Selain sebagai lembaga pendidikan Islam, pesantren juga berfungsi
sebagai lembaga social. Kiyai mengajarkan kepada santrinya bagaimana
cara bermasyarakat terhadap warga sekitar, sesungguhnya masyarakat pun
sangat senang dengan adanya pesantren, masyarakat sekitar dapat
mengkaji ilmu-ilmu agama menjadikan pedoman atau benteng dalam
1
2
berprilaku beragama, maka pesantren sangat berpengaruh didalam
masyarakat maupun dinegara bahkan sampai diseluruh dunia. 1
Dalam kaitan ini Karel A. Steenbrink, menyebutkan bahwa
pesantren, madarasah dan sekolah sesungguhnya senada dengan
pendapatnya Nurcholis Madjid bahwa pondok pesantren ialah lembaga
yang dapat dikatakan wujud proses yang wajar dari perkembangan sistem
pendididikan nasional. Dari aspek historis, pesantren tidak hanya identik
dengan makna keislaman tetapi juga mengandung arti keaslian Indonesia
(indigenous). 2
Pesantren telah dimulai sejak munculnya kekuasaan politik Islam
di
Nusantara
pada
abad
ke-13.
Perkembangan
lebih
lanjut
penyelenggaraan pendidikan ini semakin teratur dengan lahirnya tempattempat pengajian (dalam bahasa sunda disebut nggon ngaji). Dari bentuk
nggon ngaji ini berkembang tempat tinggal bagi para santri yang kemudian
disebut pondok. Meskipun bentuknya masih sangat sederhana, pada waktu
itu pendidikan pondok pesantren merupakan satu-satunya lembaga
pendidikan yang terstruktur dan dianggap paling maju. Di lembaga inilah,
kaum muslimin mengalami pendalaman ajaran dasar Islam khususnya
menyangkut praktek-praktek kehidupan keagamaan.
1
Aburrahman Mas’ud.Intelektual pesantren.(Yogyakarta 2004),h.60
2
Nurcholis Madjid, Bilik-bilik Pesantren, Jakarta : Paramadina, 1997, h.3
3
Pesantren telah berdiri dari tingkatan yang berbeda-beda. Tingkat
yang paling sederhana (dasar) adalah pengajaran cara membaca huruf
Arab dan Al-Qur’an. Sedangkan untuk tingkat yang agak tinggi
(menengah) adalah pengajaran berbagai kitab fiqih, ilmu aqidah dan tata
bahasa Arab (Nahwu Sharaf). Selain itu terkadang diajarkan juga tentang
masalah tasawuf. Secara umum tradisi intelektual pesantren baik dulu
maupun sekarang ditentukan oleh 3 paket pelajaran yang terdiri dari fiqih
menurut madzhab syafi’i, aqidah menurut imam Asya’ri dan amalanamalan sufi bersumber dari Imam Al-Ghazali. 3
Pada umumnya, sebuah pesantren memiliki kultur khas yang
berbeda dengan budaya sekitarnya. Misalnya tradisi penghormatan
terhadap guru. 4 Dalam hubungan ini beberapa penelitian menyebutkan
bahwa pesantren sebagai sub kultur yang bersifat idiosyncratic (konsep
pesantren sebagai sub kultur) merupakan ide atau pendapat yang
dikemukakan oleh KH. Abdurrahman Wahid dalam tulisannya berjudul
“Pesantren sebagai sub kultur”. 5
Sistem pengajaran di pondok pesantren sangat sederhana yaitu
antara lain dengan metode bendongan atau layanan kolektif (Collective
3
Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat Tradisi-Tradisi Islam di
Indonesia. Bandung : Mizan.1995
4
5
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, Jakarta : LP3ES, 1985.cet.1.h.
KH. Abdurrahman Wahid, Pesantren Sebagai Sub Kultur dalam Bunga Rampai
Pesantren, (Jakarta: CV.Darma Bakti, 1978), h.7
4
learning process) dan sorogan atau layanan individual (individual learning
process). Adapun materi yang diajarkan, hanya berpusat pada manuskripmanuskrip keagamaan klasik berbahasa Arab yang dikenal dengan Kitab
Kuning. Bahkan, dalam kegiatan belajar mengajarnya berlangsung tanpa
perjenjangan kelas dan kurikulum yang ketat.
Kata pesantren berasal dari kata santri dengan awalan ‘pe’ dan
akhiran ‘an’, yang berarti tempat tinggal dan belajar para santri. Prof.
Johns berpendapat bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil, yang
berarti murid mengaji. Sedangkan, Kamus Besar Bahasa Indonesia
mendefinisikan santri sebagai ‘orang yang mendalami agama Islam; orang
yang beribadah dengan sungguh-sungguh; orang yang soleh, 6 Menurut
C.C. Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah shastri,
yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama
Hindu, atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu. Kata santri
berasal dari kata shastra yang berarti , buku-buku agama atau buku-buku
ilmu pengetahuan. 7
Pondok pesantren Tarbiyatul Falah merupakan pondok pesantren
dimana anak asuhnya ialah wanita atau bisa dibilang pondok pesantren
khusus putri. Pondok pesantren Tarbiyatul Falah didirikan oleh seorang
perempuan yang bernama Hj. Sukarsih, beliau mendirikan pondok
Tim penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998).h.783
6
7
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai. h.18
5
pesantren tersebut sebelum beliau menikah, alasan mengapa pondok
pesantren tersebut berbasis khusus putri karena masih kurangnya pondok
pesantren untuk kaum wanita maka dari itu beliau mendirikan pesantren
ini untuk meningkatkan eksistensi wanita dibidang dakwah, terlihat jelas
sekarang sudah banyak para wanita yang menjadi pemuka agama atau
ustadzah. Selain dari itu di daerah tersebut masih kurang bahkan bisa
dibilang tidak ada pondok pesantren khusus putri selain pondok pesantren
Tarbiyatul Falah dimana anak didiknya ialah kaum wanita. Bahkan santri
yang belajar di pondok pesantren tersebut berasal dari berbagai daerah,
bahkan ada di luar kota dan provinsi seperti dari daerah Riau, Bandung,
Lampung dan sebagainya.
Pesantren mempunyai dua fungsi. Pertama, sebagai lembaga
pendidikan. Kedua, sebagai lembaga penyiaran agama (da’wah). Pesantren
sebagai lembaga pendidikan, tidak hanya menyelenggarakan pendidikan
formal (madrasah dan sekolah umum), bahkan sampai perguruan tinggi.
Dalam pendidikan non formal, yang secara khusus mengajarkan agama
dengan kecenderungan pada pemikiran-pemikiran ulama fiqih, tafsir,
hadits, tauhid dan tasawuf. Yaitu tradisi keilmuan yang berkembang pada
abad ke 7-13 Masehi, atau tepatnya pada masa masuk dan berkembangnya
Islam di Indonesia.
Dalam sistem pesantren, terdapat 5 unsur yang saling terkait satu
sama lain yaitu: Pertama, Kyai, ia adalah sosok yang memberi landasan
6
sistem pesantren. Ia seringkali bahkan merupakan pendirinya. Sudah
sewajarnya bahwa pertumbuhan suatu pesantren semata-mata, bergantung
kepada kemampuan pribadi kyainya. Di Jawa Barat, ulama yang
memimpin suatu pesantren disebut ajengan. Di Jawa Timur dan Jawa
Tengah, mereka disebut Kyai. Namun di zaman sekarang, banyak juga
ulama yang cukup berpengaruh di masyarakat juga mendapat gelar ‘kyai’
walaupun mereka tidak memimpin sebuah pesantren.
Kedua, adalah santri, yakni para murid yang belajar pengetahuan
keIslaman dari sang Kyai. Unsure ini juga sangat penting. Santri adalah
sumber yang tidak saja mendukung keberadaan pesantren, tetapi juga
menopang pengaruh Kyai dalam masyarakat. Santri tergolong pada dua
kelompok, yaitu santri mukim dan santri kalong. 8
Ketiga, adalah pondok, yaitu sebuah sistem asrama yang
disediakan oleh Kyai untuk mengakomodasi para muridnya dalam
berbagai kegiatan. Pada tatarannya kemudian pondok adalah sebagai pusat
dari seluruh aktifitas kegiatan santri.
Keempat, adalah masjid, yaitu komponen yang tidak dapat
dipisahkan dengan pesantren dan sudah dianggap sebagai tempat yang
paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktek
Santri mukim yaitu santri ataupun murid-murid yang berasal dari daerah yang
jauh dan menetap dalam kelompok pesantren, sedangkan santri kalong yaitu
santri atau murid-murid yang berasal dari desa-desa disekeliling yang tidak
menetap di pesantren.
8
7
sembahyang lima waktu, khutbah, sembahyang jum’at dan juga
pengajaran kitab-kitab klasik. Seorang kyai yang ingin mengembangkan
sebuah pesantren, biasanya pertama-tama akan mendirikan masjid di dekat
rumahnya. Langkah ini biasanya diambil atas perintah gurunya yang telah
menilai bahwa ia akan sanggup memimpin sebuah pesantren.
Sedangkan yang Kelima, adalah Pengajaran Kitab-kitab klasik,
yaitu terutama karangan-karangan ulama yang menganut faham Syafi’iyah
dan merupakan satu-satunya pengajaran formal yang diberikan dalam
lingkungan pesantren. 9 Tujuan utama dari pengajaran ini adalah untuk
mendidik calon-calon ulama, untuk mencari pengalaman dalam hal
pendalaman perasaan keagamaan. Kebiasaan semacam ini terlebih-lebih
dijalankan pada waktu bulan Ramadhan sewaktu umat Islam diwajibkan
berpuasa dan menambah amalan-amalan ibadah, antara lain sembahyang
sunat, membaca Al-qur’an dan mengikuti pengajian. 10
Pondok pesantren Tarbiyatul Falah sudah mengeluarkan lulusan
(alumni) yang bisa dibilang sudah ternama di sebagian daerah seperti Hj.
Uum & Hj. Dedeh dari Maribaya, selain beliau masih banyak lagi alumnus
Pondok pesantren Tarbiyatul Falah yang sudah menjadi Ustadzah dan
mempunyai anak didik/santri dan pondoknya. Selain dari itu untuk
menjaga keaslian/kemurnian serta atas dasar tujuan dibangunnya Pondok
9
Nurcholis Majid, Bilik-bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan,h.3
10
Endang Turmudi, Perselingkuhan Kiyai dan Kekuasaan, (Yogyakarta: LKIS, 2003), h.35
8
tersebut, Pondok pesantren Tarbiyatul Falah tidak ikut serta dengan dunia
politik yang berbau-bau politisme.
Atas latar belakang pemikiran tersebut, penulis menganggap bahwa
pesantren yang berbasis santri khusus putri sangat menarik dan layak
untuk dikaji. Karena itu, penulis mengajukan “SEJARAH BERDIRI dan
BERKEMBANGNYA PONDOK PESANTREN “TARBIYATUL
FALAH” DI KABUPATEN BOGOR (1973-2009)” sebagai judul
skripsi untuk memperoleh gelar Sarjana (S1) pada Jurusan Sejarah
Peradaban Islam, Fakultas Adab dan Humanioran, UIN “Syarif
Hidayatullah” Jakarta.
B. Permasalahan Penelitian
1. Identifikasi Masalah
Sesuai dengan judul yang diambil penulis yaitu: “Sejarah Berdiri
dan Berkembangnya Pondok Pesantren Tarbiyatul Falah 1973-2009”,
maka objek yang dikaji penulis ialah sejarah perkembangan dan
peranannya dalam bidang pendidikan, sosial dan da’wah.
2. Pembatasan Masalah
Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan membatasi permasalahannya
pada sejarah perkembangan dan peranan pondok pesantren Tarbiyatul Falah
tahun 1973-2009.
9
3. Perumusan Masalah
Masalah yang dirumuskan ialah :
a. Apa saja kegiatan yang dilakukan pondok pesantren Tarbiyatul Falah
dalam pemberdayaan masyarakat ?
b. Bagaimana perkembangan pondok pesantren Tarbiyatul Falah ?
C. Tujuan Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, penulis mempunyai dua tujuan, yaitu
tujuan akademis dan tujuan praktis.
Tujuan Akademis
•
Ingin mengetahui apa saja kegiatan pondok pesantren Tarbiyatul Falah
Leuwi Mekar Bogor tahun 1973 sampai sekarang
•
Ingin mengetahui apa saja yang dilakukan pondok pesantren dalam
pemberdayaan masyarakat sekitar.
D.Metode Penelitian
Ada 3 hal yang dikemukakan dalam sebuah metodologi penelitian
yaitu : 1) Desain atau corak penelitian, 2) teknik pengumpulan dan penulisan
data; dan 3) teknik analisa data.
1. Desain atau corak penelitian
10
Penelitian ini bersifat historis, yaitu penulis mendeskripsikan dan
menganaliasa
peristiwa-peristiwa
masa
lampau 11 ,
dikorelasikan,
perkembangannya pada masa kini. Metode penelitian historis ada 5 tahap,
yaitu: (1) pemilihan topik, (2) pengumpulan sumber, (3) verifikasi: kritik
keabsahan sumber sejarah, (4) interprestasi: analisis dan sintesis, (5)
penulisan. Adapun cara penjabaran serta penyusunannya dilakukan dengan
cara berfikir induktif, sehingga spesifikasinya nanti tidak lain adalah
mencari fakta-fakta sejarah untuk mendapat kesimpulan sebagai jawaban
atas masalah yang diidentifikasikan, dan dapat diketahui dalam
pembahasan hasil penelitian. 12
2. Teknik pengumpulan dan penulisan data
Ada dua metode pengumpulan data yang digunakan penulis pada
studi ini, yaitu:
a. Penelitian lapangan (field research), dilakukan dengan cara
observasi 13 dan wawancara kepada pendiri pondok pesantren
Tarbiyatul Falah, para pegawai pemerintahan daerah desa Leuwi
Mekar setempat seperti, Kepala desa, RT, RW dan para tokoh
lainnya.
11
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos,1999) Cet.1.h.54
12
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Jogjakarta: Bintang, 1999) Cet.3.h.89
13
Imam Suprayogodan Tobrono, Metodologi Penelitian Sosial-Agama,(Bandung: Rosda
Karya, 2001), cet.1.h.167
11
b. Penelitian kepustakaan (library research), dalam hal ini penulis
mengumpulkan dan mempelajari sumber-sumber yang sesuai dengan
kajian yang akan dibahas. Sumber tersebut terbagi dua. Pertama
sumber primer. Data diperoleh langsung dari dokumen-dokumen
resmi yang berkaitan tentang sejarah pondok pesantren Tarbiyatul
Falah. Kedua, sumber data sekunder yang diperoleh dari buku,
jurnal, surat kabar dan dokumen-dokumen lain yang berkaitan
dengan studi ini.
2. Teknik Analisis Data
Data yang telah terkumpul dari berbagai sumber diatas ditelaah
kembali, lalu diklasifikasikan dan disusun sesuai dengan katagori-katagori
data yang diperlukan, selanjutnya diverifikasi keabsahan sumber tersebut.
Langkah selanjutnya diadakan interprestasi atau penapsiran, terdiri dari
analisis dan sintesis. Analisis berarti menguraikan, mendeskripsikan faktafakta yang ada dengan tujuan melakukan sintesis (menyatukan) atas
sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber sejarah dan
dihubungkan dengan teori, fakta-fakta yang ada disusun kedalam
interprestasi. Terakhir setelah langkah-langkah tadi dilalui barulah
dilakukan penulisan/historiografi.
Sedangkan teknik penulisan pada skripsi ini berpedoman pada
buku: pedoman penulisan skripsi, tesis dan disertasi, yang diterbitkan oleh
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
12
D. Sistematika Penelitian
Untuk mempermudah skripsi ini penulis membaginya ke dalam 5 bab yang
diuraikan kedalam sub bab, dengan perincian sebagai berikut :
BAB
I
: Merupakan pendahuluan. Pada bab ini dikemukakan tentang
latar belakang masalah, permasalahan penelitian, tujuan
penelitian, metode penelitian dan sistematika penelitian.
BAB
II : Bab ini membahas tentang gambaran umum wilayah
Leuwimekar Leuwiliang Bogor, sejarah singkat Kabupaten
Bogor, gambaran umum Kabupaten Bogor, letak geografis
dan Demografis Desa Leuwimekar, kondisi soasial-budaya,
dan kondisi keagamaan Kabupaten Bogor.
BAB
III : Bab ini membahas tentang
sejarah berdirinya Pondok
Pesantren Tarbiyatul Falah, latar belakang berdirinya, tujuan
berdirinya, tokoh-tokoh pendiri dan system pendidikan
pondok pesantren Tarbiyatul Falah
BAB
IV : Bab ini membahas tentang perkembangan pondok pesantren
Tarbiyatul Falah yang meliputi perkembangan dibidang
pendidikan agama, perkembangan dibidang dakwah dan
perkembangan dibidang sosial.
13
BAB
V : Bab ini merupakan penutup dari penulisan skripsi yang terdiri
dari kesimpulan dan saran-saran dari penulis skripsi.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
GAMBARAN UMUM WILAYAH LEUWIMEKAR
LEUWILIANG BOGOR
A. Sejarah Singkat Kabupaten Bogor
Riwayat nama “Bogor” dilihat dari latar belakangnya, banyak dari ahli sejarah
mengemukakan pendapat yang berbeda. Antara lain : Bogor berasal dari kata
“Buitenzorg” yaitu nama yang digunakan pada masa Kolonial Belanda. kata
Buitenzorg ketika dilafalkan oleh orang Sunda awam pada masa itu mengalami
perubahan bunyi sehingga menjadi kata Bogor. Namun pendapat ini tidak
mendapat respon dari banyak kalangan.1
Menurut beberapa sumber dan para ahli sejarah, penduduk Bogor terdiri dari:
Pertama, penduduk asli suku Sunda Bogor. Sebagian besar berdomisili di daerah
Jasinga, Leuwiliang, Cijeruk, Cisarua, Jonggol, Cileungsi, dan lain-lain. Kedua,
adalah penduduk keturunan asing, seperti keturunan Cina. Mereka kebanyakan
berdomisili di Parung, Ciseeng, Tenjo, Cibarusa, Ciampea, dan lain-lain.
Penduduk keturunan Cina lebih banyak mendominasi pusat-pusat perdagangan,
seperti disepanjang Jalan Siliwangi (Pasar Bogor) atau tepatnya sepanjang jalan
didepan pintu gerbang utama Kebun Raya Bogor.
Penduduk keturunan lainnya, yaitu penduduk keturunan Arab. Kegiatan
mereka selain berdagang, juga menyebarkan Agama Islam yang berpusat di
1
Saleh Danasasmita, Sejarah Bogor, (Bogor: Pemda Kota Bogor, 1984), h. 12.
14
15
daerah Empang sebelah selatan kota Bogor yang kemudian dikenal dengan nama
‘Kampung Arab’. Yang ketiga adalah penduduk yang berdekatan dengan
perbatasan Jakarta atau yang bersentuhan dengan suku adat Betawi sehingga
terjadi akulturasi dengan suku Sunda (Bogor). Umumnya mereka berdomisili di
daerah Cimanggis, Sawangan, Depok, Parung dan Cibinong.2
Pada tahun 1745, cikal bakal masyarakat Bogor semula berasal dari sembilan
kelompok pemukiman yang digabungkan oleh Gubernur baron Van Inhof menjadi
inti kesatuan masyarakat Kabupaten Bogor. Pada waktu itu Bupati Demang
Wartawangsa
berupaya
meningkatkan
kualitas
lingkungan
hidup
dan
kesejahteraan rakyat yang berbasis pertanian dengan menggali terusan dari
Ciliwung ke Cimahpar dan dari Nanggewer sampai ke Kalimulya. Penggalian
untuk membuat terusan kali dilanjutkan di sekitar pusat pemerintahan, namun
pada tahun 1754 pusat pemerintahannya terletak di Tanah Baru kemudian pindah
ke Sukahati (Kampung Empang sekarang).3
Terdapat berbagai pendapat tentang lahirnya nama Bogor itu sendiri. Salah
satu pendapat menyatakan bahwa nama Bogor berasal dari kata Baghar atau
Baqar yang berarti sapi dengan alasan terdapat bukit berupa patung sapi di Kebun
Raya Bogor. Pendapat lainnya menyebutkan bahwa nama Bogor berasal dari kata
Bokor yang berarti Tunggul pohon enau (kawung). Pendapat di atas memiliki
dasar dan alasan tersendiri yang diyakini kebenarannya oleh setiap ahlinya.
2 Subeni, Sumbangan Foklore Bogor terhadap Perkembangan Bahasa di
Jawa Barat, (Bandung: IKIP, 1978), h.3.
3
www.bogorkab.go.id
16
Namun berdasarkan catatan sejarah bahwa pada tanggal 7 April 1752 telah
muncul kata Bogor dalam sebuah dokumen dan tertulis Hoofd Van de Negorij
Bogor, yang berarti kepala kampung Bogor. Pada dokumen tersebut diketahui
juga bahwa kepala kampung itu terletak di dalam lokasi Kebun Raya itu sendiri
dan mulai dibangun pada tahun 1817. 4
Perjalanan sejarah Kabupaten Bogor memiliki keterkaitan yang erat
dengan zaman kerajaan yang pernah memerintah di wilayah tersebut. Pada empat
abad sebelumnya, Sri Baduga Maharaja dikenal sebagai raja yang mengawali
zaman kerajaan Pajajaran, raja tersebut terkenal dengan “ajaran dari leluhur yang
dijunjung tinggi yang mengejar kesejahteraan”. Sejak saat itu secara berturutturut tercatat dalam sejarah adanya kerajaan-kerajaan yang pernah berkuasa di
wilayah tersebut, yaitu : 5
1. Kerajaan Taruma Negara, diperintah oleh 12 orang raja. Berkuasa sejak
tahun 358 sampai dengan tahun 669.
2. Kerajaan Galuh, diperintah oleh 14 raja. Berkuasa sejak 516 hingga tahun
852
3. Kerajaan Sunda, diperintah oleh 28 raja. Bertahta sejak tahun 669 sampai
dengan tahun 1333. Kemudian dilanjutkan Kerajaan Kawali yang
diperintah oleh 6 orang raja berlangsung sejak tahun 1333 hingga 1482.
4. Kerajaan Pajajaran, berkuasa sejak tahun 1482 hingga tahun 1579.
Pelantikan raja yang terkenal sebagai Sri Baduga Maharaja, menjadi satu
4
Profil Kabupaten Bogor (Bogor: Bagian Humas Setda Kabupaten Bogor, 2009
5
www.bogorkab.go.id
17
perhatian khusus. Pada waktu itu terkenal dengan upacara Kuwedabhakti,
dilangsungkan tanggal 3 Juni 1482. Tanggal itulah kiranya yang kemudian
ditetapkan sebagai hari jadi Bogor yang secara resmi dikukuhkan melalui
sidang pleno DPRD Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor pada tanggal 26
Mei 1972.
Pada tahun 1975, Pemerintah Pusat (dalam hal ini Menteri Dalam Negeri)
menginstruksikan bahwa kabupaten Bogor harus memiliki pusat Pemerintahan di
wilayah Kabupaten sendiri dan pindah dari Pusat Pemerintahan Kotamadya
Bogor. Atas dasar tersebut, pemerintah Tingkat II Bogor mengadakan penelitian
dibeberapa wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor untuk dijadikan calon ibu
kota sekaligus berperan sebagai pusat pemerintahan. Alternatif lokasi yang akan
dipilih diantaranya adalah wilayah Kecamatan Ciawi (Rancamaya), Leuwiliang,
Parung dan Kecamatan Cibinong (Desa Tengah).
Hasil penelitian lebih lanjut menunjukan bahwa yang diajukan ke
pemerintah Pusat untuk mendapat persetujuan sebagai calon ibu kota adalah
Rancamaya wilayah Kecamatan Ciawi. Akan tetapi pemerintah Pusat menilai
bahwa Rancamaya masih relatif dekat letaknya dengan pusat pemerintahan
Kotamadya Bogor dan di khawatirkan akan masuk ke dalam rencana perluasan
dan pengembangan wilayah Kotamadya Bogor. Oleh karena itu atas petunjuk
pemerintah Pusat agar pemerintah daerah Tingkat II Bogor mengambil salah satu
alternatif wilayah dari hasil penelitian lainnya. 6
6
www.bogorkab.go.id
18
Dalam sidang Pleno DPRD Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor tahun
1980, ditetapkan bahwa calon ibu kota Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor
terletak di Desa Tengah Kecamatan Cibinong. Penetapan calon ibu kota ini
diusulkan kembali ke pemerintah Pusat dan mendapat persetujuan serta
dikukuhkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1982, yang
menegaskan bahwa ibu kota pusat-pemerintahan Kabupaten Daerah Tingkat II
Bogor berkedudukan di Desa Tengah Kecamatan Cibinong. Sejak saat itu
dimulailah rencana persiapan pembangunan pusat pemerintahan ibu kota
Kabupaten Daerah Tingkat II dan pada tanggal 5 Oktober 1985 dilaksanakan
peletakan batu pertama oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II Bogor pada saat
itu. 7
B. Gambaran Umum Kabupaten Bogor
Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang berbatasan langsung
dengan ibu kota RI dan secara geografis mempunyai luas sekitar 299.019.06 Ha
terletak antara 6019 - 6047 Lintang selatan dan 106021’ - 1070103’ Bujur Timur.
Wilayah ini berbatasan dengan :
Sebelah Utara
: Kabupaten Bekasi, Kota Depok
Sebelah Barat
: Kabupaten Lebak (Propinsi Banten)
Sebelah Barat Daya
: Kabupaten Tangerang
Sebelah Timur
: Kabupaten Karawang
Sebelah Timur Laut
: Kabupaten Purwakarta
7
Profil Kabupaten Bogor, h.3
19
Sebelah Selatan
: Kabupaten Sukabumi
Sebelah Tenggara
: Kabupaten Cianjur
Sebelah Tengah
: Kotamadya Bogor
Jumlah penduduk yang besar seringkali menjadi beban dalam proses
pembangunan jika berkualitas rendah. Oleh sebab itu, untuk menunjang
keberhasilan pembangunan, Pemerintah Kabupaten Bogor harus secara terus
menerus melakukan upaya pengendalian jumlah penduduk, dengan menciptakan
tatanan keluarga kecil sehat dan berkualitas sebagai upaya meningkatkan kualitas
sumber daya manusia (SDM) ke depan.
Lambang daerah kota Bogor
Makna motif dan lambang daerah kabupaten Bogor adalah sebagai berikut
1. Bagian Inti :
a. Kujang, jenis senjata tradisional masyarakat Sunda yang identik
dengan keberanian dan keagungan Sunda di masa lampau. Kujang
20
melambangkan keperwiraan yang berarti gambaran masyarakat Bogor
yang memiliki sifat tak gentar dalam menegakan kebenaran.
b. Pakujajar, merupakan lambang keteguhan yang selalu menjadi gema
tradisi bagi kerajaan Pajajaran yang pernah berpusat di Bogor.
Pakujajar ini melambangkan keteguhan dalam mempertahankan tradisi
dengan segala kepribadiannya dan nilai-nilai positif sebagai wujud
nyata melestarikan budaya bangsa.
c. Harupat, yang berarti sagar/ruyung, sebagai gagang (perah) kujang
merupakan perlambang keterkaitan Kabupaten Bogor dengan sejarah
asal usul nama Bogor yang berarti kawung. Harupat juga bermakna
sesuatu yang kuat, kokoh, simbol kekokohan masyarakat Bogor dalam
mempertahankan jati diri.
d. Anda (telur), yang didalamnya terdapat Kujang, harupat, pakujajar dan
warna putih melambangkan awal atau inti kehidupan yang ditandai
oleh kesucian.
1. Bagian Tengah :
a. Puncak Sunung (Meru), pada bagian tengah menunjukan Gunung
Salak dan Gunung Pangrango yang secara geografis keduanya
merupakan patok/batas wilayah Kabupaten Bogor di sebelah selatan.
Puncak Gunung melambangkan tujuan atau cita-cita yang tinggi. Dua
puncak gunung yang berbeda tingginya menggambarkan anak tangga
menuju tujuan atau cita-cita.
21
b. Aliran Sungai, dua aliran sungai yang mengapit anda (telur)
melambangkan Sungai Ciliwung dan Cisadane mengapit Bogor. Aliran
sungai mempunyai makna filosofis yang melambangkan kesuburan.
Sungai Ciliwung dan Cisadane memiliki arti strategis bagi
pembangunan pertanian di Kabupaten Bogor.
c. Segitiga Sama Sisi, membingkai gunung dan sungai yang menjadi
sumber
kehidupan
bagi
masyarakat,
bermakna
keutamaan.
Melambangkan bahwa kesuburan dan kekayaan alam harus diolah dan
dimanfaatkan dengan landasan nilai-nilai keutamaan agar memperoleh
kemaslahatan.
2. Bagian Luar :
Lingkaran melambangkan kesempurnaan. Artinya perjuangan hidup
haruslah ditunjukan ke arah kesempurnaan lahir dan bathin tanpa cacat
seperti lingkaran penuh yang merupakan proyeksi sebuah pola bumi
tempat hidup manusia.
3. Makna Warna :
a. Hitam dan Putih, keduanya melambangkan perjuangan hidup, Putih
melambangkan kesucian, kebenaran dan kebersihan sedangkan hitam
melambangkan kebathilan dan kesuraman.
b. Kuning, merupakan warna emas, melambangkan kejayaan dan
kebesaran.
c. Hijau, digunakan sebagai warna dasar mengandung makna kesuburan.
Bagi orang sunda, hijau berarti subur.
22
d. Biru, merupakan warna yang menimbulkan kesan keindahan, seperti
laut biru, gunung yang membiru. Karena itu biru melambangkan
keindahan. Lambang ini bermakna bahwa Bogor sebagai daerah wisata
alam memiliki keindahan alam yang mempesona.
4. Perisai :
a. Tiga sudut dalam perisai melambangkan tiga komponen yang
menentukan kesejahteraan umat di suatu kawasan
yang disebut
dengan “Trinangtung di Bumi” yaitu masyarakat, ulama, cendekiawan
dan pemerintahan (Umaro)
b. Tiga garis sisi membentuk perisai, melambangkan tiga hal yaitu iman,
ilmu dan amal yang merupakan benteng kehidupan umat.
c. Perisai yang bertuliskan motto juang “TEGAR BERIMAN” pada
bagian bawahnya melambangkan tentang
benteng yang mampu
menjamin keamanan, ketentraman dan kenyamanan hidup lahir dan
bathin berupa keimanan yang kuat terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
5. Arti Rangkaian Kata :
a. Prayoga Tohaga Sayaga, Prayoga berarti Utama, Tohaga berarti
Kokoh dan kuat, Sayaga berarti sedia, siap siaga. Prayoga Tohaga
Sayaga mengandung makna pendirian dan perjuangan masyarakat
Kabupaten Bogor hendaknya selalu mengutamakan kekokohan, kuat
pada pendirian dan perjuangannya serta selalu siap siaga menghadapi
berbagai tantangan dalam mencapai cita-cita, mewujudkan masyarakat
adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
23
b. Kuta Udaya Wangsa, Kuta berarti Kota, Udaya berarti fajar,
Kebangkitan atau pembangkit, Wangsa berarti bangsa atau suku
bangsa. Ketiga kata tersebut mengandung makna bahwa Kabupaten
Bogor
dengan
dukungan
masyarakatnya
hendaklah
menjadi
pembangkit dan pusat kebangkitan bagi perjuangan pembangunan
untuk memperoleh kemajuan dan kemakmuran bangsa.
c. Tegar Beriman, Akronim dari Tertib, Segar, Bersih, Indah, Mandiri,
Aman dan Nyaman. Tegar Beriman menggambarkan kondisi
masyarakat dan lingkungan alam daerah yang terbentuk oleh perilaku
dan usaha masyarakatnya dengan landasan iman yang kokoh. Hal ini
juga merupakan perwujudan dari Prayoga Sayaga dan Kuta Udaya
Wangsa. TEGAR BERIMAN merupakan motto Kabupaten Bogor
yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 1995.
C. Letak Geografis dan Demografis Desa Leuwimekar
Desa Leuwimekar terletak di Kecamatan Leuwiliang kabupaten Bogor,
dengan luas wilayah 244.197 Ha, dengan batas wilayah sebagai berikut: bagian
Utara berbatasan dengan desa Leuwiliang, bagian Timur berbatasan dengan
Kecamatan Cibungbulang, bagian Selatan berbatasan dengan desa Barengkok dan
bagian Barat berbatasan dengan desa Cibeber I dan II. Desa Leuwimekar memiliki
12 Rukun Warga (RW), dan 38 Rukun Tetangga (RT).
Jumlah penduduk desa Leuwimekar pada tahun 2009 mencapai 13.876 jwa
yang terdiri dari 6826 laki-laki dan 7050 perempuan. Jumlah kepala keluarga
mencapai 3741 jiwa. Desa Leuwimekar berada di wilayah persawahan, pada
24
umumnya desa Leuwimekar dilewati oleh jalan raya dan jalan desa yang
menghubungkan satu desa dengan desa lainnya. Secara tofografis wilayah
Leuwimekar pedataran dengan dikelilingi oleh banyak persawahan warga. Adanya
sungai yang menghubungkan beberapa desa menjadikan wilayah ini strategis.
Dibeberapa sisi jalan terdapat sawah, tambak ikan dan perkebunanmilik penduduk
sebagai mata pencaharian.
D. Kondisi Sosial – Budaya
Potensi kekayaan seni budaya, keramahan dan sopan santun penduduknya
serta kesejukan udaranya merupakan kebanggaan dan keistimewaan yang
membedakan Kabupaten Bogor dengan daerah lainnya di Indonesia. Keragaman
seni budaya dan peristiwa sebagai potensi daerah merupakan kekayaan yang terus
dilestarikan. Dimana nilai-nilai budaya yang ada dilihat sebagai bagian dari masa
depan dan dikembangkan secara kreatif. Meski masyarakatnya telah banyak
mengalami pergeseran namun adat istiadat serta kebudayaan asli daerah yang
merupakan warisan leluhur tetap dilestarikan. 8
Cepatnya laju imigrasi dari berbagai daerah, pertemuan antara masyarakat
dan pendatang yang berbeda budaya ras dan suku bangsa tidak lagi dapat
dihindarkan. Namun dengan kearifan sikap hal tersebut tidak menjadi perpecahan
dan kerancuan budaya. 9
Kabupaten bogor merupakan tempat dimana budaya Sunda masih tetap
terpelihara, sehingga selalu menarik untuk digali dan dicermati sebagai perekat
8
Profil Kabupaten Bogor, h.20
9
Profil Kabupaten Bogor, h.20
25
persatuan dan kesatuan di masyarakat. Seni budaya yang merupakan potensi yang
berpengaruh bagi pengembangan sektor kepariwisataan antara lain : angklung,
silet cimande, debus, wayang golek dan sebagainya.
Kerukunan antar umat beragama diupayakan agar senantiasa terbina
dengan baik demi terlaksananya keseimbangan pembangunan dan kokohnya
persatuan dan kesatuan bangsa. Hal ini juga merupakan usaha membentengi diri
terhadap dampak negatif modernisasi dan globalisasi. 10
Untuk
mendukung
hal
tersebut
Pemerintah
senantiasa
berusaha
memfasilitasi kebutuhan pembangunan sarana peribadatan dan senantiasa
menjalin kerjasama dengan para ulama, tokoh agama untuk meningkatkan
harmonisasi dan kerukunan hidup sesama umat beragama. 11
Seni dan Budaya
Seni tradisional yang terdapat di Kabupaten Bogor :
No
1
Seni Tradisional
Pedalangan
2
3
Topeng Cikuda
Reog
4
Calung
5
6
Gondang
Kliningan
7
8
Barongsay
Cibatokan
10
11
Lokasi
Kec. Ciampea, Cibungbulang, Nanggung, Cigudeg,
Ciriu, Jonggol, Parung
Kec. Gunungsindur
Kec. Gunungsindur, Leuwiliang, Gungung Putri,
Cariu, Ciomas, Cijeruk, Cibungbulang, Nanggung,
Cigudeg
Kec. Cibinong, Ciomas, Cibungbulang, Gunung
Putri, Cariu, Klapanunggal, Rumpin, Parung,
Cisarua, Nanggung, Sukaraja, Ciawi, Babakan
Madang
Kec. Cibinong, Pamijahan
Kec. Cariu, Ciampea, Nanggung, Cigudeg, Jonggol,
Parung, Cibinong
Kec. Citeureup, Ciampea, Jonggol, Parung, Cibinong
Kec. Cibungbulang
Profil Kabupaten Bogor, h.20
Profil Kabupaten Bogor, h.20
26
9
10
11
Qasidah
Marawis
Degung
35 Kecamatan
Kec. Ciawi, Cisarua
Kec. Cisarua, Ciawi, Cibinong, Cariu, Cileungsi,
Jonggol, Gunung Putri, Cibungbulang, Leuwiliang,
Parung, Babakan Madang, Citeureup, Jasinga
12 Tari Klasik
Kec. Cibinong
13 Rampak Gendang Kec. Cibinong, Dramaga
14 Angklung
Kec. Cibinong, Citeureup, Sukaraja, Ciawi
15 Pantun Beton
Kec. Cariu
16 Kecapi Suling
Kec. Cibinong, Ciawi, Cisarua, Parung, Cileungsi,
17 Tambang Sunda Kec. Kemang, Ciawi
Cianjuran
18 Tandjidor
Kec. Kemang, Bojong Gede, Cijeruk, Citeureup,
Leuwiliang, Parung, Cibinong.
19 Jingprak
Kec. Cibungbulang
20 Ajeng
Kec. Cileungsi
21 Tari Jaipong
Kec. Cibinong, Dramaga, Cileungsi, Cariu, Jonggol,
Ciomas
22 Pencak Silat
35 Kecamatan
Sumber: Dinas Pariwisata dan seni Budaya
E. Kondisi Keagamaan Kabupaten
Adapun kedatangan Islam ke Bogor karena adanya hubungan
perdagangan orang-orang pribumi dengan orang-orang Muslim yang datang dari
Arab, Persia, dan India yang diperkirakan telah dimulai sejak abad ke 7 M.
Dengan diawali hubungan yang menguntungkan kedua belah pihak ini,
menjadikan Nusantara merupakan daerah perdagangan yang sangat ramai
dikunjungi dan menjadi pusat perdagangan, barang dagangan yang biasa ditemui
dengan mudah terutama rempah-rempah dan hasil hutan di daerah Nusantara yang
telah terkenal. Di masa selanjutnya, adanya hubungan perdagangan ini
27
menghasilkan terbentuknya komunitas-komunitas Islam di daerah-daerah
kepulauan Nusantara. 12
Kerukunan antar umat beragama diupayakan agar senantiasa terbina
dengan baik demi terlaksananya kesinambungan pembangunan dan kokohnya
persatuan dan kesatuan bangsa. Hal ini juga merupakan usaha membentengi diri
terhadap dampak negatif modernisasi dan globalisasi. 13
Untuk
mendukung
hal
tersebut
Pemerintah
senantiasa
berusaha
memfasilitasi kebutuhan pembangunan sarana peribadatan dan senantiasa
menjalin kerjasama dengan para ulama, tokoh agama untuk meningkatkan
harmonisasi dan kerukunan hidup sesama umat beragama.
Berkenaan dengan sarana keagamaan dan jumlah pemeluk agama,
kegiatan umat beragama di Kabupaten Bogor semakin semarak dan telah berjalan
sebagaimana mestinya. Hal ini menunjukan adanya peningkatan penghayatan dan
pengamalan ajaran agama. 12
Uka Tjandrasasmita, Pertumbuhan dan Perkembangan Kota-kota Muslim di Indonesia
(T.tp.:Menara Kudus, 2000), h.1-2
13
Uka Tjandrasasmita, Pertumbuhan dan Perkembangan Kota-kota Muslim di
Indonesia……,
BAB III
SEJARAH BERDIRINYA PONDOK PESANTREN
TARBIYATUL FALAH
Istilah pondok pesantren di berbagai daerah memiliki sebutan yang beragam.
Di Minangkabau misalnya, pesantren di sebut surau, penyantren di Madura,
rangkang di Aceh dan Pondok di Jawa Barat. Namun secara definitive, seperti
diidentifikasi
Pengembangan
oleh
hasil
keputusan
Musyawarah/
Lokakarya
tentang
Pondok Pesantren tanggal 2 sampai dengan 6 Mei 1978 di
Jakarta, pondok pesantren paling tidak memuat tiga unsur, yaitu Kyai (Sunda :
ajengan), santri dengan asramanya dan masjid atau Mushalla.
Pondok pesantren adalah lembaga yang bisa dikatakan merupakan wujud
proses wajar perkembangan sistem pendidikan nasional. Dari segi sejarah
pesantren tidak hanya identik dengan keislaman, tetapi juga mengandung makna
keaslian Indonesia. Sebab, lembaga yang serupa pesantren ini sebenarnya telah
ada sejak masa kekuasaan Hindu – Budha. Sehingga Islam hanya meneruskan dan
mengislamkan lembaga pendidikan yang sudah ada. 1 Istilah pondok berasal dari
bahasa arab “funduk” berarti hotel atau tempat penginapan, kata “pesantren”
sendiri merupakan kata benda bentukan dari kata santri yang mendapat awalan
“pe” dan akhiran “an”, “pesantrian” berarti tempat tinggal para santri atau pusat
pendidikan Islam tradisional atau sebuah pondok untuk para siswa muslim sebagai
1
Nurcholis Madjid, Bilik-bilik Pesantren, Potret Sebuah Perjalanan, (Jakarta : Paramadina,
1997), cet.1.h.3
28
29
sekolah agama Islam di Jawa. Sedangkan kata santri dipakai untuk menyebut
murid yang mengikuti pendidikan Islam. Menurut buku Babad Cirebon, “santri”
berasal dari kata “chantrik”, artinya seseorang yang mengabdikan diri kepada
seorang guru dan chantrik ini selalu mengikuti kemana saja gurunya menetap
dengan tujuan dapat belajar darinya mengenai suatu keahlian. Kemudian kata itu
diserap kedalam bahasa Jawa menjadi “santri” dan mendapat awalan serta
akhiran menjadi bentuk kata baru “pesantrian” (orang jawa mengucapkannya
“pesantren”). 2 Jadi, pondok pesantren adalah tempat para santri belajar agama
Islam dan sekaligus tempat menginap yang sistem pengajarannya menggunakan
cara non klasikal, dimana seorang kiyai mengajarkan agama Islam kepada
santrinya berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh para ulama
terdahulu. 3
Pondok pesantren pada dasarnya tidak menggunakan
pembatasan usia
maupun jangka waktu pendidikan. Sesuai dengan pengertian harfiah salah satu
hadist : “Uthlubul ilma. Minal mahdi ilalahdi” (tuntutlah ilmu, sejak dari buaian
sampai ke liang lahat). Maka pendidikan pesantren itu sesungguhnya adalah
merupakan pendidikan seumur hidup “life long education”. Seluruh anggota
masyarakat boleh mengikuti dan menjadi santri. Santri boleh belajar sampai kapan
saja. Bila telah merasa cukup dan mampu santri boleh meninggalkan pondok
pesantren. 4
2
Abdurrahman Wahid, Pesantren Masa Depan Wacana Pemberdayaan dan Transformasi
Pesantren, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), cet.1.h.133
3
Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2000), cet.1.h.212
4
Sudjoko Prasodjo. dkk, Profil Pesantren, (Jakarta: LP3S 1974), cet.1.h13
30
Tumbuhnya pesantren berawal dari keberadaaan seorang yang alim atau
Kiyai (Jawa), Ajengan (Sunda), Tengku (Aceh), Syaikh (Jambi dan Sumatera
Utara) dan sebutan-sebutan lainnya yang senada dan semakna. Secara fisik, wujud
awal pesantren adalah sebuah mushola yang biasa disebut orang Jawa (langgar).
Selain digunakan untuk sholat lima waktu berjamaah, tempat ini juga bermanfaat
mengkaji ilmu-ilmu keIslaman berupa penguasaan bacaan dan Tafsir Al qur’an,
selanjutnya berkembang menuju kajian atas berbagai kitab kuning. Karena
semakin bertambahnya santri yang akan menuntut agama islam, mushala yang
awalnya kecil itu kemudian diperluas dan akhirnya berubah status menjadi
masjid. 5 Lambat laun komunitas santri mengalami peningkatan yang awalnya
status mereka semuanya adalah santri kalong (tanpa menginap). Akan tetapi,
karena pertumbuhan semakin meningkat tidak dari daerah sekitarnya melainkan
dari luar daerah, maka dibutuhkan penginapan sementara yang mulanya mereka
ditempatkan dimasjid dan kediaman Kiyai. Kemudian para santri bergotong
royong mendirikan sebuah bangunan yang berupa sebuah bilik-bilik seadanya
untuk menampung para santri yang selanjutnya disebut pondok.
Untuk menjadi suatu pondok pesantren yang besar, setiap pondok pesantren
tidak akan tumbuh besar begitu saja, melainkan bertahap dari mulai sedikit demi
sedikit dengan kurun waktu yang sangat lama. Maka dari itu, peranan pondok
pesantren cukup besar pengaruhnya dan memegang kunci bagi pasang surutnya
suatu pondok pesantren. Sebuah pondok pesantren yang berkembang pesat tidak
5
Abdurrahman Wahid, Pesantren Masa Depan Wacana Pemberdayaan dan Transformasi
Pesantren, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), cet.1.h.133
31
terlepas dari kemampuan pribadi Kiyai yang memimpin pondok pesantren
tersebut. Jika penerus atau ahli warisnya menguasai dengan baik ilmu
pengetahuan agama, kewibawaan, keterampilan mengajar, dan menguasai
manajemen pondok pesantren yang diperlukan maka unsur pondok pesantren itu
akan bertahan lama. Sebaliknya, pondok pesantren akan mengalami kemunduran
bahkan bisa hilang begitu saja, jika pewaris atau keturunan Kiyai yang
mewarisinya tidak memenuhi karakter dan persyaratan tersebut. Jadi, pondok
pesantren itu tergantung pada figur Kiyai yang memimpin pondok pesantren
tersebut. 6
Jadi, semua tidak terlepas dari peranan seorang kiyai sebagai pemegang
otoritas utama dalam pengambilan setiap kebijakan pesantren. Sebagai seorang
top leader, Kiyai diharapkan mampu membawa pesantren untuk mencapai
tujuannnya dalam mentransformasikan nilai-nilai ilmiah (terutama ilmu
keagamaan) terhadap umat. Sehingga nilai-nilai tersebut dapat mengilhami setiap
kiprah santri dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Di dalam
pondok pesantren Kiyai merupakan elemen paling utama dari sebuah pesantren,
bahkan merupakan pendirinya. Sehubungan hal tersebut maka sudah sewajarnya
jika pertumbuhan suatu pondok pesantren semata-mata bergantung kepada
kepribadian sang Kiyai. 7 Sejak berdirinya, hubungan pesantren dengan
masyarakat harus terjalin dengan baik dalam pola yang harmonis. Hal itu
6
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Lintas Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), cet.1.h.138
7
Sindu Galba, Pesantren Sebagai Wadah Komunikasi, (Jakarta: PT.Renika Cipta, 1991),
cet.1.h.62
32
mengingatkan bahwa berdirinya suatu pesantren didukung secara penuh oleh
masyarakat. Ini adalah sebuah cermin, betapa figur Kiyai sebagai pengasuh
pesantren dan pengayom masyarakat yang kehadirannya dapat diterima atau
dijadikan panutan. Ini merupakan bukti yang nyata bahwa peranan sang Kiyai
dalam suatu pondok pesantren sangatlah berpengaruh terhadap perkembangan
pondok pesantren.
Kehadiran sebuah pondok pesantren ditengah-tengah masyarakat tidak
hanya sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga sebagai lembaga penyiaran agama
dan sosial keagamaan. Dengan sifatnya yang lentur (flexible), sejak awal
kehadirannya, pesantren ternyata mampu mengadaftasi diri dengan masyarakat
serta memenuhi tuntutan masyarakat. 8 Oleh karena itu, keberadaan pondok
pesantren sangat dibutuhkan oleh masyarakat sekitar maupun masyarakat luas.
A. Latar Belakang dan Tujuan Berdirinya Pondok Pesantren Tarbiyatul
Falah
1. Latar belakang berdirinya Pondok Pesantren Tarbiyatul Falah
Pondok pesantren Tarbiyatul Falah didirikan tahun 1973 oleh
Hj. Sukarsih (yang biasa dipanggil Euceu) oleh santri, yang terletak di
desa Leuwimekar Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor. Pada awalnya
pondok pesantren itu di rumah milik pribadi yang sangat sederhana. Pada
periode awal ini, tempat belajarnya masih menyatu dengan kediaman
Euceu.
8
Hasbullah, Kapita Selekta Sejarah Islam, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,1996), h.42
33
Adapun berdirinya pondok pesantren ini dilatarbelakangi oleh
keinginan dan semangat yang kuat dari Euceu untuk mengembangkan dan
mengamalkan ilmu, karena memang pada waktu itu tidak banyak tempat
atau pondok pesantren yang khusus putri.
Pada awal berdirinya pesantren, santri yang menuntut ilmu di sana
masih berupa “santri kalong” yakni santri yang tidak tinggal menetap di
pondok atau asrama. Pada waktu itu santrinya baru berjumlah 1 orang,
namun dalam perkembangannya, beliau mempunyai gagasan bahwa santri
yang menuntut ilmu di Tarbiyatul Falah bukan lagi sebagai santri kalong.
Euceu mulai membangun dua lokal untuk pesantren dan rumah pun masih
panggung pada tahun 1973, dan waktu itu santrinya sudah ada 12 orang.
Seiring dengan berjalannya waktu karena pada waktu itu jarang sekali
pondok pesantren yang di khususkan hanya untuk putri maka dari waktu
ke waktu makin banyak peminatnya bahkan bukan hanya yang berasal dari
Bogor saja melainkan ada juga yang diluar pulau jawa. Dari jumlah
santrinya yang hanya 1 orang sekarang sudah mencapai 400 orang.
2. Tujuan Berdirinya Pondok Pesantren Tarbiyatul Falah
Pada umumnya tujuan berdirinya pondok pesantren Tarbiyatul Falah
adalah untuk membina masyarakat sekitar pesantren menjadi masyarakat
yang Islami dan untuk menciptakan dan mengembangkan kepribadian
muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan,
kepribadian yang berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat atau abdi
34
masyarakat, maupun berdiri sendiri bebas dan teguh dalam kepribadian,
menyebarkan dan menegakkan agama Islam, serta kejayaan umat Islam di
tengah-tengah
masyarakat
dan
mencintai
ilmu
dalam
rangka
mengembangkan kepribadian bangsa.
Islam mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu, baik ilmu agama
maupun ilmu yang menyangkut permasalahan duniawi, karena hidup umat
manusia di muka bumi ini adalah mengharap kebahagiaan di dunia dan
akhirat kelak.
Tujuan pendidikan Islam sebenarnya bukan hanya membentuk pribadi
muslim yang bertaqwa kepada Allah SWT saja, tetapi juga membentuk
jiwa seorang muslim yang dapat menyiarkan ajaran Islam kepada muslim
lainnya. Untuk mencapai tujuan itu, sangat dibutuhkan suatu wadah
pendidikan
bagi
umat
muslim.
Wadah
ini
direalisasikan
demi
mendapatkan kader-kader penyebar ajaran agama Islam di masa
mendatang. Itulah sebabnya, tidak heran bahwa bila para ulama terdahulu
sampai sekarang mendirikan pondok pesantren sebagai wadah pembinaan
umat Islam.
Setiap orang hidup pasti punya tujuan, begitu pula Euceu, beliau
mengembangkan
pondok
pesantren
Tarbiyatul
Falah
pun
Euceu
mempunyai tujuan. Adapun tujuannya adalah untuk memajukan umat agar
dapat mengetahui agama lebih dalam, dan menciptakan para ulama dari
kalangan perempuan.
35
Disamping itu, tujuan pendidikan pondok pesantren adalah untuk
membentuk manusia yang mempunyai kesadaran tinggi akan pentingnya
ajaran-ajaran agama Islam. Selain itu, diharapkan memiliki kemampuan
tinggi untuk mengadakan respon terhadap tantangan-tantangan dan
tuntutan-tuntutan hidup dalam konteks ruang lingkup dan waktu di
masyarakat.
Adapun kegiatan yang diterapkan sebenarnya tidak terlepas dari tujuan
utama didirikannya Pondok Pesantren ini, yaitu mengajarkan baca tulis
dan mengenalkan lagu-lagu dalam membaca Al-Qur’an, memberikan
pemahaman kandungan Al-qur’an. Karena itu, waktu kegiatan pengajian
yang diadakan mengiringi pelaksanaan Shalat lima waktu. Di sela-sela
kegiatan tersebut, sering diberikan nasihat-nasihat yang dikutip dari ayatayat al-Qur’an maupun Al-Hadis sebagai media pembinaan mental
(akhlak).
B. Tokoh-tokoh pendiri Pondok Pesantren
Orang yang berperan dalam mendirikan Pondok Pesantren
Tarbiyatul Falah yaitu Orang tua Hj. Sukarsih sendiri, yang biasa di
panggil Abah (H.Hasan) dan Ema (Hj.Ayunah), pamannya Hj. Sukarsih
yaitu Bapak H. Samin adik dari Abah Euceu sendiri. Pada saat
membangun Pondok Pesantren ini yaitu dengan menggunakan
biaya
pribadi tanpa ada campur tangan pemerintah karena ini adalah merupakan
Pondok Pesantren Tradisional.
36
C. Sistem Pendidikan Tarbiyatul Falah
Sistem yang ditampilkan dari pondok pesantren mempunyai keunikan
tersendiri dibandingkan dengan sistem yang diterapkan dalam pendidikan pada
umumnya, contohnya; satu, pondok pesantren memakai sistem tradisional yang
mempunyai kebebasan penuh dibandingkan dengan sekolah modern, sehingga
terjadi hubungan dua arah antara santri dengan Kyainya. Dua, kehidupan
pesantren menampakkan semangat demokrasi, karena mereka secara praktis
bekerjasama mengatasi problema non kurikuler mereka. Tiga, para santri tidak
berambisi untuk memperoleh gelar, karena sebagian besar pondok pesantren
tidak mengeluarkan ijazah bagi kelulusan para santrinya. Hal itu karena tujuan
utama mereka semata-mata hanya ingin mendapatkan ridho Allah SWT.
Empat, sistem pendidikan di pondok pesantren mengutamakan kesederhanaan,
idealisme, persaudaraan, persamaan, rasa percaya diri, dan keberanian hidup.
Lembaga pendidikan pondok pesantren mempunyai unsur-unsur pokok yang
membedakannya dengan model pendidikan sekolah-sekolah umum, di
antaranya, ada Kyai yang mengajar dan mendidik, ada santri yang belajar dari
Kyai, ada masjid sebagai tempat ibadah dan pusat kegiatan bagi santri dan
masyarakat, ada pondok asrama tempat para santri menginap, ada Kitab
Kuning yang diajarkan oleh Kyai terhadap santri, serta cara yang digunakan
adalah dengan metode model pendidikan dan pengajaran yang umum
digunakan di pesantren. Pondok pesantren memiliki sistem pendidikan dan
pengajaran non klasikal yang dikenal dengan nama bandongan dan sorogan.
Sistem bandongan ini sering disebut halaqah dinamakan dalam pengajian, kitab
37
yang dibaca oleh Kyai hanya satu, sedangkan para santrinya membawa kitab
yang sama, lalu santri mendengarkan dan menyimak apa yang dibacakan oleh
Kyai. Setiap santri memperhatikan Kitabnya masing-masing dan membuat
catatan baik arti maupun keterangan tentang kata-kata atau pikiran yang sulit.
Kata sorogan berasal dari bahasa Jawa yang berarti sosodoran atau yang
disodorkan. Maksudnya suatu sistem belajarnya secara bergantian satu persatu.
Seorang santri berhadapan langsung dengan Kyai untuk belajar mengaji.
Pengajaran dengan menggunakan sorogan ini memiliki keuntungan yang cukup
efektif, antara lain: (1) Kemajuan pendidikan dan pengajaran sesuai dengan
kondisi dan kemampuan santri (2) Evaluasi dan penguasaan terhadap kitabkitab yang dipelajari santri lebih mantap dan konkrit. (3) Hubungan antara
Kyai dan santri lebih dekat. (4) Memudahkan santri yang baru pertama kali
mempelajari kitab-kitab agama. Konsep tentang pencarian dan penguasaan
ilmu di pesantren dalam beberapa hal berbeda dengan konsep yang berlaku
diluar pendidikan pondok pesantren. Ilmu pengetahuan dan ilmu pendidikan di
pondok pesantren diperoleh dan dikuasai bukan hanya dengan melalui
pembelajaran, tetapi juga dengan mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan
banyak melakukan zikir, sholawat, tahmid dan tasbih.
Sistem pendidikan yang diterapkan di Pondok Pesantren Tarbiyatul Falah
adalah sistem pendidikan salafi atau tradisional. Sistem salafiah menyangkut
masalah-masalah ibadah dan pengajian Kitab-kitab kuning, dengan gaya sorogan
atau mendengarkan kiyai berbicara (nguping), pengajian Kitab kuning sebagai
materi utama dalam pondok pesantren salaf.
38
Pendidikan yang diterapkan di pondok pesantren Tarbiyatul Falah, dalam
penyusunan jadwal mata pelajaran Pesantren Tarbiyatul Falah yang disetujui oleh
Hj Sukarsih. Pada saat fajar adalah mandi dan melakukan shalat subuh berjama’ah
di mushalla disambung dengan sorogan kitab di kamar masing-masing kepada
ustadzah. Makan pagi, umumnya masih memasak sendiri kemudian masuk ke
mushalla untuk melaksanakan pengajian dengan Hj. Sukarsih.Tengah hari santri
melaksanakan shalat dzuhur berjama’ah dan ba’danya seluruh santri melakukan
pengajian kitab-kitab fiqh. Pada sore hari santri mandi, melaksanakan shalat ashar
berjama’ah. Tiba waktu maghrib semua santri berkumpul di mushalla untuk
melaksanakan shalat maghrib berjama’ah ba’da shalat santri makan malam, lalu
dilanjutkan dengan shalat isya berjama’ah yang dilangsungkan dengan pengajian
kitab nahwu sharaf. Di pondok pesantren Tarbiyatul Falah semua santri harus
melaksanakan shalat lima waktu berjama’ah kalu tidak melaksanakannya akan
dikenakan sanksi.
Daftar kitab dan pembagian fan yang digunakan di pesantren Tarbiyatul
Falah yaitu :
NAHWU/SHARAF
1. Jurumiah
2. Mutammimah
3. Kailani
4. Alfiyah Ibn Agil
39
5. Tuhfatul Ahbab.
FIQH/USHUL FIQH
1. Sapinatunnaja
2. Fathul Qarib
3. Sulam Taufiq
4. Kifayatul Akhyar
5. Fathul Wahab
TAFSIR
1. Jalaliyn
2. Muniir
HADITS
1. Riyadus Sholihin
2. Hadits Arbain
3. Bulugul Marom
Dengan sistem pendidikan yang diterapkan di pondok
pesantren Tarbiyatul Falah maka santri diharapkan nantinya
menjadi alumnus pondok pesantren yang menguasai ilmu agama
dan berbagai keterampilan juga disertai dengan akhlak yang mulia
dan kepribadian yang tangguh dan mandiri.
40
Adapun untuk
memperlancar
jalannya sistem yang
ditetapkan, maka pondok pesantren Tarbiyatul Falah membuat
dan memberikan jadwal aktifitas keseharian santri serta tata tertib
untuk santri guna mengatur serta mendisiplinkan santri-santri yang
ada.
Berikut ini adalah aktifitas santri dalam sehari-hari :
1.
Ahad
Jam 04.00
Bangun pagi, tahajud
Jam 04.35
Shalat subuh berjamaah
Jam 05.00 - 06.00
Sorogan kitab
Jam 06.00 – 07.00
Sarapan
Jam 07.00 - 09.00
Pengajian kitab dengan kiyai
Jam 09.00 – 11.00
Sekolah ibtidaiyah
Jam 11.00 – 12.00
Istirahat makan siang, shalat dzuhur
berjamaah
Jam 13.00 – 15.00
Pengajian kitab dengan kiyai
Jam 15.00 – 16.00
Makan sore
Jam 18.00 – 19.00 Shalat
magrib
berjamaah,
pengajian
Al-qur’an kepada ustadzah
Jam 19.00
Shalat isya berjamaah
Jam 20.00 – 22.00 Pengajian kitab dengan kiyai
Jam 22.00
2.
Istirahat
Malam Jum’at : Membaca yasin, kegiatan muhadoroh/ ceramah
41
3.
Sabtu
Jam 09.00
pengajian majelis taklim ibu-ibu.
Suasana kehidupan dan pondok pesantren Tarbiyatul
Falah terasa lebih longgar dengan corak kehidupan di luar
pesantren. Pakaian santri tampak berbeda dengan pelajarpelajar umum, didalam kehidupan sehari-hari para santriwati
memakai jilbab, baju tangan panjang,memakai rok atau
sarung di lingkungan pondok pesantren, selain itu pondok
pesantren juga menyediakan fasilitas yang dibutuhkan oleh
santrinya.
Pondok pesantren Tarbiyatul Falah mempunyai santri
400 orang, kebanyakan santri yang tinggal di pondok
pesantren Tarbiyatul Falah berasal dari Bogor, Jakarta,
Tasikmalaya, Jawa, bahkan ada juga yang berasal dari luar
pulau Jawa.
Dalam lingkungan pondok pesantren pasti ada peraturan
dan tata tertib, tata tertib dan peraturan sangat penting
diperlukan dan diterapkan dalam segala bentuk aktivitas atau
kegiatan,baik itu kegiatan formal atau non formal, karena
melakukan segala sesuatu sesuai dengan peraturannya, maka
pekerjaan yang direncanakan pun akan tercapai. Demikian
pula yang dilakukan oleh pondok pesantren Tarbiyatul Falah
ada beberapa peraturan yang diterapkan bukan untuk
42
mengekang kehidupan santri agar mempunyai keseimbangan
antara kebutuhan berdikari dan penghargaan terhadap hakhak orang lain serta memajukan pengalaman atas
dirinya
sendiri serta menjadikan santri dalam kehidupan sehari-hari,
mempunyai peraturan sendiri sehingga hidup dapat terarah
dengan mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku akan
mendidik santri mempunyai ketegasan terhadap hal-hal yang
boleh dilakukan dan yang dilarang oleh pihak pondok
pesantren Tarbiyatul Falah sebagai berikut:
1. Pakaian, santri putri dilarang keluar memakai celana panjang
2. Kebersihan dan Ketertiban
a. Dilarang membuang sampah, meludah, dan menggantungkan
pakaian melalui tralis jendela kamar
b. Dilarang menulis, mencoret-coret dinding, lemari dan bangunan
sekitar pondok pesantren
c. Dilarang meninggalkan pondok pesantren tanpa izin pengasuh
pondok pesantren
d. Wajib melaksanakan piket kebersihan/ masak sesuai dengan jadwal
3. Pengajian dan Pendidikan
a. Santri wajib melaksanakan shalat lima waktu secara berjamaah
b. Lima belas menit sebelum masuk waktu shalat harus sudah
berkumpul di aula untuk melaksnakan tadarus
43
c. Diharuskan mengerjakan sholat sunnah, tahajud, dhuha, dan shalat
sunnat lainnya
d. Diharuskan melakukan puasa sunnah senin dan kemis
e. Sesama rekan santri harus saling menghormati, menghargai dan
saling tolong menolong
BAB IV
PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN TARBIYATUL FALAH
Pondok Pesantren Tarbiyatul Falah mengalami pasang surut sesuai
dengan situasi dan kondisi social budaya bangsa. Perkembangan tersebut dari
tahun ke tahun selalu mengalami hambatan karena disebabkan oleh dana yang
terbatas. Tetapi walaupun demikian Pesantren Tarbiyatul Falah sampai saat ini
masih eksis.
Hingga kini keberadaan pondok pesantren masih terus berkembang dan
telah berusaha membenahi dirinya guna meningkatkan fungsi peranannya sebagai
wadah untuk membina umat Islam sekitarnya. Dalam usaha itu, pondok pesantren
telah melakukan segala tindakan dan aktivitasnya secara intensif sehingga
pembinaan yang telah dilakukannya mencapai hasil yang cukup memuaskan.
Kehadiran pondok pesantren ditengah-tengah masyarakat tidak hanya
sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga sebagai lembaga penyiaran. 6 Peran
pondok pesantren yang tidak hanya menekankan pengetahuan agama semata,
tetapi juga pengetahuan umum melalui lembaga-lembaga formal (seperti: sekolah
Madrasah dan Aliyah) yang dimiliki. Inilah yang pada gilirannya membuat
masyarakat sekitarnya tidak ragu-ragu untuk menitipkan anak-anak mereka ke
pondok pesantren, dan ini berarti anak-anak tersebut sekaligus telah memiliki
Hasbullah,Kapita Selekta Pendidikan Islam,(Jakarta; rajawali Pres,
1996),Cet.1,Ke-1,h.42
6
43
44
bekal untuk hidup didunia maupun diakhirat. Oleh Karena itu, keberadaan pondok
pesantren tetap dibutuhkan oleh masyarakat sekitar.
Inilah yang pada gilirannya membuat masyarakat sekitarnya tidak raguragu untuk menitipkan anak-anak mereka ke pondok pesantren, dan ini berarti
anak-anak tersebut sekaligus telah memiliki bekal baik untuk hidup didunia
maupun di akhirat. Oleh karena itu, keberadaan pondok pesantren tetap
dibutuhkan oleh masyarakat sekitarnya. 7
Pondok pesantren memerankan sesuatu yang berarti dimasyarakat. Dalam
hal ini peran seorang Kyai memang sangatlah berarti dan dibutuhkan, karena maju
mundurnya atau berkembangnya suatu pondok pesantren itu tergantung dari sosok
Kyai yang ada dan seorang Kyai memanglah orang yang pertama dan utama
dalam memimpin suatu pondok pesantren.
Pondok pesantren Tarbiyatul Falah yang terletak di desa Leuwimekar
Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor dalam merealisasikan perannya, tidak
lepas dari kaidah-kaidah yaitu untuk membina umat Islam yang berada
disekitarnya dan sebagai orang yang mampu untuk ditanyai mengenai masalahmasalah umum terutama sekali masalah-masalah yang berkaitan dengan ilmu
agama. Untuk itu pondok pesantren Tarbiyatul Falah telah menyediakan sarana
dan fasilitasnya untuk menunjang keberhasilan program pembinaan tersebut.
Perkembangan Pondok Pesantren Tarbiyatul Falah mengalami pasang surut sesuai
dengan situasi dan kondisi social budaya bangsa. Perkembangan tersebut dari
Sindu Galba, Pesantren Sebagai Wadah Komunikasi,(Jakarta: Rineka
Cipta,1995), h.67
7
45
tahun ke tahun selalu mengalami hambatan karena disebabkan oleh dana yang
terbatas
A.
Perkembangan di Bidang Pendidikan Agama
Menurut pengertian bahasa, pendidikan berasal dari kata “didik”
yang mendapat awalan “pen” dan akhiran “an”, berarti proses pengubahan
sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. 8
Hal ini pun terjadi pada pondok pesantren Tarbiyatul Falah yang
juga mendapat dukungan yang sangat besar dari masyarakat sekitarnya.
Dengan dukungan ini pondok pesantren Tarbiyatul Falah tetap eksis sampai
sekarang ini.
Adapun sistem pendidikan Pondok Pesantren dapat diselenggarakan
dengan biaya yang relative murah karena semua kebutuhan untuk kegiatan
belajar mengajar disediakan bersama oleh para anggota pondok pesantren
dengan dukungan dari masyarakatnya.
Secara umum, pondok pesantren mempunyai tujuan dan fungsi
sebagai lembaga pendidikan dan penyiaran agama Islam, untuk membentuk
manusia yang mempunyai kesadaran tinggi akan pentingnya ajaran-ajaran
agama Islam, untuk memajukan umat Islam sebagai umat yang
berpengetahuan luas dan juga untuk melestarikan ajaran-ajaran agama Islam
Daud Ali, Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia,(Jakarta: Raja Grafindo
Persada,1995),h.149
8
46
untuk diwariskan dan diajarkan serta disebarkan lagi oleh generasi
berikutnya. Disamping itu pesantren juga sebagai lembaga yang berfungsi
sebagai tempat berinteraksi dan bersosialisasi.
Hubungan-hubungan
social
yang
dinamis
yang
menyangkut
hubungan antar orang perorangan, maupun antara orang perorangan dengan
kelompok manusia merupakan sebuah interaksi social. Apabila dua orang
bertemu, maka interaksi social dimulai pada saat itu. Mereka saling
menegur, berjabat tangan, saling berbicara. Aktivitas-aktivitas semacam itu
merupakan bentuk-bentuk interaksi social. 9
Dan sehubungan dengan semakin berkembangnya pesantren saat ini,
maka pondok pesantren diharapkan bisa menjadi acuan atau referensi guru.
Dilihat dari aspek materi dan metode pendidikan yang diterapkan, pesantren
di Indonesia setidak-tidaknya dapat diketahui dalam bentuk salaf murni,
yaitu pesantren yang semata-mata hanya mengajarkan pengajian Kitab
kuning, dengan menggunakan sistem Sorogan dan Bandungan.
B. Perkembangan di Bidang Dakwah
Dalam bidang dakwah atau tabligh di masyarakat, pondok pesantren
Tarbiyatul Falah berperan sangat aktif. Kegiatan dakwah yang ada di
pondok pesantren Tarbiyatul Falah yaitu:
Pertama Majelis taklim yang dipimpin oleh ibu Hj.Sukarsih yang
diikuti ibu-ibu masyarakat sekitar. Dalam rangka pembinaan pendidikan
Soerjono Soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar,(Jakarta:PT.Raja Grafindo
Persada,2002).h.64
9
47
agama pada masyarakat, maka pondok pesantren memfasilitasi kebutuhan
tersebut salah satunya dengan keberadaan majelis taklim.
Kegiatan majelis taklim diikuti oleh ibu-ibu dan dilaksanakan setiap
hari sabtu pagi. Majelis Taklim ini didirikan pada tahun 1976. Jumlah
peserta majelis taklim pada awal berdirinya sebanyak 50 orang yang
semuanya terdiri dari ibu-ibu yang sudah berumah tangga. Mereka
melaksanakan kegiatan ini untuk kemaslahatan dan kebahagian mereka di
dunia dan di akhirat. 10
Dakwah adalah ajakan yang bisa berbentuk lisan, perbuatan, dan
segala tingkah laku dan sikap seseorang terhadap yang lain. Oleh karena itu,
apabila kita yakini tabligh adalah merupakan kewajiban atas setiap umat
islam, maka kewajiban ini hanya dikaitkan kepada kemampuan dan keadaan
juru dakwah sendiri. Pondok Pesantren Tarbiyatul Falah dalam usahanya
untuk meluaskan dan menyebarkan agama Islam menggunakan media
dakwah sebagai sarana pembinaannya. Ibu Hj. Sukarsih ( biasa dipanggil
Euceu) dalam kegiatan sehari-hari sering sekali diundang majelis taklim
untuk melaksanakan dakwah ke berbagai daerah, melalui cara ini diharapkan
pembinaan yang telah dilakukan mampu memberikan pengaruh dan dampak
positif dimasyarakat. 11
Jika dilihat dari segi pembinaan yang telah dilakukan oleh Pondok
Pesantren Tarbiyatul Falah dalam dakwah tampaknya tidak ada yang
istimewa, namun jika dilihat dari ragam pengajian, jumlah yang hadir dan
10
11
Thoha Yahya Umar,Ilmu Dakwah,(Jakarta: Wijaya,1971),h.1
Wawancara Pribadi Ustadzah Eeng Maryani
48
motivasi masyarakat ini merupakan peranan yang tersendiri bagi Pondok
Pesantren Tarbiyatul Falah dalam usahanya membina umat Islam di
Kabupaten Bogor.
Adapun dalam bidang dakwah yang telah dikembangkannya
mencakup pembinaan melalui Majlis Ta’lim. Pembinaan telah di lakukan
oleh Pondok Pesantren Tarbiyah Falah. Ini di lakukan dengan mengadakan
pengajian-pengajian dengan sistem dan pengajaran yang sudah terbukti
mampu meningkatkan pengetahuan santrinya dalam bidang keagamaan.
Majelis Taklim
Dari segi etimologis, perkataan Majelis Taklim berasal dari bahsa
Arab, yang terdiri dari dua kata yaitu majelis dan taklim. Majelis artinya
tempat duduk ,tempat siding dewan, sedangkan taklim artinya pengajaran.
Dengan demikian secara linguistic, majelis taklim adalah tempat untuk
melaksanakan pengajaran atau pengajian agama Islam secara bersamasama. 12
Secara istilah, pengertian Majelis taklim sebagimana dirumuskan
pada Musyawarah Majelis Taklim se DKI Jakarta pada tahun 1980 adalah
lembaga pendidikan nonformal Islam yang memiliki kurikulum tersendiri,
diselenggarakan secara berkala dan teratur dan diikuti oleh jama’ah yang
relative banyak yang tujuan untuk membina dan mengembangkan hubungan
yang santun dan serasi antara manusia dengan Allah Swt, antara manusia
Ahmad Warson Munawir, al Munawir, Kamus Indonesia, (Surabaya:
Arkola,1994)h.38
12
49
dengan sesamanya, dalam rangka membina masyarakat yang bertaqwa
kepada Allah Swt. 13
C. Perkembangan di bidang social
Sebagai makhluk sosial pastilah manusia saling membutuhkan
antara satu dengan yang lainnya. Dalam bidang ini kegiatan dan partisipasi
pondok pesantren Tarbiyatul Falah memfokuskan kepada peningkatan
ukhuwah Islamiyah dengan masyarakat sekitar. Diantara kegiatan tersebut
adalah:
a. Pemotongan dan pembagian hewan Qurban.
Kegiatan ini dilakukan setiap hari raya Idul Adha. pembagian
hewan qurban selalu mengalami peningkatan baik dari sisi wilayah
pembagian yang semakin meluas tidak hanya masyarakat sekitar tetapi
juga masyarakat lain Desa maupun dari sisi jumlah hewan qurban yang
terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.
b. Mempelopori kegiatan-kegiatan keagamaan
Kegiatan ini lebih bersifat pemberian contoh dan motivasi kepada
masyarakat dalam hal menciptakan lingkungan masyarakat yang agamis.
Setiap ada kegiatan hari raya besar Islam, maka pesantren selalu
Nurul Huda, dkk, Pedoman Majelis Taklim, Proyek Penerangan Bimbimgan
Dakwah Khotbah Agama Islam Pusat, Jakarta, 1984 ,h.5
13
50
memfasilitasi kegiatan tersebut dan mendorong masyarakat untuk aktif dan
kreatif dalam mensukseskan acara tersebut. Dengan kerjasama yang baik
antara pondok pesantren dengan masyarakat, maka terciptanya kondisi
lingkungan yang harmonis dan agamis. Pada hari-hari besar seperti Idul
Fitri, Idul Adha, Nishfu Sya’ban terutama dalam perayaan memperingati
Maulid Nabi Muhammad para kiyai dan santri mengadakan kunjungan
silaturrahim kepada guru dan pesantrennya.
c. Santunan kepada anak yatim piatu dan panti jompo.
Kegiatan santunan ini diberikan setiap lebaran anak yatim, setelah
Idul fitri, pada acara Haul wafatnya Bapak saya akan tetapi dari sisi lain
agama Islam juga mendorong semangat untuk berperan dalam mencari
potensi yang ada di alam ini, sehingga hal tersebut adalah sebagian
daripada iman.
d. Ikatan Keluarga Pesantren Tarbiyatul Falah
Terbentuknya ikatan ini yang berpusat di pondok pesantren
Tarbiyatul Falah mempunyai beberapa cabang di berbagai daerah antara
lain Bekasi, Rangkas Bitung, Gunung Putri, Maribaya, dan masih banyak
lagi yang lainnya. Kegiatan yang dilakukan ini mengadakan penyampaian
informasi
atau
publikasi
terhadap
masyarakat
luas, mengadakan
pertemuan-pertemuan musyawarah untuk memajukan pondok pesantren
yang diisi dengan siraman rohani. 14
14
Wawancara pribadi dengan Hj. Sukarsih
51
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan Pada beberapa uraian dan penjelasan yang berkenaan
dengan sejarah dan peranan pondok pesantren Tarbiyatul Falah dalam
mengembangkan
agama
Islam
yang terletak di desa Leuwimekar
Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor.
Penulis dapat menyimpulkan skripsi ini sebagai berikut :
1.
Pondok Pesantren Tarbiyatul Falah berdiri pada tahun 1973 di desa
Leuwimekar Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor yang didirikan
oleh oleh Hj. Sukarsih (yang biasa dipanggil Euceu) oleh santri. Pada
awalnya pondok pesantren itu bukan merupakan bangunan milik
pribadi yang sangat sederhana. Pada periode awal ini, tempat
belajarnya masih menyatu dengan kediaman Euceu. Perkembangan
Pondok pesantren Tarbiyatul Falah pada awal berdirinya pesantren
hanya memiliki “santri kalong” yakni santri yang tidak tinggal
menetap di pondok atau asrama. Pada waktu itu santrinya baru
berjumlah
1
orang,
namun
dalam
perkembangannya,
beliau
mempunyai gagasan bahwa santri yang menuntut ilmu di Tarbiyatul
Falah bukan lagi sebagai santri kalong. Euceu mulai membangun dua
lokal untuk pesantren dan rumah pun masih panggung pada tahun
1978, dan waktu itu santrinya sudah ada 12 orang. Seiring dengan
51
52
berjalannya waktu karena pada waktu itu jarang sekali pondok
pesantren yang di khususkan hanya untuk putri maka dari waktu ke
waktu makin banyak peminatnya bahkan bukan hanya yang berasal
dari Bogor saja melainkan ada juga yang dari luar pulau jawa.
2.
Pesantren Tarbiyatul Falah telah mencoba untuk menciptakan dan
mengembangkan kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman,
bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat
atau abdi masyarakat, maupun berdiri sendiri bebas dan teguh dalam
kepribadian, menyebarkan dan menegakkan agama Islam. Dalam
masyarakat, pesantren memang sangat dibutuhkan kehadirannya
untuk mencetak kader-kader yang handal dan pandai dalam
bidang
ilmu
agama,
dan
juga dapat
memberikan
kesejukan,
kedamaian masyarakat dengan adanya berbagai ilmu keagamaan.
53
PEDOMAN WAWANCARA
1. Bagaimana sejarah berdirinya pondok pesantren Tarbiatul Falah ?
2. Apa yang melatarbelakangi di dirikannya pondok pesantren Tarbiatul
Falah ?
3. Apa tujuan di dirikannya pondok pesantren Tarbiatul Falah ?
4. Bagaimana sistem pendidikan yang di pakai di pondok pesantren Tarbiatul
Falah ?
5. Apa saja peranan yang diberikan pondok pesantren Tarbiatul Falah
terhadap pembinaan umat Islam di Desa Leuwi mekar.
54
Lampiran
HASIL WAWANCARA
Nama
: Ustadzah.Eeng.
Umur
: 40 Tahun
Jabatan
: Staff pengajar Pondok Pesantren Tarbiatul Falah
Alamat
: Desa Leuwimekar,Leuwiliang, Bogor
1. Kapan pesantren Tarbiyatul Falah berdiri, apa tujuan didirikannya, siapa
nama
pendirinya dan apa nama pesantren ini pertama kali pesantren
ini di dirikan ?
Jawab:
Pesantren Tarbiatul Falah berdiri pada ke-19 m, di dirikan oleh Hj.Sukarsih,
seorang wanita yang berjasa besar terhadap penyebaran Islam di kota Bogor
khususnya di Desa Leuwi mekar. Pesantren ini merupakan pesantren pertama
yang ada di Desa Leuwi mekar, awalnya berbentuk surau/majlis yang digunakan
untuk sholat berjamaah,pengajian Ibu-ibu,Pemuda dan Bapak-Bapak. Dan belajar
ilmu-ilmu agama yang bertujuan untuk membentuk aqidah mereka dari pengaruh
agama lain dan pengaruh dunia luar/technologi. Di bawah pimpinan Hj.Sukarsih
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Permasalahan Penelitian ......................................................... 8
1. Identifikasi Masalah ............................................................. 8
2. Batasan Masalah ................................................................. 9
3. Rumusan masalah ............................................................... 9
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 9
D. Metode Penelitian .....................................................................
10
E. Sistematika Penulisan ................................................................
12
BAB II
GAMBARAN UMUM WILAYAH LEUWIMEKAR LEUWILIANG BOGOR
A. Sejarah singkat Kabupaten Bogor ..........................................
14
B. Gambaran Umum Kabupaten Bogor ....................................
17
C. Letak Geografis dan Demografis Desa leuwimekar ...........
22
D. Kondisi Sosial–Budaya ...............................................................
23
E. Kondisi Keagamaan Kabupaten Bogor ................................
25
BAB III
SEJARAH BERDIRINYA PONDOK PESANTREN TARBIYATUL FALAH
A. Latar Belakang Berdirinya ........................................................
32
B. Tujuan Berdirinya ........................................................................
33
C. Tokoh-tokoh Pendiri ...................................................................
35
D. Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Tarbiyatul Falah .......
36
BAB IV PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN TARBIYATUL FALAH
A. Perkembangan dibidang pendidikan agama ....................
43
B. Perkembangan dibidang dakwah ........................................
44
C. Perkembangan dibidang sosial ..............................................
46
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................
47
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Daud, Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo
Persada,1995
Anderson, Ben, Revolusi Pemuda: Pendudukan Jepang dan Perlawanan di Jawa
1944-1946 Jakarta : Pustaka Sinar Harapan 1988
Aziz, Abdul, Ensiklopadia, Tri benda, 1993 karya 1993
Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup
Kyai,Jakarta : LP3ES 1985
C,M. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: PT Serambi Ilmu
Semesta, 2005
Dudung, Aburrahman, Metode Penelitian Sejarah Jakarta: Logos, 1999
Galba, Sindu, Pesantren Sebagai Wadah Komunikasi, Jakarta: Rineka Cipta, 1999
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,(Jakarta Raja Grafindo Persada
1995
Hielmy, Irfan, Wacana Islam Telaah Anak Bangsa Ciamis: PIP Darussalam, 2000
Jalaluddin, Kapita Selekta Pendidikan. Jakarta: 1990
Malik, Fajar. Reorientasi pendidikan Isam. Jakarta:Fajar dunia,1990.
Masyhud. Sulton, Manajemen Pondok Pesantren Jakarta:Diva Pustaka, 2002.
Muthohar, Ahmad, AR, Ideologi Pendidikan Pesantren, Semarang: Pustaka Rizki
Putra,2007
Purwadarmiknto. W.j.s. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,
2002.
Profil Kabupaten Bogor, Bogor bagian Humas setda Kabupaten Bogor 2009
Raharjo, Dawan, Pesantren dan Pembaharuan Jakarta: LP3ES
Ridwan, Lubis, Muhamad. Pemikiran Soekarno tentang Islam. Jakarta: CV.
Masagung,1992.
Subeni, Sumbangan Foklore Bogor terhadap Perkembangan Bahasa di Jawa Barat,
Bandung: IKIP, 1978
Suprayogo, Imam, dan Tobrono, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, Bandung:
Rosda Karya, 2001
Suyata, Pergulatan Dunia Pesantren: Membangun Dari Bawah, Jakarta: P3M, 1985
Turmudi, Endang, Perselingkuhan Kyai dan kekuasaan, Yogyakarta: LKIS, 2003
Tjandrasasmita, Uka, Pertumbuhan dan Perkembangan Kota-kota Muslim di
Indonesia T.tp.:Menara Kudus, 2000
Van Bruinessen, Martin, Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat Bandung: Mizan,
1995
Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Mutiara Sumber
Widya, 1995)
Suyata, Pergulatan Dunia Pesantren: Membangun Dari Bawah. Jakarta: P3M, 1985.
Steenbrink, A. Pesantren, Madrasah, Sekolah. Jakarta: LP3ES,1992.
Syamsu. Muhammad, Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan Sekitarnya. Jakarta:
lentera, 1999.
Wahid, Abdurrahman, Pesantren sebagai sub kultur. Dalam Bunga Rampa
Pesantren, Jakarta : CV. Darma Bakti, 1978
Wahjoetomo. Perguruan Tinggi Pesantren: Pendidikan Alternatif Masa Depan.
Jakarta, Gema Insani Press, 1997.
Ziemek, Manfred, Dinamika Pesantren: Dampak Pesantren dalam Pendidikan dan
Pengembangan Masyarakat, Jakarta: P3M, diterjemahkan oleh Sonhaji 1998
Download