BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Rentabilitas/Profitabilitas Profitabilitas menurut Sofyan Syafri (2008) adalah kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang digambarkan oleh Return On Investment (ROI). Sedangkan James O. Gill (2005) mendefinisikan profitabilitas sebagai hasil dari beberapa hal, seperti: struktur harga, jumlah usaha Anda, dan seberapa baik Anda mengendalikan usaha. Profitabilitas yang terkadang disebut pula pendapatan, diperoleh dari perubahan harga atau volume atau keduanya. Oleh karenanya, perubahan pada rasio yang berlangsung setiap waktu akan terjadi dengan usaha, yang mempengaruhi perubahan di dalam harga dan/atau volume. Untuk dapat melangsungkan hidupnya, suatu perusahaan haruslah berada dalam keadaaan menguntungkan/profitable. Tanpa adanya keuntungan akan sangat sulit bagi perusahaan untuk menarik modal dari luar. Para kreditur, pemilik perusahaan dan terutama sekali pihak manajemen perusahaan akan berusaha meningkatkan keuntungan ini, karena disadari betul betapa pentingnya arti keuntungan bagi masa depan perusahaan. Rasio Rentabilitas atau disebut juga Profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan, 8 8 dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya. Salah satu rasio profitabilitas yang sering digunakan dalam penelitian yang berkaitan dengan pengaruh laba adalah Return On Asset (ROA). Rasio ini menunjukkan berapa besar laba bersih diperoleh perusahaan bila diukur dari nilai aktiva. ROA digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimiliki. Rasio ini menghubungkan keuntungan yang diperoleh dari hasil operasi perusahaan (net operating income) dengan jumlah aktiva yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan operasi tersebut (net operating assets). Return On Assets merupakan pengukuran kemampuan perusahaan secara keseluruhan di dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam perusahaan. Semakin tinggi rasio ini, semakin baik keadaan suatu perusahaan (Lukman Syamsuddin, 2004 : 63). Return On Asset (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas, yaitu rasio yang menunjukkan seberapa efektifnya perusahaan beroperasi sehingga menghasilkan keuntungan atau laba perusahaan (Clara E.S., 2001). Return On Asset (ROA) juga merupakan salah satu rasio yang mengukur tingkat profitabilitas suatu perusahaan. Return On Asset (ROA) digunakan untuk mengetahui besarnya laba bersih yang dapat diperoleh dari operasional perusahaan dengan menggunakan seluruh kekayaannya. Tinggi rendahnya Return On Asset (ROA) tergantung pada pengelolaan asset perusahaan oleh manajemen yang 9 menggambarkan efisiensi dari operasional perusahaan. Semakin tinggi Return On Asset (ROA) semakin efisien operasional perusahaan dan sebaliknya, rendahnya Return On Asset (ROA) dapat disebabkan oleh banyaknya asset perusahaan yang menganggur, investasi dalam persediaan yang terlalu banyak, kelebihan uang kertas, aktiva tetap beroperasi dibawah normal dan lain-lain. 2.2 Price Earning Ratio (PER) Price Earning Ratio (PER) mengindikasikan besarnya uang yang harus dibayarkan investor untuk mendapatkan rupiah dari perusahaan, dengan kata lain Price Earning Ratio (PER) menunjukkan besarnya harga setiap earning perusahaan dan merupakan ukuran harga dari sebuah perusahaan. Price Earning Ratio merupakan metode yang menggunakan laba perusahaan untuk memperkirakan nilai saham suatu perusahaan. Pendekatan ini juga disebut pendekatan earning multiplier yang menunjukkan rasio dari harga saham terhadap earningnya, jika kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba meningkat, maka harga saham akan meningkat. Dengan meningkatnya harga saham perusahaan, maka return saham yang akan diperoleh investor juga akan semakin tinggi. (Suad Husnan : 2005) Rasio ini menunjukkan seberapa besar investor menilai harga saham terhadap kelipatan earning. Price Earning Ratio atau Rasio Harga/Pendapatan mencerminkan kesediaan investor membayar harga dari 10 setiap rupiah pendapatan. PER juga diartikan sebagai indikator kepercayaan pasar terhadap prospek pertumbuhan perusahaan. Dalam penggunaan PER biasanya para praktisi akan menentukan apakah ia lebih optimistik atau pesimistik dibandingkan dengan pasar secara keseluruhan. Jika ia lebih optimistik terhadap prospek pertumbuhan perusahaan, maka ia akan membeli saham dan jika sebaliknya maka ia akan menjual sahamnya (Agus Sartono, 2003:109). Rumus untuk Price Earning Ratio adalah : Keterangan : PER = Price Earning Ratio (rasio harga/pendapatan) EPS = Earning Per Share (pendapatan per lembar saham) Karena sekarang ini lebih banyak investor yang menyukai capital gain, maka mereka akan memilih saham yang memiliki nilai PER yang tinggi, dengan asumsi bahwa naiknya PER kemungkinan disebabkan karena kenaikan harga saham tersebut. Karena meningkatnya permintaan akan saham ini, maka sudah tentu akan terjadi kenaikan harga saham. Dengan naiknya harga saham berarti terjadi keuntungan dari selisih harga saham tersebut (capital gain), yang secara otomatis akan meningkatkan return yang akan diterima. 11 Price Earning Ratio (PER) adalah parameter yang sering digunakan untuk nilai saham. Metode perhitungannya adalah harga saham dibagi dengan angka EPS. Jawabannya berupa angka yang menunjukkan kelipatan harga saham terhadap laba. Meskipun perhitungan rasio ini didasarkan pada angka-angka yang diperoleh di masa lalu, namun nilainya ditentukan oleh investor yang berfokus pada masa depan. Para investor terutama berkepentingan dengan prospek pertumbuhan laba. Untuk mengestimasi hal tersebut, mereka akan mengkaji sektor industri, produk perusahaan, manajemen perusahaan, dan stabilitas keuangan serta sejarah perkembangan perusahaan. Perusahaan tidak memiliki kendali langsung terhadap PER. Perusahaan hanya dapat mempengaruhinya dalam jangka pendek dengan melakukan hubungan masyarakat (public relations) yang baik. Akan tetapi, dalam jangka panjang perusahaan harus memberikan pengembalian yang tinggi atas ekuitas pemegang saham untuk menjamin peringkat yang tinggi secara berkelanjutan. (Ciaran Walsh : 2004) 2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Harga Saham Penentuan harga saham di pasar saham sekunder pada dasarnya ditentukan oleh permintaan dan penawaran terhadap saham di pasar modal, sehingga harga saham naik turun setiap saat tergantung kekuatan mana yang lebih kuat antara permintaan dan penawaran. Harga saham mengalami perubahan sesuai dengan pengaruh-pengaruh yang sedang 12 terjadi di pasar saham. Pasar saham dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal perusahaan. Faktor-faktor internal meliputi : 1. Dividen atau tingkat keuntungan yang dipandang sesuai oleh investor. Apabila dividen dan tingkat keuntungan yang dipandang sesuai oleh investor meningkat, maka akan mendorong naiknya harga saham tersebut. 2. Laba perusahaan. Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi harga saham yang diperdagangkan di pasar modal. Apabila kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba meningkat, maka harga saham akan mengalami peningkatan, dan demikian pula sebaliknya maka akan menyebabkan harga saham turun. 3. Pertumbuhan penjualan perusahaan. Prospek pemasaran hasil produksi juga dapat mempengaruhi perubahan harga saham di bursa efek. Apabila penjualan meningkat diharapkan harga saham akan mengalami peningkatan, dan demikian pula sebaliknya. 13 Faktor-faktor eksternal meliputi : 1. Kebijakan pemerintah Apabila kebijakan pemerintah yang dibuat dirasa menguntungkan bagi investor, maka harga saham akan mengalami peningkatan. 2. Pertumbuhan ekonomi Pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan mengakibatkan naiknya harga saham. 3. Permintaan saham yang bersangkutan Permintaan saham yang tinggi akan berpengaruh pada naiknya harga saham, dan permintaan saham yang rendah akan menurunkan harga saham. 2.4 Return Saham Return merupakan salah satu faktor yang memotivasi investor untuk berinvestasi dan juga imbalan atas keberanian investor menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya (Eduardus Tandelin, 2001 : 48). Sedangkan return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi. Return yang tinggi memberikan gambaran bahwa kompensasi yang diterima besar, demikian pula sebaliknya return yang rendah memberikan gambaran bahwa kompensasi yang diterima kecil. Return dapat berupa return realisasi yang sudah terjadi atau return ekspektasi yang belum terjadi tetapi diharapkan akan terjadi di masa mendatang (Jogiyanto, 2003 : 109) 14 Return realisasi dihitung berdasarkan data historis, yang juga digunakan sebagai salah satu alat pengukur kinerja perusahaan juga sebagai dasar penentuan return ekspektasi dan risiko di masa mendatang. Penilaian terhadap return realisasi bagi investasi yang sudah berjalan perlu dilakukan oleh investor, untuk menilai keberhasilan dari upaya-upaya yang telah mereka lakukan. Dengan demikian, return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi. Sumber-sumber return terdiri dari dua komponen utama yaitu yield dan capital gain (loss). Capital gain atau capital loss merupakan selisih dari harga investasi sekarang relatif dengan harga periode lalu. Dengan kata lain, capital gain (loss) bisa juga diartikan sebagai tambahan perubahan harga sekuritas. Sementara itu yield adalah penerimaan kas periodik dari suatu investasi. Yield untuk saham adalah dividen. 2.5 Jakarta Islamic Index (JII) 2.5.1 Pengertian Jakarta Islamic Index Jakarta Islamic Index atau biasa disebut JII adalah salah satu indeks saham yang ada di Indonesia yang menghitung index harga ratarata saham untuk jenis saham-saham yang memenuhi kriteria syariah. Pembentukan JII tidak lepas dari kerja sama antara Pasar Modal Indonesia (dalam hal ini PT Bursa Efek Jakarta) dengan PT Danareksa Investment Management (PT DIM). JII telah dikembangkan sejak tanggal 3 Juli 2000. Pembentukan instrumen syariah ini untuk mendukung pembentukan Pasar Modal Syariah yang kemudian diluncurkan di Jakarta pada tanggal 14 15 Maret 2003. Mekanisme Pasar Modal Syariah meniru pola serupa di Malaysia yang digabungkan dengan bursa konvensional seperti Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. Setiap periodenya, saham yang masuk JII berjumlah 30 (tiga puluh) saham yang memenuhi kriteria syariah. JII menggunakan hari dasar tanggal 1 Januari 1995 dengan nilai dasar 100. Tujuan pembentukan JII adalah untuk meningkatkan kepercayaan investor untuk melakukan investasi pada saham berbasis syariah dan memberikan manfaat bagi pemodal dalam menjalankan syariah Islam untuk melakukan investasi di bursa efek. JII juga diharapkan dapat mendukung proses transparansi dan akuntabilitas saham berbasis syariah di Indonesia. JII menjadi jawaban atas keinginan investor yang ingin berinvestasi sesuai syariah. Dengan kata lain, JII menjadi pemandu bagi investor yang ingin menanamkan dananya secara syariah tanpa takut tercampur dengan dana ribawi. Selain itu, JII menjadi tolok ukur kinerja (benchmark) dalam memilih portofolio saham yang halal. 2.5.2 Pemilihan Saham Untuk Indeks Penentuan kriteria dalam pemilihan saham dalam JII melibatkan Dewan Pengawas Syariah PT DIM. Saham-saham yang akan masuk ke JII harus melalui filter syariah terlebih dahulu. Berdasarkan arahan Dewan Pengawas Syariah PT DIM, ada 4 syarat yang harus dipenuhi agar sahamsaham tersebut dapat masuk ke JII: 16 a. Emiten tidak menjalankan usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang. b. Bukan lembaga keuangan konvensional yang menerapkan sistem riba, termasuk perbankan dan asuransi konvensional. c. Usaha yang dilakukan bukan memproduksi, mendistribusikan, dan memperdagangkan makanan/minuman yang haram. d. Tidak menjalankan usaha memproduksi, mendistribusikan, dan menyediakan barang/jasa yang merusak moral dan bersifat mudharat. Selain filter syariah, saham yang masuk ke dalam JII harus melalui beberapa proses penyaringan (filter) terhadap saham yang listing, yaitu: 1) Memilih kumpulan saham dengan jenis usaha utama yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sudah tercatat lebih dari 3 bulan, kecuali termasuk dalam 10 kapitalisasi besar. 2) Memilih saham berdasarkan laporan keuangan tahunan atau tengah tahun berakhir yang memiliki rasio Kewajiban terhadap Aktiva maksimal sebesar 90%. 3) Memilih 60 saham dari susunan saham di atas berdasarkan urutan rata-rata kapitalisasi pasar (market capitalization) terbesar selama 1 (satu) tahun terakhir. 4) Memilih 30 saham dengan urutan berdasarkan tingkat likuiditas ratarata nilai perdagangan reguler selama 1 (satu) tahun terakhir. Pengkajian ulang akan dilakukan 6 (enam) bulan sekali dengan penentuan komponen indeks pada awal bulan Januari dan Juli setiap tahunnya. 17 Sedangkan perubahan pada jenis usaha utama emiten akan dimonitor secara terus menerus berdasarkan data publik yang tersedia. Perusahaan yang mengubah lini bisnisnya menjadi tidak konsisten dengan prinsip syariah akan dikeluarkan dari indeks. Sedangkan saham emiten yang dikeluarkan akan diganti oleh saham emiten lain. Semua prosedur tersebut bertujuan untuk mengeliminasi saham spekulatif yang cukup likuid. Sebagian saham-saham spekulatif memiliki tingkat likuiditas rata-rata nilai perdagangan reguler yang tinggi dan tingkat kapitalisasi pasar yang rendah.( http://id.wikipedia.org). 2.6 Penelitian Terdahulu Bukti empiris tentang pengaruh atau hubungan ROA dengan return saham menunjukkan bahwa ROA mempunyai pengaruh positif dengan return saham (Natarsyah, 2000; Hardiningsih, et.al., 2002 dan Ratnasari, 2003). Sedangkan Bachri (1997) menemukan bahwa Return On Asset (ROA) berpengaruh tidak signifikan terhadap return saham. 18