1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Seiring

advertisement
 1 BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Seiring perkembangan dunia kesehatan, berbagai tantangan muncul.
Tidak hanya dari aspek pelayanan kesehatan, tetapi juga tuntutan terhadap
bidang pendidikan profesi kesehatan. Sehingga dalam menyikap hal ini,
perubahan kurikulum yang berkelanjutan adalah menjadi hal yang familiar
dan sering dilakukan dalam pendidikan kesehatan (Dolmans et al, 2015).
Momentum reformasi kurikulum ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas
proses dan hasil dari pembelajaran yang dilaksanakan (Haidet et al, 2005).
Beberapa hal yang menjadi upaya dalam melakukan reformasi pendidikan ini
salah satunya adalah dengan menerapkan metode pembelajaran terkini dan
inovatif, yang bertujuan untuk menghasilkan pembelajaran yang aktif dari
mahasiswa (Haidet et al, 2005). Perubahan
mencakup penerapan dari
penerapan strategi pembelajaran yang menerapkan beberapa prinsip seperti;
adult learning theory dari Knowles; social theories of learning dari Bandera
dan Burns; dan experiental learning dari Kolb (Abdelhalek et al, 2010),
sebagai pengganti strategi pembelajaran tradisional.
Salah satu perubahan yang besar pada reformasi kurikulum pada
pendidikan kedokteran dan kesehatan adalah pergeseran paradigma
pembelajaran
teacher-centered
menjadi
student-centered,
dengan
memberlakukan metode pembelajaran baru yaitu Problem-Based Learning
1 2 (PBL) dan variasinya (Barrows & Tamblyn, 1980; Frenk et al, 2010). Awal
mulanya PBL dikembangkan pada akhir tahun 1960-an di Universitas
McMaster dan menyebar luas ke Amerika Utara hingga ke seluruh penjuru
dunia (Albanese & Mitchel, 1993). Hemker (1998) menyatakan bahwa PBL
adalah metode yang tepat untuk diterapkan pada pendidikan kedokteran, yang
lebih mementingkan pengetahuan faktual. Metode pembelajaran ini
digunakan sebagai pengganti dominasi dari pendekatan teacher-centered,
yang memiliki karakteristik konten pembelajaran yang kurang relevan dengan
dunia praktis, penekanan kepada transmisi pengetahuan satu arah dari dosen
ke mahasiswa dan kurang menekankan kepada clinical reasoning dan
problem solving (Dolmans et al, 2015).
Dalam penerapannya, PBL memiliki banyak kelebihan. Namun juga
harus diakui bahwa metode ini juga tidak luput dari kekurangan. PBL akan
membawa perubahan kepada cara belajar mahasiswa, yaitu dengan
melakukan proses pembelajaran melalui kelompok-kelompok kecil dan
dengan format self-directed learning. Hal ini tidak jarang membuat
mahasiswa menjadi stres karena terbiasa dengan pola belajar sebelumnya
yang cenderung individual (Hawkins et al, 2013). Mahasiswa yang tidak
memiliki pengalaman sebelumnya dengan self-directed learning akan merasa
kebingungan dan frustasi karena merasa kurang mendapat pengarahan,
informasi dan afirmasi dari dosen dalam menghadapi open-ended
assignments (Wood, 2003; Lewis et al, 2009). Peran dosen dalam PBL adalah
berbeda dengan peran mereka dalam kurikulum tradisional. Perubahan ini
3 akan membawa dampak kepada kesiapan mereka dalam memfasilitasi
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan PBL. Pendekatan baru
seperti PBL ini membawa banyak tuntutan kepada dosen untuk meningkatkan
kapasitasnya
dalam
mengajar
(Harden,
1997),
sehingga
program
pengembangan staf adalah hal utama yang harus dilakukan dalam
mempersiapkan pelaksanaannya. PBL membutuhkan banyak tenaga pengajar
untuk memfasilitasi diskusi dalam kelompok-kelompok kecil mahasiswa
(rasio pengajar dan mahasiswa kecil) (Walton, 1997). Oleh karena hal ini
maka dianggap bahwa PBL sulit untuk dilaksanakan oleh beberapa institusi
karena dan membutuhkan biaya yang besar mencakup waktu, sumber daya,
serta kemauan untuk berubah dari fakultas (Davis & Harden, 1999; Wood,
2003; Abdelhalek et al, 2010).
Team-Based Learning (TBL) merupakan metode pembelajaran baru
yang sedang dikembangkan oleh beberapa institusi pendidikan kedokteran.
Pertama kali dikembangkan oleh Larry Michaelson pada akhir 1970-an pada
pendidikan bisnis di Universitas Oklahoma, dan mulai diadopsi oleh
pendidikan kedokteran pada akhir tahun 1990-an oleh Boyd Richards dan
rekan-rekannya di Fakultas Kedokteran Universitas Baylor (McMahon,
2010). Komunitas pendidikan kedokteran yang lain juga mulai melirik
metode pembelajaran TBL karena metode pembelajaran ini dapat mendorong
mahasiswa melaksanakan active learning tanpa membutuhkan banyak human
resources sebagai fasilitator pembelajaran, sehingga dianggap sebagai metode
pembelajaran yang efektif dan ekonomis (Thompson et al, 2007; Hrynchak &
4 Batty, 2012). Struktur dalam metode pembelajaran TBL mirip dengan PBL,
yaitu desain instruksionalnya menciptakan efektivitas dari pembelajaran
mandiri dalam kelompok kecil. Yang membedakan adalah pada TBL
pembelajaran dilakukan di dalam kelas besar dengan rasio dosen dibanding
mahasiswa lebih dari 1 : 200, tanpa mengurangi manfaat dari pembelajaran
dalam kelompok kecil (Kelly et al, 2005; Haidet et al, 2006).
Terdapat
beberapa
artikel
lain
yang
menyebutkan
tentang
implementasi TBL pada pendidikan kedokteran (Zgheib et al. 2010, Parmalee
& Hudges 2012, Wilson-Delfosse 2012) serta pada profesi kesehatan lainnya
seperti optometry (Hrynchak & Batty, 2012), farmasi (Beatty et al 2009,
Addo-Atuah 2011, Ofstad & Brunner 2013) dan keperawatan (Clark et al.
2008, Mennenga 2010, Mennenga & Smyer 2010, Anderson et al. 2011,
Middleton-Green & Ashelford 2013). Berdasarkan hasil dari beberapa
penelitian di pendidikan keperawatan menunjukkan bahwa TBL merupakan
strategi pembelajaran yang disukai oleh mayoritas mahasiswa (Mennenga
2010, Anderson et al. 2011) serta mampu meningkatkan kemampuan berfikir
kritis, komunikasi interpersonal dan problem solving (Clark et al, 2008),
meningkatkan student engagement (Mennenga, 2010) dan kemampuan dalam
team work (Anderson et al, 2011).
Disebutkan sebelumnya bahwa PBL dan TBL memiliki kemiripan,
namun juga terdapat beberapa perbedaan. Salah satu persamaan dari PBL dan
TBL adalah kedua metode pembelajaran berpusat kepada mahasiswa dan
berlandaskan atas teori belajar konstrukstivisme. Di dalam pembelajaran TBL
5 dan PBL. mahasiswa didorong untuk mengaplikasikan pengetahuan barunya
untuk membahas sebuah masalah dalam grup dan untuk mengintegrasikan
serta mentransferkan pengetahuan baru mereka dengan menyampaikan
kepada anggota grup dengan mengunakan bahasa mereka sendiri (Dolmans et
al, 2015). Kemiripan lain ada pada hasil pembelajaran yang didapatkan oleh
mahasiswa, yaitu penguasaan yang progresif dari pengetahuan yang
fundamental, aplikasi dari pengetahuan tersebut untuk problem solving,
mengembangkan kemampuan berkomunikasi efektif, meningkatkan student
engagement dan meningkatkan performa akademik mahasiswa (Thompson et
al, 2007; Parmalee, 2010).
Namun dalam beberapa aspek kedua metode pembelajaran ini
memiliki beberapa perbedaan, dimana perbedaan ini dapat saling melengkapi
kekurangan dari keduanya. TBL dianggap dapat memiliki keunggulan dalam
hal kemampuannya dalam mendorong efektivitas pembelajaran dalam
kelompok kecil yang independen dalam kelas yang besar hingga pada rasio
mahasiswa dibanding dosen yang tinggi (lebih dari 200:1), tanpa
menghilangkan efek positif dari peran fasilitator dalam kelompok kecil (Kelly
et al, 2005; Haidet, 2006). Peran fasilitator dalam memberikan guidance
adalah penting, karena menurut beberapa penelitian dalam psikologi
pendidikan menyebutkan bahwa guided discovery lebih efektif dalam proses
pembelajaran dibanding pure discovery, karena tidak menimbulkan
kebingungan dari mahasiswa (Bruner, 1961; Mayer, 2004 dalam Abdelhalek
et al, 2010). Karakteristik penting dari TBL yang dapat mengeliminasi hal ini
6 adalah adanya evaluation dan immediate feedback, baik peer maupun dari
fasilitator yang diberikan pada saat pembelajaran (Parmalee et al, 2012;
Dolmans et al, 2015). Di sisi lain PBL memiliki karakteristik yang dianggap
mengungguli TBL. Adanya diskusi dalam kelompok kecil sebelum self-study
yang dapat membuat mahasiswa dapat mengaktivasi prior-knowledge-nya
merupakan kegiatan yang memiliki efek positif pada kemampuan kognitif
mahasiswa dalam belajar (Dolmans & Schmidt, 2006; Van Blankestein et al,
2011 dalam Dolmans et al, 2015).
Penelitian yang melakukan integrasi dari metode PBL dan TBL
adalah seperti pada penelitian dari Molony (2007). Peneliti melakukan
modifikasi dari TBL dan melaksanakanya setelah diskusi kasus PBL. Hasil
yang didapatkan adalah TBL dapat mendukung pemahaman secara
komprehensif dari kasus-kasus spesifik yang dibahas dalam PBL,
meningkatkan critical thinking dan clinical reasoning tanpa mengurangi
esensi pengalaman belajar mandiri dalam PBL. Chuangchum et al (2011)
melakukan integrasi metode pambelajaran TBL dan PBL untuk melihat
dampaknya
terhadap
karakteristik
lifelong
learner
pada
mahasiswa
kedokteran tingkat pertama. Peneliti berkesimpulan bahwa integrasi TBL
dengan PBL meningkatkan karakteristik untuk menjadi lifelong learner
seperti kemampuan berkolaborasi, critical thinking, penggunaan konsep
pengetahuan untuk penyelesaian kasus, self-management, manajemen
informasi, problem solving, learning to learn dan teamwork. Bukti ini
diperkuat dengan adanya analisis literatur dari Dolmans et al (2015) yang
7 mengemukakan bahwa dengan mengkombinasikan beberapa elemen dari
PBL dan TBL, dengan melengkapi kekurangan masing-masing dengan
kelebihan yang ada pada keduanya, dapat mengoptimalkan pembelajaran dari
mahasiswa.
Usaha untuk menerapkan strategi belajar mengajar yang efektif dan
optimal adalah untuk membuat mahasiswa aktif terlibat dalam mendiskusikan
meteri pembelajaran, menyelesaikan kasus permasalahan dan merefleksikan
diri dalam belajar (Barak, Lipton & Lerman 2006; Jones 2007 dalam
Mennenga, 2010). Dikarenakan oleh banyaknya konten materi yang harus
diajarkan, terkadang mahasiswa sedikit memiliki kesempatan untuk bisa
mengaplikasikan pengetahuan yang mereka pelajari dan berdampak kepada a
lack of deep learning (Jones 2007 dalam Mennenga, 2010). Seperti dalam
pendidikan keperawatan, sehingga pendidik harus mempersiapkan konteks
belajar yang sesuai dengan situasi permasalahan kesehatan yang terus
berubah dan yang akan mereka hadapi di dunia praktik (Mennenga, 2010),
sehingga capaian pembelajaran yang diharapkan dari strategi pembelajaran
aktif yang efektif dan optimal dapat tercapai.
Beberapa capaian pembelajaran seperti: kedalaman pengetahuan,
struktur
kognitif,
kemampuan
menyelesaikan
masalah,
kemampuan
komunikasi dalam kelompok, dan kepemimpinan adalah dihasilkan dari
learner engagement (Haidet et al 2008, Mennenga 2010). Menurut model
konseptual dari TBL, learner engagement muncul dalam 2 hal yang saling
berhubungan, yaitu engagement dengan konten dan engagement dengan
8 anggota Tim (Haidet et al, 2008). Sehingga menurut peneliti, salah satu
indikator untuk melihat keberhasilan dari suatu strategi pembelajaran aktif
yang efektif dan optimal adalah melihat kualitas dari learner engagement,
disamping juga dari bagaimana mahasiswa mempersiapkan diri dalam proses
belajar yang akan mereka jalani (akuntabilitas), preferensi dan kepuasan dari
mahasiswa terhadap metode pembelajaran tersebut.
Penerapan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dengan metode
pembelajaran PBL adalah inovasi pendidikan kedokteran dan pendidikan
profesi kesehatan lainnya yang berkembang di Indonesia, termasuk
keperawatan. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Achmad Yani Yogyakarta
(STIKES A. Yani) juga telah menerapkan kurikulum ini pada tahun ajaran
2013. Pengalaman beberapa institusi pendidikan keperawatan yang telah
menerapkan KBK dengan strategi PBL menyatakan bahwa penerapan
kurikulum ini memerlukan sumber daya manusia (SDM), fasilitas dan dana
yang besar, seperti yang telah disebutkan sebelumnya. STIKES A.Yani
adalah institusi pendidikan kesehatan swasta yang baru berdiri pada tahun
2005, sehingga pada saat awal penerapan PBL mengalami kendala yaitu
berupa kekurangan SDM fasilitator tutorial dalam PBL. Hal ini juga
disampaikan oleh Asessor akreditasi saat melakukan penilaian pada Program
Studi (Prodi) S1 Keperawatan, bahwa mereka harus mempertimbangkan
keberlangsungan dalam pelaksanaan PBL dengan mempertimbangkan jumlah
sumber daya manusia yang dimiliki. Permasalahan yang lain adalah tampak
dari kekurangsiapan mahasiswa dalam menjalani metode pembelajaran PBL,
9 dikarenakan oleh karena faktor input dari mahasiswa yang tidak sebaik yang
dimiliki Perguruan Tinggi Negeri. Sehingga mereka berkeinginan untuk
mencoba inovasi pembelajaran yang akan mampu menjawab permasalahanpermasalahan yang mereka hadapi.
Oleh karena itu, melihat kebutuhan akan adanya inovasi terhadap
metode pembelajaran yang efektif dan efisien, peneliti ingin melakukan uji
coba (pilot project) dari integrasi metode pembelajaran PBL dan TBL di
STIKES Achmad Yani. Dengan merujuk kepada model integrasi metode
pembelajaran PBL dan TBL dari Dolmans et al (2015), yaitu dengan
memasukkan karakteristik penting dari PBL ke dalam TBL, peneliti akan
menilai keberhasilan dari metode ini dengan menilai dampaknya terhadap
student engagement,
serta
melihat
persepsi
mahasiswa
dalam
hal
akuntabilitas, preferensi serta kepuasan terhadap metode pembeajaran ini di
Prodi S1 Keperawatan STIKES Achmad Yani. Peneliti menggunakan istilah
PiTBL (Problem-based In Team-Based Learning) pada integrasi metode
pembelajaran PBL dan TBL tersebut.
I.2. Rumusan Masalah
Bagaimana dampak dari integrasi metode pembelajaran PBL dan TBL
(PiTBL) terhadap student engagement dan persepsi mahasiswa dalam hal
akuntabilitas, preferensi dan kepuasan mereka terhadap pengalaman belajar
menggunakan metode ini di Prodi S1 Keperawatan di STIKES Achmad Yani
Yogyakarta?
10 I.3. Tujuan Penelitian
A. Tujuan Umum
Melihat dampak dari integrasi metode pembelaran PBL dan TBL (PiTBL)
terhadap student engagement dan persepsi mahasiswa dalam hal
akuntabilitas, preferensi dan kepuasan mereka terhadap pengalaman belajar
menggunakan metode ini di Prodi S1 Keperawatan di STIKES Achmad
Yani Yogyakarta.
B. Tujuan Khusus
a. Melakukan uji coba integrasi metode pembelajaran PiTBL pada salah
satu Blok perkuliahan di Prodi S1 Keperawatan di STIKES Achmad
Yani Yogyakarta
b. Melihat student engagement pada metode pembelajaran PiTBL dan
perbedaan di tiap minggunya
c. Melihat perbedaan student engagement antara metode pembelajaran
PBL dan metode pembelajaran PiTBL
d. Melihat persepsi mahasiswa dalam hal akuntabilitas terhadap metode
pembelajaran PiTBL
e. Melihat persepsi mahasiswa dalam hal preferensi terhadap metode
pembelajaran PiTBL
f. Melihat persepsi mahasiswa dalam hal kepuasan terhadap metode
pembelajaran PiTBL.
11 I.4. Manfaat Penelitian
1. Integrasi dari metode pembelajaran PBL dan TBL (PiTBL) dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk dapat diintegrasikan ke
dalam kurikulum STIKES Achmad Yani
2. Menerapkan salah satu model integrasi metode pembelajaran PBL dan
TBL yang efektif terhadap peningkatan student engagement, yang
kemudian akan berdampak positif pada capaian pembelajaran yang lain
3. Memberikan
bukti
ilmiah
tentang
efektivitas
integrasi
metode
pembelajaran PBL dan TBL sehingga dapat digunakan sebagai rujukan
untuk dapat diimplementasikan di Institusi yang lain.
I.5. Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian tentang integrasi PBL dan TBL :
1. Molony (2007) mengintegrasikan TBL ke dalam kurikulum PBL dengan
memberikan skenario kasus yang komprehensif pada TBL di akhir
pembelajaran, yang mencakup kasus-kasus PBL yang lebih spesifik pada
pertemuan-pertemuan sebelumnya. Hasil penelitian mengemukakan
metode TBL dapat mendukung atau memperkuat pencapaian dari tujuan
belajar yang spesifik secara lebih komprehensif dari masing-masing kasus
dalam PBL dan memperluas tujuan PBL dalam menumbuhkan
kemampuan critical thinking dan clinical reasoning tanpa mengurangi
esensi dari pengalaman belajar mandiri berpusat kepada mahasiswa dari
PBL itu sendiri.
12 2. Mennenga (2010) melakukan penelitian tentang implementasi TBL pada
pendidikan keperawatan. Peneliti beranggapan bahwa TBL merupakan
salah satu strategi pembelajaran yang mampu menjawab tuntutan dari
organisasi keperawatan internasional pada pendidikan keperawatan untuk
menyelenggarakan
pembelajaran
yang
transformatif,
inovatif
dan
excellence dalam memenuhi standar pendidikan. Tujuan dari penelitian ini
adalah membandingkan student engagement dari TBL dan pembelajaran
tradisional, bagaimana engagement ini mempengaruhi nilai ujian
mahasiswa, membandingkan hasil nilai ujian mahasiswa TBL dan
pembelajaran tradisional, bagaimana akuntabilitas mempengaruhi nilai tes
persiapan dalam TBL dan mengembangkan instrumen penilaian yang
mengukur 3 skala, yaitu: akuntabilitas, preferensi dan kepuasan
mahasiswa terhadap TBL.
3. Chuangchum et al (2011) mengemukakan integrasi metode pembelajaran
PBL dan TBL merupakan strategi pembelajaran yang efektif dalam
mengembangkan
kemampuan
lifelong
learning
pada
mahasiswa
kedokteran tahun pertama. Namun dalam artikel ini tidak disebutkan
dengan jelas bagaimana model integrasi dari metode pembelajaran PBL
dan TBL.
4. Dolmans et al (2015) melakukan analisis literatur tentang tentang PBL dan
TBL terkait dengan apa persamaan dan perbedaannya, bagaimana kedua
metode pembelajaran ini digunakan sebagai desain instruksional
pembelajaran, dan bagaimana keduanya saling melengkapi kekurangan
13 dengan kelebihan yang dimiliki oleh masing-masing metode. Hasil yang
diperoleh bahwa integrasi kedua metode ini bisa menjadi sebuah kekuatan
dalam inovasi pembelajaran. Dengan mengintegrasikan kedua metode ini
dengan melakukan variasi dalam pendekatan instruksional dapat
mengoptimalkan
proses
dan
hasil
belajar
mahasiswa.
Beberapa
rekomendasi dari peneliti adalah dengan adanya umpan balik terstruktur
dalam PBL, PBL dengan diskusi inter-tim dalam kelas besar untuk
menyeragamkan LO, TBL dengan diskusi kelompok sebelum proses
belajar di luar kelas, serta TBL dengan perumusan LO oleh mahasiswa itu
sendiri.
Pada penelitian kali ini peneliti melakukan integrasi dari metode
pembelajaran PBL dan TBL dengan menggunakan salah satu dari model
integrasi kedua metode pembelajaran tersebut yang direkomendasikan oleh
Dolmans et al (2015), yang diberikan istilah oleh peneliti sebagai metode
pembelajaran PiTBL. Pada metode pembelajaran PiTBL diawali dengan
diskusi tutorial PBL pada pertemuan pertama untuk merumuskan tujuan
pembelajaran atau Learning Objective (LO), dilakukan dalam kelas besar dan
menggunakan diskusi inter-tim untuk merumuskan LO yang disepakati oleh
keseluruhan kelas. Serta rekomendasi untuk TBL yaitu adanya diskusi
kelompok untuk mendeteksi adanya gap dari pengetahuan mahasiswa,
kemudian merumuskan LO oleh mahasiswa itu sendiri, sebelum masuk ke
tahap pertama dari TBL yaitu mempelajari konten dan konsep pengetahuan
14 dasar berupa LO yang akan digunakan untuk menyelesaikan kasus dalam
tahap akhir dari TBL.
Untuk menilai outcome dari metode pembelajaran PiTBL pada
penelitian ini, peneliti melihat nilai student engagement. Peneliti akan
membandingkan student engagement antara integrasi PBL dan TBL dengan
metode PBL yang dijalani mahasiswa sebelumnya, serta menilai integrasi
metode PBL dan TBL ini dengan mengunakan modifikasi dari instrumen yang
dikembangkan oleh Mennenga (2010), yaitu melihat akuntabilitas mahasiswa
dalam mempersiapkan pembelajaran, melihat persepsi serta kepuasan
mahasiswa terhadap metode pembelajaran yang diujicobakan.
Download