Kewajiban Corporate Social Responsibility (CSR) Dilihat Dari

advertisement
Majalah Hukum Forum AKademika |1
Kewajiban Corporate Social Responsibility (CSR)
Dilihat Dari Perspektif Hukum
Oleh
Umar Hasan1
ABSTRAK
Tanggung jawab sosial perusahaan(Corporate Social Responsibility) yang
dikenal dengan istilah CSR adalah merupakan kewajiban moral suatu
perusahaan terhadap masyarakat sekitar perusahaan sebagai wujud kepedulia.
sehingga tercipta hubungan baik antara pihak perusahaan (Shareholder) dengan
masyarakat (Stakeholder) dalam berbagai aspek. Dengan demikian pada
prinsipnya tidak ada unsur paksa untuk melaksanakan CSR.Akan tetapi setelah
keluarnya Undang-Undang no.25 tahun 2007 tentang Pasar Modal dan UndangUndang no.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas kewajiban moral tersebut
berubah menjadi tanggung jawab hukum, ini berarti pelaksanaan CSR bagi
perusahaan adalah merupakan suatu kewajiban.Kewajiban sasuai dengan Pasal
33 UUD 1945 dan Sila ke-4 dari Pancasila yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh
Rakyat Indonesia,dan ini adalah merupakan roh dari pelakasaan CSR.
Kata kunci : CSR , kewajiban hukum
A. Pendahuluan
Pasal 33 UUD 1945 menyebutkan bahwa “Prekonomian disusun sebagai
usaha bersama berdasar atas asas kakeluargaan.Cabang-cabang produksi yang
penting bagi negra dan yang menguuasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
negara.Bumi dana air dan kekayaan yanh terkandung di dalamnnya dikuasai oleh
negara
dan
dipergunakan
sebesar-besarnya
untuk
kemakmuran
rakyat.
Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi
dengan
prinsip kebersamaan,efisiensi, berkeadilan,berkelanjutan ,berwawasan
lingkungan,kemandirian,serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan
ekonomi nasional.
1
Dosen Fakultas Hukum Universitas Jambi
ISSN : 0854 – 789 X
Volume 25, Nomor 1, Maret 2014
Majalah Hukum Forum AKademika |2
Dari ketentuan Pasal tersebut di atas dapat dicermati bahwa kesejahteraan
dan masyarakat Indonesia tidak semata-mata merupakan tanggung jawab salah
satu pihak saia, akan tetapi tanggung jawab semua yang berkepentingan
(steakholders) seperti negara dan pengusaha yang ikut menikmati kekayaan
negara Republik Indonesia, Salah satu bentuk tanggung jawab pengusaha terhadap
masyarakat adalah tanggung jawab sosial perusahaan yang dikenal dengan istilah
“Corporate Social Responsibility (C S R )”.
CSR adalah merupakan komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk
berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan
memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan dan menitikberatkan pada
keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis,sosial dan lingkungan.2
Setidaknya ada tiga motif yang melatarbelakangi keterlibatan perusahaan dalam
program CSR yaitu,motif menjaga keamanan fasilitas produksi, motif mematuhi
kesepakatan kontrak kerja, dan motif moral untuk memberikan pelayanan sosial
pada masyarakat local.3 Dan terdapat manfaat dari pelaksanaan tanggung jawab
sosial perusahaan,baik bagi perusahaan sendiri,pemerintah, dan pemangku
kepentingan lainnya.4
Di Indonesia kegiatan CSR berkembang secara positif seiring dengan
perkembangan demokrasi, masyarakat yang semakin kritis, golobalisasi dan era
pasar bebas. Namun baru diakui sebagian kecil perusahaan yang menerapkan
program CSR sebagaimana hasil survey yang dilakukan Suprapto pada tahun
2005 terhadap 375 perusahaan di Jakarta, menunjukkan bahwa 166 atau 55,25%
perusahaan tidak melakukan kegiatan CSR, 209 atau 55,75% melakukan kegiatan
CSR dalam bentuk : kegiatan kekeluargaan (116) perusahaan), sumbangan kepada
lembaga agama (50 perusahaan), sumbangan kepada lembaga sosial
(39
perusahaan) dan pengembangan komunitas (4 perusahaan). Hasil survey juga
2
Hendrik Budi Untung, Corporate Social Responsbility, Sinar Grafika, Jakarta, 2008.
Mulyadi, Pengelolaan Program Corporate Social Responsibility: Pendekatan,
keperpihakan, dan Keberlanjutan, Center For Population Studies, UGM, 2003.
4
Yusuf Wibisono, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR, Gresik: Fascho Publishing, 2007.
3
ISSN : 0854 – 789 X
Volume 25, Nomor 1, Maret 2014
Majalah Hukum Forum AKademika |3
menunjukan bahwa CSR yang dilakukan perusahaan sangat bergantung pada
pihak manajemen.5
Implementasi program CSR di Indonesia belum terlaksana sebagaimana
diharapkan, karena sosialisasinya belum maksimal terhadap semua steakholders,
walaupun sebenarnya kewajiban untuk melaksanaakan CSR sudah diatur dalam
beberapa peraturan perundangan seperti, Undang-Undang No.19 Tahun 2003
tentang BUMN, Undang-Undang No.25 Tahun 2007
tentang Pasar Modal
(UUPM) dan Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
(UUPT) serta Peraturan Pemerintah No.47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab
Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas.Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
atau CSR di dunia dan Indonesia kini telah menajdi isu penting,berkaiatan dengan
masalah dampak lingkungan dalam pembangunan berkelanjutan. Hal tersebut
sebagai reaksi dari banyak pihak terhadap kerusakan lingkungan baik fisik,psikis
mapun sosial sebagai akibat dari pengelolaan sumber-sumber produksi secara
tidak benar.6
Di negara-negara Anglo Saxon, CSR memang tidak lazim diatur.Hal ini
disebabkan oleh kesadaran sosial dan lingkungan pengusaha di negara-negara
tersebut lebih baik daripada pelaku usaha di Indonesia.Regulasi yang mengatur
aspek sosial dan lingkungan dari kegiatan bisnis juga lebih baik.7
Dengan berubahnya kewajiban CSR dari kewajiban moral menajdi
kewajiban hukum, maka program CSR selalu menjadi perbincangan dari berbagai
kalangan seperti, elit politik,akademisi serta pengusaha. Bahkan pengusaha
berpendapat bahwa CSR merupakan kewajiaban moral yang tidak perlu diatur
dalam undang-undang seperti halnya di negara Anglo Saxon.
5
Irawan Malebra, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dalam Prespektif Peraturan
Perundangan Indonesia, Skripsi Fakultas Hukum Unja, 2012.
6
Poewanto, Corporate Social Responsibility, Pustaka pelajar, Yogyakarta, 2010.
7
Hendrik Budi Untung, Op., Cit.
ISSN : 0854 – 789 X
Volume 25, Nomor 1, Maret 2014
Majalah Hukum Forum AKademika |4
B. Pembahasan
1. Sejarah Perkembangan CSR
CSR dalam sejarah modern dikenal sejak Howard R.Bowen menerbitkan
bukunya berjudul “ Social Responsbilities of The Businessman”. Buku yang
diterbitkan di Amerika Serikat itu menjadi buku terlaris di kalangan dunia usaha
pada era 1950-1960.Pengakuan public terhadap prinsip-prinsip sosial yang ia
kemukakan membuat dirinya dinobatkan secara aklamasi sebgai bapak CSR.Pada
dekade 1960-an ternyata pemikiran Bowen terus dikembangkan oleh berbagai ahli
sosiologi bisnis lainnya seperti Keith Davis yang memperkenalkan konsep “ Iron
Law of Social Responsibility “. Davis menemukan bahwa semakin besar dampak
perusahaan terhadap masyarakat sekitarnya, semakin besar pula bobot tanggung
jawab yang harus dipertahankan perusahaan itu pada masyarakatnya.8
Pada decade 1970-1980, pengertian CSR lebih diperluas lagi oleh Archi
Carrol yang sebelumnya teleh merilis buku tetang perlunya dunia ausaha
meningkatkan kwalitas hidup masayarakat agar menjadi penunjang eksestensi
perusahaan.Dari konsep ini dikembangkan apa yang dikenal
“ Stakeholder
Theory , yaitu sebuah teori yang mengatakan bahwa tanggung jawab korporasi
sebetulnya melampaui kepentingan financial, tanggung jawab tersebut berkaitan
erat dengan masyarakat secara keseluruhan yang menentukan hidup matinya suatu
perusahaan. Pada decade inilah Committee For Ecinimic Development (CED)
yang menerbitkan buku panduan yang berjudul “ Social Responsibilities Of
Business Corporation “ yang berisi tiga panduan penting yaitu, pertama,
perusahaan harus memberi perhataian penuh pada pembangunan fungsi-fungsi
ekonomi masayarakat. Kedua, perlu menydarakan dunia uasaha tentang
perubahan nilai-nalai dalam masyarakat tempat mereka eksis.Ketiga, perlu
menyadarkan dunia usaha tentang keperihatinan pada lingkungan hidup dan upah
kerja yang wajar, pengentasan kemiskinan dan pembangunan daerah pedesaan.
Pada decade 1990 CSR mendapat makna dan jangkauan,banyak model CSR yang
diperkenalkan Corporate Social Perfomance (CSP),Business Ethics Theory (BET)
8
Hendrik Budi Untung, Op., Cit.
ISSN : 0854 – 789 X
Volume 25, Nomor 1, Maret 2014
Majalah Hukum Forum AKademika |5
dan Corporate Citizenship.Sejak itu ada dua metode yang diperlakukan dalam
CSR yaitu,Cause Branding dan Venture Philanthrophy.Cause Branding adalah
pendekatan Top Down, dimana perusahaan yang akan menentukan apa yang akan
dibenahi.Sebalikny pada Venture Philantrphy pendekatan yang digunakan adalah
Bottom Up, di mana perusahaan membantu berbagai pihak (non profit) dalam
masyarakat sesuai dengan yang dikehendakinya.9
2.
Dasar Hukum Kewajiban CSR
Nilai moral adalah landasan bagi masyarakat untuk menuntut agar hukum
secara substantive mengatur kewajiban CSR.Tanpa ada aturan hukum, maka tidak
ada sanksi bagi perusahaan yang mengabaikan tanggung jawab.10 Kewajiban
pengusaha dalam untuk melaksanakan CSR tertuang dalam Undang-Undang
no.25 tahun 2007 dan Undang-Undang no.40 tahun 2007.
Dalam Pasal 15 huruf (b) Undang-Undang no.25 tahun 2007 disebutkan
bahwa setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggugjawab sosial
perusahaan. Kemudian dalam Pasal 74 Undang-Undang no.40 tahun 2007
disbutkan bahwa perseroan yang menjalankan usaha yang berkaitan dengan
sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan,
tanggung jawab tersebut harus diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang
pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran, dan
apabila perseroan tidak melaksanakan kewajiban tersebut akan dikenakan sanksi
sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.
Adanya perubahan dari kewajiban moral menjadi kewajiban hukum bagi
perseroan sebagaimana dimaksud oleh kedua undang-undang tersebut di atas
untuk melakasanakan CSR adalah wajar jika dikaitkan dengan Sila ke-4 Pancasila
yaitu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dan Pasal 33 UndangUndang Dasar 1945 tentang Kesejahteraan Sosial.Muhammad Hatta berpendapat
9
Ibid.
10
Firdaus, Corporate Social Responsbility, Jurnal Ilmiah Hukum, Fakultas Hukum
Universitas Riau, Edisi 1, No.1, 2010.
ISSN : 0854 – 789 X
Volume 25, Nomor 1, Maret 2014
Majalah Hukum Forum AKademika |6
bahwa cita-cita demokrasi Indonesia adalah demokrasi sosial,melingkupi seluruh
lingkungan hidup yang menetukan nasib manusia. Sejalan dengan itu Revrison
Baswir menambahkan, prioritas politik prekonomian yang demokratis adalah
diletakkannya kemakmuran masyarakat di atas kemakmuran orang seorang,11
Sejalan dengan pemikiran di atas setiap pengusaha(perseroan) harus merobah
paradigm berpikir, bahwa pelaksanaan CSR tidaklah merugikan perseroan, malah
justeru sebaliknya,karena antara perseroan dengan masyarakat terdapat hubungan
timbal balik yang saling menguntungkan dalam berbagi aspek kehidupan.Kisah
sukses dunia usaha di bidang CSR yang dilakukan oleh P.T.Unilever sejak tahun
2005,kawasan Mampang Jakarta Selatan dijadikan sebagai wilayah percontohan
untuk
menjalankan
program
“Jakarta
Green
and
Clean”(Hendrik,Budi
Untung,2008) .Sebaliknya terdapat contoh bahwa sebatas tanggung jawab moral
tidak member kepastian hukum pada masyarakat,seperti kasus P.T.Newmont
Minahasa Raya di Minahasa Selatan, P.T.Lapindo Brantas Inc, di Sidoarjo,
P.T.Freeport Indonesia di Mimika Papua, P.T.Aneka Tambang di Pulau Gede
Halmahera Tengah dan berbagai praktek lainnya.12
Secara hukum sudah jelas, bahwa pelakasanaan CSR merupakan suatu
kewajiban bagi setiap peseroan.Akan tetapi pada kenyataannya antara pengusaha
sebagai pesero dengan pemerintah sebagai pengambil kebijakan belum terdapat
kesepahaman yang cukup berarti soal tentang CSR.
Sebagai bukti tidak adanya kesepahaman soal kewajiban CSR, terbukti dari
permohonan uji materil dan formil terhadap eksistensi Pasal 74 UUPT no.40
tahun 2007 oleh asosiasi pengusaha dan beberapa perusahaan ke Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia. Keberatan pengusaha atas kewajiban CSR
mendiskresikan
adanya
hambatan
sosiologis
dalam
implementasi
CSR(Firdaus.2010).Akan tetapi Mahkamah Konstitusi berpendapat lain.,sehingga
menolak uji materil terhadap Pasal 74 UUPT tersebut karena tidak bertentangan
11
Ibid.
12
Ibid.
ISSN : 0854 – 789 X
Volume 25, Nomor 1, Maret 2014
Majalah Hukum Forum AKademika |7
dengan Pasal 28D ayat(1) Jo Pasal 28 I ayat(2) Jo Pasal 33 ayat (4) UUD 1945.
Dikatakan oleh para Hakim Mahkamah Konstitusi pertama: menjadikan
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan/CSR sebagai suatu kewajiban hukum melalui
rumusan Pasal 74 UUPT merupakan kebijakan hukum dari pembentuk UU untuk
mengatur dan menetapkan CSR dengan suatu sanksi, hal ini adalah benar karena
secara factual kondisi sosial dan lingkungan telah rusak di masa lalu, ketika
perusahaan mengabaikan aspek sosial dan lingkungan. Selain itu budaya hukum
di Indonesia tidak sama dengan negara lain,utamanya tempat konsep CSR pertam
kali diperkenalkan diperkenalkan dimana CSR bukan hanya merupakan tuntutan
bagi perusahaan terhadap lingkungan ,akan juga merupakan penilaian kinerja dan
prasyarat untuk perusahaan yang akan Go Publik melaksanakan program CSR
sebagaimana mestinya. Mahkamah Konstitusi menilai bahwa CSR sebagai suatu
kewajiban hukum justru untuk membrikan kepastian hukum,sebab dapat
menghindari terjadinya penafsiran yang berbeda-beda tentang CSR oleh perseroan
apabila CSr dibiarkan bersifat sukarela. Kedua, Mahkamah Konstitusi
berpendapat bahwa Pasal 74 UUPT tahun 2007 tidak menjatuhkan pungutan
ganda kepada perseroan,sebab biaya perseroan untuk melaksanakan CSR berbeda
dengan pajak.Kemudian pelaksanaan CSR didasari kepada kemapuan perseroan
dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Ketiga,Mahkamah Konstitusi
menilai bahwa norma hukum yang mewajibkan pelaksanaan CSR oleh perseroan
tidak berarti meniadakan konsep demokrasi ekonomi yang berintikan pada
efiseinsi berkeadilan seperti diatur dalam Pasal 33 ayat (4) UUD 1945, dan tidak
akan membuat CSR sekedar formalitas perusahaan saja.13
Dengan adanya keputusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat final, maka
secara hukum pelaksanan CSR menjadi suatu kewajiban hukum,bukan lagi suatu
kewajiban moral.Ini berarti apabila perseroan tidak melaksanakan program CSR,
maka akan mendapat sanksi hukum yang diatur dalam Peraturan Pemerintah no.47
tanhun 2012 tentang Tangung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas.
13
Irawan Malebra, Op., Cit.
ISSN : 0854 – 789 X
Volume 25, Nomor 1, Maret 2014
Majalah Hukum Forum AKademika |8
C. Kesimpulan
1.
CSR dalam sejarah modern dikenal sejak Howard R.Bowen menerbitkan
bukunya berjudul “ Social Responsbilities of The Businessman”.
2.
CSR yang semulanya hanya merupakan suatu kewajiban moral telah
berubah menjadi suatu kewajiban hukum, sebgaiman diatur dalam
Undang-Undang no.19 tahun2003 tentang BUMN, Undang-Undang
no.25 tahun 2007 (UUPM), Undang-Undang no.40 tahun 2007 (UUPT)
dan Peraturan Pemerintah no.47 tahun 2012 tentang Tanggung Jawab
Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas.
3.
Program CSR tidaklah bertentangan dengan prinsip demokrasi ekonomi,
bahkan sesuai dengan prinsip Pasal 33 UUD 1945 dan Sila ke-4 dari
Pancasila.
D. Saran
1. Jika belum terbentuk,sebaiknya pemerintah membentuk secretariat
bersama yang anggotanya terdiri dapi pihak pemerintah,pengusaha dan
masyarakat, mulai dari Pusat,Provinsi dan Kabupaten/Kota, agar
pelaksanaa CSR bisa dipantau dan tepat sasaran.
2. Sebaiknya setiap perseroan yang telah melaksanakan CSR agar
melaporkan kepada pemerintah secara berkala,guna untuk mengetahui
presentase pelaksanaan CSR.
ISSN : 0854 – 789 X
Volume 25, Nomor 1, Maret 2014
Majalah Hukum Forum AKademika |9
DAFTAR PUSTAKA
Firdaus, Corporate Social Responsbility, Juranal Ilmiah Hukum, Fakultas Hukum
Universitas Riau, Edisi 1, No.1.2010.
Hendrik Budi Untung, Corporate Social Responsbility, Sinar Grafika, Jakarta,
2008.
Irawan Malebra, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dalam Prespektif
Peraturan Perundangan Indonesia, Skripsi Fakultas Hukum Unja,
2012.
Mulyadi, Pengelolaan Program Corporate Social Responsibility:Pendekatan,
Keberpihakan,dan Keberlanjutan, Center For Population Studies,
UGM, 2003.
Poewanto, Corporate Social Responsibility, Pustaka pelajar, Yogyakarta, 2010.
Yusuf Wibisono, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR, Gresik: Fascho
Publishing,2007
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945
Undang-Undang no.19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negar (BUMN)
Undang-Undang no.25 tahun 2007 tentang Pasar Modal
Undang-Undang no.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT)
Peraturan Pemerintah No.47 tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan Perseroan Terbatas.
ISSN : 0854 – 789 X
Volume 25, Nomor 1, Maret 2014
Download