117 V. ANALISIS VOLATILITAS VARIABEL EKONOMI 5.1. Deskripsi Data Perkembangan yang terjadi pada data harga minyak dunia, harga ekspor industri, SBI riil dan devaluasi riil diuraikan pada bagian berikut. Statistik deskriptif dari variabel-variabel tersebut ditunjukan pada Tabel 9. Tabel 9. Statistik Deskriptif Variabel Ekonomi Variabel Skewness Kurtosis 33.69 1.76 5.95 a. Minyak dan Lemak 0.44 1.78 7.39 b. Besi dan Baja 0.51 2.14 9.04 c. Mesin dan Alat Listrik 6.15 0.02 3.02 12.93 -0.25 4.13 2.19 1.81 10.27 SBI Riil (%) 9.44 0.61 3.00 Devaluasi Riil (%) 1.04 0.38 2.07 Harga Minyak dunia (US$/Barrel) Mean Harga Ekspor Industri (US$/Kg) d. Tekstil e. Karet dan Plastik Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa data yang dianalisis memiliki variasi yang cukup beragam. Namun demikian, secara umum diketahui bahwa semua data mengandung nilai kurtosis yang lebih dari atau sama dengan tiga, kecuali variabel devaluasi riil. Nilai kurtosis tersebut merupakan indikasi awal bahwa data yang dianalisis mengandung heteroskedastisitas (Firdaus, 2006). Nilai kurtosis yang lebih dari tiga bermakna bahwa distribusi variabel ekonomi yang dianalisis memiliki ekor yang lebih padat dibandingkan dengan sebaran normal. Koefisien kemenjuluran (skewness) yang merupakan ukuran kemiringan adalah lebih besar dari nol yang menunjukkan variabel ekonomi yang dianalisis memilki distribusi yang miring ke kanan artinya data cenderung menumpuk pada nilai yang rendah. 118 5.1.1. Eksplorasi Data Harga Minyak Dunia Perkembangan harga minyak dunia selama periode Januari 1990 sampai dengan Desember 2009 disajikan pada Gambar 16. Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa selama periode Januari 1990 sampai dengan Agustus 1999 harga minyak dunia relatif stabil berada pada kisaran US$ 20 per barrel. Setelah periode tersebut harga minyak dunia cenderung terus mengalami peningkatan. Peningkatan tertinggi terjadi pada periode Maret-Agustus 2008 dimana harga minyak dunia menembus level US$ 100/barrel. Pada periode tersebut harga minyak dunia berfluktuasi pada kisaran US$ 101/barrel sampai dengan US$ 132/barrel. Harga minyak dunia yang melonjak tersebut disebabkan oleh keterbatasan pasokan di satu sisi serta meningkatnya permintaan dunia di sisi lain. Gambar 16. Perkembangan Harga Minyak Dunia selama Periode Januari 1990Desember 2009 5.1.2. Eksplorasi Data Harga Ekspor Industri a. Harga Ekspor Industri Minyak dan Lemak Perkembangan harga ekspor industri minyak dan lemak digambarkan pada Gambar 17. Pada gambar tersebut terlihat bahwa harga ekspor untuk minyak dan 119 lemak selama Januari 1988 hingga Desember 2008 berfluktuasi. Periode Januari 1988 hingga Juli 1989 harga ekspor untuk minyak dan lemak berkisar antara 0.40 US$/kg, kemudian harga melonjak tinggi hingga 0.67 US$/kg pada Agustus 1989. Pada periode-periode selanjutnya tidak terjadi lonjakan harga ekspor yang signifikan, namun harga kembali melonjak drastis pada periode Agustus 2007 hingga Oktober 2007 dengan kisaran 0.75 US$/kg. Harga terus meningkat hingga 0.95 US$/kg di Februari 2008 dan mencapai 1 US$/kg pada periode Maret – Agustus 2008. Untuk periode selanjutnya harga ekspor menurun hingga 0.50 US$/kg di Desember 2008. Gambar 17. Perkembangan Harga Ekspor Industri Minyak dan Lemak Periode Januari 1988-Desember 2008 Meningkatnya harga ekspor selama beberapa periode terakhir berkaitan dengan kenaikan harga minyak dunia sehingga mengakibatkan meningkatnya biaya produksi, transportasi, dan distribusi. Hal ini akan menurunkan produksi dan memicu inflasi dari beberapa negara, termasuk Indonesia. Di sisi lain, 120 beberapa negara juga mulai mengembangkan bahan bakar pengganti minyak mentah, yaitu penggunaan bahan bakar biologi (biofuels). Hal tersebut mendorong permintaan dunia atas minyak nabati dunia meningkat pesat. Oleh karena itu harga dunia untuk minyak dan lemak sebagai bahan energi cenderung mengalami peningkatan. b. Harga Ekspor Industri Besi dan Baja Perkembangan harga ekspor untuk industri besi dan baja selama Januari 1988 hingga Desember 2008 diperlihatkan pada Gambar 18. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa harga ekspor besi dan baja terus berfluktuasi. Pada periode tertentu terjadi peningkatan maupun penurunan harga yang cukup signifikan. Pada periode awal yaitu Januari - Maret 1988 harga berkisar antara 0.29 US$/kg hingga 0.33 US$/kg dan di bulan April terjadi penurunan harga hingga 0.06 US$/kg. Setelah itu harga kembali meningkat dan peningkatan yang cukup tinggi terjadi pada Agustus 1990 dimana harga ekspor besi baja mencapai 1.08 US$/kg. Pada periode selanjutnya harga kembali menurun dan tidak terjadi lonjakan harga yang signifikan hingga periode September 2003. Setelah itu pada Oktober 2003 hingga Desember 2008 harga cenderung mengalami trend peningkatan. Pada periode ini terjadi dua kali peningkatan harga yang cukup signifikan, yaitu pada November 2006 dengan harga 1.49 US$/kg dan pada Maret 2008 dengan harga 2.05 US$/kg. Peningkatan harga yang terus meningkat ini, terutama pada tahun 2008, dikarenakan adanya penurunan pasokan baja yang ditawarkan pada pasar dunia akibat overhaul yang dilakukan oleh industri baja Asia, Australia, dan Amerika Serikat. Selain itu juga terjadi peningkatan harga pada beberapa komoditas di industri besi dan baja, yaitu pada harga baja canai panas (hot rolled coils) yang 121 mencapai 1.000 US$/ton pada Maret 2008. Sehingga secara keseluruhan harga besi dan baja juga akan terus meningkat hingga di tahun 2008. Gambar 18. Perkembangan Harga Ekspor Industri Besi dan Baja Periode Januari 1988-Desember 2008 c. Harga Ekspor Industri Mesin dan Alat Listrik Perkembangan harga ekspor untuk mesin dan alat listrik periode Januari 1988 hingga Desember 2008 disajikan pada Gambar 19. Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa harga cenderung mengalami peningkatan selama periode analisis. Lonjakan harga terjadi pada Agustus 1989 yaitu dengan peningkatan harga hingga 15.27 US$/kg yang kemudian diikuti penurunan harga menjadi 2.43 US$/kg di September 1989. Periode selanjutnya tidak terjadi lonjakan yang signifikan, hingga pada tahun 1997 di bulan Juli harga ekspor menurun drastis hingga mencapai 0.39 US$/kg. Kemudian untuk periode Agustus 1997 hingga September 1999 terjadi perkembangan harga yang sangat fluktuatif, terutama pada November 1997 harga sangat tinggi mencapai 11.77 US$/kg. Selain itu kenaikan 122 harga hingga 12.13 US$/kg juga terjadi pada Juli 1998, dan pada Januari 1999 harga mencapai 10.37 US$/kg. Setelah itu tidak terjadi fluktuasi harga yang signifikan hingga akhir periode. Gambar 19. Perkembangan Harga Ekspor Industri Mesin dan Alat Listrik Periode Januari 1988-Desember 2008 Penurunan harga di tahun 1997 dikarenakan adanya krisis ekonomi yang melanda, sehingga negara-negara tujuan ekspor sulit menyerap ekspor dari Indonesia. Melemahnya permintaan tersebut menyebabkan penurunan harga yang cukup signfikan. Pada akhir 1998 hingga awal 1999 keadaan mulai kondusif sehingga penyerapan pasar telah lebih baik, dan harga pun kembali meningkat. d. Harga Ekspor Industri Tekstil Perkembangan harga ekspor tekstil dunia selama periode Januari 1988 sampai dengan Desember 2008 disajikan pada Gambar 20. Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa selama periode Januari 1988 sampai dengan Desember 2008 harga ekspor tekstil dunia mengalami tren pertumbuhan yang sangat 123 fluktuatif. Pada periode Januari 1988 sampai November 1992 menunjukkan tren yang terus meningkat dan sampai menembus angka 19.85 US$/kg yang merupakan harga tertinggi untuk ekspor tekstil dunia. Kemudian pada periode Desember 1992 sampai Agustus 2001, harga ekspor tekstil mulai menunjukkan penurunan hingga mencapai harga ekspor terendah pada Januari 1991 yaitu sebesar 4.18 US$/kg. Harga ekspor tekstil dunia kembali menunjukkan peningkatan pada periode September 2001 sampai Desember 2008. Harga ekspor tekstil dunia mulai beranjak dengan kisaran antara 12 sampai 14 US $/kg. Gambar 20. Perkembangan Harga Ekspor Industri Tekstil Periode Januari 1988Desember 2008 e. Harga Ekspor Industri Karet dan Plastik Perkembangan harga ekspor industri karet dan plastik dunia selama periode Januari 1988 sampai dengan Desember 2008 disajikan pada Gambar 21. Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa selama periode analisis harga ekspor industri karet dan plastik cenderung mengalami fluktuasi harga. Pada 124 periode anlaisis terjadi penurunan dan peningkatan harga yang sangat drastis. Peningkatan harga yang tertinggi terjadi pada September 1992 sebesar 4.66 US$/kg dan pada September 1997 sebesar 5.09 US $/kg. Begitupun penurunan harga yang tajam juga terjadi pada Maret 1988, Maret 1993, Desember 1993, Mei 1997 dan Agustus 1997 yang masing-masing memiliki nilai sebesar 0.41 US$/kg, 0.93 US$/kg, 1.33 US$/kg, 1.32 US$/kg dan 1.42 US$/kg. Memasuki periode Februari 2004 sampai Oktober 2008, harga ekspor industri karet dan plastik mulai menunjukkan peningkatan harga sampai menembus angka 3.94 US $/kg. Namun demikian, pada November dan Desember 2008 harga ekspor industri karet dan plastik kembali mengalami penurunan. Gambar 21. Perkembangan Harga Ekspor Industri Karet dan Plastik Periode Januari 1988-Desember 2008 5.1.3. Eksplorasi Data Suku Bunga Riil Variabel suku bunga merupakan salah satu variabel utama dalam perekonomian. Pergerakan tingkat suku bunga akan mempengaruhi investasi dan jumlah uang yang ingin dipegang masyarakat (permintaan uang). Suku bunga riil diperoleh dari selisih suku bunga nominal dan inflasi. Perkembangan tingkat suku 125 bunga riil selama periode Januari 2000 sampai dengan Desember 2009 ditunjukan pada Gambar 22. Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa SBI cenderung berfluktuasi. Pada periode Januari 2000 sampai dengan Desember 2001 nilai SBI riil cenderung mengalami peningkatan. Setelah periode tersebut nilai SBI riil cenderung mengalami penurunan. Penurunan yang cukup drastic terjadi pada Oktober 2005. Pada periode tersebut SBI riil turun dari sekitar 9 persen menjadi sekitar 2 persen. Penurunan tersebut terjadi sebagai akibat meningkatnya inflasi pada periode tersebut seiring dengan peningkatan harga minyak dalam negeri. Gambar 22. Perkembangan Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (1 Bulan) Nominal dan Riil selama Periode Januari 2000-Desember 2009 5.1.4. Eksplorasi Data Devaluasi Riil Data devaluasi riil diperoleh dengan merasiokan indeks harga impor dan PDB Deflator. Untuk indeks harga impor diproksi dengan Consumer Price Indeks Amerika Serikat dan untuk PDB Deflator digunakan Consumer Price Indeks Indonesia. Secara grafis data devaluasi riil ditunjukan pada Gambar 24. 126 Berdasarkan gambar tersebut dikatahui bahwa fluktuasi devaluasi riil menunjukan kecenderungan yang terus menurun. Devaluasi riil pada periode awal 2000 berada pada kisarana 1.30-1.40 dan terus menurun hingga di level 0.70-0.80. Devaluasi riil yang menurun mengindikasikan bahwa nilai tukar rupiah cenderung mengalami apresiasi terhadap nilai tukar mata uang asing. Apresiasi nilai tukar tersebut umumnya akan memberikan pengaruh negative terhadap daya saing produk dalam negeri. Apresiasi nilai tukar mata uang suatu negara akan menjadikan harga barang-barang yang diproduksi oleh negara tersebut menjadi relatif lebih mahal dibandingkan harga barang dari negara lain. Gambar 23. Perkembangan Devaluasi Riil selama Periode Januari 2000Desember 2009. Perkembangan nilai tukar riil selama periode Januari 2000 sampai dengan Desember 2009 ditunjukan pada Gambar 24. Dinamika perekonomian yang terjadi selama periode tersebut tercermin pada pergerakan nilai tukar rupiah terhadap US$. Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa fluktuasi nilai tukar 127 riil yang terjadi cenderung memiliki trend menurun. Nilai tukar riil bergerak dari rata-rata sekitar Rp 10 200/US$ pada tahun 2000 menurun menjadi sekitar Rp 7 300/US$. Nilai tukar riil tersebut diperoleh dari hasil kali nilai tukar nominal dengan rasio harga (Mankiw, 2003). Rasio harga yang dimaksud adalah perbandingan harga domestik dengan harga luar negeri. Perubahan yang terjadi pada nilai tukar riil mencerminkan apresiasi atau depresiasi dari nilai tukar. Turunnya nilai tukar riil mencerminkan terjadinya apresiasi mata uang rupiah terhadap mata uang negara lain. Eksplorasi data nilai tukar riil ini konsisten dengan devaluasi riil yang juga cenderung mengalami penurunan. Gambar 24. Perkembangan Nilai Tukar Riil dan Nilai Tukar Nominal selama Periode Januari 2000-Desember 2009. 5.2. Spesifikasi Model ARCH-GARCH Aplikasi model ARCH-GARCH untuk mengukur volatilitas harga dan data financial telah dilakukan oleh beberapa peneliti seperti Jordaan et al (2007) dan Podobnik et al (2004). Secara umum terdapat dua tahapan yang dilakukan 128 dalam spesifikasi model ARCH-GARCH yaitu tahap identifikasi dan penentuan model rataan (mean equation) dan tahap identifikasi dan penentuan model ARCHGARCH. Tahap identifikasi dan penentuan model ARCH-GARCH dilakukan jika model mean equation yang diperloeh mengandung efek ARCH. Jika model mean equation mengandung efek ARCH maka model tersebut perlu melibatkan suatu persamaan conditional variance untuk mengakomodasi keberadaan efek ARCH, sehingga dapat menghindari pelanggaran asumsi (akibat adanya efek ARCH) dan menghasilkan estimasi koefisien model yang lebih baik. Pengujian terhadap efek ARCH tersebut dilakukan setelah memperoleh model mean equation terbaik. Pada bagian berikut akan diuraikan kedua tahapan tersebut. 5.2.1. Tahap Identifikasi dan Penentuan Model Rataan Dalam tahapan ini langkah-langkah yang dilakukan pada dasarnya mengikuti apa yang dikembangkan oleh Box-Jenkins. Tahapan yang dilakukan meliputi pengujian kestasioneran data, penentuan model tentatif ARIMA hingga pendugaan parameter dan pemilihan model terbaik. a. Uji Stasioneritas Data Pengujian terhadap stasioneritas data dilakukan dengan menggunakan uji The Augmented Dickey Fuller (ADF). Uji tersebut dilakukan untuk mendeteksi apakah data yang akan dianalisis mengandung akar unit. Apabila data mengandung akar unit maka data tersebut belum stasioner. Lebih lanjut dengan uji The Augmented Dickey Fuller tersebut juga dapat diketahui derajat diferensiasi yang diperlukan sehingga data menjadi stasioner. 129 Berdasarkan plot grafik yang ditunjukan pada bagian terdahulu, secara umum diketahui bahwa beberapa data variabel ekonomi yang digunakan memiliki kecenderungan pola meningkat atau menurun. Data variabel ekonomi yang memiliki pola trend umumnya bersifat tidak stasioner. Untuk mengkonfirmasikan secara akurat stasioneritas data variabel ekonomi, hasil uji The Augmented Dickey Fuller disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Hasil Uji Augmented Dickey Fuller Variabel Harga Minyak dunia Harga Ekspor Industri: a. Minyak dan Lemak b. Besi dan Baja c. Mesin dan Alat Listrik d. Tekstil e. Karet dan Plastik Suku Bunga Riil ADF Statistic1 Levels12 First Difference3 -2.003195 -9.04689 -3.213367 -2.411566 -5.747908 -3.509459 -1.577668 -1.868797 -5.77486 -15.00511 -13.18737 -9.83211 Critical Value (95%) -2.873492 -3.428049 -3.428049 -3.427975 -3.427975 -3.428123 -3.466248 Keterangan: 1) Nilai mutlak ADF harus lebih besar dari critical value untuk menolak hipotesis nol 2) Seris data awal (sebelum didiferensiasi) 3) Series data setelah didiferensi satu kali Berdasarkan Tabel 10 diketahui bahwa sebagian data variabel ekonomi yang dianalisis telah stasioner pada level yaitu data harga ekspor industri mesin dan alat listrik dan harga ekspor industri tekstil. Sementara itu, untuk data variabel ekonomi lainnya tidak stasioner pada tingkat level tetapi stasioner setelah didiferensiasi satu kali. Stasioneritas data tersebut akan menetukan derajat integrasi dalam membangun mean equation. Hasil uji ADF secara lengkap disajikan pada Lampiran 9 sampai Lampiran 15. 130 b. Identifikasi Model ARIMA Identifikasi model ARIMA dapat dilakukan terhadap data variabel ekonomi yang stasioner. Untuk menentukan model tentative ARMA/ARIMA dari suatu data ekonomi maka informasi dari correlogram menjadi dasar penentuan orde AR (p) dan orde MA (q) dari suatu model ARIMA (p, d, q) tentatif. Sementara itu untuk orde q ditentukan oleh stasioneritas data. Berdasarkan hasil simulasi terhadap sejumlah model ARIMA tentative dipilih satu model yang dinilai terbaik. Model ARIMA terbaik yang dipilih untuk masing-masing variabel ekonomi ditunjukan pada Tabel 11. Tabel 11. Model Rataan Terbaik Variabel Harga Minyak Dunia Harga Ekspor: a. Industri minyak dan lemak b. Industri Besi dan Baja c. Industri Mesin dan Alat Listrik d. Industri Tekstil e. Industri Karet dan Plastik Suku Bunga Riil Model ARIMA Terbaik ARIMA (4,1,6) ARIMA (3,1,3) ARIMA (1,1,1) ARIMA (1,0,1) ARIMA (1,0,1) ARIMA (2,1,3) ARIMA (2,1,0) Pemilihan model ARIMA terbaik tersebut didasarkan atas beberapa kriteria yaitu: galat (error) bersifat acak (random), koefisien estimasinya signifikan, nilai AIC dan SIC terkecil dibandingkan model lainnya, Standar Error of Regression relatif kecil, Sum Square Residual relatif kecil, dan Adjusted RSquared relatif besar. Secara lengkap hasil estimasi terhadap model ARIMA terbaik disajikan pada Lampiran 16 sampai Lampiran 22. 5.2.2. Tahap Identifikasi dan Penentuan Model ARCH-GARCH Pada tahapan ini dilakukan pengujian terhadap ada/tidaknya efek ARCH yang kemudian dilanjutkan dengan estimasi dan penentuan model ARCH- 131 GARCH. Hasil yang diperoleh dari tahapan yang dilakukan diuraikan pada bagian berikut. a. Pengujian Efek ARCH Aplikasi model ARCH-GARCH dilakukan terhadap model ARMA/ARIMA terbaik apabila terdapat efek ARCH pada model ARMA/ARIMA tersebut. Pengujian terhadap efek ARCH tersebut dilakukan dengan mengamati Correlogram Squared Residuals. Hasil estimasi model mean equation dikatakan tidak mengandung unsur ARCH/GARCH apabila nilai Q-statistik tidak signifikan serta nilai ACF dan PACF tidak berbeda nyata dari nol pada seluruh lag. Namun hasil estimasi tersebut dikatakan mengandung efek ARCH/GARCH apabila minimal ada salah satu nilai Q-statistik yang signifikan serta nilai ACF dan PACF ada yang berbeda nyata dari nol pada lag tertentu. Selain menggunakan Correlogram Squared Residuals penguji efekARCH/GARCH juga dilakukan dengan uji ARCH-LM. Hasil pengujian efek ARCH terhadap model ARMA/ARIMA terbaik ditunjukan pada Tabel 12. Hasil uji ARCH untuk masingmasing variabel ekonomi secara lengkap disajikan pada Lampiran 23 sampai Lampiran 29. Tabel 12. Hasil Uji Efek ARCH terhadap Model Rataan Terbaik Variabel Harga Minyak dunia Harga Ekspor Industri: a. Minyak dan Lemak b. Besi dan Baja c. Mesin dan Alat Listrik d. Tekstil e. Karet dan Plastik SBI Riil Model Rataan Terbaik F-Statistik Probabilitas ARIMA (4,1,6) 5.765056 0.0171* ARIMA (3,1,3) ARIMA (1,1,1) ARIMA (1,0,1) ARIMA (1,0,1) ARIMA (2,1,3) ARIMA (2,1,0) 53.948920 6.184105 0.128999 74.784290 0.343799 44.418190 0.0000* 0.0024* 0.7198 0.0000* 0.5582 0.0000* Keterangan: * model rataan mengandung efek ARCH 132 Berdasarkan Tabel 12 diketahui bahwa efek ARCH ditemukan pada model rataan untuk variabel harga minyak dunia, harga ekspor industri minyak dan lemak, harga ekspor industri besi dan baja, harga ekspor industri tekstil dan suku bunga riil. Adanya efek ARCH tersebut menunjukan bahwa volatilitas dari variabel ekonomi tersebut bervariasi antar waktu (time varying). Oleh karena itu, analisis untuk variabel tersebut akan dilanjutkan dengan mengaplikasikan model ARCH-GARCH. Sementara itu, untuk harga ekspor industri mesin dan alat listrik dan harga ekspor industri karet dan plastik tidak mengandung efek ARCH. Dengan demikian aplikasi model ARCH-GARCH tidak diperlukan. Hasil tersebut ini menunjukan bahwa volatiltas harga dari kedua industri tersebut bersifat konstan sepanjang periode analisis. Volatilitas dari kedua variabel tersebut ditunjukan oleh nilai standar error. b. Estimasi dan Pemilihan Model ARCH-GARCH Sesuai dengan hasil pengujian efek ARCH maka aplikasi model ARCHGARCH dilakukan terhadap variabel harga minyak dunia, harga ekspor industri minyak dan lemak, industri besi dan baja, industri tekstil, suku bunga riil dan nilai tukar riil. Pada tahap ini dilakukan estimasi terhadap sejumlah model ragam tentative dengan spesifikasi model raatan terbaik yang telah diperoleh. Estimasi model dilakukan dengan metode kemungkinan maksimum atau Quasi Maximum Likehood (QML). Pemilihan model ragam dilakukan dengan mempertimbangkan nilai SC dan nilai AIC terendah, memiliki koefisien yang signifikan, nilai koefisien tidak lebih besar dari satu dan non-negatif. Berdasarkan sejumlah kriteria tersebut maka model ragam (ARCH-GARCH) yang diperoleh adalah 133 seperti ditunjukan pada Tabel 13. Secara lengkap estimasi model ARCH-GARCH terbaik disajikan pada Lampiran 30 sampai dengan Lampiran 34. Tabel 13. Pemilihan Model ARCH/GARCH Terbaik Variabel Harga Minyak Dunia Harga EKspor: a. Industri minyak dan lemak b. Industri Besi dan Baja c. Industri Tekstil Suku Bunga Riil Model ARCH/GARCH Terbaik GARCH (1,1) ARCH (1) GARCH (1,1) ARCH (1) GARCH (1,1) Untuk mengetahui kecukupan model maka langkah yang dilakukan adalah dengan melakukan uji normalitas yaitu dengan mengamati nilai statistic JarqueBera. Hasil uji normalitas tersebut ditunjukan pada Tabel 14. Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa hanya variabel harga minyak dunia yang galat terbakukannya menyebar normal sedangkan untuk variabel ekonomi lainnya galat terbakukan tidak menyebar normal. Secara lengkap hasil uji normalitas disajikan pada Lampiran 35 sampai dengan Lampiran 39. Untuk mengatasi ketidaknormalan galat terbakukan tersebut maka dalam metode estimasi diaplikasikan metode Heteroscedaticity Consistant Covariance BoolerslevWooldrige agar asumsi galat menyebar normal tetap terjaga sehingga galat baku dan parameter tetap konsisten. Tabel 14. Hasil Uji Normalitas Variabel Ekonomi Harga Minyak Dunia Harga EKspor: b. Industri minyak dan lemak d. Industri Besi dan Baja e. Industri Tekstil Suku Bunga Riil Jarque Bera 1.850900 Probabilitas 0.396335 26.343290 134.270100 217.807200 61.515700 0.000002 0.000000 0.000000 0.000000 134 Langkah selanjutnya untuk mengukur tingkat kecukupan model adalah dengan melakukan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test dan Uji Heteroskedastisitas. Dengan uji tersebut maka dapat diketahui bahwa galat terbakukan saling bebas dan sudah tidak ada efek ARCH. Dengan demikian dapat diyakini bahwa model ARCH-GARCH yang diperoleh sudah baik. 5.3. Analisis Volatilitas Berdasarkan model ARCH-GARCH yang diperoleh maka dapat diketahui volatiltas dari setiap variabel ekonomi yang dianalisis. Ukuran volatilitas tersebut ditunjukan oleh nilai standar deviasi bersyarat (conditional standard deviation), yang merupakan akar dari ragam model ARCH-GARCH yang diestimasi. Pada bagian berikut akan diuraikan volatilitas untuk setiap variabel ekonomi serta besaran volatilitas yang akan digunakan sebagai shock dalam model CGE. Volatilitas yang ditunjukan pada bagian ini dibatasi mulai tahun 2000 dan seterusnya. Volatilitas variabel ekonomi yang bervariasi antar waktu (time varying) ditunjukan dalam bentuk grafis. Volatilitas harga minyak dunia menunjukan kecenderungan yang terus meningkat mulai periode Juli 2004 (Gambar 25). Peningkatan volatilitas harga minyak dunia periode Juli 2004 hingga Agustus 2008 masih lebih rendah dari batas dua standar deviasi. Namun demikian peningkatan volatilitas terus terjadi sehingga melebihi dua standar deviasi pada periode September-Oktober 2008. Peningkatan volatilitas yang terus terjadi mencapai puncaknya pada periode November 2008 yang melampaui empat standar deviasi. Volatilitas yang relatif tinggi pada akhir 2008 disebabkan oleh peningkatan permintaan yang tidak mampu dipenuhi oleh 135 pasokan yang memadai sehingga terjadi kelangkaan minyak. Kelangkaan minyak tersebut mendorong meningkatnya harga minyak dunia melampaui US$ 100/barrel. Gambar 25. Volatilitas Harga Minyak Dunia Untuk volatilitas harga ekspor industri minyak dan lemak disajikan pada Gambar 26. Berdasarkan gambar tersebut diketahui besaran volatilitas dari harga ekspor cenderung bervariasi pada nilai rataan volatilitas. Namun demikian pada pertengahan sampai dengan akhir 2008 volatilitas harga ekspor industri minyak dan lemak menunjukan kecenderngan peningkatan. Namun demikian peningkatan volatilitas yang terajadi relatif rendah yaitu lebih rendah dari satu standar deviasi. Peningkatan volatilitas tersebut disebabkan oleh fluktuasi harga yang cukup besar terjadi pada harga ekspor industri minyak dan lemak. Peningkatan harga ekspor yang cukup besar terjadi selama periode Januari 2007 hingga Agustus 2008. Sementara itu, pada periode selanjutnya harga ekspor industri minyak dan lemak cenderung menurun. 136 Gambar 26. Volatilitas Harga Ekspor Industri Minyak dan Lemak Berbeda dengan harga ekspor industri minyak dan lemak, volatilitas harga ekspor industri besi dan baja menujukan volatilitas yang relatif lebih bervariasi (Gambar 27). Pada periode Januari 2000 sampai dengan November 2006 volatiltas bervariasi dalam batas yang masih lebih rendah dari dua standar deviasi. Namun demikian pada periode Desember 2006 sampai denan Januari 2007, variasi volatilitas harga ekspor industri besi dan baja melewati batas dua standar deviasi. Pada periode selanjutnya volatilitas harga ekspor industri besi dan baja kembali mengalami penurunan dan bervariasi dalam batas lebih rendah dari dua standar deviasi. Peningkatan volatilitas kembali terjadi bahkan melebihi empat standar deviasi yaitu pada periode April-Juni 2008. Peningkatan volatilitas tersebut terjadi karena peningkatan harga ekspor industri besi baja yang cenderung semakin fluktuatif pada periode awal 2007 hingga pertengahan tahun 2008. 137 Gambar 27. Volatilitas Harga Ekspor Industri Besi dan Baja Volatilitas harga eskpor industri tekstil ditunjukan pada Gambar 28. Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa volatilitas harga yang relatif besar terjadi pada periode pertengahan tahun 2001. Volatilitas harga ekspor industri tekstil pada periode tersebut melewati dua standar deviasi. Sementara itu pada periode selanjut volatilitas harga ekspor industri tekstil bervariasi pada kisaran lebih rendah dari satu standar deviasi. Bahkan mulai awal 2006 hingga akhir 2008 volatilitas harga ekspor industri tekstil berada dibawah nilai volatilitas rata-rata. Hal ini menunjukan bahwa pergerakan harga yang terjadi berada pada kisaran perubahan yang relatif kecil. Gambar 28. Volatilitas Harga Ekspor Industri Tekstil 138 Volatilatas variabel suku bunga riil ditunjukan pada Gambar 29. Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa nilai volatilitas variabel SBI riil selama periode Januari 2002 sampai dengan Juli 2005 berfluktuasi dalam nilai yang relatif lebih rendah dibandingkan periode Agustus-Desember 2005. Pergerakan nilai volatilitas berada dalam batas lebih rendah dari dua standar deviasi. Namun demikian nilai volatilitas menunjukan peningkatan yang cukup tajam selama periode Agustus 2005 hingga mencapai puncaknya pada Desember 2005. Nilai volatilitas pada periode tersebut melebihi empat standar deviasi. Untuk periode salanjutnya, volatilitas suku bunga riil kembali menurun dan bergerak dalam batas lebih rendah dari dua standar deviasi. Gambar 29. Volatilitas Suku Bunga Riil Sementara itu, persentase perubahan dari nilai devaluasi riil ditunjukan pada Gambar 30. Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa penurunan persentase perubahan yang relatif besar dari devaluasi riil terjadi pada periode Oktober 2005. Perubahan persentase nilai devaluasi riil pada periode tersebut mencapai sekitar -8 persen. Sementara itu perkembangan persentase perubahan 139 devaluasi riil sepanjang periode analisis relatif berfluktuasi pada kisaran nilai 2 persen hingga -2 persen. Hal ini menunjukan bahwa persentase perubahan nilai devaluasi riil relatif cenderung bergerak disekitar nilai rataannya. Gambar 30. Perkembangan Persentase Perubahan dari Variabel Devaluasi Riil Berdasarkan besaran volatilitas yang terjadi pada sejumlah variabel ekonomi yang dianalisis maka dapat ditentukan besaran shock yang digunakan pada model CGE. Penentuan besaran shock dalam persentase perubahan diperoleh dengan membandingkan nilai volatilitas dengan data aktualnya. Perbandingan nilai aktual dan volatilitas didasarkan atas nilai rataan tahunan untuk periode tahun 2000 hingga 2009. Besaran shock untuk masing-masing variabel ditunjukan pada Tabel 15. Tabel 15. Besaran Shock Volatilitas Variabel Harga Minyak Dunia Harga Ekspor Industri Minyak dan Lemak Harga Ekspor Industri Besi dan Baja Harga Ekspor Industri Tekstil SBI Riil Devaluasi Riil Besaran Shock (%) 16.48 12.58 29.49 11.60 8.18 -0.48 140