How to be an Inspirational Teacher Pendidikan merupakan salah satu masalah paling pelik di Indonesia. Permasalahan tidak hanya terdapat pada salah satu pihak namun dapat dilihat pada berbagai pihak yang terlibat dalam proses pendidikan, termasuk pada sistem dan tenaga pengajar. Permasalahan pada tenaga pengajar tentu merupakan permasalahan yang sangat krusial mengingat tenaga pengajar (guru) merupakan pihak yang berhubungan langsung dengan siswa didik. Namun faktanya masih banyak guru yang terjebak pada comfort zone dan tidak ada keinginan sama sekali untuk meningkatkan kualitas pengajaran maupun pendidikan. Mayoritas guru masih terjebak pada pola pikir cukup menyampaikan materi pelajaran sesuai dengan target. Pola pikir seperti ini tentu memiliki dampak buruk ke siswa dan menyebabkan kurangnya perhatian yang didapatkan oleh siswa di masa pertumbuhan mereka. Guru sering diartikan sebagai sebuah singkatan dari “digugu dan ditiru”. Pengertian tersebut merupakan ungkapan hak sekaligus kewajiban bagi seorang guru, yaitu untuk diperhatikan dan diteladani. Guru yang dimaksud disini merupakan guru dalam artian yang luas, bukan hanya untuk tenaga pengajar yang terdaftar secara resmi sebagai pengajar di lembaga pendidikan tertentu. Dalam pengertian luas ini, guru juga patut disematkan untuk para murobbi, mentor, tutor, senior, pelatih, trainer, dan sebagainya yang memiliki fungsi pendidikan serta pengajaran. Fungsi pengajaran berhubungan dengan fungsi delivery ilmu secara teknis yang dimiliki oleh guru kepada peserta didik. Dalam proses ini, seorang guru wajib memiliki kapasitas yang memadai sesuai dengan bidang ilmu yang ingin diajarkan. Dalam prosesnya diperlukan juga proses penyampaian yang baik, sehingga transfer ilmu dapayt berlangsung dengan baik dan peserta didik memahami dengan baik seluruh ilmu yang disampaikan. Fungsi pendidikan berhubungan dengan fungsi delivery value, baik berupa etika, moral, akhlak. Dalam proses ini guru dibutuhkan sebagai pembimbing moral bagi peserta didik. Proses transfer yang baik serta kepercayaan menjadi kunci penting keberhasilan proses ini. Dalam proses pendidikan maupun pengajaran, terdapat tiga masalah utama yang sering dihadapi oleh para guru, yaitu: penyampaian, lebarnya jarak, dan keterbatasan. Penyampaian Sering sekali seorang guru memiliki kapasitas yang tinggi dalam bidang yang diajarkannya, namun dia memiliki keterbatasan dalam penyampaiannya, yang mengakibatkan peserta didik tidak memahami dengan baik apa yang disampaikan oleh pendidik. Cara paling singkat untuk menyelesaikan masalah ini adalah menyesuaikan teknik penyampaian dengan cara belajar siswa yang dapat dibagi sebagai visual, auditori, dan kinestetik. Tipe visual meliliki ciri2 : Berbicara dengan nada yang tinggi dan tempo yang cepat. Lirikan mata keatas, ketika berbicara. Berjalan dengan cepat, seolah terburu-buru. Lebih suka membaca, daripada dibacakan. Menjawab pertanyaan dengan jawaban yang singkat. Lebih mementingkan penampilan disaat berhadapan dengan orang lain. Suka melakukan demonstrasi, daripada menjelaskan dengan berbicara. Suka mencoret-coret tanpa arti, disaat meeting ataupun telepon. Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi secara verbal, kecuali jika dicatat. Sering meminta orang lain untuk mengulangi ucapannya. Konsentrasinya tidak mudah terganggu dengan suatu keributan. Belajar dari melihat apa yang di contohkan. Lebih suka mengoleksi buku, komik, dll. Lebih mudah mengingat dari apa yang dilihat. Pada umumnya, tulisan tangannya baik. Dan mereka adalah perencana yang baik. Tipe auditori memiliki ciri2: Berbicara dengan tempo yang teratur (ritmis), dan nada yang sedang. Lirikan mata kekiri dan kekanan, ketika berbicara. Berjalan dengan tenang dan seolah berwibawa. Seorang pendengar yang baik. Membaca dengan menggerakan bibir atau mengucapnya. Merasa kesulitan untuk menulis, dan lebih suka mengucapkan. Suka berbicara, berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu dengan panjang lebar. Lebih suka mengoleksi album musik atau lagu. Belajar dari mendengarkan, dan mengingat hasil penjelasan tentang sesuatu. Suka berbicara sendiri disaat bekerja. Lebih mudah mengingat dari apa yang didengar. Konsentrasinya mudah terganggu oleh suatu keributan. Kesulitan menggunting kertas sesuai polanya dengan rapi. Dan mereka adalah pembicara yang baik. Tipe kinestetik memiliki ciri2: Berbicara dengan tempo yang lambat, banyak jeda, dan nada yang dalam (contoh: Begini, eeeee .. menurut pendapat saya … itu salah). Berjalan dengan cukup lambat, seolah terlihat malas atau tidak bergairah. Lebih suka menyentuh, merasakan, dan memegang sesuatu. Lebih cepat belajar dengan mencoba secara langsung, dipraktekan, dan mengetahui kesalahannya untuk diperbaiki lagi. Tidak bisa duduk dengan tenang, selalu ada anggota tubuhnya yang digerakkan secara kontinyu, misalnya kaki. Selalu ingin mencoba melakukan segala sesuatu. Berdiri dekat, ketika berbicara dengan orang. Menghafal dengan cara berjalan dan melihat. Tidak dapat mengingat geografi, kecuali mereka pernah ditempat itu. Merasa kesulitan dalam menulis, tapi hebat dalam bercerita. Pada umumnya, tulisan tanganya jelek. Menyukai permainan yang menyibukan diri mereka. Konsentrasi mudah terganggu oleh suatu keributan. Lirikan mata kebawah, ketika berbicara. Dan mereka sangat mudah menguasai sesuatu hal secara otodidak. Masalah kedua terdapat pada terlalu besarnya jarak antara guru dan siswa. Setiap orang memiliki masalah yang menimbulkan lubang di hati. Lubang di hati ini dapat timbul disebabkan lingkungan yang ditempati setiap orang dan dapat diisi oleh siapapun yang dianggap dapat memberikan solusi. Tujuan guru untuk memperkecil jarak adalah agar dapat kesempatan menjadi penambal lubang di hati (pemberi solusi masalah, menjadi konselor dan motivator) pada setiap peserta didik. Untuk dapat mencapai posisi tersebut, seorang guru wajib mendapatkan kepercayaan dari peserta didik melalui silaturahim dan memperhatikan detail-detail kecil hubungannya. Masalah ketiga adalah keterbatasan, dimana keterbatasan ini dapat mencakup keterbatasan fasilitas, SDM, waktu, serta kapasitas dari guru. Untuk mengatasinya setiap guru harus memiliki mindset bahwa proses pendidikan yang berkualitas tidak selalu dihambat oleh keterbatasan. Sehingga dalam keterbatasan yang dialami, setiap guru harus mampu mengambil prioritas dalam pengajarannya, dengan memprioritaskan pengajaran ilmu terpenting.