tinjauan pustaka

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Cabai
Tanaman cabai merupakan tanaman asli dari Amerika yang daerah penyebarannya
meliputi Meksiko, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Columbus adalah orang yang
pertama kali memperkenalkan tanaman cabai dan membawa biji yang dijadikan benih ke
Spanyol pada tahun 1493, sampai kemudian benihnya banyak ditanam di Eropa. Di Asia,
tanaman cabai diperkenalkan oleh bangsa Portugal dan Spanyol pada abad ke - 16,
sekarang ini tanaman cabai sudah tersebar di seluruh dunia termasuk Indonesia (Bosland
dan Votava 1999).
Di Indonesia cabai (Capsicum annuum L.) adalah sayuran penting yang paling
banyak dikenal memiliki nilai ekonomi tinggi. Di Indonesia cabai dapat tumbuh dan
berproduksi di dataran rendah dan tinggi, baik di lahan sawah atau tegalan sehingga
arealnya mencapai 150,000 ha (Direktorat Jenderal Hortikultura 2008), tetapi
produktivitasnya masih sangat rendah. Species Capsicum annuum L. mempunyai
keragaman tipe buah yang tinggi untuk (Gambar 2).
Gambar 2. Keragaman tipe buah cabai dalam genotipe species C. annuum L.
Sumber : Dremann (2008)
Cabai dalam species Capsicum spp. ini memiliki karakteristik yang luas pada ukuran
buah, warna, dan bentuknya, yaitu dengan panjang bervariasi antara 1.5-30 cm, bentuk
buah yang sangat lonjong, mengerucut dan bundar, berwarna hijau dan kuning saat belum
matang, oranye dan coklat saat sudah matang. Karakteristik tanamannya memperlihatkan
keragaman yang tinggi. Keragaman yang tinggi tipe buah (Gambar 2). Banyaknya species
cabai dalam genus Capsicum. Genus Capsicum termasuk di antaranya adalah lima spesies
yang telah dibudidayakan yaitu Capsicum annuum, C. baccatum, C. chinense, C.
frustescens, dan C. pubescens (Greenleaf 1986).
Daftar spesies cabai yang dibudidayakan dan liar serta daerah penyebarannya
disajikan pada Tabel 1. Tanaman cabai berbentuk semak dengan batang berkayu dan tipe
6
percabangan tegak atau menyebar dengan karakter yang berbeda-beda tergantung
spesiesnya. Tinggi tanaman cabai berkisar 30–75 cm. Daunnya berwarna hijau dan atau
hijau tua, tumbuh pada tunas-tunas samping berurutan, pada batang utama dan tunggal
tersusun secara spiral. Daunnya berbentuk hati lonjong atau bulat telur dengan letak yang
berselang-seling (Poulus 1994).
Tabel 1. Daftar spesies cabai yang telah dibudidayakan, tipe liarnya serta daerah
penyebaran
Spesies
Status
Daerah sebaran
Amerika Selatan hingga
C. annuum L.
Dibudidayakan Colombia tropik, subtropik dan
daerah beriklim sedang
Dataran rendah Amerika Selatan
C. chinense Jacq.
Dibudidayakan
bagian timur
C. frutescens L.
Dibudidayakan Amerika tropik
Peru, Bolivia, Paraguay, Brazil,
C. baccatum L.
Dibudidayakan
Argentina
C. praetermisum Heiser & Smith.
Liar
Brazil Selatan
Argentina Utara, Bolivia
C. chacoense A. T. Hunz.
Liar
Paraguay,
Daerah Andes, dataran tinggi
C. galapagoense A. T. Hunz.
Liar
Amerika Tengah bagian utara
hingga Meksiko
Daerah Andes, dataran tinggi
C. pubescens R & P.
Dibudidayakan Amerika Tengah bagian utara
hingga Meksiko
C. cardendaii Heiser & Smith.
Liar
Bolivia
C. eximium A.T.Hunz.
Liar
Bolivia, Argentina utara
C. tovarii Eshbaugh, Smith,
Liar
Andes, Peru tengah
Nickrent.
C. lanceolatum.
Liar
Guetamala
Sumber: Greenleaf (1986)
Menurut Kusandriani (1996) bunga cabai termasuk bunga lengkap, yaitu terdiri atas
kelopak dan mahkota, Daun-daun mahkota yang berlekatan menjadi satu sehingga
digolongkan dalam sub-kelas Sympetalae. Bunga tanaman cabai mempunyai bunga tunggal
atau soliter dan tumbuh pada ujung ruas, serta merupakan bunga sempurna. Alat kelamin
jantan dan betina terdapat pada satu bunga. Mahkota bunga berwama putih atau ungu
tergantung pada kultivarnya, helaian mahkota bunga berjumlah lima atau enam. Pada dasar
bunga terdapat daun bunga berjumlah lima helai kadang-kadang bergerigi. Setiap bunga
mempunyai satu putik, kepala putik berbentuk bulat. Bunga cabai terdiri dari lima petal,
lima sepal, satu putik, dan lima benang sari yang fertile.
7
Bunga cabai termasuk menyerbuk sendiri tetapi dapat terjadi penyerbukan silang
dengan bantuan lebah atau serangga lainnya dengan persentase persilangan berkisar 7.636.8%. Bunga tanaman cabai cenderung bersifat protogyny, yaitu kepala putik telah masak
sebelum tepung sari keluar dari kotak sari atau sebelum anthesis, dan tepung sari keluar
pada saat bunga mekar (Greenleaf 1986).
Menurut Kusandriani (1996) persilangan cabai sering terjadi pada bunga yang
mempunyai tangkai putik yang panjang dan kepala putik lebih tinggi dari kotak sari,
sedangkan penyerbukan sendiri sering terjadi pada bunga yang memiliki tangkai putik
yang pendek sehingga letak kepala putik lebih rendah dari kepala sari. Bunga tunggal
terdapat pada setiap ruas dan pada saat antesis tangkai bunga umumnya merunduk. Bunga
pertama biasanya terbentuk pada umur 23-31 hari sesudah tanam (HST) dan buah pertama
biasanya mulai terbentuk pada umur 29-40 HST.
Benih Cabai
Benih cabai dihasilkan dari buah yang matang dalam waktu 34-40 hari setelah
pembuahan. Umumnya memiliki biji cabai berwarna kuning jerami (Hernandez 2002).
Proses pemanenan cabai mempengaruhi mutu benihnya baik viabilitas maupun vigornya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat pemanenan cabai adalah ciri dan umur
panen, cara panen, periode panen dan perkiraan produksi. Pemanenan pada saat masak
fisiologis adalah yang terbaik karena pada saat itu vigor benih yang maksimum. Cabai
dipanen pada saat buah memiliki bobot maksimal, buahnya padat dan warnanya 90% tepat
merah menyala (Kusandriani 1996).
Benih cabai terdiri atas enam bagian (Gambar 3) yaitu endosperm, mikrofil,
kotiledon, embrio, testa (seed coat), dan radikula. Endosperm adalah jaringan penyimpan
cadangan makanan genomnya berasal dari maternal. Mikrofil adalah saluran atau lubang
yang menutup kulit benih, pada nuselus melalui tabung polen yang biasanya dimiliki
selama fertilisasi. Pada saat benih matang dan mulai berkecambah mikrofil membantu
untuk masuknya air. Biasanya tonjolan radikula melalui mikrofil endosperm. Kotiledon
biasanya disebut sebagai daun benih. Embrio adalah sporofit muda hasil fertilisasi.
Hipokotil adalah batang yang mirip dengan aksis embrionik di bawah kotiledon. Embrio
matang terdiri atas kotiledon, hipokotil dan radikel. Testa adalah lapisan pelindung luar
benih yang dikembangkan dari integument pada ovul Meyr (2005).
8
Gambar 3. Biji cabai dan bagian-bagiannya.
Sumber : Meyr A (2005)
Radikula adalah akar embrionik pada embrio matang bersama-sama dengan
hipokotil(Pada Gambar 4), bagian-bagian biji cabai harus berkembang sempurna untuk
menghasilkan kecambah normal.
Biji dan benih mempunyai fungsi yang berbeda. Biji berfungsi sebagai sebagai bahan
pangan atau pakan, sedangkan benih berfungsi sebagai bahan perbanyakan tanaman.
Baihaki (2009) menyatakan benih sebagai bahan perbanyakan harus diperhatikan mutunya
karena dapat mempengaruhi produksi hingga 60%.
Gambar 4. Kecambah Normal Cabai
Mutu benih yang tinggi sudah diupayakan sejak benih akan diproduksi, selama
pertanaman di lapang hingga masa menjelang panen. Mutu benih menjadi jaminan bagi
konsumen benih, dan informasi mengenai mutu benih didapatkan dari pengujian. Hasil
pengujian langsung adalah perwujudan kecambah atau bibit. Mutu benih cabai dipengaruhi
oleh faktor genetik dan lingkungan (Baihaki
2009). Berapa besar faktor genetik
9
mempengaruhi mutu benih belum banyak informasinya, karena pada umumnya faktor
lingkungan banyak mempengaruhi mutu benih.
Terdapat kriteria tipe kecambah normal yang telah ditentukan oleh International
Seed Testing Association (ISTA 1999). Pada cabai, kriteria kecambah normal (Gambar 4)
yaitu akar primer tumbuh dan berkembang dengan baik, jaringan pembuluh berkembang
dengan baik dan tidak terdapat kerusakan; plumula telah tumbuh, plumula harus tumbuh
utuh serta berwarna hijau, tumbuhnya boleh melengkung asal tidak busuk; kecambah
kelihatan sehat, atau tidak ada kerusakan.
Vigor Benih
Vigor benih adalah kemampuan benih untuk tumbuh dan berkembang menjadi
tanaman normal, meski kondisi alam tidak optimum atau suboptimum. Benih yang vigor
akan menghasilkan produk di atas normal kalau ditumbuhkan pada kondisi optimum
(Sadjad et al. 1999). Kondisi suboptimum adalah kondisi alam terbuka berupa biosfer
yang mengganas, cuaca yang tidak akrab, tanah yang tidak subur, pengairan yang tidak
menunjang, semua keadaan itu dapat terjadi. Benih vigor yang mampu menumbuhkan
tanaman normal pada kondisi alam sub optimum dikatakan memiliki kekuatan tumbuh.
Permasalahan vigor benih
Ketersediaan benih tanaman sayur dan umbi-umbian masih sangat rendah. Yaitu
4.1% (Direktorat Jenderal Hortikultura Departemen Pertanian 2008). Masalah lain adalah
rendahnya mutu benih.
Benih tidak selalu segera ditanam, sehingga mengalami penundaan tanam artinya
mengalami penyimpanan. Benih yang diproduksi di daerah tertentu mengalami jarak
tempuh yang panjang hingga beberapa hari.
Pada tataniaga pertanian benih cabai selalu mengalami penyimpanan pada kondisi
sub optimum sebelum sampai ke tangan petani. Penyimpanan pada kondisi sub optimum
merupakan kondisi penyimpanan yang kurang baik, karena menyebabkan terjadinya
penurunan mutu benih cabai baik viabilitas maupun vigornya sebelum ditanam.
Teknologi penyimpanan yang baik dapat mencegah atau memperlambat kemunduran
benih. Benih yang mempunyai viabilitas awal tinggi (mutu benih tinggi) akan memiliki
daya simpan yang baik dibandingkan dengan benih yang mempunyai viabilitas awal yang
10
rendah (mutu benih rendah). Pada benih cabai menurunnya vigor benih ditunjukkan oleh
menurunnya (panjang radikula, panjang hipokotil, daya berkecambah benih, kecepatan
tumbuh benih, indeks vigor dan terjadi peningkatan nilai daya hantar listrik (Tabel 4). Hal
ini didukung oleh Copeland dan McDonald (2001) bahwa menurunnya kualitas benih
yang mengakibatkan menurunnya vigor benih dan akhirnya dapat menurunkan hasil.
Tabel 2. Kebutuhan dan Ketersediaan Benih Horikultura Bermutu Tahun 2005-2006
No
Komoditi
Tahun 2005
(dalam Ribuan)
Kebutuhan
1
Tan. Buah (pohon)
51. 996
2
Tan. Hias (pohon)
330.260
Tan. Sayuran-Umbi (ton)
3
Biji (ton)
4
Tan. Obat (ton)
Tahun 2006
Dalam Ribuan
Ketersediaan
238.913
1.182
30
9.508
(18.29%)
14.918
(4.52%)
6.558
(2.7%)
592
(50.1%)
0.4
(1.33%)
Kebutuhan
74.280
417.229
53.151
1 253
30
Ketersediaan
11.108
(14.95%)
25.897
(6.21%)
10.275
(4.1%)
665
(53.1%)
0.5
(1.67%)
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2008)
Hubungan Vigor benih, Viabilitas dan Deteriorasi
Tiap tahapan benih menggambarkan perubahan pada morfologi dan fisiologi
ontogeny yang dapat mengubah potensi penampilan benih. Pada saat benih telah mencapai
berat kering maksimum disebut dengan masak fisiologis, pada titik ini, mempunyai potensi
yang lebih besar untuk pengecambahan dan vigor yang maksimum (Delouche 1974).
Delouche dan Caldwell (1960) menyatakan bahwa pada saat vigor maksimum
persentkecambahan mencapai maksimum (100%). Benih lot A adalah benih pada saat
masak fisiologis dipanen. Setelah mengalami peningkatan deteriorasi persentase
perkecambahan mengalami penurunan secara cepat. Pada umumnya benih mencapai masak
fisiologis pada tingkat kadar air tinggi dan tidak aman untuk penyimpanan (Gambar 5).
Benih yang dipanen tidak mencapai masak panen, maka daya simpannya rendah
dan tidak dapat meminimalisir kerusakan mekanik. Vigor awal benih mempengaruhi
kecepatan deteriorasi dan kecepatan penurunan percent germination. Besarnya sudut
penurunan persentase perkecambahan juga berbeda antara benih lot A dan B yang dipanen
pada kondisi kemasakan berbeda (Gambar 5).
11
Pemulia tanaman selama bertahun tahun sangat hati-hati dalam menyeleksi vigor
benih. Untuk meningkatkan produksi, pemulia tanaman memperbaiki beberapa
karaktetaristik benih seperti integritas mekanik (benih yang keras), resisten terhadap
penyakit, kandungan protein, dan ukuran benih. Faktor tersebut berperan pada
pertumbuhan di lapang dan sering menghasilkan penambahan daya hasil.
Gambar 5. Hubungan antara vigor benih, viabilitas dan deteriorasi (Delouche
dan Caldwell 1960)
Pemulia tanaman telah memperkenalkan ketegaran hibrid benih hibrid vigor untuk
kekerasan benih, pengaruh kerusakan benih, dan komposisi benih yang mempengaruhi
ekspresi
mutu
benih.
Ketegaran
hibrid
merupakan
komponen
heterosis
dan
menggambarkan pengukuran keunggulan hibrida yang melebihi tetua inbrednya.
Keunggulan hibrida sering kali lebih besar pada kondisi cekaman dibandingkan kondisi
optimum. Misalnya, benih hibrida jagung dan barley berkecambah dan tumbuh lebih cepat
dibandingkan tetua inbrednya (Copeland dan McDonald 2001).
Pemulia tanaman telah menemukan sistem gen yang mengendalikan kualitas nutrisi
tetapi tidak diwariskan pada vigor benih. Nass dan Crane (1970) menemukan bahwa
berbagai gen untuk ekspresi endosperma mempengaruhi pengecambahan benih pada suhu
15, 20, dan 25oC. Benih dengan gen A1 menghasilkan benih yang lebih vigor
dibandingkan dengan benih yang tidak mengandung gen tersebut.
12
Vigor Daya Simpan Benih
Daya simpan (DS) benih adalah prakiraan waktu berapa lama benih mampu untuk
disimpan. DS merupakan parameter lot benih dalam satuan waktu suatu periode simpan
(PS). Periode simpan ialah kurun waktu simpan benih, dari benih siap disimpan sampai
benih siap ditanam (Sadjad et al. 1999).
Berdasarkan daya simpan benih Robert (1973) menyatakan ada dua tipe benih yaitu
benih ortodoks dan rekalsitran. Benih ortodoks adalah benih yang dapat dikeringkan pada
kadar air benih (KA) rendah yaitu sampai 5% tanpa kerusakan dan benih orthodiks tersebut
toleran pada suhu dingin. Benih rekalsitran adalah benih yang tidak dapat dikeringkan pada
KA < 30% tanpa kerusakan dan benih rekalsitran tidak dapat toleran pada suhu dingin.
Sehubungan dengan daya simpan benih terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
daya simpan benih, yaitu faktor internal dan eksternal. Menurut Copeland dan McDonald
(2001) faktor internal daya simpan benih yaitu ukuran benih, umur simpan benih dan
komposisi kimia benih. Faktor eksternal menurut Sadjad (1999) adalah faktor lapangan
mulai benih ditanam, pertumbuhan tanaman, pemasakan, pemanenan, pengolahan sampai
benih siap disimpan dan kondisi penyimpanan serta lamanya benih disimpan. Kelembaban
nisbi dan suhu dapat mempengaruhi daya simpan benih. Pada RH mencapai 80% dan suhu
25–30oC, benih sayuran kehilangan viabilitas dan vigornya.
Copeland dan McDonald (2001) menyatakan benih sayuran dikarakterisasi
mempunyai periode simpan pendek contohnya lettuce, bawang dan rye. Benih cabai
tersebut termasuk dalam benih yang mempunyai periode simpan pendek. Menurut
Hernandez (2002) bahwa daya simpan benih cabai sekitar 3–4 tahun tetapi dalam kondisi
penyimpanan optimum pada temperature 10°C dan kelembaban nisbi (RH) 45% dan
terkontrol.
Copeland dan McDonald (2001) menurunnya viabilitas dan vigor benih sayuran
apabila disimpan pada suhu kamar (kondisi RH 80% dan suhu 25–30oC) akan
menyebabkan KA benih sayuran meningkat dan aktifnya peristiwa biokimia seperti
aktivitas enzim hidrolik, peningkatan respirasi dan asam lemak bebas, dan cepat terjadi
penurunan mutu benih (deteriorasi). Terdapat kaitan cukup erat antara kadar air benih dan
kelembaban untuk menurunkan viabilitas dan vigor.
13
Pengujian Vigor Benih
McDonald (1980) menjelaskan bahwa karakteristik pengujian vigor benih
sebaiknya memenuhi kriteria sebagai berikut (1) tidak mahal karena keterbatasan dana
untuk pengujian benih, (2) cepat, setiap laboratorium benih mempunyai periode aktivitas
maksimum, (3) tidak rumit, prosedur pengujian vigor harus sederhana, (4) obyektif, untuk
pengujian vigor lebih mudah dengan standarisasi, (5) dapat diulang, dan (6) korelasi
dengan penampilan di lapang.
Standarisasi pengujian vigor benih sangat sulit dilakukan karena kondisi alam yang
bervariasi. Vigor daya simpan adalah untuk menduga seberapa lama periode simpan benih.
Pengujian vigor daya simpan benih umumnya dilakukan dengan simulasi. Simulasi
pengujian vigor daya simpan benih dilakukan dengan metode pengusangan cepat.
Benih diperlakukan dalam kondisi suboptimum (cekaman) buatan untuk menduga kondisi
simpan sebenarnya misalnya suhu tinggi, kelembaban (RH) tinggi, kimia (etanol, metanol,
NaOH, PEG), air panas. Hasil pendugaan akan dihubungkan dengan dugaan lamanya
periode simpan benih tersebut (Sadjad et al. 1999).
Benih vigor adalah suatu produk teknologi yang melalui upaya pemuliaan genetik dan
pemurnian fisik dapat menghasilkan satu lot benih berisi individu-individu prima yang
tinggi tingkat kemurnian genetiknya, bersih penampilan fisiknya, sehat pertumbuhannya,
dan homogen kinerja pertumbuhannya di lapang. Usaha pendekatan simulatif untuk
menduga vigor benih harus dilakukan melalui jalur ilmu fisiologi, biokimiawi, matematika
dan statistika. Semua pendekatan itu dilakukan untuk mendapatkan pendugaan vigor benih
yang akurat, karena kompleksnya ilmu tentang vigor benih (Sadjad et al. 1999).
Beberapa metode pengujian vigor daya simpan benih cabai yang dikembangkan pada
penelitian ini adalah metode pengujian vigor yang sudah divalidasi ISTA (International
Seed Testing Association 2001) adalah (1) Konduktiviti test (Daya hantar listrik) pada
benih kacang kapri (Pisum sativum L.) dan (2) metode pengusangan cepat/ accelerated
aging (AA) pada benih kedelai (Glycine max L.).
Umumnya hasil pengujian benih di laboratorium dapat dipakai kembali hasilnya
pada sampel benih yang sama dalam selang kepercayaan yang dapat diterima. Akan tetapi,
pada pengujian yang sama yang dilakukan oleh laboratorium yang berbeda, sering
menimbulkan keragaman. Ada beberapa kemungkinan untuk menjelaskan kekurangan
standarisasi antara laboratorium (AOSA 1983).
14
Metode pengujian vigor benih diperlukan metode standar sebagai metode
pembanding. Salah satu metode standar pengujian vigor adalah pengujian elektro
konduktivitas untuk kacang kapri (Pisum sativum L.). Pengujian konduktivitas test adalah
pengukuran terhadap konduktivitas elektrik memberikan penilaian mengenai tingkat
kebocoran elektrolit jaringan tanaman. Benih yang mempunyai tingkat kebocoran elektrolit
tinggi (konduktivitas tinggi) mempunyai vigor rendah, sedangkan benih yang memiliki
kebocoran elektrolit rendah (tingkat konduktivitas rendah) mempunyai vigor tinggi (ISTA
2007).
Lot benih yang mempunyai vigor tinggi akan mampu bertahan pada kondisi ekstrim
dan proses deteriorasi (penuaan) lebih lambat dibandingkan dengan lot benih dengan vigor
rendah. Sehingga setelah perlakuan pengusangan cepat (AA/Accelerated aging) lot benih
yang mempunyai vigor tinggi akan tetap memiliki daya berkecambah tinggi, sedangkan lot
benih yang mempunyai vigor rendah daya berkecambahnya akan berkurang. Pengujian AA
merupakan suatu pengujian vigor untuk kedelai yang berhubungan dengan daya tumbuh
dan daya simpan (Sadjad et al.1999).
Tujuan penyimpanan benih adalah (1) untuk memelihara stok pertanaman dari satu
musim sampai musim berikutnya, (2) untuk mempertahankan mutu benih selama periode
panjang yang memungkinkan, (3) memberikan jaminan ketersediaan benih pada tahun saat
mutu benih masih diterima dan saat produksinya rendah, (4) memungkinkan
mempertahankan plasma nutfah melebihi waktunya untuk perbaikan program pemulian
tanaman. Kondisi penyimpanan benih kebanyakan spesies mungkin aman disimpan selama
beberapa tahun pada suhu dan RH terkontrol. Meskipun kondisi tersebut lebih mahal untuk
kebanyakan lot benih pertanian, tetapi sangat berharga untuk memelihara plasma nutfah
dan stok benih bernilai tinggi (Copeland dan Mc Donald 2001).
Daya berkecambah, kadar air awal, suhu dan RH lingkungan penyimpanan
berpengaruh besar pada derajat deteriorasi benih, karena deteriorasi benih sesuai model
persamaan matematik (Roberts 1986). Prinsip umumnya adalah kadar air benih yang
rendah, disimpan di bawah penanganan kondisi kering dan dingin mutu benihnya lebih
baik dibandingkan kadar air tinggi dengan kondisi lembab dan panas. Robert (1986)
mengembangkan persamaan sebagai berikut :
KE = CW log m – CH – CQt2
V = Ki – p/10
Keterangan :
15
V = kemungkinan persentase kemampuan berkecambah setelah periode
simpan perhari
Ki = kemungkinan kemampuan berkecambah awal lot benih
KE, CW, CH dan CQ = konstanta spesies
m = Kadar Air benih pada bobot basah
t = suhu penyimpanan (oC)
Bewley dan Black (1982) mengidentifikasi mutu benih di penyimpanan disebabkan
beberapa faktor yaitu (1) kultivar dan keragaman panen, (2) kondisi sebelum dan pasca
panen, (3) tekanan oksigen berpengaruh selama penyimpanan, (4) kondisi lingkungan yang
fluktuatif atau berubah-ubah.
Wilson dan Mc Donald (1989) memprediksi menggunakan benih Phaseolus vulgaris.
Hasilnya bahwa kadar air sangat berpengaruh pada deteriorasi benih dan berhubungan
dengan sifat fisiologis benih serta merupakan faktor utama yang menyebabkan benih
mengalami deteriorasi selama di penyimpanan.
Parameter Genetik Vigor Benih
Metode Persilangan Dialel
Metode persilangan dialel adalah seluruh kombinasi persilangan yang mungkin
diantaranya sekelompok genotipe atau tetua, termasuk tetua itu sendiri lengkap dengan F1
turunannya. Tujuan dari persilangan dialel vigor benih cabai adalah untuk mengevaluasi
dan menyeleksi benih tetua yang menghasilkan keturunan terbaik. Genotipe-genotipe
tersebut bisa berupa benih, individu, klon atau galur homozigot. Dalam persilangan ini
jumlah genotipe yang mungkin dilakukan bisa sangat besar, sehingga membutuhkan ruang,
biaya dan tenaga yang lebih besar. Untuk itu maka persilangan tersebut dapat
disederhanakan dengan maksud meniru populasi kawin acak (Griffing 1956).
Beberapa metode persilangan dialel yang mungkin dilakukan: metode I (Full
diallel) yaitu persilangan yang terdiri dari parent F1 tanpa resiprokal, metode II yaitu
persilangan yang terdiri dari tetua dan F1 tanpa resiprokal, metode III yaitu persilangan
yang terdiri dari F1 dan resiprokal, metode IV yaitu persilangan yang terdiri dari hanya F1
tanpa resiprokal (Griffing 1956; Roy 2000).
Metode persilangan dialel yang digunakan adalah metode II yaitu persilangan yang
terdiri dari tetua dan F1 tanpa resiprokal dengan analisis [n(n+1)/2]. Persilangan setengah
16
dialel (half diallel atau partial diallel) dibuat agar masing-masing tetua mewakili jumlah
persilangan yang sama. Jika terdapat n tetua dan masing-masing tetua meliputi s
persilangan, maka jumlah persilangan adalah [(ns)/2] (Griffing 1956).
Semakin banyak tetua pada persilangan dialel, semakin banyak pula jumlah
persilangan sehingga kemungkinan kesulitan dalam menangani tempat, waktu, dan tenaga.
Penggunaan teknis analisis silang dialel memiliki beberapa keuntungan tersebut yaitu; (1)
secara eksprimental merupakan pendekatan sistem sistematik; (2) secara analitik
merupakan evaluasi genetik menyeluruh yang berguna dalam mengidentifikasi persilangan
bagi potensi seleksi yang terbaik pada awal generasi (Khan dan Habiab 2003). Silang dialel
juga dimungkinkan untuk memilih tetua dan memberikan informasi tentang daya gabung
tetua dalam hibrida sehingga dapat membantu pemulia untuk meningkatkan dan
menyeleksi populasi segregan. Menurut Dudley et al.(1999) analisis dialel kemungkinan
dilakukan penilaian daya gabung dan pendugaan komponen ragam serta parameter genetik.
Oleh karena itu untuk pendugaan parameter genetik vigor benih cabai digunakan analisis
silang dialel.
Dalam analisis silang dialel, pendugaan parameter genetik sudah dapat dilakukan
pada F1, tanpa harus membentuk populasi F2, BCP1 ataupun BCP2 seperti pada teknik
pendugaan parameter genetik lainya. Akan tetapi dalam pelaksanaanya analisis ini harus
memenuhi beberapa asumsi berikut:(1) merupakan segregasi diploid, (2) tidak terdapat
pengaruh tetua (tidak ada perbedaan persilangan resiprokal), (3) tidak ada interaksi antara
gen-gen yang tidak satu alel (independen), (4) tidak ada peristiwa multiple alel, (5) tetua
bersifat homozigot, (6) gen-gen menyebar secara bebas diantara tetua (Hayman 1954;
Singh dan Chaudhary 1979; Roy 2000).
Ploidi tanaman cabai adalah diploid (Greenleaf 1986) dengan demikian segregasi
gen-gen yang terjadi merupakan segregasi diploid. Perbedaan antar persilangan resiprokal
menandakan bahwa ada pengaruh tetua betina. Hal ini merupakan petunjuk bahwa
pewarisan suatu karakter diwariskan oleh gen-gen ekstra kromosomal (Mather dan Jinks
1971). Adanya interaksi antara gen-gen yang tidak satu alel dalam analisis silang dialel
dapat diuji dengan nilai konfersi regresi b dari garis regresi antara Wr (Peragam antara
tetua dan keturunan dari array ke-r) terhadap Vr (ragam di dalam array ke-r). Jika ini b=1
maka tidak ada interaksi antara gen-gen tidak sealel (Singh and Chaudhary 1979). adanya
beberapa alel yang mengendalikan suatu karakter akan menyulitkan analisis silang dialel,
17
Berdasarkan analisis silang dialel menggunakan Metode II Grifing akan diperoleh
informasi tentang daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK). Selain itu
juga dapat diperoleh informasi tentang efek heterosis dan informasi tersebut sangat penting
dalam suatu program pemuliaan tanaman (Griffing 1956).
Informasi genetik yang diperoleh dari pengujian DGU dan DGK akan berguna
untuk menentukan tetua dan metode pemuliaan yang sesuai dalam rangka perbaikan sifat.
Kusandriani (1996) melaporkan adanya efek heterosis sifat kualitas dan daya hasil, serta
ketahanan terhadap hama dan penyakit pada tanaman cabai hal ini memberi peluang untuk
pembentukan varietas hibrida yang akan menghasilkan sifat yang baik daripada varietas
galur murni. Menurut Ahmed et al. (2003): Sujiprihati et al. (2007) metode analisis dialel
sudah banyak di manfaatkan untuk mempelajari dasar genetik suatu karakter pada tanaman
cabai.
Daya Gabung Galur Murni
Daya gabung merupakan uji keturunan (progeny test), yaitu suatu ukuran
kemampuan tanaman dalam persilangan untuk menghasilkan tanaman yang unggul.
Evaluasi daya gabung terutama dibuat untuk pembentukan kultivar hibrida F1, yaitu
memilih tetua-tetua atau genotipe yang dijadikan tetua hibrida/sintetik (Hermiati 2001).
Daya gabung terdiri atas daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus
(DGK). DGU merupakan ukuran performa keturunan suatu genotipe yang disilangkan
dengan contoh acak atau genotipe dengan jumlah besar. DGU diekspresikan pada
keturunan persilangan suatu galur murni dengan beberapa genotipe dan terutama
merupakan hasil aksi gen aditif. DGK merupakan ekspresi performa di antara dua galur
murni dan ditujukan untuk aksi gen dominan, epistasis dan aditif. DGK merupakan ukuran
performa keturunan suatu genotipe yang disilangkan dengan genotipe lainnya dan sering
diekspresikan sebagai simpangan performa yang diduga dengan rata-rata atau daya gabung
umum (Stoskopf et al. 1993). Populasi yang telah diidentifikasi memiliki DGU tinggi
sering berpeluang memiliki DGK yang tinggi pula. DGU dan DGK menjadi penting dalam
identifikasi tetua yang akan digunakan dalam pembentukan varietas hibrida (Welsh 1981).
18
Heritabilitas
Heritabilitas adalah potensi suatu individu untuk mewariskan karakter tertentu pada
keturunannya. Heritabilitas merupakan rasio ragam genetik terhadap ragam fenotipeik dari
suatu karakter. Heritabilitas dibagi menjadi dua, yaitu heritabilitas dalam arti luas (broad
sense heritability) dan heritabilitas dalam arti sempit (narrow sense heritability).
Heritabilitas arti luas (h2bs) adalah rasio dari ragam total genetik terhadap ragam
fenotipiknya, sedangkan heritabilitas dalam arti sempit (h2ns) adalah rasio ragam genetik
aditif terhadap ragam fenotipe. Heritabilitas dalam arti sempit banyak digunakan karena
ragam genetik aditif dipindahkan dari tetua kepada keturunannya (Mangoendidjojo 2003).
Heritabilitas suatu faktor perlu diketahui dalam menentukan kemajuan seleksi
apakah karakter yang tampil melalui fenotipenya banyak dipengaruhi oleh faktor genetik
atau lingkungan (Poehlman 1995). Nilai heritabilitas dapat dinyatakan dalam persen atau
desimal. Nilai tertinggi 100% atau 1.0.
Nilai ini menunjukkan bahwa semua variasi disebabkan oleh faktor genetik. Tetapi
bila nilainya 0.0 maka tidak ada variasi dalam populasi yang disebabkan oleh faktor
genetik. Nilai heritabilitas suatu karakter tidak konstan. Banyak faktor yang mempengaruhi
heritabilitas, antara lain karakteristik populasi, sampel genotipe yang dievaluasi, metode
pendugaan, adanya pertautan gen (linkage), pelaksanaan percobaan, generasi populasi yang
diuji dan lain-lain.
Fenotipe merupakan hasil interaksi antara faktor genetik dengan lingkungan.
Dengan demikian kita harus dapat membedakan apakah keragaman yang diamati dari suatu
karakter disebabkan oleh faktor genetik atau lingkungannya. Suatu karakter yang
dikendalikan oleh sedikit gen (simple genic) disebut karakter kualitatif, dan yang
dikendalikan oleh banyak gen (polygenic) disebut karakter kuantitatif. Karakter kualitatif
sedikit dipengaruhi oleh lingkungan. Karakter kuantitatif banyak dipengaruhi oleh
lingkungan (Mangoendidjojo 2003).
Seleksi pada karakter yang mempunyai nilai heritabilitas rendah dilakukan pada
generasi lanjut, sedangkan seleksi pada karakter yang mempunyai nilai heritabilitas tinggi
dapat dilakukan pada generasi awal (F2) dan didasarkan pada jenis tanamannya. Kemajuan
yang lebih besar dan cepat akan diperoleh apabila seleksi dilakukan pada karakter yang
dikendalikan oleh gen aditif (George 1999).
19
Variabilitas Genetik
Allard (1960) mengemukakan bahwa ragam fenotipik tersusun atas ragam genetik
dan ragam lingkungan, sehingga perbedaan fenotipik suatu tanaman tergantung pada
genotipe dan lingkungannya serta interaksi keduanya.
Identifikasi dan seleksi awal dari beberapa genotipe melibatkan populasi yang
sangat besar. Nilai pemuliaan dari masing-masing individu dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti lingkungan maupun kompetisi, sehingga suatu metode analisis genetik
kuantitatif khusus sangat diperlukan untuk menghilangkan faktor-faktor yang mengganggu
tersebut (Falconer 1976).
Ragam genetik dan ragam lingkungan biasanya dinotasikan dengan σ2G dan σ2E.
Kontribusi ragam genetik dan ragam lingkungan terhadap ragam fenotipik adalah bebas
atau tidak saling mempengaruhi. Ragam genetik dan ragam lingkungan yang menyusun
ragam fenotipe dapat dipisahkan dengan beberapa metode di antaranya adalah metode
lingkungan yang seragam. Dalam metode ini lingkungan dibuat seragam sehingga ragam
lingkungan menjadi nol dan ragam genetik sama dengan ragam fenotipe (Falconer 1976).
Setelah dilaporkan adanya faktor mewaris pengendalian sifat oleh Mendel, orangorang beranggapan bahwa pertumbuhan tanaman semata-mata diatur oleh gen-gen dalam
kromosom, sedangkan lingkungan hanya meningkatkan potensi sifatnya. Namun setelah
diketahui bahwa tanaman-tanaman tidak berkembang secara teratur menurut perubahan
lingkungan, maka mulai disadari adanya interaksi antar genotipe dan lingkungan. Untuk
mengetahui seberapa jauh peranan lingkungan pada suatu sifat tanaman, maka didekati
dengan usaha untuk memisahkan pengaruh genotipe dan lingkungan serta interaksinya
(Poespodarsono 1988).
Heterosis
Hibrida adalah turunan petama (F1) dari persilangan antara dua atau lebih galur
murni. Persilangan antara dua galur murni dapat memberikan hasil yang lebih tinggi dari
nilai tengah kedua tetuanya atau bahkan memberikan hasil tertinggi dari nilai salah satu
tetua yang paling baik. Keadaan ini dikenal sebagai efek heterosis (Poehlman 1959).
Menurut Welsh dan Mogea (1991), heterosis adalah peningkatan dalam ukuran atau
vigor dari suatu hibrida melebihi rata-rata kedua tetuanya. Heterosis berkaitan dengan
ekspresi heterozigositas. Adanya akumulasi alel dominan yang baik pada F1 dan sebagian
20
alel tersebut berasal dari tetuanya, maka pengaruh jelek dari alel homozigot resesif akan
tertutupi.
Heterosis dapat dibagi menjadi tiga tipe tergantung genotipe pembanding yang
digunakan (Nuruzzaman et al. 2002 dan Virmani et al. 2003). Ketiga tipe heterosis tersebut
adalah: (1) Mid-parent heterosis (heterosis) yaitu peningkatan atau penurunan performa
hibrida dibandingkan dengan nilai rata-rata kedua tetua; (2) High parent heterosis
(heterobeltiosis) yaitu peningkatan atau penurunan performa hibrida dibandingkan dengan
nilai tetua terbaik yang digunakan dalam kombinasi persilangan; dan (3) Standard
heterosis yaitu peningkatan atau penurunan performa hibrida dibandingkan dengan varietas
cek (varietas pembanding).
Menurut Allard (1960), dasar genetik penyebab terjadinya heterosis belum dapat
diungkapkan secara jelas. Teori pertama adalah teori epistasis, yaitu interaksi antara alel
yang berbeda lokus memberi nilai lebih karena hasil penambahan dan perkalian dari gen
dominan pendukung keunggulan sifat.
Teori kedua yaitu hipotesis dominan. Menurut Poehlman (1979), hipotesis ini
berdasarkan teori bahwa gen yang menguntungkan untuk tanaman bersifat dominan dan
gen yang merugikan bersifat resesif. Gen dominan yang berasal dari satu tetua akan
dilengkapi oleh gen dominan dari tetua lainnya sehingga tanaman F1 memiliki kombinasi
gen dominan yang menguntungkan dari kedua tetuanya.
Hipotesis over dominan menyatakan bahwa heterozigot (a1a2) lebih vigor dan
produktif dibandingkan homozigot (a1a1 atau a2a2). Alel a1 dan a2 memiliki fungsi yang
berbeda dan penggabungannya a1 dan a2 lebih superior jika dibandingkan homozigotnya
(a1a1 atau a1a1). Semakin berbeda fungsi alel penyusun heterozigot, semakin tinggi efisien
pembentukan superioritasnya (a1a2 < a1a3 atau a1a4) (Allard 1960).
Efek heterosis atau yang dikenal dengan hibrid vigor dapat terekspresi di berbagai
bagian tanaman. Pada umumnya pemulia tanaman melihat efek heterosis pada peningkatan
pertumbuhan vegetatif atau hasil; seperti ukuran sel, tinggi tanaman, ukuran daun,
perkembangan akar, ukuran tongkol, jumlah benih, ukuran biji, dan lainnya (Poehlman
1979).
Keunggulan sifat kuantitatif berkembang dengan peran banyak gen pendukungnya.
Masing-masing sifat pendukung ini dapat menunjukkan keunggulannya karena heterosis
dari gen pengendalinya. Dengan demikian akan memberi pengaruh pada pertumbuhan
21
yang lebih baik dan akhirnya akan menunjukkan nilai lebih pada sifat kuantitatif tersebut,
misalnya produksi. Hal ini menjelaskan bahwa peran gen masing-masing sifat tidak hanya
dari segi morfologisnya tetapi juga kemampuan fisiologisnya. Misalnya biji yang lebih
besar, makin cepat berkecambah, makin besar jumlah anakan, makin tahan terhadap
lingkungan ekstrim akan memberi kemungkinan berproduksi lebih baik (Sutjahjo et al.
2006).
Penelitian Pendugaan Parameter Genetik Vigor Benih
Informasi pendugaan parameter genetik sangat diperlukan untuk memperbaiki
karakter suatu populasi. Parameter genetik dapat mendukung keberhasilan program
pemuliaan tanaman, karena itu sangat penting dilakukan (Baihaki 2009).
Pendugaan parameter genetik yang terkait dengan karakter vigor daya simpan benih
cabai belum banyak informasinya. Pendugaan parameter genetik dilakukan untuk menduga
nilai heritabilitas arti luas, ragam genetik, ragam fenotipee, koefisien keragaman
genetiknya (KKG), koefisisen keragaman fenotipee (KKP) dan heterosis. Pada program
pemuliaan tanaman, keragaman genetik pada populasi sangat penting sebagai dasar seleksi.
Parameter genetik yang tinggi dapat mendukung keberhasilan program pemuliaan pada
karakter yang akan diperbaiki.
Hasil penelitian tentang karakter yang terkait dengan vigor benih mengenai vigor
lebih banyak mengenai vigor kekuatan tumbuh benih. Karakter vigor kekuatan tumbuh
benih dikendalikan secara genetik dan pendugaan parameter genetiknya telah diteliti pada
benih kedelai (Thseng et al. 1995 ; Basra et al. 2000)); benih chickpea (Abbo et al. 2000);
benih sorgum (Cisse & Ejeta 2003): dan benih padi (Ali et al. 2006); Okelola et al. 2007;
Akram et al. 2007).
Penelitian Priestley (1986) pada benih jagung menghasilkan karakter yang terkait
dengan vigor daya simpan benih jagung yang dikendalikan secara genetik adalah karakter
ukuran benih. Ukuran benih biasanya mempengaruhi masa hidup benih, karena karakter
tersebut dikaitkan dengan kandungan cadangan makanan dan ukuran embrio. Hal ini
didukung oleh hasil penelitian Arief et al. (2004), bahwa ukuran benih jagung berpengaruh
terhadap daya simpan benih jagung dan vigor daya simpan benih. Penemuan terbaru
menemukan gen untuk karakter ukuran benih adalah gen yang mengendalikan ukuran
benih dan bimassa hasil oleh Chojecki pada tahun 2008.
22
Thseng et al. (1995) yang meneliti benih kedelai menghasilkan karakter yang terkait
dengan vigor kekuatan tumbuh benih yang dikendalikan secara genetik dan mempengaruhi
produktivitas tanaman kedelai pada suhu tinggi yaitu karakter daya berkecambah dan daya
simpan benih. Keragaman genetik untuk kedua karakter tersebut sangat tinggi. Thseng
meneliti menggunakan 12 genotipe kedelai yang ditaman di Taichung National Chung
Hsing University,19 varietas ditanam di Hualien District Agricultural improvement Station
dan 46 varietas ditamnam di Seed Improvement and Propagation Station Experimental
Farm Taichung.
Abbo et al. (2000) meneliti pada benih chickpea menghasilkan karakter yang terkait
dengan vigor kekuatan tumbuh benih yang dikendalikan oleh faktor genetik adalah berat
benih, ukuran benih dan konsentrasi kalsium pada benih. Abbo menggunakan 16 genotipe
benih chickpea berasal dari 6 negara yaitu Mexico, Israel, Bulgaria, Ethiopia, India,
Turkey. Analisis kalsium benih dilakukan pada generasi persilangan F1 dan selfing F1
menghasilkan F2, selfing F2 menghasilkan F3 dan selfing F3 menghasilkan F4, hal ini
disebabkan kandungan kalsium dipengaruhi oleh efek maternal pada jaringan seed coat
benih.
Penelitian Cisse & Ejeta (2003) pada benih sorgum menghasilkan karakter yang
terkait dengan vigor kekuatan tumbuh yang dipengaruhi faktor genetik adalah daya
berkecambah dan tinggi kecambah, berat kering kecambah dan berat 100 benih. Keempat
karakter tersebut mempunyai nilai yang tinggi untuk heritabilitas, dan koefisien keragaman
genetik (KKG) nya. Hubungan antara karakter tersebut sangat nyata untuk beberapa
genotipe sorgum misalnya genotipe tetua sorgum kaoliang. Genotipe tersebut dapat
dipergunakan secara efektif untuk meningkatkan perkecambahan pada kondisi suhu dingin
dan pada suhu optimum.
Penelitian Akram et al. (2004) mengenai karakter yang terkait dengan vigor kekuatan
tumbuh benih padi. Karakter yang terkait dengan vigor benih padi adalah tolok ukur daya
berkecambah, aktivitas α amylase, aktivitas dehidrogenase, panjang akar (PA), bobot
kering kecambah normal (BKKN) pada hari ke-14, dan bobot kering benih. Hasilnya
menyatakan bahwa 7 (tujuh) genotipe benih padi F1 yang digunakan untuk pengujian vigor
di laboratorium dan percobaan di lapang mengindikasikan adanya aksi gen aditif pada
hampir semua karakter. Ali et al. (2006) meneliti pada benih padi menghasilkan karakter
yang terkait dengan toleransi tanaman padi pada suhu dingin. Karakter yang terkait dengan
23
toleransi terhadap suhu dingin yang dikendalikan secara genetik yaitu kadar air benih,
viabilitas awal, dan daya berkecambah. Ali menggunakan 13 (tiga belas) genotipe padi
yang dipanen di Bangladesh Rice Research Institute, 11 (sebelas) genotipe dipanen di
Ganzipur dan di lahan pertanian di Barisal.
Okelola et al. (2007) meneliti tentang karakter yang terkait dengan vigor kekuatan
tumbuh benih padi yang dikendalikan secara genetik. Karakter tersebut adalah daya
berkecambah, kecepatan tumbuh, indeks vigor, energi perkecambahan dan produksi benih.
Ketiga karakter tersebut mempunyai nilai koefisien keragaman genetik (KKG),
heritabilitas dan kemajuan genetik tinggi. Karakter tersebut kemungkinan dapat menjadi
karakter seleksi untuk mengembangkan genotipe padi pada tiap musimnya. Karakter
seleksi tersebut dapat digunakan sebagai perbaikan umum padi Afrika Barat.
Chojecki (2008) melaporkan hasil penelitiannya adalah pada benih arabidopsis
dihasilkan faktor yang mempengaruhi ukuran benih ditemukan yaitu gen DA1, dengan
menggunakan mapping genetik dan studi kloning gen. Gen DA1 menginduksi phytohormon
absisic acid (ABA) dan mutannya da1-1 insensitive terhadap ABA dan overexpressi dari
da1-1 dapat meningkatkan benih dan organ benih. Hal ini merupakan penemuan baru
dalam transgenik tanaman.
Download