sumber:www.oseanografi.lipi.go.id Oseana, Volume XXVII, Nomor 3, 2002 : 29-35 ISSN 0216-1877 PENGARUH SALINITAS TERHADAP BIODEGRADASI CEMARAN ZAT ORGANIK Oleh Abdul Rozak *) ABSTRACT THE INFLUENCE OF SALINITY ON THE BIODEGRADATION OF THE ORGANIC SUBSTANCE POLLUTANT. Biodegradation on the organic matter pollutant in the waters with different salinity was observed based on determination of BOD (Biological Oxygen Demand) in laboratory experiment. The organic pollutants used for experiment were glucose and glutamic acid solution in different salinity and introduced with fresh water bacteria seed taken from soil. The determination of BOD was practiced using modification of the Winkler method. In general, the result shows that the biodegradation level of the organic matter pollutant tends to decrease by increasing salinity concentration and the incubation time needed is getting longer. Significant decrease of the biodegradation level was observed in the salinity concentration of more than 15 %c and the salinity concentration of 5 %c was tolerant limit in BOD measurement. The biodegradation level of organic matter in relatively high salinity water (seawater) was not only influenced by environmental factors but also by the sample dilution factors and bacteria seed source used in BOD analysis. PENDAHULUAN BOD (Biological Oxygen Demand) adalah banyaknya oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk menguraikan zat organik melalui proses oksidasi-biologis dalam satu liter air pada kondisi tertentu. Umumnya kondisi tertentu yang dipakai sebagai standar adalah suhu 20 ±1°C dan waktu inkubasi 5 hari. Zat organik yang diuraikan oleh mikroorganisme secara oksidasi-biologis dalam BOD adalah zat organik Oseana, Volume XXVII no. 3, 2002 yang mudah urai. Zat organik ini biasanya berasal dari limbah kegiatan perkotaan (limbah domestik), limbah industri bahan makanan, industri minyak nabati dan Iain-lain. Semakin banyak limbah organik yang masuk ke perairan, semakin tinggi nilai BOD-nya, karena oksigen yang digunakan oleh bakteri untuk menguraikan limbah organik tersebut semakin banyak. Oleh karena itu nilai BOD dapat digunakan sebagai indikator tentang banyaknya bahan organik mudah urai yang masuk ke lingkungan perairan. Limbah organik sumber:www.oseanografi.lipi.go.id yang berasal dari kegiatan domestik dan industri yang dibuang ke sungai akhirnya akan tertampung di perairan laut. Berbeda dengan sungai yang salinitasnya sama (biasanya < 0,5 %o), di perairan laut ada stratifikasi khususnya di muara dan perairan pantai. Di perairan muara dan pantai, salinitasnya sangat bervariasi yaitu mulai dari 0,5 %o sampai 32 %o. Keberhasilan analisis BOD sangat tergantung pada kemiripan kondisi lingkungan bakteri yang digunakan sebagai sumber seed, sehingga perlu dirancang suatu kondisi yang benar-benar sesuai. Semakin mirip kondisi yang dirancang dalam pengujian, semakin baik hasil pengukuran yang diperoleh, dengan demikian akan diperoleh hasil analisis dengan tingkat ketepatan dan ketelitian tinggi. Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh salinitas terhadap aktivitas pertumbuhan bakteri pada proses biodegradasi zat organik (glukosa dan asam glutamat). CARA PENGAMATAN DAN ANALISA 1. Persiapan larutan induk salinitas 68 %o (HUTAGALUNG, 1997) Larutan ini dibuat dengan melarutkan 47.852 g NaCl; 8,016 g Na2SO4; 1,354 g KCl; 0,392 g NaHCO3; 0,196 g KBr; 0,052 g H3BO3 ; 0,006 g NaF; 21,66 g MgCl2.6H2O; 3,04 g CaCl2.2H2O dan 0,04g SrCl2.6H2O dalam 1 liter air suling. 2. Persiapan benih bakteri (seed). Pemilihan benih bakteri yang tepat merupakan salah satu faktor penting dalam pengukuran BOD. ALAERTS & SANTIKA (1984) menyatakan bahwa benih bakteri dapat diperoleh dari: tanah yang tidak mengandung zat beracun (pestisida); saluran domestik; lumpur saluran drainase dan lumpur sungai sekitar pembuangan air limbah. Oleh karena itu pada percobaan ini benih bakteri (seed) yang digunakan ialah bakteri yang terdapat dalam Oseana, Volume XXVII no. 3, 2002 tanah yang bebas dari pengaruh tersebut (bakteri air tawar). Sebanyak 10 g tanah tersebut dimasukkan ke dalam wadah yang berisi ± 100 mL air suling, kemudian dikocok. pH larutan dipertahankan 7 dengan menambahkan HC1 atau NaOH. Suspensi tersebut disimpan dalam inkubator pada suhu 20±l°C selama 1-2 hari, kemudian disaring dengan kertas saring biasa. Filtratnya ditampung lalu digunakan dalam proses pengujian BOD sebagai seeding. 3. Persiapan air pengencer. Air pengencer dibuat dengan menuangkan air suling ke dalam botol penampung dalam jumlah tertentu (sesuai jumlah yang dibutuhkan), diaerasi hingga jenuh oksigen (biasanya ±24 jam). Kemudian ditambahkan larutan buffer fosfat, magnesium sulfat, kalsium klorida, feriklorida masingmasing 1 mL untuk setiap liter air pengencer dan aerasi dilanjutkan kembali. Kondisi air pengencer dalam penentuan BOD: a. Air pengencer yang digunakan tidak mengandung bahan beracun, dan bebas bahan organik. b. pH air pengencer harus disesuaikan (pH = 7). c. Penambahan nutrien harus cukup selama inkubasiberlangsung(l ml/1). d. Suhu inkubasi dibuat 20 ± 1 °C (standar). e. Oksigen terlarut harus jenuh (> 7 ppm). f. Ada benih bakteri (seed) dalam air pengencer. 4. Pengenceran contoh. Untuk memperoleh hasil yang baik diperlukan pengenceran terhadap contoh. Pengenceran contoh dimaksudkan untuk menurunkan kadar cemaran zat organik yang dianalisis dan harus diperhitungkan dengan jumlah oksigen yang tersedia dalam air pengencer agar proses biodegradasi cemaran sumber:www.oseanografi.lipi.go.id zat organik berlangsung sempurna. Jika contoh yang mengandung banyak cemaran organik tidak diencerkan, maka proses biodegradasinya tidak akan berlangsung sempurna. Hal ini disebabkan oksigen yang tersedia dalam air pengencer jumlahnya lebih kecil daripada kadar cemaran zat organik yang dianalisis (kekurangan oksigen). Perkiraan derajat pengenceran dapat dilihat pada Tabel 1. Pada pengujian ini perkiraan derajat pengenceran contoh uji dibuat sebesar 0,2 dengan cara menambahkan air pengencer yang telah disiapkan. Ini dilakukan pada setiap konsentrasi salinitas yang berbeda dalam sebuah wadah. 5. Persiapan pengukuran BOD Pengujian dilakukan dengan menyiapkan sederetan wadah yang digunakan untuk pengenceran salinitas dan contoh uji. Konsentrasi salinitas uji dibuat dengan cara mengencerkan larutan induk salinitas dengan menambahkan air pengencer yang sudah diaerasi. Konsentrasi salinitas uji yang dibuat yaitu : 0%c,5%c, 10%c, 15%c, 20%o, 30%o dan 40 %o . Penambahan contoh uji (glukosa dan asam glutamat) dilakukan pada setiap Oseana, Volume XXVII no. 3, 2002 konsentrasi salinitas dengan jumlah yang sama dan derajat pengenceran contoh uji dibuat sebesar 0,2. Konsentrasi larutan induk glukosa dan asam glutamat dibuat masingmasing lOmg/L. Pada saat yang sama ditambahkan benih bakteri (seed) sebanyak 2 ml/liter kemudian diaerasi ± 1 jam. Sebelum dipindahkan ke dalam botol BOD dilakukan penyesuaian pH= 7 dengan menambahkan larutan HCl bila pHnya > 7 atau NaOH bila pHnya < 7 pada masingmasing salinitas. Pengisian larutan uji dilakukan pada setiap botol BOD yang telah diketahui volumenya. Setiap konsentrasi salinitas uji membutuhkan dua botol BOD. Botol pertama digunakan untuk analisis DO sebelum inkubasi dan botol kedua untuk DO sesudah inkubasi. Pengukuran DO nol hari (botol pertama) dilakukan pada setiap konsentrasi salinitas uji dan sisanya (botol kedua) dimasukkan/ disimpan di dalam inkubator pada suhu 20 ±1 oC.MenurutALAERTS&SANTIKA, (1984). standar pengukuran BOD dilakukan selama 5 hari pada suhu inkubasi 20 ±1 °C. Pengukuran kadar BOD untuk setiap konsentrasi salinitas uji dilakukan setiap hari dengan menggunakan metodemodifikasi Winkler(ANONIM, 1992). sumber:www.oseanografi.lipi.go.id HASIL DAN PEMBAHASAN BOD merupakan suatu proses oksidasibiologis yang memanfaatkan oksigen terlarut oleh bakteri aerobik dalam menguraikan zat organik. Dalam prosesnya mengalami dua langkah degradasi, yaitu yang pertama degradasi senyawa organik karbon (Carbonaceous Biological Oxygen Demand), contoh hanya mengandung senyawa karbon saja, yang kedua degradasi senyawa nitrogen (Nitrogen Biological Oxygen Demand), contoh mengandung campuran senyawa organik karbon dan senyawa nitrogen.(HAMMER, 1975). Hasil pengujian menunjukkan adanya peningkatan degradasi cemaran zat organik yang ditandai dengan meningkatnya nilai BOD. Peningkatan terlihat jelas pada salinitas dibawah 10 ‰ terutama pada 0 ‰, sedangkan pada salinitas > 15 ‰ peningkatannya tidak terlalu besar dibandingkan dengan 10 ‰ (Gambar 1). Oseana, Volume XXVII no. 3, 2002 Hasil ini juga menunjukkan adanya hubungan antara tingkat biodegradasi cemaran zat organik dengan aktivitas pertumbuhan bakteri yang ditandai oleh besarnya nilai BOD. Peningkatan nilai BOD menggambarkan aktivitas pertumbuhan positif yang besarnya tergantung pada karakteristik fisiologik bakteri dalam mengatasi kondisi lingkungannya. Menurut WANG (1992), pertumbuhan bakteri selain ditentukan oleh nutrien yang tersedia dalam contoh air juga tergantung pada faktor lingkungan, seperti suhu, pH dan salinitas. Pertumbuhan bakteri akan mengalami fase lag (lamban) sampai batas tertentu terhadap perubahan kondisi lingkungan. Selama fase ini tidak ada pertambahan populasi, sel mengalami perubahan komposisi kimiawi. Aktivitas pertumbuhan bakteri pada salinitas 0 ‰ berjalan normal tanpa hambatan sesuai dengan pola pertumbuhan. Hal ini dikarenakan seed yang digunakan dalam pengujian berasal dan tanah yang mempunyai salinitas sama seperti air tawar. Pada salinitas 10 ‰ aktivitas sumber:www.oseanografi.lipi.go.id pertumbuhan bakteri tampak terlihat mulai berkurang dengan tingkat degradasi yang lebih rendah dibandingkan salinitas 0 %o atau 5 %o. Pada fase eksponensial pertumbuhan berlangsung konstan dan laju pertumbuhannya maksimum. Berdasarkan nilai BOD yang diperoleh, pertumbuhan bakteri cenderung menurun dengan meningkatnya salinitas pada waktu yang sama. Aktivitas pertumbuhan bakteri pada fase ini berbanding terbalik dengan salinitas. Semakin tinggi konsentrasi salinitas semakin menurun aktivitas pertumbuhan bakteri. Adanya penurunan aktivitas pertumbuhan disebabkan proses metabolismenya terganggu. Hal ini dikarenakan adanya proses osmosis dalam sel yang mengakibatkan tubuh bakteri mangalami kekurangan atau kelebihan cairan. Ketidakseimbangan antara kadar larutan dalam sel dengan medium lingkungannya menyebabkan sel menjadi pecah atau mengerut, sehingga sel tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya secara normal (tidak berkembang). Medium lingkungan dengan konsentrasi salinitas yang lebih tinggi daripada konsentrasi larutan dalam sel akan menyebabkan plasmolisis. Cairan sel akan keluar dan masuk ke dalam medium lingkungan, sehingga sel akan terhidrasi yang mengakibatkan sel mengerut dan kering (PELCZAR&CHAN, 1986.). Hasil pengujian menunjukkan nilai BOD berbanding terbalik dengan kadar oksigen terlarut sesuai dengan waktu inkubasi. Semakin tinggi nilai BOD, semakin rendah kadar oksigen terlarut. Penurunan kadar oksigen terlarut tersebut sebanding dengan jumlah zat organik yang diuraikan. Tingginya nilai BOD menunjukkan tingginya tingkat degradasi zat organik. Dari reaksi persamaan degradasi glukosa dan asam glutamat, maka teori kebutuhan oksigen (ThOD) dari dua jenis cemaran zat organik tersebut dapat dihitung sebagai berikut: Oseana, Volume XXVII no. 3, 2002 2x147 13x32 ThOD untuk 10 mg/L glukosa dan 10 mg/L asam glutamat masing-masing adalah: ThOD1 = 6x32x10 = 10,66 mg/L 180 ThOD2= 13x32x10= 14,15 mg/L 2x147 Total ThOD =ThOD1 + ThOD2 = 24,81 mg/L Menurut WANG (1992) perbandingan antara total ThOD dan BOD520 glukosa dan asam glutamat pada salinitas yang berbeda dapat digunakan untuk menyelidiki tingkat degradasi zat organik. Dari data yang diperoleh maka tingkat degradasi zat organik dapat dihitung dengan membandingkan antara nilai BOD hasil pengujian laboratorium dengan hasil perhitungan secara teori. Prosentase degradasi zat organik ditentukan pada saat reaksi CBOD (Tabel 2). Untuk air buangan domestik prosentase hasil pangujian kadar BOD52O adalah 68 % (HAMMER, 1975). Sedangkan hasil pengujian yang kami lakukan secara umum menunjukkan prosentase degradasi zat organik cenderung menurun dengan meningkatnya salinitas. Hal ini membuktikan bahwa salinitas sangat mempengaruhi tingkat biodegradasi zat organik dalam pengukuran BOD. Untuk memastikan ada tidaknya pengaruh salinitas terhadap biodegradasi zat organik, maka dilakukan pengujian hipotesis statistik dengan menentukan uji t. Hipotesis statistik dihitung berdasarkan nilai t pada Tabel dengan P=0.05 dan DB=22. Dari hasil perhitungan menunjukkan nilai t pada salinitas 5 ‰ dan 10 ‰ lebih kecil daripada nilai t pada Tabel, yang berarti tidak ada perbedaan nyata pada salinitas 5 ‰ dan 10 ‰ dalam sumber:www.oseanografi.lipi.go.id biodegradasi zat organik. Sedangkan pada salinitas lebih besar dari 15 ‰ nilai t yang dipcroleh lebih besar daripada nilai t pada Tabcl. ini menunjukkan adanya perbedaan nyata pada salinitas yang lebih besar dari 15 ‰ dalam biodegradasi zat organik. Jadi berdasarkan prosentasi degradasi zat organik dan perhitungan statistik disimpulkan bahwa batas toleransi konsentrasi salinitas dalam pengukuran BOD adalah 5 ‰. Hasil percobaan menunjukkan bahwa dalam analisis BOD yang menggunakan sumber seed air tawar perlu diperhatikan faktor pengencernya terutama untuk contoh air yang mengandung salinitas cukup tinggi (air laut) maupun terhadap jenis air yang lain. Dalam analisis BOD pengenceran contoh harus selalu dilakukan, hal ini dimaksudkan agar proses biodegradasi zat organik dapat berlangsung sempurna. Pengenceran contoh dapat menurunkan kadar zat beracun yang dapat mengganggu aktivitas pertumbuhan bakteri dan juga dapat menstabilkan kondisi pertumbuhan. Jadi pengenceran merupakan salah satu faktor penting dalam pengukuran BOD di samping faktor lainnya. Dari hasil bahasan di atas dapat kesimpulan bahwa: 1. Pengukuran BOD yang menggunakan sumber seed air tawar dapat dilakukan pada contoh uji air tawar maupun contoh uji yang Oseana, Volume XXVII no. 3, 2002 mengandung salinitas cukup tinggi (air laut) dengan melakukan pengenceran contoh. 2. Khusus contoh air laut harus melalui proses pengenceran contoh sampai salinitas mendekati nol. 3. Batas toleransi konsentrasi salinitas dalam pengukuran BOD adalah 5 °/oo. meningkatnya konsentrasi salinitas, maka waktu inkubasi yang dibutuhkan semakin lama. 4. Perlu penelitian lebih lanjut dalam analisis BOD dengan menggunakan bakteri yang berasal dari perairan muara atau laut. DAFTAR PUSTAKA ANONIM 1992. Standar Methods for The Examination of Water and Wastewater. 18th (A.E. Greenberg, L.S. Clesceri, A.D. Eaton, eds). Washington. American Public Health Association : 1019 PP. ALAERTS G. dan S. S. SANTIKA 1984. Metoda Penelitian Air, Usaha Nasional Surabaya Indonesia : 309 pp. HAMMER M.J. 1975. Biochemical Oxygen Demand. Water and wastewater technology John Willey & Sons, Inc. New york, London, Sydney, chapter 3 : 79 97 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id HUTAGALUNG H. P. 1997. Penentuan Kebutuhan Oksigen Biologis. Metode Analisis Air Laut,Sedimen dan Biota.Buku 2. Puslitbang OseanologiLIPI: 182 pp. PELCZAR MJ.dan E.C.S. CHAN 1986. Dasardasar mikrobiologi I. Penterjemah Ratna Siri Hadioetomo, Teja Imas, S. Sutarmi Tjitrosomo, Sri Lestari Angka. Oseana, Volume XXVII no. 3, 2002 cet. 1, Jakarta Penerbit Universitas Indonesia (UI Press): 443 pp. WANG H. 1992. Study on biodegradation of organic substances in salt water bodies. Environmental Management in Developing Countries. Institute for Scientific Co-operation, Tubingen, Federal Republic of Germany. Volume 1 : 48-74