Mengerikan!!! Angka Penderita AIDS di Indonesia

advertisement
Mengerikan!!! Angka Penderita AIDS di
Indonesia Terus Merangkak Naik!
Indonesia sudah masuk 10 besar negara dengan penderita HIV dan AIDS terbanyak di
dunia!
Pada artikel ini akan dibahas apa itu HIV / AIDS, bagaimana cara menularnya, juga
tentang sejarah AIDS di dunia dan di Indonesia, serta apa itu Sel Punca yang disinyalir
dapat senbuhkan HIV dan tentang Vaksin HIV yang ditemukan.
AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) adalah suatu kumpulan gejala yang
disebabkan oleh infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang menyebabkan hilangnya
kekebalan tubuh sehingga penderita mudah terjangkit penyakit infeksi.
Berkurangnya kekebalan tubuh itu sendiri disebabkan virus HIV (Human Immunodeficiency
Virus). Dan pada kenyataannya ditemukan bahwa yang menyebabkan penderita AIDS
meninggal adalah karena penyakit infeksi oportunistik dan bukan oleh karena infeksi HIV itu
sendiri.
Pita Merah terlipat adalah simbol solidaritas orang-orang yang positif
terinfeksi virus HIV dan AIDS.
Imunodefisiensi adalah keadaan dimana terjadi penurunan atau ketiadaan respon imun
normal. Keadaan ini dapat terjadi secara primer, yang pada umumnya disebabkan oleh
kelainan genetik yang diturunkan, serta secara sekunder akibat penyakit utama lain seperti
infeksi, pengobatan kemoterapi, sitostatika, radiasi, obat-obatan imunosupresan (menekan
sistem kekebalan tubuh) atau pada usia lanjut dan malnutrisi (Kekurangan gizi).
AIDS, acquired immunodeciency syndrome terjadi imunodefisiensi sekunder yang
disebabkan oleh infeksi HIV. Kekurangan imunitas tubuh dapat dilihat dari kadar CD4
(kurang dari 200) dalam tubuh.
Pada dasarnya, HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel
atau media hidup. Virus ini “senang” hidup dan berkembang biak pada sel darah putih
manusia.
HIV akan ada pada cairan tubuh yang mengandung sel darah putih, seperti darah, cairan
plasenta, air mani atau cairan sperma, cairan sumsum tulang, cairan vagina, air susu ibu dan
cairan otak.
Cara HIV Menyerang
HIV atau Human Immunodeficiency Virus, adalah virus yang menyerang sistem kekebalan
tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS.
HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel
darah putih tersebut termasuk limfosit yang disebut “sel T-4″ atau disebut juga “sel CD-4″.
Penularan HIV terjadi kalau ada pencampuran cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti:




Hubungan seks dengan pasangan yang mengidap HIV.
Jarum suntik dan alat-alat penusuk (tato, tindik dan cukur) yang tercemar HIV.
Transfusi darah atau produk darah yang mengandung HIV, dan
Ibu hamil yang mengidap HIV kepada janin atau bayinya.
Hal-hal yang tidak berpotensi menularkan HIV adalah melalui:






bersalaman
cium pipi
batuk/bersin
menggunakan telepon umum/kloset umum
tempat duduk
berenang


alat makan/minum
tinggal serumah dengan penderita HIV, dan
 gigitan nyamuk.
Tapi lantaran masih terbatasnya informasi yang
didapat masyarakat Indonesia tentang penyakit ini,
banyak banyak penderita HIV/AIDS yang dikucilkan
dari lingkungannya.
Kerusakan progresif pada sistem kekebalan
tubuh
menyebabkan
orang
dengan
HIV/AIDS (Odha) amat rentan dan mudah
terjangkit bermacam-macam penyakit.
Serangan penyakit yang biasanya tidak
berbahaya pun lama-kelamaan akan
menyebabkan pasien sakit parah, bahkan
meninggal.
Oleh karena penyakit yang menyerang
bervariasi, AIDS kurang tepat jika disebut
penyakit. Definisi yang benar adalah
sindrom atau kumpulan gejala penyakit.
Gejala infeksi HIV pada awalnya sulit dikenali, karena seringkali mirip penyakit ringan
sehari-hari seperti flu dan diare sehingga penderita tampak sehat, yang kadang disebut
sebagai “periode jendela”.
Kadang-kadang dalam enam minggu pertama setelah kontak penularan timbul gejala tidak
khas berupa demam, rasa letih, sakit sendi, skait menelan dan pembengkakan kelenjar getah
bening di bawah telinga, ketiak dan selangkangan.
Gejala ini biasanya sembuh sendiri dan sampai 4-5 tahun mungkin tidak muncul gejala. Pada
tahun ke-5 atau ke-6, tergantung masing-masing penderita, mulai timbul diare berulang,
penurunan berat badan secara mendadak, sering sariawan di mulut dan pembengkakan di
daerah kelenjar getah bening.
Gejala-gejala utama AIDS (wikipedia).
Kemudian tahap lebih lanjut akan terjadi penurunan berat badan secara cepat (> 10 persen),
diare terus-menerus lebih dari satu bulan disertai panas badan yang hilang timbul atau terus
menerus.
Dalam masa sekitar tiga bulan setelah tertular, tubuh penderita belum membentuk antibodi
secara sempurna, sehingga tes darah tidak memperlihatkan orang itu telah tertular HIV. Masa
tiga bulan itu sering disebut dengan “masa jendela”.
Jika tes darah sudah menunjukkan adanya anti bodi HIV dalam darah, artinya positif HIV,
penderita memasuki masa tanpa gejala (5-7 tahun).
Tapi, pada masa ini tidak timbul gejala yang menunjukkan orang itu menderita AIDS, atau
dia tetap tampak sehat.
Hingga kemudian, penderita memasuki masa dengan gejala yang sering disebut masa sebagai
penderita AIDS. Gejala AIDS sudah timbul dan biasanya penderita dapat bertahan enam
bulan sampai dua tahun dan kemudian meninggal.
HIV/AIDS jelas berbahaya untuk meenginfeksi seseorang, karena gejala yang muncul baru
diketahui penderita setelah 2-10 tahun terinfeksi HIV.
Disaat itulah sangat dimungkinkan, penularan terhadap orang lain -setiap orang dapat tertular
HIV/AIDS. Padahal, belum ada vaksin dan obat penyembuhnya.
Gejala utama infeksi HIV Akut (wikipedia).
di
Sangat disarankan memeriksa darah untuk mendeteksi
adanya antibodi terhadap HIV yang berarti ada HIV
dalam tubuh -biasanya dilakukan dengan cara
Elisa Reaktif sebanyak dua kali. Bila hasilnya
positif, diperlukan pemeriksaan lebih lanjut dengan
Western Blot atau Immunofluorensensi untuk
memastikan adanya HIV di dalam tubuh.
Tentu saja saran ini sangat berlaku bagi seseorang
yang mempunyai perilaku berisiko tinggi, seperti
sering berganti-ganti pasangan seks dan pecandu
narkotika suntikan, mendapati gejala penyakit yang khas karena infeksi HIV, menderita
penyakit yang memerlukan transfusi darah terus-menerus seperti hemophili dan sering
berhubungan dengan cairan tubuh manusia.
Sejarah HIV / AIDS di Indonesia dan Dunia
Pada tahun 1926, beberapa ilmuwan menganggap HIV menyebar dari monyet ke manusia
(sekitar tahun 1926-1946).
Kemudian, penemuan “mirip” kasus HIV/AIDS ini pertama kali terjadi sekitar 1981 oleh ahli
kesehatan di Kota Los Angeles, Amerika
Serikat, ketika sedang melakukan sebuah
penelitian
kasus
seri
terhadap
empat
pemuda/mahasiswa.
Di dalam tubuh ke-empat pemuda tadi
ditemukan penyakit pneumonia (Pneumonic
Carinii) yang disertai dengan penurunan
kekebalan tubuh (imunitas). Dari hasil
penelitian, para ahli kesehatan menemukan jalan untuk penemuan penyakit AIDS.
1982: Para ilmuwan menemukan sindrom yang dikenal sebagai GayRelated Immune
Deficiency (GRID), yakni penurunan kekebalan tubuh yang dihubungkan dengan kaum gay.
1983: Dokter di Institut Pasteur Prancis memisahkan virus baru penyebab AIDS. Virus itu
terkait dengan limfadenopati (Lymphadenopathy-Associated Virus-LAV).
Sedangkan virus HIV sendiri baru diketahui sekitar 1983 oleh Lug Montaigneur – seorang
ahli mikrobiologi Perancis. Pada 1984, mikrobiolog asal Amerika Serikat, Robert Gallo
mengumumkan pula penemuan yang sama.
1984: Pemerintah AS mengumumkan, Dr Robert Gallo dari National Cancer Institute (NCI)
memisahkan retrovirus penyebab AIDS dan diberi nama “HTLV 111″.
1986: Suatu panitia internasional menyatakan bahwa virus LAV dan HTLV-III adalah sama
sehingga nama virus itu diganti menjadi HIV.
Di Indonesia penemuan kasus HIV/AIDS diperkirakan baru diketahui pada 1987, yaitu pada
seorang turis asal Belanda.
HIV yang baru memperbanyak diri tampak bermunculan sebagai bulatan-bulatan kecil
(diwarnai hijau) pada permukaan limfosit setelah menyerang sel tersebut; dilihat dengan
mikroskop elektron (wikipedia).
15 April 1987: Kasus AIDS di Indonesia pertama kali ditemukan. Seorang wisatawan berusia
44 tahun asal Belanda, Edward Hop, meninggal di Rumah Sakit Sanglah, Bali. Kematian
lelaki asing itu disebabkan AIDS.
Menurut catatan pada masa itu, hanya ada enam orang di Indonesia yang didiagnosis HIV
positif, dua di antara mereka mengidap AIDS.
1987 s/d Desember 2001: Dari 671 pengidap AIDS di Indonesia, 280 orang diantaranya
meninggal dunia.
Februari 1999: Peneliti dari University of Alabama di Amerika Serikat (AS) meneliti
jaringan yang dibekukan dari seekor simpanse dan menemukan jenis virus SIV yang hampir
sama dengan HIV-1.
Simpanse itu berasal dari subkelompok simpanse yang disebut pan troglodyte yang terdapat
di Afrika Tengah bagian Barat.
Left to right: the African green monkey source of SIV, the sooty mangabey source of HIV-2
and the chimpanzee source of HIV-1 (wikipedia).
2001: UNAIDS (United Nations Joint Program on HIV/AIDS) memperkirakan jumlah Orang
Hidup Dengan HIV/AIDS (ODHA) di dunia ada sekitar 40 juta orang. Sampai sekarang, di
sub-sahara Afrika paling banyak terdapat ODHA, yakni 70 persen dari ODHA yang ada di
dunia. Sedikitnya 12 juta anak menjadi yatim piatu karena HIV/AIDS.
November 2001: Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menyatakan obat untuk AIDS dan
penyakit lainnya dalam kasus tertentu boleh tidak dipatenkan.
2002: Penderita HIV banyak yang bisa bertahan, dan 3,1 juta orang meninggal karena
penyakit AIDS.
9 Januari 2003: Penderita HIV/AIDS di Bali bertambah 18 orang lagi. Total kumulatif
penderita, dari 233 orang menjadi 251 orang. Sampai saat ini belum bisa dipastikan posisi
Bali dalam hal urutan jumlah penderita HIV/AIDS dalam skala nasional.
Juli 2003: Salah satu kasus baru yang belum banyak diketahui orang lain adalah merebaknya
HIV/AIDS dikalangan para petugas kesehatan akibat secara tidak sengaja tersuntik jarum
suntik yang biasa digunakan oleh para penderita penyakit yang diidentikkan dengan penyakit
seksual ini.
Diagram yang memperlihatkan struktur dalam virus HIV (wikipedia).
Kebanyakan yang terkena adalah para suster yang bertugas untuk menyuntikkan zat anti viral
(anti virus) kepada para pasien penderita AIDS.
Tetapi entah kenapa, secara tidak sengaja jarum suntik yang biasa digunakan untuk para
penderita HIV/AIDS, berbalik menyuntik bagian tubuh mereka.
Keadaan ini dikhawatirkan akan menyebabkan ketakutan di kalangan para petugas kesehatan,
terutama bagi mereka yang ditugaskan untuk merawat ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS).
Salah satu cara yang telah dilakukan untuk mengatasi hal ini adalah dengan pemberian obat
jenis post exposure prophylaxis atau pencegahan pasca pajanan. Tujuannya, agar dapat
dideteksi apakah mereka positif terkena HIV/AIDS atau tidak. Mereka meminumnya selama
satu hingga satu setengah bulan, kemudian pemakaian obat dihentikan.
Tiga hingga enam bulan setelahnya, mereka kembali diberikan obat anti viral untuk
melumpuhkan virus HIV. ‘Kecelakaan’ yang tidak disengaja itu akan semakin memperparah
kondisi para pasien HIV/AIDS karena akan semakin banyak orang yang tidak peduli kepada
mereka.
Sementara untuk petugas kesehatan diharapkan mereka bersikap hati-hati dalam bertugas
karena pihak rumah sakit tidak menyediakan dana khusus untuk perawatan dan pengobatan
mereka.
Penderita AIDS di Nigeria
HIV / AIDS Di Indonesia
AIDS di Indonesia ditangani oleh Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional dan Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan memiliki Strategi Penanggulangan
AIDS Nasional untuk wilayah Indonesia.
Ada 79 daerah prioritas di mana epidemi AIDS sedang meluas. Daerah tersebut menjangkau
delapan provinsi: Papua, Papua Barat, Sumatera Utara, Jawa Timur, Jakarta, Kepulauan Riau,
Jawa Barat, dan Jawa Tengah.
Program-program penanggulangan AIDS menekankan pada pencegahan melalui perubahan
perilaku dan melengkapi upaya pencegahan tersebut dengan layanan pengobatan dan
perawatan. Program PEPFAR di Indonesia bekerja sama secara erat dengan saat ini.
Jumlah penderita HIV di dunia semakin bertambah, maka Indonesia pasti ikut naik pula.
Desember 2002: Berdasarkan data yang masuk, terdapat 306 penderita HIV/AIDS yang
tersebar di Indonesia hingga Desember 2002. Jumlah ini belum termasuk jumlah korban lain
yang tidak terdeteksi.
20 Agustus 2003: Generasi muda Papua lama-kelamaan dirasa akan habis karena kurangnya
penanganan masalah HIV/AIDS bagi warga Papua oleh petugas kesehatan. Hal ini
dikarenakan penanganan pemerintah terhadap kasus HIV/AIDS di Papua sangat minim,
sedangkan penderitanya semakin hari jumlahnya semakin bertambah.
22 Agustus 2003: Sebanyak 27 orang warga Kabupaten Banyuwangi dinyatakan positif
terserang AIDS dan 10 orang lainnya masih diduga terkena penyakit yang sama. Ini
merupakan Angka terbesar di Jatim setelah Surabaya, Malang, dan Sidoarjo.
Data ini berdasarkan survei Dinas Kesehatan pada 45 unit puskesmas dan 12 lokalisasi di
Kota Gandrung itu, sejak awal bulan Agustus 2003. Kesimpulan didapat setelah dilakukan
pemeriksaan contoh darah yang diuji di laboratorium kesehatan pada Dinas Kesehatan
Propinsi Jatim di Surabaya.
Penderita adalah para pekerja seks komersial (PSK), mahasiswa, ibu rumah tangga, PNS,
TKI, dan waria. Dari 27 orang yang dinyatakan positif mengidap virus itu, lima di antaranya
meninggal dunia. Sementara sisanya masih dalam pengawasan dan penanganan pihak Diskes
Banyuwangi.
Map of Indonesia Showing HIV Program Implementers, 2005. Source: Indonesia National
AIDS Commission. (Exhibit 1 “HIV/AIDS in Indonesia: Building a Coordinated National
Response” case) (source: ghdonline.org)
26 Januari 2004: Dalam kegiatan Penyuluhan Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba di
Balai Kota Bogor, Dr Subagyo Partodiharjo selaku Ketua Yayasan Karya Bhakti
mengatakan, selama 2003, Rumah Sakit Karya Bhakti, Bogor menemukan 14 orang pasien
pecandu narkoba yang dinyatakan positif terinfeksi virus HIV/AIDS.
Rumah Sakit Karya Bhakti merupakan salah satu tempat di Bogor untuk melakukan rapid
detoxivikasi (cara medis membuang ketergantungan narkotika). Pasien narkotika dapat
melakukan pencekan untuk mengetahui dirinya terinfeksi virus HIV atau tidak.
Tapi, rumah sakit tidak menerima rehabilitasi bagi pasien yang terinfeksi virus HIV/AIDS.
Kebanyakan pasien narkotika yang dilakukan rapid detoxivikasi adalah narapidana dalam
kasus narkoba yang ditahan di penjara Paledang, Bogor.
Kegiatan Komite ini melakukan penyuluhan dibeberapa daerah. Hal ini dimaksudkan agar
dapat membantu menanggulangi dan memberantas peredaran serta penyalahgunaan narkoba
di Indonesia.
14 Februari 2004: I Gusti Dodi, penderita
berusia 21 tahun, meninggal di Rumah Sakit Umum Mataram.
11 Maret 2004: Dua orang bekas TKW asal Malang di Singapura, yaitu Syt dan Syn
diketahui terserang HIV/AIDS setelah menjalani pemeriksaan di Rumah Sakit Kepanjen.
Kedua wanita ini terdeteksi mengidap penyakit ini pada Februari 2004.
Dengan ini, jumlah pengidap HIV/AIDS di Kabupaten Malang menjadi 30 orang, empat
diantaranya meninggal dunia. Penderita yang masih hidup terus dipantau kegiatannya. Para
penderita HIV/AIDS berasal dari berbagai kalangan, seperti PSK (Pekerja Seks Komersial),
Waria, Gay, Sopir, dan Pecandu Narkoba.
18 Maret 2004: Penderita AIDS di Mataram bertambah lagi dengan terindikasikannya Irwan
(28 tahun) yang saat ini dirawat di Rumah Sakit Umum (RSU) Mataram, Nusa Tenggara
Barat lewat instalasi rawat darurat (IRD).
23 Maret 2004: Irw (28 tahun) seorang sopr taksi yang diindikasikan terkena AIDS, kini
hanya terbaring lemah. Kondisi badannya hampir tanpa kekebalan tubuh. Bahkan keadaannya
semakin memburuk. AIDS tertular padanya melalui suntikan narkoba yang digunakannya.
Hal ini diperkuat dengan ditemukannya beberapa bekas suntikan.
DKI tercatat pada urutan pertama untuk kasus AIDS di Indonesia, dibandingkan dengan
Papua, Bali, Riau, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Ke enam daerah ini memasuki
concentrated level epidemic AIDS.
Penyebab tingginya kasus AIDS di enam provinsi itu adalah tidak sehatnya perilaku seksual.
Untuk itu diperlukan penanganan serius penularan AIDS, seperti program abstinensi atau
puasa seks, be faithful (setia) pada pasangan dan penggunaan kondom. Kasus AIDS juga
banyak ditemukan pada pengguna NAZA, khusunya di DKI Jakarta. Penanganannya, lewat
peer group education.
18 September 2013: tercatat puluhan PSK Gang Dolly Surabaya terjangkit Virus HIV/AIDS.
Sebanyak 73 Pekerja Seks Komersil (PSK) di lokalisasi Dolly, di Surabaya, Jawa Timur
terjangkit virus HIV/AIDS. Data itu adalah hasil pemeriksaan dan penghitungan puskesmas
di Kelurahan Putat, mulai Januari hingga September 2013.
Menurut Lurah Putat Jaya Surabaya, jumlah tersebut menurun dibanding catatan di tahun
2012, yang berjumlah 118 PSK. Itu karena seiring dengan menurunnya jumlah wisma yang
ada di wilayah Dolly. Terkait rencana penutupan areal Gang Dolly pada 2015 mendatang,
para PSK menolaknya. Alasannya, mereka tidak punya keahlian untuk mencari nafkah.
Merujuk data tahun 2012, PSK di lokalisasi terbesar itu tercatat berjumlah 1.050 orang.
Kemudian, di tahun 2013, berjumlah 1.008 orang. Dengan jumlah wisma atau tempat hunian
WTS sebanyak 311 buah wisma, terletak di Gang Dolly dan kawasan Jalan Jarak.
Pelajar SMA demonstrasi saat memperingati hari AIDS dunia tahun 2007 di Bundaran HI
(pic: ladepeche.fr)
Semula kasus AIDS di Indonesia berada pada low level epidemic. Sejak 2000, kasus AIDS di
Indonesia meningkat menjadi concentrated level epidemic. Tapi, belum masuk tahap epidemi
meluas yang diindikasikan dengan tingkat persentase kasus AIDS pada Ibu hamil mencapai
di atas satu persen.
Sedangkan pada masa kini, sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, Nafsiah Mboi
mengatakan jumlah perempuan yang terinfeksi HIV AIDS di Indonesia terus meningkat
dengan cepat.
Di Indonesia saat ini terdapat sekitar 40 ribu ibu rumah tangga yang terkena HIV AIDS
karena tertular dari suami mereka. Pemicu penularan HIV AIDS terbesar sampai saat ini,
menurut data Komisi Penanggulangan AIDS Nasional adalah hubungan seksual yang berisiko
bahasa halus dari zina.
Pada masa kini sebanyak 3,1 juta pria merupakan penikmat seks bebas dan pelaku zina, lalu
800 ribu lainnya berhubungan seksual sesama jenis. Sedangkan, 230 ribu pengidap terjangkit
melalui jarum suntik yang digunakan secara bergantian.
Dilihat dari usia, pengidap AIDS paling banyak terjadi pada kelompok produktif yaitu
dengan rentang usia 20 hingga 29 tahun, disusul kelompok umur 30 hingga 39 tahun.
The estimated number of people living with HIV/AIDS by country as of 2008 (wikipedia).
Tahun 2013: Ada sekitar 170.000 sampai 210.000 dari 220 juta penduduk Indonesia
mengidap HIV/AIDS. Perkiraan prevalensi keseluruhan adalah 0,1% di seluruh negeri,
dengan pengecualian Provinsi Papua, di mana angka epidemik diperkirakan mencapai 2,4%,
dan cara penularan utamanya adalah melalui hubungan seksual tanpa menggunakan
pelindung.
Jumlah kasus kematian akibat AIDS di Indonesia diperkirakan mencapai 5.500 jiwa. Epidemi
tersebut terutama terkonsentrasi di kalangan pengguna obat terlarang melalui jarum suntik
dan pasangan intimnya, orang yang berkecimpung dalam kegiatan prostitusi dan pelanggan
mereka, dan pria yang melakukan hubungan seksual dengan sesama pria. Sejak 30 Juni 2007,
42% dari kasus AIDS yang dilaporkan ditularkan melalui hubungan heteroseksual dan 53%
melalui penggunaan obat terlarang.
Cara penularan yang paling banyak adalah hubungan seks heteroseksual yaitu sebanyak 51
persen. Komisi Penanggulangan AIDS Nasional mempromosikan kondom untuk perempuan
sehingga perempuan dapat terlindungi. Sebuah cara yang salah, bahkan tidak menyelesaikan
masalah untuk mencegah meningkatnya HIV/AIDS!
Demonstrasi Anti Free Sex di Bundaran Hotel Indonesia saat haei AIDS sedunia, 1 Desember
2013.
Berdasarkan data perkiraan jumlah penduduk Indonesia 0.009 % dari yang tercatat adalah
sebagai korban narkoba. Sedangkan 0,001 % tercatat sebagai sindikat pengedar (bandar,
pengedar dan sebagainya).
Dalam peredarannya, narkoba diistilahkan sebagai food suplemen yang berguna untuk
pengembali kesegaran tubuh. Sebagai pengenalan, biasanya pengedar memberikan narkoba
secara cuma-cuma kepada pemakai pemula, yang nantinya akan ketagihan, namun setelah itu,
Pengedar menjualnya dengan harga tinggi.
HIV/AIDS hanya bisa dicegah dengan cara menghentikan perilaku zina, termasuk seks
menyimpang dan penyalahgunaan obat terlarang. Mengganti kampanye kondom dengan
kampanye anti zina dan penolakan terhadap pornografi yang kian marak di ranah public di
Indonesia bisa menjadi langkah awal yang perlu dilakukan dengan segera.
HIV Jenis Baru Lebih Cepat Berkembang Jadi AIDS
Para ilmuwan dari Lund University di Swedia mengatakan jenis baru tersebut, dikenal
sebagai A3/O2, paling banyak ditemukan di Afrika Barat. Para peneliti tersebut mengatakan
sebuah HIV jenis baru yang ditemukan di Afrika Barat telah mengarah pada perkembangan
ke AIDS yang lebih cepat.
Peneliti-peneliti yang berbasid di Lund University di Sweden tersebut mengatakan virus jenis
baru tersebut, dikenal sebagai A3/O2, merupakan persilangan antara dua jenis HIV yang
paling umum di Guinea-Bissau.
Virus HIV A3/O2
Penelitian yang dilakukan mereka menemukan bahwa orang-orang yang terinfeksi virus jenis
baru tersebut meningkat menjadi AIDS dalam sekitar lima tahun, lebih cepat satu tahun
dibandingkan orang-orang dengan salah satu jenis virus awal saja.
Mereka mengatakan orang-orang dengan A3/02 juga tiga kali lebih mungkin menghadapi
AIDS dan mengalami kematian terkait AIDS.
Para peneliti ini mengatakan sejuah ini jenis baru tersebut baru diidentifikasi di Afrika Barat.
Tapi mereka menambahkan bahwa di seluruh dunia, jenis-jenis virus saling bergabung,
meningkatkan risiko adanya jenis HIV yang lebih sulit dirawat.
Penemuan ini didasarkan pada sebuah studi dari 152 orang dengan HIV di Guinea-Bissau.
Pihak universitas mengatakan berencana untuk melakukan penelitian lebih jauh mengenai
kombinasi virus-virus HIV di Eropa.
Sel Punca atau Sel Induk bisa Sembuhkan Pasien HIV
Timothy Ray Brown, yang dikenal juga dengan julukan “Berlin Patient” diyakini tim dokter
telah sembuh dari derita penyakit HIV setelah sebelumnya menerima transplantasi dari tahun
2007 sebagai bagian dari program pengobatan panjang untuk leukemia.
Timothy Ray Brown
Dr. Michael Saag, Ketua HIV Medical Association mengatakan, “ini merupakan bukti –
menarik konsep bahwa dengan langkah-langkah cantik luar biasa seorang pasien bisa
disembuhkan dari HIV,” tetapi terlalu riskan untuk menjadi terapi standarbahkan jika donor
yang cocok dapat ditemukan.”
Pasien berkewarganegaraan Amerika Serikat yang tinggal di Jerman ini sebelumnya telah
mengidap HIV selama bertahun-tahun, setelah tim dokter memantau dan yakin hingga
menuliskan dalam jurnal laporannya bahwa telah melakukan pencapaian kesembuhan dari
pasien HIV setelah melakukan pengujian yang ekstensif. Kini Brown tidak lagi memiliki
tanda-tanda HIV atau Leukimia.
Meski perkembangan tidak berarti membuktikan obat untuk virus telah ditemukan, mereka
pasti bisa memberi harapan bagi lebih dari 33 juta orang yang hidup dengan HIV di seluruh
dunia.
Apa Itu Sel Induk? Dalam bahasa Indonesia, sel induk atau stem cell disebut juga sel punca.
Ringkasnya, stem cell adalah sel yang masih belum matang dan belum berdiferensiasi
(berubah) menjadi sel atau jaringan tertentu. Nantinya sel ini dapat bereplikasi menjadi sel
yang serupa atau menjadi sel lain yang sama sekali berbeda.
Dalam bahasa kedokteran, stem cell dapat berupa sel unipoten (hanya dapat berubah menjadi
satu jenis sel), multipoten (dapat berubah menjadi beberapa jenis sel), atau totipoten (dapat
berubah menjadi jaringan apapun).
Dengan kemampuan inilah stem cell diyakini dapat menyembuhkan sel-sel tubuh yang rusak
atau hilang karena penyakit yang berat, dengan cara beregenerasi menjadi organ atau jaringan
yang rusak tersebut.
Bagaimana dengan di Indonesia? Menurut mantan Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan
Dokter Indonesia (PB-IDI), Dr. dr. Fachmi Idris, kemampuan individual para dokter
Indonesia dalam teknologi sudah sangat mendukung untuk perkembangan sel induk / sel
punca (stem cell). Ia juga menambahkan bahwa teknologi dan sarana kesehatan di Indonesia
sudah sangat memadai untuk menangani tindakan medis, termasuk untuk melakukan
pengobatan dengan terapi stem cell.
Sekitar 2008 lalu, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PABDI)
berhasil mengembangkan penggunaan sel punca yang diambil dari sumsum tulang belakang
untuk mengobati pasien serangan jantung. Menurut pakar jantung PABDI Prof. dr. Teguh
Santoso, PABDI telah berhasil mengobati 15 pasien penyakit jantung di RSCM dan RS
Kanker Dharmais dengan menggunakan stem cell dan menuai keberhasilan.
Pada bulan Februari 2013 lalu telah diresmikan Asosiasi Sel Punca Indonesia di Jakarta.
Dengan adanya wadah resmi ini, diharapkan Indonesia akan semakin maju dan terus menerus
mengembangkan terapi stem cell serta terus melakukan eksperimen di bidang ini. Meski
masih diliputi pro dan kontra, harus diakui bahwa terapi stem cell adalah harapan di masa
depan bagi banyak orang Indonesia.
Sel Punca, Masa Depan Dunia Kedokteran
Dunia kedokteran terus berkembang, apa yang tidak dapat dilakukan 10 tahun lalu, dapat kita
lakukan sekarang dengan mudah. Pemasangan cincin (ring) di pembuluh darah jantung telah
dilakukan secara rutin untuk membuka pembuluh darah yang tersumbat. Prosedur ini telah
menyelamatkan banyak nyawa. Namun, prosedur seperti ini hanya impian di masa lalu,
dimana saat itu penyebab penyakit jantung pun masih menjadi bahan perdebatan.
Kini, sebuah jendela pengetahuan baru juga mulai terbuka, yaitu sel punca atau stem cell. Sel
Punca atau stem cell adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan sel yang
dapat berkembang menjadi berbagai jenis sel. Sel punca merupakan cikal bakal dari semua
sel tubuh kita. Jadi kita bisa merangsang dan menumbuhkan sebuah jaringan tubuh tertentu
dengan satu sel ini, misal jaringan kulit, otot atau sel darah.
Bayangkan jika seorang kerabat anda menderita sakit jantung, namun dapat kembali sehat
karena diberikan sel punca yang dapat menggantikan sel jantungnya yang rusak. Sel punca
juga dapat menggantikan jaringan kulit yang rusak pada penderita luka bakar yang luas.
Bahkan baru-baru ini telah ditemukan di Jerman bagaimana transplantasi stem cell dapat
menyembuhkan seorang penderita AIDS. Menarik bukan? Pentingnya teknologi sel punca
mendorong penyelenggaraan kuliah dengan
topik ini.
Pada tanggal 8 November 2013 diadakan
sebuah kuliah tamu mengenai potensi dari sel
punca yang bertempat di Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Kuliah tamu ini dihadiri oleh tiga pembicara
yang diundang untuk berbicara seputar sel
punca.
Pembicara yang hadir meliputi Profesor
Sheng Ding (Amerika Serikat), dr. Stephen
E. Epstein (Amerika Serikat), dan dr.
Boenjamin Setiawan, PhD (founder and
honorary chairman Kalbe group).
Sesi kuliah dibuka oleh dr. Boenjamin Setiawan yang memaparkan pentingnya
mengembangkan sel punca untuk masa depan kedokteran Indonesia. Selain itu, dr.
Boenjamin juga memaparkan tentang berbagai kegunaan sel punca di dunia kedokteran. “Sel
punca adalah sel yang mempunyai kemampuan untuk membelah dan berkembang menjadi
berbagai bentuk sel/jaringan lain”, ungkapnya.
Manfaat sel punca banyak sekali diantaranya untuk penyembuhan luka, anti-ageing, patah
tulang dan masih banyak lagi. Dr. Boenjamin mengakhiri dengan berpesan bahwa
perkembangan sel punca di Indonesia masih tertinggal jika dibandingkan dengan negara lain,
namun Indonesia masih bisa mengejar karena Indonesia memiliki sumber daya yang
diperlukan untuk perkembangan teknologi sel punca ini.
Profesor Sheng Ding melanjutkan sesi kuliah dengan memaparkan hasil penelitian yang telah
dilakukannya. Profesor Sheng Ding telah mengidentifikasi berbagai molekul kimia yang
dapat digunakan untuk mengatur nasib dari sel punca. Melalui berbagai molekul ini sel punca
dapat diprogram sehingga bisa berkembang menjadi berbagai sel dewasa yang kita inginkan.
Melalui wawancara eksklusif dengan redaksi Klikdokter, Prof. Sheng Ding juga memaparkan
bahwa dirinya yakin dalam beberapa tahun ke depan kita sudah dapat merasakan manfaat dari
teknologi sel punca ini.
Sesi kuliah ditutup oleh dr.Stephen E. Epstein. Beliau adalah seorang dokter spesialis jantung
yang mendalami hubungan sel punca dengan penyakit jantung. Beliau memaparkan bahwa
berbagai penelitian saat ini masih belum dapat menunjukkan manfaat yang signifikan dari
terapi sel punca pada penyakit jantung. Namun dr. Stephen berpendapat bahwa hasil ini
disebabkan peneliti masih belum menemukan cara yang tepat untuk menggunakan sel punca
dengan maksimal. Jika peneliti sudah menemukan cara yang tepat untuk membuka misteri
dari sel punca, maka manusia akan mendapatkan manfaat yang besar dai potensi sel punca
yang sangat besar.
dr. Alvin Nursalim
Kita baru saja memasuki era perkembangan sel punca, sehingga masih banyak yang perlu kita
pelajari tentang sel punca ini. Sel punca memiliki potensi yang sangat besar, sel ini dapat
menggantikan sel jantung yang rusak, mengganti tulang yang patah atau kerusakan organ lain
yang masih belum ada pengobatannya. Ketika teknologi sel punca sudah berhasil, tentu akan
banyak sekali nyawa manusia yang dapat diselamatkan (Oleh dr. Alvin Nursalim).
Dua Orang Sembuh HIV-AIDS
Stem-Cell merupakan jenis sel yang terdapat di dalam tubuh seseorang. Sel ini merupakan
jenis sel yang dapat berkembang biak dengan sendirinya dan dapat berdiferesiensi menjadi
jenis sel lainnya.
HIV merupakan infeksi yang disebabkan oleh virus HIV yang dapat menyerang ke sistem
pertahanan tubuh kita yang membuat seseorang rentan terhadap berbagai macam penyakit.
Sebuah penemuan terbaru yang diutarakan oleh Timothy Henrich seorang dokter dari
Harvard Medical School, di Amerika menyebutkan bahwa 2 pasiennya yang menderita AIDS
ternyata sembuh setelah mendapat terapi stem cell untuk penyakit kanker kelenjar getah
bening (lymphoma) yang diderita mereka. Kedua pasien yang secara rutin harus
mengkonsumsi obat anti-HIV, setelah mendapat terapi stem cell berhenti mengkonsumsi
obat anti-HIV selama 15 minggu dan setelah diperiksa, ternyata tidak ditemukannya virus
HIV lagi di dalam tubuh mereka.
Tidak terdeteksinya virus HIV setelah terapi stem cell juga terjadi pada pasien bernama Ray
Brown yang juga dikenal sebagai “the Berlin Patient” dimana virus HIV juga hilang dari
tubuh beliau setelah mendapat terapi transplan sumsum tulang belakang untuk penyakit
kanker darah (leukemia) yang dideritanya.
Namun, penggunaan stem cell untuk terapi secara global sangat sulit mengingat biaya terapi
stem-cell yang sangat mahal, tapi kasus terbaru ini mungkin dapat membantu dalam proses
melawan penyakit yang telah menginfeksi 34 juta orang di dunia ini.
Dr. Dewi Ema Anindia
“Penemuan dr. Henrich merupakan suatu pengetahuan yang dapat membantu
usaha penemuan terapi atau vaksin untuk HIV demi eradikasi HIV,” ujar Kevin
Robert seorang chief executive dari Foundation for AIDS Research, melihat
saat ini obat anti-HIV yang sudah beredar sejak lama sudah didistribusikan dengan baik
namun tidak semua penderita mendapat terapi tepat pada waktunya (Oleh: Dewi Ema
Anindia).
Penemuan Baru Vaksin AIDS
Pada bulan April 2013, peneliti melaporkan suatu gebrakan yang dapat mengubah dunia yaitu
penemuan terbaru tentang antibodi yang dapat menetralisir AIDS. Infeksi HIV merupakan
infeksi molekuler yang intensif bermulai dari saat virus menginfeksi inang baru hingga
munculnya penyakit AIDS. Perkembangan AIDS bukan karena tubuh kita tidak dapat
melawan HIV, namun akibat pertahanan tubuh yang semakin melemah di saat virus tetap
bertahan. Saat ini, penelitian yang dipimpin oleh Barton Haynes, Direktur di Duke University
Human Vaccine Institute di Duke University School of Medicine, berpendapat bahwa mereka
menemukan jalan untuk membantu sistem imun manusia.
Dimulai saat infeksi, sistem imun kita langsung aktif dan mengeluarkan antibodi untuk
menghancurkan virus HIV. Pada minggu-minggu pertama, antibodi ini pada umumnya sukses
mengeliminasi hampir semua virus namun tetap ada beberapa virus tersisa yang tidak dapat
terdeteksi. Virus-virus yang tidak terdeteksi ini, akan bermutasi dan berkembang biak sampai
terbentuk antibodi baru untuk membunuh mereka. Hingga mencapai suatu titik dimana
pembunuhan dari virus memicu replikasi yang lebih banyak sampai tubuh tidak sanggup lagi
melawan virus.
Bagaimana kerja dari vaksin AIDS ?
Seperti yang diterbitkan dalam jurnal “Nature”, dalam penelitannya Haynes mengumpulkan
dan menyimpan sampel darah dari 400 pasien, dimulai dari saat infeksi HIV. Haynes
menemukan bahwa “neutralizing antibody” muncul setelah 14 minggu infeksi yang dapat
berikatan baik dengan virus HIV. Antibodi ini dapat menjadi senjata perang melawan virus,
dan merupakan target kuat untuk pembuatan vaksin. Haynes berkata bahwa mereka sudah
menemukan cara kerja antibodinya namun yang sekarang sedang dicari adalah bagaimana
cara mempergunakan antibodi ini untuk vaksin.
Dr. Dewi Ema Anindia
Dalam penelitiannya, Ia menemukan bahwa semufa individu yang terinfeksi
oleh HIV, mengeluarkan antibodi ini, namun virus HIV dapat mengelabui
sistem imun tubuh. Haynes berpendapat bahwa setiap individu mempunyai cara sendiri untuk
melawan HIV, saat ini Haynes dan kolega sedang melakukan peta jalur dari apa yang
memicu keluarnya antibodi pada setiap individu, Ia berharap dapat ditemukan jalur yang
sama atau mirip antar individu, dimana kesamaan ini dapat menmberi harapan perkembangan
vaksin (Oleh: Dr. Dewi Ema Anindia).
Sumber : http://indocropcircles.wordpress.com
Download