Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian
2.1.1
Auditing
2.1.1.1 Pengertian Auditing
Istilah Audit berasal dari bahasa latin yang artinya adalah mendengar. Di
sini, auditor dianggap mendengarkan untuk memperoleh sejumlah bukti yang
nantinya dijadikan dasar pertimbangan dan dasar pembuatan simpulan audit
(Marconi & Siegel. 1989).
Pengertian Audit menurut Arens et al. (2009) adalah sebagai berikut:
“Auditing is a accumulation and evaluation of evidence about information
to determine and report on the degre of correspondance between the
information and estabilished criteria. Auditing should be done by a
competent, independent person”
Sedangkan pengertian Audit menurut Mulyadi (2002) adalah:
“Suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti
secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan
kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian
antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah
ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang
berkepentingan.”
Dari definisi-definisi pada di atas, dapat diuraikan unsur-unsur yang
membentuk definisi tersebut yaitu sebagai berikut:
1. Proses yang sistematis
Auditing merupakan suatu proses (rangkaian kegiatan) yang sistematis.
Proses tersebut menggambarkan serangkaian langkah atau prosedur yang
logis, terstruktur, dan diorganisasikan dengan baik. Selain itu, proses auditing
dilaksanakan dengan formal. Artinya, auditing dilakukan berdasarkan
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang dalam
organisasi.
2.
Asersi (informasi) dan kriteria yang ditetapkan
Auditing dilakukan terhadap suatu asersi yaitu (pernyataan tertulis) yang
menjadi tanggung jawab pihak tertentu. Asersi disebut juga sebagai informasi
karena mengandung informasi tentang sesuatu yang akan di evaluasi.
Selain asersi (informasi), proses auditing juga harus didukung dengan
standar (criteria) yang ditetapkan (established criteria) yang menunjukan kondisi
seharusnya. Established criteria tersebut dapat berupa prinsip akuntansi yang
berlaku umum, standar penyelesaian, pekerjaan, anggaran, ketentuan perpajakan,
dan sebagainya.
3.
Pengumpulan dan evaluasi bukti
Kegiatan ini dalam proses auditing adalah pengumpulan dan evaluasi buktibukti. Bukti merupakan suatu informasi yang dikumpulkan auditor yang
digunakan untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara
asersi (informasi) dengan kriteria yang ditetapkan. Bukti audit dapat berupa
informasi yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi, verifikasi catatan-
catatan dan dokumen-dokumen perusahaan, hasil pengamatan fisik dan
sebagainya. Seorang auditor dituntut untuk mampu mengumpulkan buktibukti yang cukup dan kompeten.
4. Kompeten, independen, dan objektif
Auditing harus dilakukan oleh orang-orang yang kompeten dalam arti mampu
melaksanakan tugasnya sesuai dengan standar teknis prosedur. Artinya
seorang auditor dituntut mampu memahami jenis-jenis dari jurnal bukti yang
harus dikumpulkan sehingga dapat dijadikan dasar dalam mengambil
simpulan audit.
Seorang auditor harus mampu mempertahankan sikap yang independen
yaitu
membebaskan
diri
dari
berbagai
kepentingan
pihak-pihak
yang
berkepentingan dengan penugasan audit. Sikap mental independen menimbulkan
perilaku yang obkejtif. Dengan objektifitasnya, seorang auditor tidak akan
memihak dan tidak akan bias dalam mengemukakan pendapatnya dalam
mengemukakan pendapat dan tidak pula berprasangka.
5. Laporan kepada pihak yang berkepentingan
Pelaporan hasil audit merupakan hasil akhir proses auditng. Inti laporan
auditing adalah peryataan pendapat mengenai tingkat kesesuaian informasi
atau asersi dengan kriteria yang ditetapkan.
Berdasarkan penjelasan diatas terlihat bahwa audit harus dilakukan oleh
orang yang independen dan kompeten. Auditor harus memiliki kualifikasi untuk
memahami kriteria yang digunakan dan harus kompeten untuk mengetahui jenis
serta jumlah bukti yang akan dikumpulkan guna mencapai kesimpulan yang tepat
setelah memeriksa bukti itu. Auditor juga harus memiliki sikap mental
independen. Kompetensi orang-orang yang melaksanakan audit akan tidak ada
nilainya jika mereka tidak independen dalam mengunpulkan dan mengevaluasi
bukti (Arens et al, 2008)
2.1.1.2 Tujuan Auditing
Tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada
umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua
hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Laporan auditor
merupakan sarana bagi auditor untuk menyatakan pendapatnya, atau apabila
keadaan mengharuskan, untuk tidak meyatakan pendapat. Baik dalam hal auditor
menyatakan pendapat maupun menyatakan tidak memberikan pendapat, ia harus
menyatakan apakah auditnya telah dilaksanakan berdasarkan standar auditing
yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI, 2001).
Menurut Mulyadi (2002), tujuan umum audit atas laporan keuangan
adalah:
“Untuk menyatakan pendapat apakah laporan keuangan klien disajikan
secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prisip
akuntansi yang diterima umum. Karena kewajaran laporan keuangan
sangat ditentukan integritas berbagai asersi manajemen yang terkandung
dalam laporan keuangan.”
Tabel 2.1
Hubungan antara Asersi Manajemen dengan Tujuan Umum Audit
Asersi Manajemen
Keberadaan atau keterjadian
Tujuan Umum Audit
Aktiva dan kewajiban entitas ada pada
tanggal tertentu, dan begitu juga dengan
transaksi pendapatan dan biaya
Kelengkapan
Semua transaksi dan akun yang
seharusnya telah disajikan dalam
laporan keuangan
Hak dan Kewajiban
Aktiva adalah hak entitas dan hutang
adalah kewajiban entitas pada tanggal
tertentu
Penelitian dan alokasi
Komponen aktiva, kewajiban,
pendapatan, dan biaya telah disajikan
dalam laporan keuangan pada jumlah
yang semestinya
Penyajian dan pengungkapan
Komponen tertentu laporan keuangan
telah digolongkan, digambarkan, dan
diungkapkan secara semestinya
Sumber: Mulyadi (2002)
2.1.1.3 Proses Audit atas Laporan Keuangan
Menurut Mulyadi (2002) tahap-tahap audit atas laporan keuangan
meliputi:
1. Penerimaan penugasan audit,
2. Perencanaan audit,
3. Pelaksanaan pengujian audit,
4. Pelaporan audit.
Berikut ini merupakan penjelasan mengenai proses audit tersebut:
1. Penerimaan Penugasan Audit
Langkah awal pekerjaan audit atas laporan keuangan berupa pengambilan
keputusan untuk menerima atau meloak penugasan audit dari klien. Enam
langkah yang perlu ditempuh auditor di dalam mempertimbangkan
penerimaan penugasan audit dari calon kliennya, yaitu:
1) Mengevaluasi integritas manajemen.
2) Mengidentifikasi keadaan khusus dan risiko luar biasa.
3) Menilai kompetensi untuk melakukan audit.
4) Mengevaluasi independensi.
5) Menemukan kemampuan untuk menggunakan kecermatan.
6) Membuat surat penugasan audit.
2. Perencanaan audit
Menerima penugasan audit dari klien, langkah berikutnya adalah
perencanaan audit. Ada delapan tahap yang harus ditempuh, yaitu:
1) Memahami bisnis dan industri klien.
2) Melaksanakan prosedur analitis.
3) Mempertimbangkan tingkat materialitas awal.
4) Mempertimbangkan risiko bawaan.
5) Mempertimbangkan berbagai faktor yang berpengaruh terhadap saldo awal
dan jangka waktu oenugasan klien berupa audit tahun pertama.
6) Mengembangkan strategi awal terhadap asersi signifikan.
7) Me-review informasi yang berhubungan dengan kewajiban-kewajiban
legal klien.
8) Memahami struktur pengendalian intern klien.
3. Pelaksanaan Pengujian Audit
Tahap ini disebut juga dengan pekerjaan lapangan yang tujuan utamanya
adalah untuk memperoleh bukti audit tentang efektivitas struktur pengendalian
klien dan kewajaran laporan keuangan klien.
Secara garis besar pengujian audit dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
1) Pengujian analitis (Analitical Test)
2) Pengujian pengendalian (Test of Control)
3) Pengujian subtantif (Subtantive test)
4. Pelaporan Audit
Langkah akhir dari suatu proses pemeriksaan auditor adalah penerbitan
laporan audit. Oleh karena itu, auditor harus menyusun laporan keuangan
auditee (Audited Financial Statement), penjelasan laporan keuangan (Notes to
Financial Statement) dan pernyataan pendapat auditor.
2.1.1.4 Opini Audit
Menurut standar professional akuntan publik (SPAP, 2011), tujuan audit
atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk
menyatakan pendapat tentang kewajaran dalam semua hal yang material, posisi
keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Laporan auditor merupakan sarana bagi auditor untuk menyatakan
pendapatnya atau apabila keadaan mengharuskan, untuk menyatakan pendapatnya
atau apabila keadaan mengharuskan, untuk menyatakan tidak memberikan
pendapat, sebagai pihak yang independen, auditor tidak dibenarkan untuk
memihak kepentingan siapapun dan tidak boleh mudah dipengaruhi oleh pihak
manapun, serta harus bebas dari setiap kewajiban terhadap kliennya dan tidak
memiliki suatu kepentingan dengan kliennya.
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) mengharuskan dibuatnya
laporan audit setiap kali kantor akuntan publik dikaitkan dengan laporan
keuangan. Auditor mempunyai tanggung jawab untuk menilai apakah terdapat
kesangsian besar terhadap suatu entitas bisnis dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya dalam perode yang pantas (SPAP, 2011). Pendapat atau
opini audit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan audit. Laporan
audit penting sekali dalam suatu audit atau proses atestasi lainnya karena laporan
tersebut menginformasikan pemakai informasi tentang apa yang dilakukan auditor
dan kesimpulan yang diperolehnya. Opini audit diberikan oleh auditor melalui
beberapa tahap audit sehingga auditor dapat memberikan kesimpulan atas opini
yang harus diberikan atas laporan keuangan yang diauditnya. Berdasarkan standar
profesional akuntan publik (SPAP) ada 5 tipe pendapat auditor, yaitu:
1. Pendapat wajar tanpa pengecualian
Pendapat wajar tanpa pengecualian diberikan auditor jika tidak terjadi
pembatasan dalam lingkup audit dan tidak terdapat pengecualian yang
signifikan mengenai kewajaran dan penerapan standar akuntansi keuangan
dalam penyusunan laporan keuangan. Laporan audit yang berisi pendapat
wajar tanpa pengecualian adalah laporan yang paling dibutuhkan oleh semua
pihak, baik oleh klien, pemakai informasi keuangan, maupun oleh auditor.
Laporan audit standar tanpa pengecualian diterbitkan bila kondisi-kondisi
berikut terpenuhi:
1) Semua laporan – neraca, laporan laba rugi, laporan laba ditahan, dan
laporan arus kas- sudah termasuk dalam laporan keuangan.
2) Ketiga standar umum telah dipatuhi dalam semua hal yang berkaitan
dengan penugasan.
3) Bukti audit yang cukup memadai telah terkumpul, dan auditor telah
melaksanakan penugasan audit ini dengan cara yang memungkinkannya
untuk menyumpukjan bahwa ketiga standar pekerjaan lapangan telah
dipenuhi.
4) Laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi
yang berlaku umum. Hal itu juga berarti bahwa pengungkapan yang
memadai telah tercantum dalam foot note dan bagian-bagian lain dari
laporan keuangan.
5) Tidak terdapat situasi yang membuat aduitor merasa perlu untuk
menambahkan sebuah paragraf penjelasan atau modifikasi kata-kata dalam
laporan audit.
2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan
Keadaan tertentu mungkin mengharuskan auditor menambahkan suatu
paragraf penjelasan atau bahasa penjeasan lain dalam laporan audit, meskipun
tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan
keuangan. Keadaaan tersebut meliputi:
1) Pendapat wajar sebagian didasarkan atas laporan auditor independen lain.
2) Untuk mencegah agar laporan keuangan tidak menyesatkan karena
keadaan-keadaan
yang
luar
biasa,
laporan
keuangan
disajikan
menyimpang dari suatu prinsip akuntasi yang dikeluarkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia.
3) Jika terdapat kondisi dan peristiwa yang semula menyebabkan auditor
yakin tentang adanya kesangsian mengenai kelangsungan hidup entitas
namun
setelah
mempertimbangkan
rencana
manajemen,
auditor
berkesimpulan bahwa rencana manajemen tersebut secara efektif
dilaksanakan dan pengungkapan mengenai hal itu telah memadai.
4) Diantara dua periode akuntansi terdapat suatu perubahan material dalam
penggunaan prinsip akuntansi atau dalam metode penerapannya.
5) Keadaan tertentu yang berhubungan dengan laporan audit atas laporan
keuangan komparatif.
6) Data keuangan kuartalan tertentu yang diharuskan oleh Bapepam – LK
(Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan) Namun tidak
disajikan atau tidak di review.
7) Informasi tambahan yang diharuskan oleh Ikatan Akuntan Indonesia –
Dewan Standar Akuntansi Keuangan telah dihilangkan, yang penyajiannya
menyimpang jauh dari pedoman yang dikeluarkan oleh dewan tersebut,
dan auditor tidak dapat melengkapi prosedur audit yang berkaitan dengan
informasi tersebut, atau auditor tidak dapat menghilangkan keraguan yang
besar apakah informasi tambahan tersebut sesuai dengan panduan yang
dikeluarkan oleh dewan tersebut.
8) Informasi lain dalam suatu dokumen yang berisi laporan keuangan yang
diaudit secara material tidak konsisten dengan informasi yang disajikan
dalam laporan keuangan.
3. Pendapat wajar dengan pengecualian
Jika auditor menemukan kondisi-kondisi berikut ini, maka ia akan
memberikan pendapat wajar dengan pengecualian pada laporan audit:
a. Lingkup audit dibatasi oleh klien.
b. Auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting atau tidak dapat
memperoleh informasi penting karena kondisi-kondisi yang berada diluar
kekuasaan klien maupun auditor.
c. Laporan keuangan tidak disusun dengan standar akuntansi keuangan.
d. Standar akuntansi keuangan yang digunakan dalam penyusunan laporan
keuangan tidak diterapkan secara konsisten.
4. Pendapat tidak wajar
Pendapat tidak wajar merupakan kebalikan pendapat wajar tanpa
pengecualian, akuntan memberikan pendapat tidak wajar jika laporan
keuangan klien tidak disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan
sehingga tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha,
perubahan ekuitas, dan arus kas perusahaan klien. Auditor memberikan
pendapat tidak wajar jika ia dibatasi lingkup auditnya, sehingga ia tidak dapat
mengumpulkan bukti kompeten yang cukup untuk mendukung pendapatnya.
Jika laporan keuangan diberi pendapat tidak wajar oleh auditor maka
informasi yang disajikan klien dalam laporan keuangan sama sekali tidak daat
dipercaya, sehingga tidak dapat dipakai oleh pemakai informasi keuangan
untuk pengambilan keputusan.
5. Pernyataan tidak memberikan pendapat
Jika auditor tidak memberikan pendapat atas laporan keuangan auditee,
maka laporan audit ini disebut laporan tanpa pendapat. Kondisi yang
menyebabkan auditor tidak memberikan pendapat adalah:
a. Pembatasan yang luar biasa sifatnya terhadap lingkup audit.
b. Auditor tidak independen dalam hubungan dengan kliennya.
Perbedaan antara pernyataan tidak memberikan pendapat dengan pendapat
tidak wajar adalah pendapat tidak wajar ini diberikan dalam keadaan
auditor mengetahui adanya ketidakwajaran dalam laporan keuangan klien
sedangkan auditor menyatakan tidak memberikan pendapat (no opinion)
karena ia tidak cukup memperoleh bukti mengenai kewajaran laporan
keuangan auditee atau karena ia tidak independen dalam hubungannya
dengan klien.
Pada saat auditor menetapkan bahwa ada keraguan yang pasti
terhadap kemampuan klien untuk melanjutkan usahanya sebagai going
concern, auditor diijinkan untuk memilih apakah akan mengeluarkan opini
wajar tanpa pengecualian atau disclaimer, PSA 29 paragraf 11 huruf d
menyatakan bahwa keraguan yang besar tentang kemampuan suatu usaha
dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya merupakan keadaan yang
mengharuskan auditor menambah paragraf penjelasan dalam laporan audit,
meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian yang
dinyatakan auditor.
2.1.2
Laporan Keuangan
2.1.2.1 Pengertian Laporan Keuangan
Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2009), laporan keuangan
merupakan suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan
suatu entitas. Sedangkan menurut (Kieso et al, 2007) mendefinisikan laporan
keuangan sebagai berikut:
“Financial statements are principal means trough which a company
communicates it`s financial information to those outside it. Financial
statements most frequently provided are the balance sheet, the income
statement, the statement of cash flows, and the statement of owners or
stockholder’s equity. Note disclosure is an integral part of each financial
statement.”
Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan
merupakan sarana pengkomunikasian informasi keuangan utama kepada pihakpihak di luar perusahaan. Laporan keuangan yang sering disajikan adalah neraca,
laporan laba-rugi, laporan atas arus kas, dan laporan ekuitas pemilik atau
pemegang saham. Selain itu, catatan atas laporan keuangan atau pengungkapan
juga merupakan bagian integral dari setiap laporan keuangan.
2.1.2.2 Tujuan Laporan Keuangan
Berdasarkan PSAK no. 1 (2009) tentang penyajian laporan keuangan,
meyatakan tujuannya adalah sebagai berikut:
“Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi
keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi
sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan
ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukan hasil pertanggung jawaban
manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada
mereka.”
2.1.2.3 Komponen Laporan Keuangan
Menurut PSAK No. 1 (Tahun 2009:6, paragraf 8), laporan keuangan yang
lengkap terdiri dari komponen-komponen berikut ini:
a. Laporan posisi keuangan pada akhir periode;
Merupakan laporan yang meyediakan informasi mengenai nilai dan jenis
investasi perusahaan, kewajiban perusahaan kepada kreditur dan ekuitas
pemilik. Posisi keuangan perusahaan dipengaruhi oleh sumber daya yang
dikendalikan, struktur keuangan, likuiditas dan solvabilitas serta kemampuan
beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Laporan posisi keuangan
perusahaan dapat digunakan sebagai dasar untuk menghitung tingkat hasil
pengembalian,
mengevaluasi
struktur
modal
perusahaan
dan
memperhitungkan likuiditas dan fleksibilitas keuangan perusahaan.
b. Laporan laba rugi komrehensif selama periode;
Laporan laba rug berfungsi untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan
antara tanggal neraca. Laporan ini mencerminkan aktivitas operasi perusahaan
yang menyediakan rincian pendapatan, beban, untung dan rugi perusahaan
untuk suatu periode waktu. Laporan laba rugi dapat digunakan untuk
mengetahui indikasi profitabilitas perusahaan.
c. Laporan perubahan ekuitas selama periode;
Laporan ini menyajikan perubahan-perubahan pada pos ekuitas. Laporan ini
bermanfaat untuk mengidentifikasi alasan perubahan klaim pemegang ekuitas
atas aktivitas perusahaan.
d. Laporan arus kas selama periode;
Laporan ini menyajikan dan melaporkan arus kas masuk dan keluar bagi
aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan perusahaan secara terpisah selama
suatu periode tertentu.
e. Catatan atas laporan keuangan;
Dalam PSAK No. 1 (2009:13 Paragraf 69) dijelaskan bahwa:
“Catatan atas laporan keuangan harus disajikan secara sistematis. Setiap pos
dalam neraca, laporan laba rugi, dan laporan arus kas harus berkaitan dengan
informasi yang terdapat dalam catatan atas laporan keuangan.”
Catatan dalam laporan keuangan mengungkapkan:
1) Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan
akuntansi yang dipilih dan diterapkan terhadap peristiwa dan transaksi
yang penting.
2) Informasi yang diwajibkan dalam PSAK tetapi tidak disajikan di dalam
neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, dan laporan perubahan
ekuitas.
3) Informasi tambahan yang tidak disajikan dalam laporan keuangan tetapi
diperlukan dalam rangka penyajian secara wajar.
f. Laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif
Laporan posisi keuangan pada periode ini disajikan ketika entitas menerapkan
suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif atau membuat penyajian kembali
pos-pos dalam laporan keuangannya.
2.1.2.4 Proses Audit Atas Laporan Keuangan
Menurut Mulyadi (2002), tahap-tahap audit atas laporan keuangan
meliputi: (a) Penerimaan penugasan audit; (b) Perencanaan audit; (c) Pelaksanaan
pengujian audit; dan (d) Pelaporan audit.
Berikut ini merupakan penjelasan mengenai proses audit tersebut:
a. Langkah awal pekerjaan audit atas laporan keuangan berupa pengambilan
keputusan untuk menerima atau menolak penugasan audit dari klien. Enam
langkah yang perlu ditempuh oleh auditor di dalam mempertimbangkan
penerimaan penugasan audit dari calon kliennya, yaitu: (1) Mengevaluasi
integritas manajemen; (2) mengidentifikasi keadaan khusus dan risiko luar
biasa; (3) Menilai kompetensi untuk melakukan audit; (4) Mengevaluasi
independensi; (5) Menentukan kemampuan untuk menggunakan kecermatan;
dan (6) Membuat surat penugasan audit.
b. Perencanaan Audit
Setelah menerima penugasan audit dari klien, langkah berikutnya adalah
perencanaan audit. Ada delapan tahap yang harus ditempuh yaitu:
1) Memahami bisnis dan industri klien.
2) Melaksanakan prosedur analitis.
3) Mempertimbangkan tingkat materialitas awal.
4) Mempertimbangkan risiko bawaan.
5) Mempertimbangkan berbagai faktor yang berpengaruh terhadap saldo awal
dan jangka waktu penugasan klien berupa audit tahun pertama.
6) Mengembangkan strategi awal terhadap asersi signifikan.
7) Me-review informasi yang berhubungan dengan kewajiban-kewajiban
legal klien.
8) Memahami struktur pengendalian intern klien.
c. Pelaksanaan pengujian audit
Tahap ini disebut juga dengan pekerjaan lapangan yang tujuan utamanya
adalah untuk memperoleh bukti audit tentang efektivitas struktur pengendalian
klien dan kewajaran laporan keuangan klien.
Secara garis besar pengujian audit dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
1) Pengujian analitis (Analytical test)
2) Pengujian pengendalian (Test of control)
3) Pengujian subtantif (Subtantive test)
d. Pelaporan Audit
Langkah akhir dari suatu proses pemeriksaan auditor adalah penerbitan
laporan audit. Oleh karena itu, auditor harus menyusun laporan keuangan
auditee (Audited Financial Statement), penjelasan laporan keuangan (Notes to
Financial Statement) dan peryataan pendapat auditor.
2.1.3
Debt Default
Indikator going concern yang banyak digunakan auditor dalam
memberikan keputusan opini audit adalah kegagalan dalam memenuhi kewajiban
hutangnya (default) (SPAP, 2009). Debt default didefinisikan sebagai kegagalan
debitur (perusahaan) untuk membayar hutang pokok dan atau bunganya pada
waktu jatuh tempo. (Chen dan Church, 1996) dalam Mirna dan Indira (2007).
Dapat dikatakan bahwa status hutang perusahaan merupakan faktor
pertama yang akan diperiksa oleh auditor untuk mengukur kesehatan keuangan
perusahaan. Ketika jumlah hutang perusahaan sudah sangat besar, maka aliran kas
perusahaan tentunya banyak dialokasikan untuk menutupi hutangnya, sehingga
akan mengganggu kelangsungan operasi perusahaan. Apabila hutang ini tidak
mampu dilunasi, maka kreditor akan memberikan status default.
Status default dapat meningkatkan kemungkinan auditor mengeluarkan
opini audit going concern. Dalam penelitiannya, Chen dan Church (1996) dalam
Mirna dan Indira (2007) menemukan pengaruh yang kuat antara status default
terhadap opini going concern. Chen dan Church juga menyatakan bahwa
perusahaan yang bermasalah setidaknya memenuhi salah satu dari kriteria berikut:
(1) Laba bersih yang negatif, (2) Ekuitas yang negatif, (3) Arus kas yang negatif,
(4) Modal kerja yang negatif, (5) Laba operasi yang negatif, (6) Laba ditahan yang
negatif. Hasil temuannya juga menyatakan bahwa kesulitan dalam menaati
persetujuan hutang, fakta-fakta pembayaran yang lalai atau pelanggaran
perjanjian, memperjelas masalah going concern suatu perusahaan (Chen dan
Church, 1996) dalam Eko, Indira, dan Faisal (2006).
2.1.4
Kualitas Audit
Investor akan lebih cenderung yakin pada data akuntansi yang dihasilkan
dari kualitas audit yang tinggi. Penelitian (Santosa dan wedari, 2007) menyatakan
bahwa auditor yang mempunyai kualitas audit yang lebih baik cenderung akan
mengeluarkan opini audit going concern apabila klien terdapat masalah mengenai
going concern.
Penelitian De Angelo, dalam Eko, Indira, dan Faisal (2006) menyatakan
bahwa auditor skala besar memiliki insentif yang lebih untuk menghindari
kritikan kerusakan reputasi dibandingkan pada auditor skala kecil. Auditor skala
besar juga lebih cenderung untuk mengungkapkan masalah-masalah yang ada
karena mereka lebih kuat menghadapi risiko proses pengadilan. Argumen tersebut
bahwa auditor skala besar memiliki kemungkinan atau dorongan yang lebih untuk
melaporkan masalah going concern apabila kliennya terbukti terdapat masalah
untuk melangsungkan usahanya dibandingkan auditor skala kecil.
Pengukuran kualitas audit tetap masih merupakan sesuatu yang tidak jelas,
tetapi pemakai laporan keuangan bisa mengkaitkannya dengan reputasi auditor
(Teoh dan Wong) dalam Pradiptorini dan Januarti (2007) Auditor yang memiliki
reputasi baik akan cenderung untuk mempertahankan kualitas auditnya agar
reputasinya terjaga dan tidak kehilangan klien. Pengalaman, pengetahuan, dan
akademik yang dimiliki auditor sangat berpengaruh terhadap besarnya Kantor
Akuntan Publik. Dimana peningkatan kualitas auditan akan berpengaruh dari para
klien untuk memilih Kantor Akuntan Publik yang bisa dipercaya kemampuan
dalam kinerjanya. Audit adalah suatu pekerjaan yang harus dilakukan extra hatihati, sedikit saja kesalahan yang dilakukan maka bisa jadi berpengaruh dari
kelangsungan hidup (going concern) Perusahaan yang dapat mengarah pada
kebangkrutan, maka reputasi dari akuntan publik bisa mengganggu nama
besarnya.
2.1.5
Pertumbuhan Perusahaan
Perusahaan yang mempunyai pertumbuhan laba yang cenderung memiliki
laporan sewajarnya, sehingga potensi untuk mendapatkan opini yang baik (opini
non going concern) akan lebih besar (Santosa dan Wedari, 2007). Sebaliknya jika
perusahaan
mengalami
tanda-tanda
kebangkrutan
maka
potensi
untuk
mendapatkan opini audit going concern lebih besar
Menurut
(Altman,
1968)
dalam
Santosa
dan
Wedari
(2007),
mengemukakan bahwa perusahaan dengan negative growth mengindikasikan
kecenderungan yang lebih besar ke arah kebangkrutan sehingga perusahaan yang
laba tidak akan mengalami kebangkrutan. Karena kebangkrutan merupakan salah
satu dasar bagi auditor untuk memberikan opini audit going concern. Maka
perusahaan yang mengalami pertumbuhan perusahaan yang negatif akan makin
tinggi kecenderungan untuk menerima opini audit going concern.
Menurut (Weston dan Copeland) dalam Setyarno dkk (2006), rasio
pertumbuhan penjualan mengukur seberapa baik perusahaan mempertahankan
posisi ekonominya, baik dalam industrinya maupun dalam kegiatan ekonomi
secara keseluruhan. Penjualan merupakan kegiatan operasi utama auditee. Auditee
yang mempunyai rasio pertumbuhan penjualan yang positif mengindikasikan
bahwa auditee
dapat mempertahankan posisi ekonominya dan lebih dapat
mempertahankan kelangsungan hidupnya (going concern). Penjualan yang terus
meningkat dari tahun ke tahun akan memberi peluang auditee untuk memperoleh
peningkatan laba. Semakin tinggi rasio pertumbuhan penjualan auditee, akan
semakin kecil kemungkinan auditor untuk menerbitkan opini audit going concern
(Setyarno dkk, 2006).
Rasio pertumbuhan penjualan untuk mengukur kemampuan auditee dalam
pertumbuhan tingkat penjualan. Rumus rasio pertumbuhan penjualan menurut
(Setyarno et al, 2006) adalah sebagai berikut:
Dimana:
Penjualan Bersiht
Penjualan Bersiht-1
2.1.6
= Penjualan
bersih sekarang
Penjualan
bersih tahun lalu
=
Going Concern
2.1.6.1 Pengertian Going Concern
Going concern adalah kelangsungan hidup suatu entitas. Dengan adanya
going concern maka suatu entitas dianggap mampu mempertahankan kegiatan
usahanya dalam jangka panjang, tidak akan dilikuidasi dalam jangka waktu
pendek. Laporan audit dengan modifikasi mengenai going concern merupakan
suatu indikasi bahwa dalam penilaian auditor terdapat risiko auditee tidak dapat
bertahan dalam bisnis. Dari sudut pandang auditor, keputusan tersebut melibatkan
beberapa tahap analisis. Auditor harus mempertimbangkan hasil dari operasi,
kondisi ekonomi yang mempengaruhi perusahaan, kemampuan membayar hutang,
dan kemampuan likuiditas di masa mendatang (Setyarno et al, 2006).
Menurut Altman dan McGough dalam Pradiptorini dan Januarti (2007)
masalah going concern terbagi dua, yaitu masalah keuangan yang meliputi
kekurangan (defisiensi) likuiditas, defisiensi ekuitas, penunggakan utang,
kesulitan memperoleh dana, serta masalah operasi yang meliputi kerugian operasi
yang terus-menerus, prospek pendapatan yang meragukan, kemampuan operasi
terancam, dan pengendalian yang lemah atas operasi. Dalam pelaksanaan prosedur
audit, auditor dapat mengidentifikasi informasi mengenai kondisi atau peristiwa
tertentu
yang dipertimbangkan secara keseluruhan, menunjukan adanya
kesangsian besar tentang kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas. Signifikan atau tidaknya
kondisi atau peristiwa tersebut tergantung atas keadaan, dan beberapa diantaranya
kemungkinan akan terjadi signifikan jika ditinjau bersama-sama dengan kondisi
atau peristiwa yang lain (SPAP, 2001).
2.1.6.2 Opini Audit going Concern
SPAP (PSA 30 SA seksi 341, 2001) meyatakan bahwa opini audit going
concern merupakan opini yang dikeluarkan oleh auditor untuk mengevaluasi
apakah ada kesangsian tentang kemampuan entitas untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya. Pengeluaran opini audit going concern berguna bagi
pengguna laporan keuangan dalam membuat keputusan yang tepat dalam
berinvestasi. Arens et al (2008) meyatakan sekalipun tujuan audit bukan untuk
mengevaluasi kesehatan keuangan perusahaan, namun auditor memiliki tanggung
jawab untuk mengevaluasi apakah perusahaan mempunyai kemungkinan untuk
tetap bertahan. Menurut (Arens et al, 2008), faktor-faktor yang dapat
menimbulkan ketidakpastian mengenai kemampuan perusahaan untuk terus
bertahan meliputi hal-hal sebagai berikut ini:
a. Kerugian operasi atau modal kerja yang berulang dan signifikan.
b. Ketidakmampuan perusahaan membayar kewajibannya ketika jatuh tempo.
c. Kehilangan pelanggan utama, terjadi bencana yang tidak dijamin oleh asuransi
seperti gempa bumi, banjir, atau masalah ketenagakerjaan yang tidak biasa.
d. Pengadilan, perundang-undangan, atau hal-hal yang serupa lainnya yang sudah
terjadi dan dapat membahayakan kemampuan entitas untuk beroperasi.
Biasanya auditor tidak menemui masalah mengenai opini audit sehubungan
dengan adanya asumsi kelangsungan usaha (going concern) ini. Namun, ketika
kelangsungan usaha perusahaan dipertanyakan, auditor akan menghadapi
kesulitan dalam dalam mengambil keputusan opini audit yang akan diterbitkan.
Apabila auditor menyimpulkan bahwa terdapat keraguan yang besar mengenai
kemampuan perusahaan untuk terus going concern, maka pendapat wajar tanpa
pengecualian dengan paragraf penjelas harus diterbitkan tanpa memperhatikan
pengungkapan dalam laporan keuangan (Arens et al, 2008).
Standar Professional Akuntan Publik (SPAP, 2001) memberikan pedoman
kepada auditor tentang dampak kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya terhadap opini auditor sebagai berikut:
a. Jika auditor yakin terdapat keraguan mengenai kemampuan satuan usaha dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang pantas,
maka auditor harus:
1) Memperoleh informasi mengenai rencana manajemen yang ditujukan untuk
mengurangi dampak kondisi dan peristiwa tersebut.
2) Menetapkan
kemungkinan
bahwa
rencana
tersebut
secara
efektif
dilaksanakan.
b. Jika manajemen tidak memiliki rencana untuk mengurangi dampak kondisi dan
peristiwa terhadap kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya, maka auditor mempertimbangkan untuk memberikan
pernyatataan tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion).
c. Jika manajemen memiliki rencana untuk mengurangi dampak kondisi dari
peristiwa diatas, maka auditor menyimpulkan (berdasarkan pertimbangannya)
atas efektivitas dari rencana tersebut:
1) Jika auditor berkesimpulan bahwa rencana tersebut tidak efektif, maka
auditor menyatakan tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion).
2) Jika auditor berkesimpulan bahwa rencana tersebut efektif dan klien
mengungkapkan keadaan tersebut dalam catatan atas laporan keuangan,
maka auditor menyatakan wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion).
3) Jika auditor berkesimpulan bahwa rencana tersebut efektif, tetapi klien
tidak mengungkapkannya dalam catatan atas laporan keuangan, maka
auditor menyatakan pendapat tidak wajar (adverse opinion).
2.1.6.3 Prosedur Audit dalam Menilai Going Concern
Auditor tidak perlu merancang prosedur audit dengan tujuan tunggal untuk
mengidentifikasi kondisi going concern. Hasil prosedur audit yang dirancang dan
dilaksanakan untuk mencapai tujuan audit yang lain harus cukup untuk tujuan
tersebut. Berikut adalah contoh prosedur yang dapat mengidentifikasi kondisi
going concern:
a. Prosedur analitis.
b. Penelaahan peristiwa kemudian.
c. Penelaahan kepatuhan terhadap syarat-syarat utang dan perjanjian penarika
utang.
d. Pembacaan notulen rapat pemegang saham, dewan komisaris, dan komite atau
panitia yang dibentuk
e. Pengajuan pertanyaan kepada penasehat hukum auditee tentang perkara
pengadilan, tuntutan, dan pendapatnya mengenai hasil suatu perkara pengadilan
yang melibatkan auditee.
f. Konfirmasi dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan
pihak ketiga mengenai rincian perjanjian penyediaan atau pemberian bantuan
keuangan.
2.1.6.4 Pertimbangan Going Concern atas Kondisi dan Peristiwa
Dalam pelaksanaan prosedur audit, auditor dapat mengidentifikasi
informasi mengenai kondisi atau peristiwa tertentu yang jika dipertimbangkan
secara keseluruhan menunjukan adanya kesangsian besar tentang kemampuan
satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu
pantas. Signifikan atau tidaknya kondisi atau peristiwa tersebut akan tergantung
atas keadaan, dan beberapa diantaranya kemungkinan hanya menjadi signifikan
jika ditinjau bersama-sama dengan kondisi atau peristiwa yang lain.
Berikut ini beberapa contoh, namun tidak terbatas pada kondisi dan
peristiwa berikut:
a. Trend negatif, misalnya kerugian operasi yang berulang kali, kekurangan
modal kerja, arus kas negatif.
b. Petunjuk lain tentang kemungkinan kesulitan keuangan, misalnya kegagalan
dalam memenuhi kewajiban utangnya atau perjanjian serupa, penunggakan
pembayaran dividen.
c. Masalah intern, misalnya pemogokan kerja, ketergantungan besar atas
kesuksesan suatu proyek.
d. Masalah extern, misalnya pengaduan gugatan pengadilan, keluarnya undangundang yang mengancam keberadaaan perusahaan, kehilangan franchise,
lisensi atau paten yang penting, bencana yang tidak diasuransikan, kehilangan
pelanggan atau pemasok utama.
2.1.6.5 Pertimbangan Going Concern atas Rencana Manajemen
Jika setelah mempertimbangkan kondisi atau peristiwa yang telah
diidentifikasi secara keseluruhan, auditor yakin bahwa terdapat kesangsian besar
mengenai kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan
hidupnya dalam jangka waktu yang pantas, ia harus mempertimbangkan rencana
manajemen dalam menghadapi dampak merugikan atau peristiwa keuangan dan
cukup atau tidaknya pengungkapannya. Beberapa informasi yang dapat
diungkapkan meliputi:
a. Kondisi atau peristiwa yang menimbulkan kesangsian besar mengenai
kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya
dalam jangka waktu yang pantas.
b. Dampak yang mungkin ditimbulkan oleh kondisi atau peristiwa tersebut.
c. Evaluasi manajemen terhadap signifikanatau tidaknya kondisi atau peristiwa
dan faktor-faktor yang melemahkan dampak negatifnya.
d. Kemungkinan dihentikannya operasi satuan usaha.
e. Rencana manajemen (termasuk informasi keuangan prospektif yang relevan).
f. Informasi mengenai kemungkinan pulihnya kembali keadaan satuan usaha,
atau klasifikasi aktiva yang dicatat atau klasifikasi utang.
2.1.6.6 Tanggung Jawab Auditor Terhadap Going Concern
Dalam penugasan umum, auditor ditugasi untuk memberi opini atas
laporan keuangan suatu satuan usaha. Opini yang diberikan merupakan peryataan
kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus
kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Berdasarkan pernyataan
ini auditor memiliki tanggung jawab atas opini yang diberikannya terhadap
laporan keuangan baik yang tampak maupun yang tidak. Auditor harus menilai
hal-hal dibalik yang tampak tersebut seperti masalah eksistensi kontinuitas entitas.
Sebab seluruh aktivitas/transaksi yang telah dan akan terjadi secara implisit
terkandung di dalam laporan keuangan.
Oleh karenanya, juga ikut untuk diaudit. Hal ini berarti, menuntut auditor
untuk lebih mewaspadai hal-hal potensial yang dapat mengganggu kelangsungan
hidup entitas. Inilah alasan auditor turut bertanggung jawab atas kelangsungan
hidup entitas meskipun dalam batas waktu pantas, yaitu tidak lebih dari satu tahun
sejak tanggal penerbitan laporan auditor. Seorang auditor harus memiliki
tanggung jawab terhadap kelangsungan usaha (going concern) perusahaan, yaitu
dengan membuat keputusan yang baik secara legal moral dapat diterima oleh
masyarakat luas tentang laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen
perusahaan. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan
seorang akuntan ketika menghadapi dilema etika adalah:
a) Pengalaman kerja auditor.
b) Komitmen Professional
c) Orientasi etika.
d) Nilai etika organisasi.
2.2
Kerangka Pemikiran
Kelangsungan
hidup
sebuah
perusahaan
(going
concern)
selalu
dihubungkan oleh kemampuan manajerial dalam mengelola perusahaan agar dapat
terus menjalankan aktivitas bisnisnya untuk waktu yang terus-menerus. Kondisi
ekonomi yang selalu dapat berubah membuat para investor membutuhkan
peringatan dini (early warning) yang diperoleh dari auditor melalui opini audit
going concern dalam laporan audit. Sedangkan opini audit going concern
merupakan opini yang dikeluarkan auditor untuk memastikan bahwa perusahaan
mampu mempertahankan hidupnya (SPAP, 2011). Dengan adanya going concern
maka suatu entitas dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya
dalam jangka panjang, tidak akan dilikuidasi dalam jangka waktu pendek
(Setyarno dkk, 2006).
Walaupun kemampuan going concern perusahaan selalu dihubungkan oleh
kemampuan manajerial dalam mengelola perusahaan, auditor mempunyai peranan
penting dalam menjembatani antara kepentingan investor dan kepentingan
perusahaan sebagai pemakai dan penyedia laporan keuangan. Laporan keuanga,
data-data penting perusahaan, dan kinerja perusahaan yang telah di audit oleh
auditor independen dan mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian akan lebih
dipercaya oleh para investor daripada laporan keuangan ataupun data-data
perusahaan yang belum di audit oleh auditor walaupun sebenarnya laporan
tersebut tidak menyimpang dari aturan-aturan yang telah di tetapkan. Pernyataan
auditor tersebut diungkapkan melaui opini audit. Dengan adanya opini audit wajar
tanpa pengecualian yang telah diberikan oleh auditor, berarti auditor tersebut
bertanggung jawab atau menjamin bahwa laporan keuangan yang telah diterbitkan
oleh perusahaan telah bebas salah saji yang material.
Dengan adanya laporan keuangan yang telah diaudit, laporan keuangan
tersebut dapat digunakan oleh para pemakai laporan keuangan dalam menentukan
keputusan yang paling tepat sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya. Kajian
atas opini audit going concern beberapa cara diantaranya dapat dilihat dengan
melihat kondisi internal perusahaan tersebut seperti debt default, kualitas audit,
dan pertumbuhan perusahaan.
a. Pengaruh Debt Default Terhadap Pemberian Opini Audit Going Concern
Indikator yang digunakan dalam mengukur kelangsungan hidup suatu
perusahaan atau going concern adalah kegagalan suatu perusahaan dalam
memenuhi kewajiban hutangnya (debt default). Debt default didefinisikan sebagai
kegagalan debitor (perusahaan) untuk membayar hutang pokok dan atau bunganya
pada waktu jatuh tempo. Hal pertama yang dilakukan oleh auditor untuk
mengetahui kondisi kesehatan perusahaan adalah dengan memeriksa hutang
perusahaan. Ketika suatu perusahaan memiliki hutang yang sangat tinggi, maka
perusahaaan akan mengarahkan kas yang dimiliki untuk membayar hutang
tersebut dan hal tersebut dapat mengganggu kegiatan operasional perusahaan. Dan
ketika perusahaan mengalami kesulitan dalam membayar hutang-hutang yang
dimilikinya maka auditor akan memberikan status default terhadap perusahaan
tersebut.
Pradipto dan Januarti (2007) menemukan hubungan kuat antara status
default terhadap opini going concern. Hasil temuannya menyatakan bahwa
kesulitan dalam menaati persetujuan hutang, fakta-fakta pembayaran yang lalai,
atau pelanggaran perjanjian, memperjelas masalah going concern suatu
perusahaan. (Chen dan Curch) dalam Mirna dan Indira (2007) menemukan
pengaruh yang kuat antara status default terhadap opini audit going concern. Chen
dan Church juga menyatakan bahwa perusahaan bermasalah setidaknya
memenuhi salah satu kriteria berikut: (1) Laba bersih yang negatif, (2) Ekuitas
yang negatif, (3) Arus kas yang negatif, (4) modal kerja yang negatif, (5) Laba
operasi yang negatif, (6) Laba ditahan yang negatif. Hasil temuannya juga
menyatakan bahwa kesulitan dalam menaati persetujuan utang, fakta-fakta
pembayaran yang lalai, atau pelanggaran perjanjian, memperjelas masalah going
concern suatu perusahaan
b.
Pengaruh Kualitas Audit Terhadap Penerimaan Opini Audit Going
Concern
Craswell et al (1995) dalam (Fanny dan Saputra, 2005) menyatakan bahwa
biasanya klien mempersepsikan bahwa auditor yang berasal dari kantor akuntan
publik besar dan memiliki afilliasi dengan kantor akuntan publik internasional lah
yang memiliki kualitas lebih tinggi karena auditor tersebut memiliki karakteristik
yang dapat dikaitan dengan kualitas, seperti pelatihan, pengakuan internasional,
serta adanya peer review.
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, proksi yang sering digunakan
untuk menilai kualitas audit adalah dengan menggunakan skala Kantor Akuntan
Publik. Mc Kinley et al (1985) dalam (Fanny dan Saputra, 2005) meyatakan,
ketika sebuah Kantor Akuntan Publik mengklaim dirinya sebagai KAP besar
seperti yang dilakukan oleh the big four firms, maka mereka akan berusaha keras
menjaga nama besar tersebut, mereka menghindari tindakan-tindakan yang akan
mengganggu nama besar mereka.
Namun dalam penelitian Setyarno dkk (2006), menyatakan bahwa besaran
kantor akuntan publik menunjukan koefisien positif dengan signifikansi lebih
besar dari 5%, hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas audit tidak
berpengaruh terhadap opini audit going concern perusahaan.
Dan penelitian yang dilakukan oleh (Sentosa dan Weduri, 2007)
melakukan penelitian berkaitan dengan opini audit going concern. Dalam
penelitiannya menyatakan bahwa kualitas audit tidak berpengaruh terhadap
pemberian opini audit going concern perusahaan. Namun peneliti mencoba untuk
menilai melalui jumlah data dan periode yang berbeda dengan penelitian yang
sebelumnya agar dapat memperoleh hasil yang berbeda. Karena tidak menutup
kemungkinan penelitian ini dapat memperbaharui hasil penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya
c. Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Penerimaan Opini Audit
Going Concern
Pertumbuhan perusahaan mengindikasikan kemampuan perusahaan dalam
mempertahankan kelangsungan usahanya. Dalam penelitian ini, pertumbuhan
perusahaan diproksikan dengan rasio penjualan. Perusahaan dengan pertumbuhan
yang baik akan mampu meningkatkan volume penjualannya dibandingkan dengan
tahun-tahun sebelumnya. Rasio penjualan yang positif menunjukan kemampuan
perusahaan dalam mempertahankan posisi ekonominya sehingga kecenderungan
perusahaan untuk dapat meningkatkan laba dan meningkatkan kemampuan
perusahaan untuk mempertahankan hidupnya lebih lama.
Dalam penelitian ini pertumbuhan perusahaan diukur dengan rasio
pertumbuhan penjualan perusahaan. Rasio ini mengukur seberapa baik perusahaan
mempertahankan posisi ekonominya, baik dalam segi industrinya maupun dalam
kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Semakin tinggi rasio pertumbuhan
penjualan perusahaan maka semakin kecil pula kemungkinan auditor menerbitkan
opini audit going concern.
Pada kenyataannya, masalah going concern merupakan hal yang kompleks
dan terus ada, sehingga diperlukan tolak ukur yang pasti untuk menentukan status
going concern pada perusahaan. Dan kekonsistenan faktor-faktor tersebut harus
dapat duji ditengah-tengah kondisi ekonomi yang sering berfluktuatif seperti pada
saat ini. Sehingga status going concern dapat tetap diprediksi.
Berdasarkan latar belakang dan kerangka pemikiran yang telah diuraikan
diatas maka hubungan antara debt default, kualitas audit, dan pertumbuhan
perusahaan terhadap penerimaan opini audit going concern dapat digambarkan
Dalam kerangka pemikiran sebagai berikut:
Gambar 2.1
Diagram Kerangka Pemikiran
Debt Default
Kualitas Audit
Pertumbuhan Perusahaan
Opini Audit Going Concern
Tabel 2.2
Daftar hasil beberapa penelitian Going Concern
No
.
1
2
3
4
5
Peneliti
Agrianti Komalasari
(2004)
Variabel
Dependen
Independen
Penerimaan
Kualitas auditor,
opini Going
Rasio likuiditas,
Cocern
Rasio
Profabilitas,
Margaretta Fanny dan Penerimaan
Sylvia Saputra (2005)
opini audit
Going
Concern
Kondisi
keuangan
perusahaan,
pertumbuhan
perusahaan,
reputasi auditor
Eko Budi Setyarno Penerimaan
Kondisi
(2006)
opini audit keuangan
going
perusahaan,
concern
pertumbuhan
penjualan,
kualitas audit,
opini
audit
tahun
sebelumnya
Puji Rahayu (2007)
Penerimaan
Rasio
opini audit Likuiditas,
going
profabilitas,
concern
solvabilitas,
opini
audit
tahun
sebelumnya,
reputasi auditor,
dan afiliasi
Arga Fajar Santosa dan Penerimaan
Kualitas audit,
Linda
Kusumaning opini Going kondisi
Wedari (2007)
Cocern
keuangan, opini
audit
tahun
sebelumnya,
pertumbuhan
perusahaan dan
ukuran
Hasil Penelitian
Kualitas auditor dan rasio
likuiditas tidak berpoengaruh
signifikan terhadap penerimaan
opini audit going concern.
Sedangkan rasio profabilitas
berpengaruh signifikan terhadap
penerimaan opini audit going
concern.
Kondisi
keuangan
dengan
menggunaan metode revised
Altman berpengaruh signifikan
terhadap penerimaan opini audit
going concern
Kondisi keuangan perusahaan
dan
opini
audit
tahun
sebelumnya
berpengaruh
signifikan terhadap penerimaan
opini audit going concern
sedangkan
pertumbuhan
penjualan dan kualitas audit tidak
berpengaruh signifikan terhadap
penerimaan opini going concern
Rasio likuiditas, profabilitas,
solvabilitas dan afiliasi tidak
berpengaruh
terhadap
penerimaan opini audit going
concern. Sedangkan opini audit
tahun sebelumnya dan reputasi
auditor berpengaruh signifikan
terhadap penerimaan opini audit
going concern
Kondisi keuangan, opini audit
tahun sebelumnya dan ukuran
perusahaan
berpengaruh
signifikan terhadap penerimaan
opini audit going concern.
Sedangkan
kualitas
audit,
pertumbuhan
perusahaan
tidakberpengaruh
signifikan
perusahaan
6
7
Indira Januarti dan Ella Penerimaan
Rasio likuiditas,
Fitrianasari (2008)
opini Going rasio
Cocern
profabilitas,
rasio aktivitas,
rasio leverage,
rasio
pertumbuhan
penjualan, rasio
nilai
pasar,
ukuran
perusahaan,
reputasi auditor,
dan opini audit
tahun
sebelumnya,
auditor client
Junaidi dan Jogyanto Penerimaan
Tenure, reputasi
Hartono (2010)
opini Going auditor,
Cocern
disclosure, dan
size
(ukuran
perusahaan)
Sumber: Penelitian Sebelumnya
2.3
Hipotesis Penelitian
terhadap penerimaan opini audit
going concern
Rasio likuiditas, opini audit
tahun sebelumnya, dan audit lag
berpengaruh pada penerimaan
opini audit going concern.
Sedangkan rasio profabilitas,
rasio aktivitas, rasio leverage,
rasio pertumbuhan penjualan,
rasio
nilai
pasar,
ukuran
perusahaan, reputasi auditor
tidak berpengaruh signifikan
terhadap penerimaan opini audit
going concern
Tenure,
reputasi
auditor,
disclosure
berpengaruh
signifikan terhadap penerimaan
opini audit going concern.
Sedangkan
size
(ukuran
perusahaan) tidak berpengaruh
signifikan terhadap penerimaan
opini audit going concern
Berdasarkan Kerangka pemikiran diatas, maka peneliti mengajukan
hipotesis sebagai berikut:
H1:
debt default berpengaruh positif terhadap penerimaan audit opini going
concern
H2:
Kualitas Audit berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going
concern
H3:
Pertumbuhan perusahaan berpengaruh positif terhadap penerimaan opini
audit going concern
Download