faktor-faktor yang memengaruhi impor di asean+6 dan uni eropa

advertisement
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI IMPOR DI
ASEAN+6 DAN UNI EROPA-AMERIKA UTARA:
PENDEKATAN PANEL DINAMIS
OLEH
RETNO WULANDARI
H14080050
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
RINGKASAN
RETNO WULANDARI. Faktor-faktor yang Memengaruhi Impor di ASEAN+6
dan Uni Eropa-Amerika Utara: Pendekatan Panel Dinamis. Di bawah bimbingan
NOER AZAM ACHSANI.
Perdagangan internasional dianggap semakin penting karena dapat
menciptakan hubungan antar negara menjadi semakin erat. Impor merupakan
salah satu kegiatan dalam perdagangan internasional. Impor memiliki banyak
peranan penting dalam perekonomian. Sejak terjadinya Krisis Finansial Asia
(Asian Financial Crisis) yang menyebabkan beberapa negara di kawasan
ASEAN+6 menganut sistem nilai tukar mengambang (floating exchange rate)
maka nilai tukar mereka menjadi berfluktuasi dan memiliki volatilitas (resiko).
Sehingga volatilitas nilai tukar diperkirakan berpengaruh terhadap impor.
Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model panel
dinamis. Variabel yang digunakan yaitu volume impor, GDP riil, nilai tukar riil,
dan volatilitas nilai tukar riil dari tahun 2002 sampai tahun 2010. Hasil estimasi
dengan menggunakan model panel dinamis menunjukan bahwa nilai tukar riil
tidak berpengaruh signifikan terhadap volume impor untuk kasus seluruh kawasan
(ASEAN+6 dan non ASEAN+6), sedangkan volume impor periode sebelumnya,
GDP riil, dan volatilitas nilai tukar riil berpengaruh signifikan terhadap volume
impor. Untuk kawasan ASEAN+6, semua variabel yaitu volume impor periode
sebelumnya, GDP riil, nilai tukar riil, dan volatilitas nilai tukar riil berpengaruh
signifikan terhadap volume impor, dimana volatilitas nilai tukar riil memiliki
pengaruh positif dan merupakan variabel yang memiliki pengaruh paling besar
terhadap volume impor. Sedangkan untuk kawasan non ASEAN+6, hanya GDP
riil saja yang berpengaruh signifikan terhadap volume impor.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI IMPOR DI
ASEAN+6 DAN UNI EROPA-AMERIKA UTARA:
PENDEKATAN PANEL DINAMIS
OLEH
RETNO WULANDARI
H14080050
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
Judul Sripsi
Nama
NIM
: Faktor-faktor yang Memengaruhi Impor di ASEAN+6 dan Uni
Eropa-Amerika Utara: Pendekatan Panel Dinamis.
: Retno Wulandari
: H14080050
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Noer Azam Achsani
NIP. 19681229 199203 1 016
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec.
NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juni 2012
Retno Wulandari
H14080050
RIWAYAT HIDUP
Retno Wulandari. Dilahirkan di Pekalongan pada tanggal 29 September
1990 dari pasangan Rusnoto dan Kunisah. Penulis adalah anak kedua dari tiga
bersaudara, adik dari Nur Widiyati dan kakak dari Indra Hardiyanto.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Muhammadiyah 1
Pekajangan pada tahun 2002. Kemudian melanjutkan ke SLTP Muhammadiyah
Pekajangan dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima di
SMA Negeri 2 Pekalongan dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis
melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi di Institut Pertanian Bogor
melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2008. Penulis diterima
sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen sebagai departemen mayor dengan departemen minor Statistika
Terapan.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi Ikatan Mahasiswa
Pekalongan. Penulis juga pernah menjadi asisten untuk mata kuliah Ekonomi
Umum dari tahun 2010 sampai 2011. Penulis juga merupakan peraih beasiswa
Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) tahun 2010, 2011, dan 2012.
KATA PENGANTAR
Assalammu ‘alaikum Wr.Wb.
ALHAMDULILLAHI ROBBIL ‘ALAMIN. Segala puji bagi Allah SWT
atas segala rahmat dan hidayah yang diberikan kepada hamba-Nya. Shalawat serta
salam semoga tetap tercurah kepada Rosulullah SAW, keluarga dan sahabatnya.
Suksesnya karya ilmiah ini merupakan cita-cita yang penulis berkeinginan
untuk mewujudkannya. Rasa syukur kepada Allah SWT tidak lupa penulis
panjatkan atas selesainya karya ilmiah ini.
Ungkapan terimakasih penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Beberapa pihak tersebut
antara lain:
1. Prof. Dr. Noer Azam Achsani selaku pembimbing skripsi yang telah
membimbing penulis dengan sabar serta memberikan ilmu, arahan dan
motivasi dalam menyukseskan penulisan karya ilmiah ini dengan baik.
2. Dr. Sri Hartoyo sebagai dosen penguji utama dalam sidang skripsi yang
telah memberikan kritik dan saran yang sangat berharga dalam
penyempurnaan skripsi ini.
3. Dewi Ulfah Wardani, M.Si selaku komisi pendidikan yang memberikan
banyak informasi mengenai tata cara penulisan skripsi yang baik.
4. Kak Indra, M.Si yang telah dengan ikhlas memberikan banyak bantuan
kepada penulis mengenai sumber data serta pengolahannya.
5. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang senantiasa memberikan kasih sayang
dan berdoa untuk keberhasilan penulis, kakek(alm), nenek, lek din, mbak
wiwit, indra, mas adi dan seluruh keluarga yang telah mendukung penulis.
6. Mbak Dian, Mbak Heni, dan Kak Ade yang telah memberikan informasi
mengenai data-data yang dibutuhkan dan pengolahannya.
7. Seluruh jajaran staff Departemen Ilmu Ekonomi atas segala bantuan dan
kerjasamanya.
8. Ari Agustiansa, yang senantiasa menemani, mendukung, membantu, dan
memberikan semangat kepada penulis.
9. Teman-teman satu bimbingan, Vevi Retno Maretha, Dewa Putu
Adityadharma, dan Deviyantini yang senantiasa bersama-sama dalam
menyelesaikan karya ilmiah. Terimakasih atas dukungan, semangat, dan
diskusinya.
10. Sahabat penulis Etika Layung, Theresia S., Aprilina, Nisa Karami, dan
Laelati terimakasih selalu menemani penulis selama menjalani perkuliahan
di Departemen Ilmu Ekonomi.
11. Teman-teman Ilmu Ekonomi ’45, terimakasih atas kebersamaannya
12. Semua pihak yang tidak dapat dituliskan satu per satu, penulis ucapkan
terimakasih atas dukungannya.
Penulis menyadari karya ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna, tetapi
ini adalah yang terbaik yang dapat penulis lakukan. Penulis berharap kekurangan
ini dapat disempurnakan oleh generasi selanjutnya. Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, Juni 2012
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................... i
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. v
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 5
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................. 6
1.5 Ruang Lingkup Penelitian .................................................................. 6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka ................................................................................ 7
2.1.1 Nilai Tukar ................................................................................ 7
2.1.2 Sistem Nilai Tukar .................................................................... 8
2.1.3 Teori Permintaan ....................................................................... 9
2.1.3.1 Kaitan Impor dengan Pendapatan Riil .......................... 9
2.1.3.2 Kaitan Impor dengan Harga Relatif .............................. 11
2.1.3.3 Kaitan Impor dengan Volailitas Nilai Tukar ............... 11
2.2 Penelitian Terdahulu ......................................................................... 12
2.3 Kerangka Pemikiran .......................................................................... 15
III. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data ...................................................................... 17
3.2 Metode Analisis ................................................................................. 17
3.2.1 Granger Causality Test pada Data Panel ................................. 17
3.2.2 Data Panel Dinamis ................................................................. 18
3.3 Model Penelitian ............................................................................... 28
3.4 Batasan Penelitian ............................................................................. 29
ii
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Eksploratif ........................................................................... 30
4.1.1 Hubungan Volume Impor dengan GDP Riil ............................ 30
4.1.2 Hubungan Volume Impor dengan Nilai Tukar Riil ................. 32
4.1.3 Hubungan Volume Impor dengan Volatilitas Nilai Tukar Riil 33
4.2 Granger Causality Test pada Data Panel .......................................... 35
4.3 Hasil Esimasi Penelitian: Model Seluruh Kawasan .......................... 37
4.3.1 Variabel Lag Impor .................................................................. 39
4.3.2 Variabel GDP Riil .................................................................... 39
4.3.3 Variabel Volatilitas Nilai Tukar Riil ....................................... 40
4.4 Hasil Esimasi Penelitian: Model Kawasan ASEAN+6 ..................... 40
4.4.1 Variabel Lag Impor .................................................................. 42
4.4.2 Variabel GDP Riil .................................................................... 42
4.4.3 Variabel Nilai Tukar Riil ......................................................... 43
4.4.4 Variabel Volatilitas Nilai Tukar Riil ....................................... 43
4.5 Hasil Esimasi Penelitian: Model Kawasan Non ASEAN+6 ............. 44
4.6 Ringkasan Hasil Estimasi Penelitian ................................................. 46
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 50
5.2 Saran ................................................................................................ 51
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 52
LAMPIRAN ................................................................................................ 54
iii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
4.1
Granger Causality Test ....................................................................... 37
4.2
Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Impor Seluruh
Kawasan (ASEAN+6 dan Non ASEAN+6) ........................................ 39
4.3
Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Impor Kawasan
ASEAN+6 ............................................................................................ 42
4.4
Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Impor Kawasan
Uni Eropa dan Amerika Utara (Non ASEAN+6) ................................ 47
4.5
Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Impor .................... 49
iv
DAFTAR GAMBAR
Nomor
1.1
Halaman
Pergerakan Indeks Volume Impor (2000=100) Negara ASEAN
Tahun 2002-2010 .................................................................................. 4
2.1
Kerangka Pemikiran ............................................................................ 16
4.1
Hubungan Indeks Volume Impor dan GDP Riil Kawasan
ASEAN+6 dan Non ASEAN+6 Periode 2002-2010 ........................... 32
4.2
Hubungan Indeks Volume Impor dan Nilai Tukar Riil Kawasan
ASEAN+6 dan Non ASEAN+6 Periode 2002-2010 ............................ 33
4.3
Hubungan Indeks Volume Impor dan VolatilitasNilai Tukar Riil
Kawasan ASEAN+6 dan Non ASEAN+6 Periode 2002-2010 ........... 35
4.4
Hubungan Indeks Volume Impor dan VolatilitasNilai Tukar Riil
Kawasan ASEAN+6 dan Non ASEAN+6 (Tanpa Kanada)
Periode 2002-2010 ................................................................................ 36
v
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Granger Causality Test .......................................................................... 59
2.
Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Volume Impor
Seluruh Kawasan ................................................................................... 62
3.
Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Volume Impor
Kawasan ASEAN+6 .............................................................................. 65
4.
Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Volume Impor
Kawasan Non ASEAN+6 ...................................................................... 68
1
I.
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada era globalisasi yang terjadi dewasa ini, perdagangan internasional
dianggap semakin penting karena dapat menciptakan hubungan antar negara
menjadi semakin erat. Perdagangan internasional merupakan perdagangan yang
dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar
kesepakatan bersama. Terdapat beberapa manfaat yang dapat diperoleh karena
melakukan perdagangan internasional, diantaranya adalah dapat mendorong
industrialisasi, kemajuan transportasi, dan kehadiran perusahaan multinasional
(Oktaviani dan Novianti, 2009).
Impor merupakan salah satu kegiatan dalam perdagangan internasional
yang memegang peranan penting bagi perekonomian. Dengan melakukan impor,
maka dapat memudahkan bagi suatu negara dalam memenuhi kebutuhan
masyarakatnya yang semakin banyak dan beragam yang tidak dapat dipenuhi oleh
pasar dalam negeri atau pasar domestik. Selain itu, impor juga dapat mendorong
kelancaran arus perdagangan luar negeri dan memberikan multiplier effect
terhadap kegiatan ekonomi lainnya. Dengan melakukan impor, maka industriindustri di suatu negara dapat memenuhi kebutuhannya dalam penyediaan bahan
baku yang tidak terdapat di dalam negeri sehingga dapat meningkatkan kinerja
industri lokal.
Impor memiliki banyak peran dalam suatu negara, tetapi peningkatan
impor secara terus menerus dapat berbahaya bagi perekonomian. Peningkatan
impor yang terus menerus dapat menyebabkan neraca pembayaran menjadi defisit
dan defisit tersebut harus ditutupi oleh negara. Defisit yang terjadi dalam jangka
panjang perlu diwaspadai karena membutuhkan pendanaan terus menerus.
Pendanaan ini biasanya berupa pijaman dari luar negeri yang tentu saja harus
dikembalikan di masa depan. Sehingga defisit neraca pembayaran secara tidak
langsung akan berakibat pada posisi pinjaman hutang luar negeri suatu negara.
Sebagian besar perekonomian dunia adalah perekonomian terbuka karena
mereka mengekspor barang dan jasa keluar negeri, mengimpor barang dan jasa
dari luar negeri, serta meminjam dan memberi pinjaman pada pasar modal dunia.
2
Indonesia merupakan salah satu negara dengan sistem perekonomian terbuka.
Secara teoritis, impor di negara dengan sistem perekonomian yang terbuka
memiliki hubungan yang positif dengan pendapatan riil serta berhubungan negatif
dengan harga relatif. Namun, sejak terjadinya krisis finansial di Asia yang
menyebabkan Indonesia menganut sistem nilai tukar mengambang (floating
exchange rate) maka nilai tukar menjadi berfluktuasi dan memiliki volatilitas
(resiko). Hal ini menyebabkan impor di Indonesia tidak hanya dipengaruhi oleh
pendapatan riil dan harga relatif saja, tetapi volatilitas nilai tukar juga
diperkirakan memiliki pengaruh terhadap impor di Indonesia.
Krisis Finansial Asia (Asian Financial Crisis) terjadi karena adanya aliran
modal ke luar negeri secara besar-besaran sehingga neraca pembayaran
internasional menjadi defisit dan terpuruknya nilai tukar mata uang lokal sehingga
terjadi pembengkakan hutang luar negeri yang dihadapi oleh beberapa negara di
Asia Tenggara dan Asia Timur. Krisis finansial Asia merupakan krisis finansial
yang dimulai pada tahun 1997 di Thailand. Pelarian modal secara besar-besaran
yang tejadi di Thailand, Indonesia, Malaysia, dan Korea Selatan ini berpuncak
pada tanggal 2 Juli 1997 dimana pemerintah Thailand tidak sanggup lagi menjaga
nilai tukar Bath terhadap Dolar Amerika Serikat dengan menggunakan dana
cadangannya. Hal ini membuat pemerintah Thailand menyerahkan nilai tukar
mereka kepada mekanisme pasar. Indonesia juga melakukan hal yang sama
dengan Thailand, dimana pada tanggal 14 Agustus 1997 Menteri Keuangan
Indonesia mengumumkan untuk menerapkan rezim nilai tukar mengambang. Hal
yang sama juga dilakukan oleh Korea Selatan yang tidak sanggup lagi menjaga
nilai tukar Won terhadap Dolar Amerika Serikat (Hadiwinata, 2002). Krisis
finansial ini menyebabkan contagion effect (efek penularan) ke seluruh wilayah
ASEAN.
Contagion effect merupakan salah satu faktor yang muncul karena
mekanisme pasar yang semakin bebas dan juga sistem ekonomi atau moneter yang
diterapkan. Efek ini muncul dengan mengasumsikan ekspektasi kesamaan reaksi
dari satu negara dengan negara lainnya, yang diakibatkan persamaan profil dan
kondisi ekonomi dan politik. Selain itu, efek ini muncul karena sebuah kiblat
terhadap negara tertentu (suatu negara dianggap sebagai representasi dari negara
3
lainnya). Contohnya depesiasi Bath Thailand mempengaruhi depresiasi Rupiah
karena antara Thailand dan Indonesia mengalami persamaan ekonomi (Fauzi,
2007).
Sejak terjadinya krisis Asia tahun 1997, negara yang dulunya menerapkan
sistem nilai tukar tetap, beralih ke sistem nilai tukar mengambang, termasuk
Indonesia. Pada saat pergantian sistem nilai tukar mengambang, Indonesia juga
mengalami krisis moneter sehingga nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika
Serikat menjadi terdepresiasi dan mempunyai tingkat volatilitas yang cukup
tinggi. Tidak hanya Indonesia saja yang mengalami depresiasi nilai tukar, krisis
ini juga menyebabkan nilai tukar negara-negara ASEAN dan beberapa negara
Asia Timur terdepresiasi tajam.
Volatilitas nilai tukar tidak hanya mengukur perubahan, tetapi lebih
menunjukan resiko dari mata uang. Semakin volatile mata uang berarti semakin
besar resiko mata uang tersebut. Menurut Arize (1998), volatilitas nilai tukar
berhubungan negatif dengan arus perdagangan internasonal. Hal ini karena
volatilitas nilai tukar akan menyebabkan biaya impor menjadi lebih tinggi karena
adanya biaya yang digunakan untuk menghindari resiko dalam perdagangan.
Namun menurut Cheong (2004), hubungan volatilitas nilai tukar terhadap
perdagangan internasional bisa berbeda antar negara, tergantung perilaku dari
masing-masing pelaku perdagangan internasional di negara tersebut.
Berdasarkan hal tersebut maka sangat penting untuk meneliti bagaimana
hubungan antara volatilitas nilai tukar terhadap impor di berbagai negara. Terkait
dengan upaya mendorong liberalisasi perekonomian, saat ini perekonomian Asia
diwarnai dengan peningkatan kerjasama antara ASEAN dengan India, Cina, New
Zealand, Korea Selatan, Australia, dan Jepang, yang dikenal dengan ASEAN+6.
Bersama dengan Uni Eropa dan Amerika Utara kini ketiga lingkup kerjasama
regional ini menjadi pusat perekonomian dunia. Oleh karena itu, dalam penelitian
ini akan dianalisis faktor-faktor apa saja yang memengaruhi impor, khususnya
hubungan volatilitas nilai tukar riil dan impor di kawasan ASEAN+6, selain itu
juga akan dibandingkan dengan kawasan non ASEAN+6 (Uni Eropa dan Amerika
Utara).
4
1.2
Rumusan Masalah
Krisis keuangan global yang terjadi pada tahun 2008 berkaitan dengan
kondisi perekonomian Amerika Serikat yang memburuk. Krisis keuangan yang
terjadi di Amerika Serikat telah berkembang menjadi masalah yang serius.
Guncangan yang terjadi pada negara adikuasa tersebut dipastikan telah
memberikan dampak terhadap perekonomian dunia. Dampak krisis keuangan
global di setiap negara akan berbeda, karena sangat bergantung pada kebijakan
yang diambil dan fundamental ekonomi negara yang bersangkutan. Perekonomian
Amerika Serikat diprediksi akan melemah, sehingga negara-negara di kawasan
Eropa dan Asia akan melemah pula.
250
Volume Impor
200
Indonesia
150
Malaysia
Singapura
100
Filipina
Thailand
50
0
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Sumber: WDI, diolah
Gambar 1.1. Pergerakan Indeks Volume Impor (2000=100) ASEAN
Tahun 2002-2010
Krisis keuangan global yang terjadi pada tahun 2008 menyebabkan
macetnya sistem keuangan dunia sehingga menyebabkan merosotnya aktivitas
dunia dan perdagangan dunia. Dampak krisis keuangan global sudah mulai terjadi
pada tahun 2008. Pada Gambar 1.1 terlihat bahwa dampak penurunan indeks
volume impor di Indonesia sebagai akibat dari krisis keuangan global terjadi pada
tahun 2009 dimana indeks volume impor turun dari indeks 173,96 pada tahun
2008 menjadi 138,76 pada tahun 2009 atau turun sekitar 20,24 persen. Hal ini
juga terjadi pada negara ASEAN lainnya. Di Malaysia penurunan indeks volume
impor terjadi sejak tahun 2008 yaitu sebesar 1,2 persen dan turun kembali pada
5
tahun 2009 yaitu sebesar 19,5 persen. Hal yang sama juga terjadi di Filipia,
penurunan indeks volume impor sudah terjadi sejak tahun 2008 dimana pada
tahun tersebut, impor di Filipina turun sekitar 9,3 persen dan kemudian turun
kembali pada tahun 2009 sebesar 15,8 persen.
Penurunan indeks volume impor juga terjadi di salah satu negara maju di
ASEAN yaitu Singapura. Penurunan impor di Singapura merupakan penurunan
yang paling kecil dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, yaitu sebesar
14,11 persen. Sedangkan penurunan indeks volume impor yang paling besar di
antara negara-negara ASEAN terjadi di Thailand, dimana impor Thailand turun
sebesar 22,33 persen.
Mengingat semakin pentingnya impor bagi suatu negara maka dalam
penelitian ini akan dianalisis faktor-faktor apa saja yang memengaruhi impor
suatu negara, khususnya hubungan volatilitas nilai tukar dan impor. Penelitian
tentang hubungan volatilitas nilai tukar riil dengan impor telah menjadi banyak
perhatian bagi para ekonom di dunia. Hal ini karena dampak volatilitas nilai tukar
riil terhadap impor dapat berbeda di setiap negara, sehingga akan berpengaruh
terhadap kebijakan apa yang harus diterapkan oleh negara tersebut. Oleh karena
itu, permasalahan yang akan dibahas oleh penulis dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1.
Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi impor di seluruh kawasan
(ASEAN+6 dan non ASEAN+6)?
2.
Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi impor di kawasan ASEAN+6
dan kawasan non ASEAN+6 (Uni Eropa dan Amerika Utara)?
1.3
Tujuan Penelitian
Bertolak dari latar belakang dan permasalahan yang sudah dijelaskan,
maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1.
Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi impor di seluruh kawasan
(ASEAN+6 dan non ASEAN+6).
2.
Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi impor di kawasan
ASEAN+6 dan kawasan non ASEAN+6 (Uni Eropa dan Amerika Utara).
6
1.4
Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah:
1.
Memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang memengaruhi impor
di kawasan ASEAN+6 dan kawasan non ASEAN+6
2.
Memberikan informasi tentang hubungan antara volatilitas nilai tukar riil
dengan impor di kawasan ASEAN+6 dan kawasan non ASEAN+6
3.
Bagi para pembuat kebijakan, dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk
membuat kebijakan di tingkat nasional maupun internasional.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggunakan analisis secara eksploratif dan kuantitatif
dengan menggunakan ekonometrika. Analisis dalam penelitian ini hanya terbatas
pada analisis mengenai faktor-faktor yang memengauhi impor di kawasan
ASEAN+6 dan non ASEAN+6 (Uni Eropa dan Amerika Utara). Oleh karena itu,
dalam analisis ini faktor-faktor eksternal yang mungkin memengaruhi dalam
analisis dianggap konstan.
Penelitian yang dilakukan ini menggunakan lima negara ASEAN yaitu
Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand. Terkait dengan kerjasama
perdagangan bebas ASEAN yang melibatkan India, Cina, New-Zealand, Korea
Selatan, Australia, dan Jepang, maka penulis memasukkan enam negara tersebut
dalam lingkup kawasan ASEAN+6. Sebagai pembanding, untuk kawasan non
ASEAN+6 diwakili oleh Uni Eropa dan Amerika Utara. Untuk kawasan Uni
Eropa diwakili oleh Jerman, Perancis, dan Inggris, sedangkan untuk kawasan
Amerika Utara diwakili oleh Kanada, Meksiko, dan Amerika Serikat.
7
II.
2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Pustaka
Dalam hubungan dengan penelitian ini, maka beberapa teori yang
digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yangn memengaruhi impor di
kawasan ASEAN+6 dan non ASEAN+6 (Uni Eropa dan Amerika Utara) adalah
sebagai berikut:
2.1.1 Nilai Tukar (Exchange Rate)
Nilai tukar adalah harga relatif dari satu mata uang dalam perdagangan
(Hossain dan Chowdhury, 1998). Nilai tukar antara dua negara merupakan tingkat
harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan
perdagangan (Mankiw, 2003). Para ekonom membedakan nilai tukar menjadi dua,
yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal (nominal
exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Hossain dan
Chowdhury (1998) merumuskan nilai tukar nominal ( ) sebagai berikut:
(2.1)
dimana
adalah tingkat harga domestik dan
adalah tingkat harga luar negeri.
Nilai tukar riil (real exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang di
antara dua negara (Mankiw, 2003). Nilai tukar riil menyatakan tingkat dimana kita
bisa memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari
negara lain. Nilai tukar riil kadang-kadang disebut term of trade. Hossain dan
Chowdhury (1998) merumuskan nilai tukar riil (
) sebagai berikut:
(2.2)
dimana
adalah nilai tukar nominal (domestic currency/ foreign currency),
adalah tingkat harga domestik, dan
adalah tingkat harga luar negeri. Jika nilai
tukar riil di suatu negara terapresiasi maka harga barang-barang domestik relatif
lebih mahal daripada harga barang-barang luar negeri, sehingga negara tersebut
akan cenderung untuk melakukan impor. Sebaliknya, jika nilai tukar riil di suatu
negara terdepresiasi maka harga barang-barang domestik relatif lebih murah
daripada harga
barang-barang luar negeri, sehingga negara tersebut akan
cenderung untuk melakukan ekspor.
8
2.1.2 Sistem Nilai Tukar
Sistem nilai tukar di suatu negara memiliki pengaruh dan peranan terhadap
resiko dari fluktuasi nilai tukar yang akan memengaruhi perekonmian negara
tersebut. Sistem nilai tukar dalam keuangan internasional diklasifikasikan menjadi
dua jenis, yaitu sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate) dan sistem nilai tukar
mengambang (floating exchange rate).
Dalam sistem nilai tukar tetap, nilai mata uang dipagu relatif terhadap nilai
mata uang lain, sehingga nilai tukar dibuat tetap (Mishkin, 2009). Menurut
Mankiw (2003), nilai tukar tetap merupakan nilai tukar yang ditetapkan oleh
kehendak bank sentral untuk membeli dan menjual mata uang domestik terhadap
mata uang asing pada harga yang sudah ditetapkan sebelumnya. Nilai tukar tetap
mengarahkan kebijakan moneter pada satu tujuan tunggal, yaitu mempertahankan
nilai tukar pada tingkat yang telah diumumkan. Dengan kata lain, esensi dari
sitem nilai tukar tetap adalah komitmen bank sentral untuk membiarkan jumlah
uang beredar menyesuaikan berapapun nilai tukar yang menjamin nilai tukar
ekuilibrium sama dengan nilai tukar yang diumumkan. Selain itu, selama bank
sentral siap membeli atau menjual mata uang asing pada nilai tukar tetap, jumlah
uang beredar menyesuaikan secara otomatis pada tingkat yang diperlukan.
Pada tahun 1950-an dan 1960-an, sebagian besar perekonomian dunia
beroperasi dengan sistem Bretton-Woods, yaitu sistem moneter internasional yang
disepakati sebagian besar negara untuk menetapkan nilai tukar. Dengan sistem
nilai tukar Bretton-Woods maka nilai tukar mata uang domestik terhadap mata
uang negara lain menjadi pasti, sehingga eksportir dan importir dapat
memperhitungkan keuntungan dari transaksi perdagangan internasional. Dunia
membatalkan sistem ini pada tahun 1973, dan nilai tukar dibiarkan mengambang.
Nilai tukar mengambang merupakan nilai tukar yang dibiarkan oleh bank
sentral untuk berubah dalam menanggapi perubahan kondisi ekonomi dan
kebijakan ekonomi (Mankiw, 2003). Dengan sistem nilai tukar mengambang, nilai
tukar
dibiarkan
berfluktuasi
dengan
bebas
untuk
menanggapi
kondisi
perekonomian yang sedang berubah. Tetapi nilai tukar mengambang memiliki
dampak negatif karena nilai tukar menjadi tidak stabil sehingga sewaktu-waktu
bisa berubah. Perubahan yang tidak stabil dalam nilai tukar ini dapat berpengaruh
9
terhadap perdagangan internasional karena hal ini dapat membuat eksporir dan
imporir tidak dapat dengan mudah memperhitungkan keuntungan yang dapat
dihasilkan dari kegiatan perdagangan internasional.
2.1.3 Teori Permintaan
Kurva permintaan adalah kurva yang memperlihatkan hubungan antara
harga dari suatu produk dan jumlah dari produk yang diminta. Hukum permintaan
menjelaskan bahwa ketika harga suatu produk turun, maka jumlah yang diminta
dari produk tersebut akan meningkat, sebaliknya jika harga dari suatu produk naik
maka jumlah yang diminta dari produk tersebut akan turun (Hubbard dan O’Brien,
2009). Terdapat beberapa variabel yang dapat menggeser permintaan pasar,
diantaranya adalah:
a. Pendapatan: pendapatan yang dimiliki konsumen untuk dibelanjakan
memengaruhi keinginan dan kemampuan mereka untuk membeli barang.
Suatu barang disebut barang normal ketika permintaan barang tersebut
meningkat mengikuti peningkatan pendapatan, dan sebaliknya. Suatu
barang disebut barang inferior ketika permintaan barang tersebut turun
mengikuti peningkatan dalam pendapatan , dan sebaliknya.
b. Harga relatif: harga barang lain dapat memengaruhi permintaan terhadap
suatu barang.
Secara umum perdagangan internasional dibedakan menjadi dua, yaitu
ekspor dan impor. Ekspor merupakan barang dan jasa yang diproduksi di dalam
negeri dan kemudian dijual di luar negeri. Sedangkan impor merupakan barang
dan jasa yang diproduksi di luar negeri dan kemudian dijual di dalam negeri
(Delong, 2002).
Impor merupakan salah satu kegiatan dalam perdagangan internasional
dari sisi permintaan. Jika dilihat dari teori permintaan, maka terdapat beberapa
faktor yang dapat memengaruhi permintaan impor, diantaranya adalah:
2.1.3.1 Kaitan Impor dengan Pendapatan Riil
Pendapatan riil merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi
impor. Pendapatan riil suatu negara dapat diukur dengan GDP riil (Real Gross
Domestic Product). GDP merupakan pendapatan total yang diperoleh secara
domestik, termasuk pendapatan yang diperoleh faktor-faktor produksi yang
10
dimiliki asing (Mankiw, 2003). Salah satu komponen dalam GDP adalah ekspor
bersih, yang merupakan selisih antara ekspor dan impor. Ekspor merupakan
barang dan jasa yang diproduksi didalam negeri dan kemudian dijual diluar
negeri. Sedangkan impor adalah barang dan jasa yang diproduksi diluar negeri
dan kemudian dijual didalam negeri (Delong, 2002).
Ukuran kemakmuran ekonomi yang lebih baik dapat diukur dengan GDP
riil. Hal ini karena GDP riil menghitung output barang dan jasa dalam
perekonomian dan tidak akan dipengaruhi oleh perubahan harga, dengan kata lain
nilai barang dan jasanya diukur dengan menggunakan harga konstan. Sehingga
GDP riil menunjukan apa yang akan terjadi terhadap pengeluaran atas output jika
jumlah berubah tetapi harga tidak. GDP riil dapat dirumuskan sebagai berikut:
(2.3)
GDP nominal mengukur nilai uang yang berlaku dari output perekonomian,
sedangkan GDP deflator mengukur harga output relatif terhadap harganya pada
tahun dasar (Mankiw, 2003).
Permintaan untuk impor dipengaruhi oleh pendapatan riil (Delong, 2002).
Secara teori antara impor dengan pendapatan riil berhubungan positif. Jika
semakin tinggi pendapatan riil maka ini sama saja dengan semakin banyak uang
yang dimiliki atau digunakan oleh konsumen dan investor yang dapat dihabiskan
atau digunakan untuk impor, sehingga impor akan meningkat.
Teori permintaan standar menunjukan bahwa turunan secara parsial dari
permintaan impor terhadap pendapatan domestik adalah positif (Akpokodje dan
Omojimite, 2009). Terdapat dua alasan kenapa impor riil diperkirakan akan
meningkat karena pendapatan riil. Pertama, jika peningkatan dalam pendapatan
riil akan meningkatkan konsumsi riil sehingga akan menyebabkan lebih banyak
barang luar negeri yang akan dibeli, dengan asumsi distribusi pendapatan riil tidak
berubah. Kedua, jika peningkatan pendapatan riil menyebabkan peningkatan
dalam investasi riil sehingga investasi untuk barang-barang yang tidak diproduksi
secara domestik harus dibeli dari luar negeri, hal ini berarti impor akan
meningkat.
11
2.1.3.2 Kaitan Impor dengan Harga Relatif
Harga relatif merupakan salah satu faktor yang memengaruhi impor.
Menurut Mankiw (2003), harga relatif sama saja dengan nilai tukar riil. Nilai
tukar riil diantara kedua negara dihitung dari nilai tukar nominal (mata uang
domestik/mata uang luar negeri) dan tingkat harga diantara kedua negara. Hossain
dan Chowdhury (1998) merumuskan nilai tukar riil (
) sebagai berikut:
(2.4)
dimana
adalah nilai tukar nominal (domestic currency/ foreign currency),
adalah tingkat harga domestik, dan
adalah tingkat harga luar negeri.
Hubungan antara nilai tukar riil dengan permintaan impor adalah negatif
(Akpokodje dan Omojimite, 2009). Ini mengimplikasikan bahwa depresiasi dari
nilai tukar riil akan meningkatkan biaya impor sehingga menyebabkan permintaan
impor riil akan turun, dengan asumsi faktor lainnya dianggap konstan. Sebaliknya,
apresiasi nilai tukar riil akan menyebabkan biaya untuk impor menjadi lebih
rendah sehingga permintaan untuk impor menjadi meningkat.
2.1.3.3 Kaitan Impor dengan Volatilitas Nilai Tukar
Salah satu perhatian utama sejak diperkenalkannya sistem nilai tukar
mengambang adalah apakah peningkatan volatilitas nilai tukar (resiko)
memengaruhi aliran perdagangan internasional. Volatilitas nilai tukar tidak hanya
mengukur perubahan, tetapi lebih menunjukan faktor resiko dari mata uang.
Semakin volatile mata uang berarti semakin besar resiko mata uang tersebut.
Volatilitas nilai tukar riil ( ) dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
(2.5)
dimana RER adalah nilai tukar riil.
Volatilitas nilai tukar berkaitan dengan arus perdagangan internasonal
karena semakin besar volatilitas mata uang maka akan berdampak negatif
terhadap arus perdagangan internasional (Arize, 1998). Peningkatan volatilitas
nilai tukar merupakan resiko dalam melakukan perdagangan internasional,
termasuk impor. Semakin tinggi volatilitas nilai tukar, akan menyebabkan biaya
untuk impor menjadi lebih tinggi karena adanya biaya yang digunakan untuk
menghindari resiko perdagangan yang pada akhirnya akan berdampak pada
pengurangan perdagangan luar negeri. Hal ini karena adanya nilai tukar yang
12
disepakati
pada
kontrak
perdagangan,
sedangkan
pembayaran
terhadap
perdagangan tersebut dilakukan sampai pengiriman barang dilakukan dimasa
depan (pembayaran dilakukan setelah pengiriman terjadi). Jika perubahan nilai
tukar menjadi tidak terduga atau tidak dapat diprediksi, hal ini akan menciptakan
ketidakpastian mengenai keuntungan yang akan dibuat dari pengadaan kegiatan
impor tersebut, dan karenanya akan mengurangi manfaat dari perdagangan
internasional. Tetapi, hubungan antara volatilitas nilai tukar dan impor juga dapat
positif. Menurut De Grauwe (1988), bahwa jika efek pendapatan lebih
mendominasi efek substitusi maka akan menyebabkan hubungan positif antara
perdagangan dan volatilitas.
Dampak volatilitas nilai tukar terhadap perdagangan internasional juga
dipengaruhi oleh perilaku dari pelaku perdagangan internasional (Cheong, 2004).
Jika pedagang bersikap risk-neutral, maka volatilitas nilai tukar dapat dijadikan
kesempatan bagi mereka untuk meningkatkan keuntungan sehingga akan
menyebabkan peningkatan terhadap impor. Sebaliknya, jika pedagang bersikap
menghindari resiko, maka volatilitas nilai tukar dianggap sebagai resiko dalam
kegiatan impor yang dapat mengurangi keuntungan mereka dalam melakukan
kegiatan impor tersebut sehingga akan cenderung mengurangi impor. Pengetahuan
tentang sejauh mana volatilitas nilai tukar memengaruhi impor penting untuk
desain kebijakan antara nilai tukar dan kegiatan impor. Misalnya, jika volatilitas
nilai tukar menyebabkan peningkatan impor, maka program penyesuaian
perdagangan untuk menghambat ekspansi impor tidak bisa berhasil jika nilai tukar
tidak stabil.
2.2
Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian sebelumnya telah dikaji pengaruh dari volatilitas nilai
tukar terhadap impor di berbagai negara dengan menggunakan beberapa metode.
Dari penelitian terdahulu, hubungan antara volatilitas nilai tukar dengan impor
menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda. Sebagian besar penelitian
menunjukan bahwa hubungan antara volatilitas nilai tukar dengan impor adalah
negatif, tetapi terdapat pula penelitian yang menghasilkan kesimpulan bahwa
hubungan volatilitas nilai tukar dengan impor adalah positif.
13
Penelitian yang memberi hasil bahwa hubungan antara volatilitas nilai
tukar dengan impor adalah positif yaitu penelitian yang dilakukan oleh Arize
(1998) yang meneliti tentang efek volatilitas nilai tukar terhadap impor di
Amerika
Serikat.
dalam
penelitian
ini,
dia
menggunakan
Johansen,
Stock&Watson, Phillips&Loretan. Hasil menunjukan bahwa pendapatan riil
berpengaruh positif terhadap impor, sedangkan harga relatif dan volatilitas nilai
tukar bepengaruh negatif terhadap impor di Amerika Serikat. Selain itu, dengan
menggunakan Error Correction Model (ECM) menunjukan bahwa volatilitas nilai
tukar memiliki efek
negatif dalam jangka pendek dan jangka panjang pada
permintaan impor di Amerika Serikat.
Penelitian yang dilakukan Arize dan Shwiff (1998), tentang pengaruh
volatilitas nilai tukar terhadap impor di negara G-7 dengan menggunakan
Multivariate Johansen Cointegration. Hasil menunjukan bahwa pendapatan riil
berpengaruh positif terhadap impor di semua negara G-7 dan terdapat respon yang
cukup besar dari impor terhadap perubahan pendapatan riil. Untuk harga relatif
berpengaruh negatif terhadap impor di semua negara G-7 kecuali Perancis.
Sedangkan volatilitas nilai tukar memiliki efek negatif terhadap impor di semua
negara G-7 kecuali untuk Kanada. Dengan menggunakan Stock&Watson
estimates dan Phillips&Loretan estimates menghasilkan tanda dan signifikansi
dari koefisien yang mirip dengan menggunakan Multivariate Johansen
Cointegration.
Alam dan Ahmed (2011) menganalisis pengaruh volatilitas nilai tukar dan
beberapa variabel penjelas terhadap impor bilateral di Pakistan terhadap mitra
dagang utamanya yaitu Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Arab Saudi, Uni Emirat
Arab, Jerman, dan Kuwait. Dalam penelitiannya, mereka menggunakan model
Autoregressive Distributed Lag (ARDL). Hasil menunjukan bahwa ada bukti
hubungan jangka panjang antara bilateral impor, pendapatan riil, harga relatif,
nilai tukar riil efektif, dan volatilitas nilai tukar riil di Amerika Serikat, Inggris,
Jepang, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Jerman. Volatilitas nilai tukar
berpengaruh secara signifikan dan negatif terhadap impor bilateral Pakistan untuk
Inggris. Untuk impor bilateral Pakistan terhadap Amerika Serikat dan Jepang,
volatilitas nilai tukar berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap impor
14
bilateral. Sedangkan volatilitas nilai tukar berpengaruh positif tetapi tidak
signifikan terhadap impor bilateral Pakistan untuk Jerman, Arab Saudi, dan Uni
Emirat Arab.
Alam dan Ahmed (2010) mengkaji hubungan volatilitas nilai tukar
terhadap impor di Pakistan. Dalam peneliannya, mereka menggunakan model
Autoregressive Distributed Lag (ARDL) untuk mengidentifikasi pengaruh
volatilitas nilai tukar terhadap impor. Hasil menunjukan bahwa volatilitas nilai
tukar riil berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap impor di Pakistan.
Abdul H. Sukar meneliti pengaruh nilai tukar yang tidak terduga terhadap
impor di Amerika Serikat. Dalam penelitiannya, ia menggunakan Error Correction
Model (ECM) dan hasilnya menunjukan bahwa volatilitas nilai tukar memiliki
pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap impor di Amerika Serikat.
Koray dan Lastrapes (1989) menganalisis dampak yang ditimbulkan dari
adanya volatilitas nilai tukar terhadap impor bilateral Amerika Serikat dengan
Inggris, Perancis, Jerman, Jepang, dan Kanada. Dalam penelitiannya, mereka
menggunakan VAR. Hasil menunjukan bahwa terdapat pengaruh yang lemah dari
volatilitas nilai tukar terhadap impor dan volatilitas nilai tukar cenderung
mengurangi impor.
Cheong (2004) memeriksa pengaruh volatilitas nilai tukar terhadap impor
di Inggris. Dalam penelitiannya, dia menggunakan model GARCH untuk
mengukur resiko dari fluktuasi nilai tukar. ECM digunakan untuk melihat
pengaruh volatilitas nilai tukar terhadap impor di Inggris. Hasil penelitian
menunjukan bahwa volatilitas nilai tukar berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap impor di Inggris.
Selain itu Kayis dan Ozturk (2005) dengan menggunakan GARCH
meneliti hubungan volatilitas nilai tukar terhadap perdagangan bilateral antara
Amerika serikat dengan Hongkong, Korea, dan Singapura. Hasil menunjukan
bahwa terdapat hubungan yang negatif antara volume perdagangan dengan
volatilitas nilai tukar, yang artinya bahwa peningkatan volatilitas nilai tukar
menurunkan perdagangan internasional.
Terdapat pula penelitian yang menyimpulkan hubungan yang positif antara
volatilitas nilai tukar dengan impor. Penelitian yang dilakukan oleh Choudhly
15
(2008), tentang hubungan volatilitas nilai tukar terhadap impor riil di Inggris dari
Kanada, Jepang, dan New-Zealand. Dalam penelitiannya, dia menggunakan Error
Correction Model (ECM). Hasil menunjukan bahwa terdapat pengaruh signifikan
dan positif dari volatilitas nilai tukar terhadap impor riil di Inggris dari Kanada,
Jepang, dan New-Zealand.
Akpokodje dan Omojimite (2009) mengkaji mengenai pengaruh volatilitas
nilai tukar terhadap impor di negara ECOWAS. Mereka menggunakan GARCH
dalam menghitung volatilitas nilai tukar. Dengan menggunakan panel data, hasil
menunjukan bahwa volatilitas nilai tukar memiliki dampak yang negatif terhadap
impor di semua negara ECOWAS, tetapi setelah dipisah antara negara-negara
CFA dan non CFA maka hasilnya menunjukan bahwa volatilitas nilai tukar
memiliki dampak positif terhadap impor di negara CFA, dan sebaliknya di negara
non CFA. Sedangkan pengaruh nilai tukar riil dan pendapatan domestik terhadap
impor adalah sama, baik di negara CFA maupun non CFA, dimana nilai tukar riil
berhubungan negatif dengan impor sedangkan pendapatan domestik berhubungan
positif dengan impor.
Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian terdahulu. Perbedaan
penelitian ini adalah bahwa penelitian ini menganalisis hubungan volatilias nilai
tukar riil terhadap impor dengan menggunakan sampel negara yang berbeda
dengan penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu di kawasan ASEAN+6 dan
kawasan non ASEAN+6 (Uni Eropa dan Amerika Utara). Selain itu perbedaan
penelitian ini adalah cakupan time series (periode penelitian), dan metode yang
digunakan adalah dengan menggunakan panel dinamis (dynamic panel).
2.3
Kerangka Pemikiran
Dalam penelitian ini menggunakan tiga variabel yang diduga berpengaruh
terhadap impor. Variabel tersebut yaitu pendapatan riil, harga relatif, dan
volatilitas nilai tukar riil. Permintaan untuk impor diukur dengan menggunakan
indeks volume impor (M), pendapatan riil diukur dengan menggunakan GDP riil
(Y), harga relatif diukur dengan menggunakan nilai tukar riil (RER), dan
volatilitas nilai tukar (V) dihitung dengan menggunakan standar deviasi.
16
Impor dipengaruhi oleh karakteristik masing-masing kawasan. Tetapi,
dalam penelitian ini, lebih berfokus pada pengaruh volatilitas nilai tukar riil
terhadap impor. Selain itu, penelitian ini juga akan menganalisis bagaimana
respon impor terhadap perubahan yang terjadi pada volatilitas nilai tukar riil di
kawasan ASEAN+6 dan kawasan non ASEAN+6 dengan menggunakan analisis
eksploratif dan model panel data dinamis.
Faktor-faktor yang mempengaruhi impor
Pendapatan
Riil
Volatilitas Nilai
Tukar Riil
Nilai tukar
Riil
Asian Financial Crisis
Karakteristik Kawasan
Impor
Analisis Eksploatif
Granger Causality test
Gambar 2.1: Kerangka Pemikiran
Estimasi model panel
dinamis
17
III.
3.1
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder negara-
negara di kawasan ASEAN+6 dan kawasan non ASEAN+6 (Uni Eropa dan
Amerika Utara) yang diperoleh dari beberapa sumber diantaranya World
Development Indicators (WDI), World Bank, CEIC, dan beberapa sumber lainnya.
Data yang digunakan dalam bentuk data panel yaitu gabungan data deret waktu
dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2010 dan data cross-section. Penulis juga
melakukan studi pustaka dengan membaca jurnal dan artikel yang terkait dengan
penelitian ini.
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah permintaan impor
dengan menggunakan data indeks volume impor, pendapatan riil dengan proxy
GDP riil, harga relatif dengan proxy nilai tukar riil, dan volatilitas nilai tukar riil.
Berikut adalah variabel yang digunakan dalam penelitian ini:
M
: Indeks volume impor (2000 = 100)
Y
: GDP riil (constant 2005 LCU)
RER
: Nilai tukar riil (2005 = 100), dimana peningkatan mengindikasikan
depresiasi
V
: Volatilitas nilai tukar riil yang diperoleh dengan menggunakan standar
deviasi.
3.2
Metode Analisis
Dalam penelitian ini, untuk mendukung analisis mengenai hubungan
impor dengan volatilitas nilai tukar riil di kawasan ASEAN+6 dan non ASEAN+6
(Uni Eropa dan Amerika Utara), maka digunakan berbagai metode analisis data
dengan bantuan software Microsoft Excel 2007, Eviews 6, dan Stata 12.
3.2.1 Granger Causality Test pada Data Panel
Hubungan kausalitas (causality) adalah hubungan jangka pendek antara
kelompok tertentu dengan menggunakan pendekatan ekonometrik yang mencakup
juga hubungan timbal balik dan fungsi-fungsi yang muncul dari analisis spektrum,
khususnya hubungan penuh antar spektrum dan hubungan partial antar spektrum.
18
Dari pandangan ekonometrik, ide utama dari kausalitas adalah sebagai berikut.
Pertama, jika X memengaruhi Y, berarti informasi masa lalu X dapat membantu
dalam memprediksikan Y. Dengan kata lain, dengan menambah data masa lalu X ke
regresi Y dengan data Y masa lalu maka dapat meningkatkan kekuatan penjelas
(explanatory power) dari regresi. Kedua, data masa lalu Y tidak dapat membantu
dalam memprediksikan X karena jika X dapat membantu dalam memprediksikan Y,
dan Y dapat membantu memprediksikan X, maka kemungkinan besar terdapat
variabel lain, katakan Z, yang memengaruhi X dan Y (Fauzi, 2007).
Pada tahun 1969, Granger memperkenalkan hubungan sebab akibat antara dua
variabel yang saling berkaitan. Hubungan kausalitas dapat dibagi atas tiga kategori,
yaitu hubungan kausalitas satu arah, hubungan kausalitas dua arah dan hubungan
timbal balik. Dengan panjang lag optimal, p, maka prinsip kerja dari Granger
Causality Test pada data panel didasarkan atas regresi model pooled sebagaimana
diuraikan sebagai berikut:
(3.1)
(3.2)
Pada persamaan regresi model pooled pertama (3.1), X memengaruhi Y atau
hubungan kausalitas satu arah dari X ke Y apabila koefisien
tidak sama dengan nol
(0). Hal yang sama juga untuk persamaan regresi model pooled kedua (3.2), Y
memengaruhi X atau terdapat hubungan kausalitas satu arah dari Y ke X jika
koefisien
tidak sama dengan nol. Sementara apabila keduanya terjadi maka
dikatakan terdapat hubungan timbal balik (feedback relationship) antara X dan Y atau
terdapat hubungan kausalitas dua arah (bidirectional causality) antara X dan Y.
Dalam
penelitian
ini,
Granger
Causality Test
dilakukan
untuk
menganalisis hubungan variabel-variabel independen dan impor pada data penel.
Dengan menggunakan software ekonometrik, hipotesis nol yang digunakan untuk
hubungan dua variabel adalah X tidak memengaruhi Y dan Y tidak memengaruhi
X. Dasar penolakan hipotesis nol dengan menggunakan kriteria probabilitas < 0.1.
3.2.2 Data Panel Dinamis
Dalam sebuah penelitian, terkadang ditemukan suatu persoalan mengenai
ketersediaan data (data availability) untuk mewakili variabel yang digunakan
dalam penelitian. Misalnya, terkadang bentuk data dalam series yang tersedia
pendek sehingga proses pengolahan data time series tidak dapat dilakukan
19
berkaitan dengan persyaratan jumlah data yang minim. Lain halnya terkadang
ditemukan bentuk data dengan jumlah unit cross section yang terbatas pula,
sehingga sulit untuk dilakukan proses pengolahan data cross section untuk
mendapatkan informasi perilaku dari model yang hendak diteliti. Dalam teori
ekonometrika, kedua kondisi seperti yang telah disebutkan di atas salah satunya
dapat diatasi dengan menggunakan data panel (pooled data) agar dapat diperoleh
hasil estimasi yang lebih baik/efisien dengan terjadinya peningkatan jumlah
observasi yang berimplikasi terhadap peningkatan derajat kebebasan (degree of
freedom) (Fauzi, 2007).
Data panel (atau longitudinal data) adalah data yang memiliki dimensi
ruang (individu) dan waktu. Dalam data panel, data cross section yang sama
diobservasi menurut waktu. Jika setiap unit cross section memiliki jumlah
observasi time series yang sama maka disebut sebagai balanced panel. Sebaliknya
jika jumlah observasi berbeda untuk setiap unit cross section, maka disebut
unbalanced panel.
Aplikasi metode estimasi dengan menggunakan data panel banyak
digunakan baik secara teoritis maupun aplikatif dalam berbagai literatur
mikroekonometrik dan makroekonometrik. Popularitas penggunaan data panel ini
merupakan konsekuensi dari kemampuan dan ketersediaan analisis yang diberikan
oleh data jenis ini. Penggabungan data cross section dan time series dalam studi
data panel digunakan untuk mengatasi kelemahan dan menjawab pertanyaan yang
tidak dapat dijawab oleh model cross section dan time series murni.
Menurut Baltagi (1995), penggunaan data panel telah memberikan banyak
keuntungan secara statistik maupun menurut teori ekonomi. Manfaat dari
penggunaan data panel antara lain adalah:
1. Mampu mengontrol heterogenitas individu.
2. Memberikan lebih banyak informasi, lebih bervariasi, mengurangi
kolinearitas antar variabel, meningkatkan degrees of freedom, dan lebih
efisien.
3. Lebih baik untuk mempelajari studi yang bersifat dinamis (dynamics of
adjustment)
20
4. Mampu mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak
dapat diperoleh dari data cross section murni atau data time series murni.
5. Dapat menguji dan membangun model perilaku yang lebih kompleks.
Relasi di antara variabel-variabel ekonomi pada kenyataannya banyak
yang bersifat dinamis. Analisis dapat digunakan sebagai model yang bersifat
dinamis dalam kaitannya dengan analisis penyesuaian dinamis (dynamic of
adjustment). Hubungan dinamis ini dicirikan oleh keberadaan lag variabel
dependen diantara variabel-variabel regresor. Sebagai ilustrasi data panel dinamis
dalam Indra (2009) adalah sebagai berikut:
(3.3)
dengan
dan
menyatakan suatu skalar,
menyatakan matriks yang berukuran 1 x K
matriks berukuran K x 1. Dalam hal ini
diasumsikan mengikuti model
one way error component sebagai berikut:
(3.4)
dengan
menyatakan pengaruh individu dan
menyatakan gangguan yang saling bebas satu sama lain atau dalam beberapa
literatur disebut sebagai transient error.
Dalam model data panel statis, dapat ditunjukkan adanya konsistensi dan
efisiensi baik pada Fixed Effect Model (FEM) maupun Random Effect Model
(REM) terkait perlakuan terhadap
. Dalam model dinamis, situasi ini secara
substansi sangat berbeda, karena
merupakan fungsi dari
merupakan fungsi dari
. Karena
adalah fungsi dari
korelasi antara variabel regresor
dengan
maka
juga
maka akan terjadi
. Hal ini akan menyebabkan
penduga least square (sebagaimana digunakan pada model data panel statis)
menjadi bias dan inkonsisten, bahkan bila
tidak berkorelasi serial sekalipun.
Untuk mengilustrasikan kasus tersebut, berikut diberikan model data panel
autoregresif (AR (1)) tanpa menyertakan variabel eksogen:
(3.5)
dengan
dimana
satu sama lain. Penduga fixed effect bagi
dan
saling bebas
diberikan oleh:
(3.6)
21
dengan
dari
dan
. Untuk menganalisis sifat
, dapat disubstitusi persamaan (3.5) ke (3.6) untuk memperoleh
persamaan sebagai berikut:
(3.7)
Penduga ini bersifat bias dan inkonsisten untuk
dan T tetap, bentuk
pembagian pada persamaan (3.7) tidak memiliki nilai harapan nol dan tidak
konvergen menuju nol bila
. Secara khusus, hal ini dapat ditunjukan
(Nickel (1981) dan Hsiao (1986) dalam Verbeek (2004)) bahwa:
sehingga, untuk
tetap, akan dihasilkan penduga yang inkonsisten.
Untuk mengatasi masalah ini, pendekatan method of moments dapat
digunakan. Arellano dan Bond (1991) dalam Verbeek (2004) menyarankan suatu
pendekatan Generalized Method of Moments (GMM). Pendekatan GMM
merupakan salah satu yang populer. Setidaknya ada dua alasan yang mendasari,
pertama, GMM merupakan common estimator dan memberikan kerangka yang
lebih bermanfaat untuk perbandingan dan penilaian. Kedua, GMM memberikan
alternatif yang sederhana terhadap estimator lainnya, terutama terhadap maximum
likelihood.
Namun demikian, penduga GMM juga tidak terlepas dari kelemahan.
Adapun beberapa kelemahan metode ini, yaitu: (i) GMM estimator adalah
asymptotically efficient dalam ukuran contoh besar tetapi kurang efisien dalam
ukuran contoh yang terbatas (finite), dan (ii) estimator ini terkadang memerlukan
sejumlah implementasi pemrograman sehingga dibutuhkan suatu perangkat lunak
(software) yang mendukung aplikasi pendekatan GMM (Indra, 2009).
Ada dua jenis prosedur estimasi GMM yang umumnya digunakan untuk
mengestimasi model linear autoregresif, yakni:
1. First-differences GMM (FD-GMM atau AB-GMM)
2. System GMM (SYS-GMM)
22
First-differences GMM (AB-GMM)
Untuk mendapatkan estimasi
tertentu,
akan
dilakukan
yang konsisten dimana
first-difference
mengeliminasi pengaruh individu
pada
persamaan
dengan
(3.5)
untuk
sebagai berikut:
(3.9)
namun, penduga dengan least square akan menghasilkan penduga
inkonsisten karena
dan
yang
berdasarkan definisi berkorelasi, bahkan jika
. Untuk itu, transformasi dengan menggunakan first difference ini dapat
menggunakan suatu pendekatan variabel instrumen. Sebagai contoh,
digunakan sebagai instrumen. Disini,
tetapi tidak berkorelasi dengan
penduga variabel instrumen bagi
akan
berkorelasi dengan
, dan
tidak berkorelasi serial. Disini,
disajikan sebagai berikut:
(3.10)
syarat perlu agar penduga ini konsisten adalah:
penduga (3.11) merupakan salah satu penduga yang diajukan oleh Anderson dan
Hsiao (1981). Mereka juga mengajukan penduga alternatif dimana
digunakan sebagai instrumen. Penduga variabel instrumen bagi
disajikan
sebagai berikut:
(3.12)
syarat perlu agar penduga ini konsisten adalah:
Perhatikan bahwa penduga variabel instrumen yang kedua memerlukan
tambahan lag variabel untuk membentuk instrumen, sehingga jumlah amatan
efektif yang digunakan untuk melakukan pendugaan menjadi berkurang (satu
23
periode sampel “hilang”). Dalam hal ini pendekatan metode momen dapat
menyatukan penduga dan mengeliminasi kerugian dari pengurangan ukuran
sampel. Langkah pertama dari pendekatan metode ini adalah mencatat bahwa:
yang merupakan kondisi momen (moment condition). Dengan cara yang sama
dapat diperoleh:
yang juga merupakan kondisi momen. Kedua estimator (IV dan IV (2))
selanjutnya dikenakan kondisi momen dalam pendugaan. Sebagaimana diketahui
penggunaan lebih banyak kondisi momen meningkatkan efisiensi dari penduga.
Arellano dan Bond (1991) dalam Verbeek (2004), menyatakan bahwa daftar
instrumen dapat dikembangkan dengan cara menambah kondisi momen dan
membiarkan jumlahnya bervariasi berdasarkan t. Untuk itu, Arellano dan Bond
(1991) dalam Verbeek (2004) mempertahankan T tetap. Sebagai contoh, ketika T
= 4 diperoleh:
Semua kondisi momen dapat diperluas ke dalam GMM. Selanjutnya,
untuk memperkenalkan penduga GMM, misalkan didefinisikan ukuran sampel
yang lebih umum sebanyak T, sehingga dapat dituliskan:
(3.16)
sebagai vektor transformasi error, dan
24
(3.17)
sebagai matriks instrumen. Setiap baris pada matriks
berisi instrumen yang
valid untuk setiap periode yang diberikan. Konsekuensinya, himpunan seluruh
kondisi momen dapat dituliskan secara ringkas sebagai:
(3.18)
yang merupakan kondisi bagi
. Untuk menurunkan penduga
GMM, tuliskan persamaan sebagai:
(3.19)
Karena jumlah kondisi momen umumnya akan melebihi jumlah koefisien yang
belum diketahui,
akan diduga dengan meminimumkan kuadrat momen sampel
yang bersesuaian, yaitu:
(3.20)
dengan
adalah matriks penimbang definit positif yang simetris. Dengan
mendiferensiasikan terhadap
akan diperoleh penduga GMM sebagai:
(3.21)
Sifat dari penduga GMM (3.21) bergantung pada pemilihan
selama
definit positif, sebagai contoh
yang konsisten
yang merupakan matriks
identitas.
Matriks penimbang optimal (optimal weighting matrix) akan memberikan
penduga yang paling efisien karena menghasilkan matriks kovarian asimtotik
terkecil bagi
. Sebagaimana diketahui dalam teori umum GMM (Verbeek,
2004), diketahui bahwa matriks penimbang optimal proposional terhadap matriks
kovarian invers dari momen sampel. Dalam hal ini, matriks penimbang optimal
seharusnya memenuhi:
25
dalam kasus biasa, dimana tidak ada restriksi yang dikenakan terhadap matriks
kovarian
, matriks penimbang optimal dapat diestimasi menggunakan first-step
consistent estimator bagi
dan mengganti operator ekspektasi dengan rata-rata
sampel, yakni (two step estimator)
(3.23)
dengan
menyatakan vektor residual yang diperoleh dari first-step consistent
estimator.
Pendekatan GMM secara umum tidak menekankan bahwa
pada
seluruh individu dan waktu, dan matriks penimbang optimal kemudian diestimasi
tanpa mengenakan restriksi. Sebagai catatan bahwa, ketidakberadaan autokorelasi
dibutuhkan untuk menjamin validitas kondisi momen. Oleh karena pendugaan
matriks penimbang optimal tidak terestriksi, maka dimungkinkan (dan sangat
dianjurkan
bagi
sampel
berukuran
kecil)
menekankan
ketidakberadaan
autokorelasi pada vit dan juga dikombinasikan dengan asumsi homoskedastis.
Dengan catatan di bawah restriksi sebagai berikut:
(3.24)
matriks penimbang optimal dapat ditentukan sebagai (one step estimator)
(3.25)
sebagai catatan bahwa persamaan (3.25) tidak mengandung parameter yang tidak
diketahui, sehingga penduga GMM yang optimal dapat dihitung dalam satu
langkah bila error
diasumsikan homoskedastis dan tidak mengandung
autokorelasi.
Jika model data panel dinamis mengandung variabel eksogenus, maka persamaan
(3.3) dapat ditulis kembali menjadi:
(3.26)
Parameter persamaan (3.26) juga dapat diestimasi menggunakan generalisasi
variabel instrumen atau pendekatan GMM. Bergantung pada asumsi yang dibuat
terhadap
, sekumpulan instrumen tambahan yang berbeda dapat dibangun. Bila
26
strictly exogenous dalam artian bahwa
error
tidak berkorelasi dengan sembarang
, akan diperoleh:
(3.27)
sehingga
dapat ditambah kedalam daftar instrumen untuk persamaan
first difference setiap periode. Hal ini akan membuat sejumlah baris pada
menjadi besar. Selanjutnya, dengan mengenakan kondisi momen:
Matriks instrumen dapat ditulis sebagai:
(3.28)
Bila variabel
dimana
tidak strictly exogenous melainkan predetermined, dalam kasus
dan
tidak berkorelasi dengan bentuk error saat ini, akan
diperoleh
.
Dalam
kasus
dimana
hanya
instrumen yang valid bagi persamaan first difference pada periode t,
kondisi momen dapat dikenakan sebagai:
(3.29)
Dalam prakteknya, kombinasi variabel x yang strictly exogenous dan
predetermined dapat terjadi lebih dari sekali. Matriks Zi kemudian dapat
disesuaikan. Baltagi (1995), menyajikan contoh dan diskusi tambahan untuk kasus
ini.
Penduga AB-GMM dapat mengandung bias pada sampel terbatas
(berukuran kecil), hal ini terjadi ketika tingkat lag (lagged level) dari deret
berkorelasi secara lemah dengan first-difference berikutnya, sehingga instrumen
yang tersedia untuk persamaan first-difference lemah (Blundell & Bond, 1998).
Dalam model AR(1) pada persamaan (3.5), fenomena ini terjadi karena parameter
autoregresif
mendekati satu, atau varian dari pengaruh individu
meningkat relatif terhadap varian transient error
.
Blundell dan Bond (1998) menunjukkan bahwa penduga AB-GMM dapat
terkendala oleh bias sampel terbatas, terutama ketika jumlah periode amatan yang
tersedia relatif kecil. Hal ini menekankan perlunya perhatian sebelum menerapkan
27
metode ini untuk mengestimasi model autoregresif dengan jumlah deret waktu
yang relatif kecil.
Keberadaan bias sampel terbatas dapat dideteksi dengan mengkomparasi
hasil AB-GMM dengan penduga alternatif dari parameter autoregresif.
Sebagaimana diketahui dalam model AR (1), least square akan memberikan suatu
estimasi dengan bias yang ke atas (biased upward) dengan keberadaan pengaruh
spesifik individu (individual-spesific effect) dan fixed effect akan memberikan
dugaan
dengan bias yang ke bawah (biased downward). Selanjutnya penduga
konsisten dapat diekspektasi di antara penduga least square atau fixed effect. Bila
penduga AB-GMM dekat atau di bawah penduga penduga fixed effect, maka
kemungkinan penduga AB-GMM akan biased downward, yang kemungkinan
disebabkan oleh lemahnya instrumen.
System GMM (SYS-GMM)
Indra (2009), ide dasar dari penggunaan metode system GMM adalah
untuk mengestimasi sistem persamaan baik pada first-differences maupun pada
level yang mana instrumen yang digunakan pada level adalah lag first-differences
dari deret. Blundell dan Bond (1998) menyatakan pentingnya pemanfaatan initial
condition dalam menghasilkan penduga yang efisien dari model data panel
dinamis ketika T berukuran kecil. Salah satunya dengan membuat model
autoregresif data panel dinamis tanpa regresor eksogenus sebagai berikut:
(3.30)
dengan
untuk
. Dalam hal ini, Blundell dan Bond (1998) memfokuskan pada
,
oleh karenanya hanya terdapat satu kondisi ortogonal yang diberikan oleh
sedemikian sehingga
tepat teridentifikasi (just Indentified).
Dalam kasus ini, tahap pertama dari regresi variabel instrumen diperoleh dengan
meregresikan
pada
. Perhatikan bahwa regresi ini dapat diperoleh dari
persamaan (3.30) yang dievaluasi pada saat
dengan mengurangi kedua ruas
persamaan tersebut, yakni:
(3.31)
Dikarenakan ekspektasi
biased) dengan
akan bias ke atas (upward
28
(3.32)
dengan
. Bias dapat menyebabkan koefisien estimasi dari
variabel instrumen
mendekati nol. Selain itu, nilai statistik-F dari regresi
variabel instrumen tahap pertama akan konvergen ke
dengan parameter non-
centrality
Karena
maka penduga variabel instrumen menjadi lemah. Di sini, Blundell
dan Bond mengaitkan bias dan lemahnya presisi dari penduga first-difference
GMM dengan masalah lemahnya instrumen yang mana hal ini dicirikan dari
parameter konsentrasi .
Menurut Firdaus (2011), beberapa kriteria yang digunakan untuk
menemukan model dinamis atau GMM terbaik adalah:
1. Tidak bias. Estimator dari pooled least squares bersifat biased upwards
dan estimator dari fixed-effects bersifat biased downmwards. Estimator
yang tidak bias berada di antara keduanya.
2. Instrumen valid. Validitas ini diperiksa dengan menggunakan Uji Sargan.
Instrumen akan valid bila Uji Sargan tidak dapat menolak hipotesis nol.
3. Konsisten. Sifat konsistensi dari estimator yang diperoleh dapat diperiksa
dari statistik Arellano-Bond
dan
, yang dihitung secara otomatis
pada beberapa perangkat lunak. Estimator akan konsisten bila statistik
menunjukan hipotesis nol ditolak dan
menunjukan hipotesis nol tidak
ditolak.
3.3
Model Penelitian
Dalam penelitian ini, model umum yang digunakan adalah fungsi regresi
untuk seluruh kawasan. Model umum yang digunakan dipelopori oleh Kenen dan
Rodrick (1986). Penulis mengembangkan model tersebut dengan menambahkan
variabel baru yaitu variabel lag dependent sebagai regresor. Model umum seluruh
kawasan yang akan diestimasi adalah sebagai berikut:
29
dimana:
= logaritma natural dari indeks volume impor
= logaritma natural dari lag indeks volume impor
= logaritma natural dari GDP riil
= logaritma natural dari nilai tukar riil; peningkatan menandakan
depresiasi
= Volatilitas nilai tukar riil
= Koefisien
= koefisien regresi yang menunjukan slope dari variabel penjelas
= error.
Data yang digunakan adalah dari negara-negara berikut:
Kawasan ASEAN+6
: Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand,
Cina, Korea Selatan, Jepang, India, Australia, dan
New Zealand.
Kawasan non ASEAN+6
: Perancis, Jerman, Inggris, Kanada, Meksiko, dan
Amerika Serikat.
3.4
Batasan Penelitian
Dalam penelitian ini, akan dianalisis faktor-faktor yang memengaruhi
impor di kawasan ASEAN+6 dan non ASEAN+6, khususnya hubungan volatilitas
nilai tukar riil tehadap impor. Pertimbangan memilih nilai tukar riil sebagai
variabel penjelas fungsi permintaan impor dikarenakan nilai tukar riil sudah cukup
dapat menggambarkan posisi daya saing suatu negara relatif terhadap negara
lainnya. Dalam analisis ini faktor-faktor eksternal yang mungkin berpengaruh
dalam analisis dianggap konstan.
30
IV.
4.1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Eksploratif
Analisis eksploratif dilakukan dengan maksud untuk memberikan
deskripsi, gambaran secara sistematis mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta
hubungan antar fenomena yang diselidiki (Fauzi, 2007). Analisis eksploratif
dalam penelitian ini akan dijelaskan mengenai kondisi umum dari masing-masing
variabel yang digunakan yang dilakukan terhadap negara di kawasan ASEAN+6
dan non ASEAN+6 (Uni Eropa dan Amerika Utara). Analisis akan dimulai
dengan memberikan gambaran mengenai hubungan antara impor dan variabelvariabel yang diperkirakan berpengaruh, sehingga akan diperoleh gambaran
umum mengenai fakta-fakta dan hubungan antar variabel.
4.1.1 Hubungan Impor dengan Gross Domestic Product (GDP) Riil
Pada Gambar 4.1 menunjukan hubungan antara indeks volume impor dan
GDP riil di kawasan ASEAN+6 dan kawasan non ASEAN+6 (Uni Eropa dan
Amerika Utara) periode 2002 sampai 2010. Pada gambar tersebut semua data
dihitung dalam logaritma natural.
Pada Gambar 4.1 merupakan hubungan rata-rata impor dengan GDP riil
untuk kawasan ASEAN+6 dan non ASEAN+6. Pada gambar tersebut terlihat
bahwa negara-negara di kawasan non ASEAN+6, cenderung memiliki pendapatan
riil yang relatif tinggi dengan impor yang rendah daripada negara-negara di
kawasan ASEAN+6. Amerika Serikat merupakan negara yang memiliki GDP riil
paling tinggi daripada negara lainnya, hal ini disebabkan karena Amerika Serikat
merupakan negara yang memiliki ekonomi terbesar di dunia. Dibidang
perekonomian, Amerika Serikat banyak memegang peran penting. Sebagai negara
yang menganut paham ekonomi kapitalis dan perdagangan bebas, perdagangan di
Amerika Serikat mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hampir semua
negara di dunia menjalin hubungan dagang dengannya. Impor Amerika Serikat
biasanya berupa bahan-bahan baku industri dan ekspornya biasanya berupa
produk-produk olahan seperti mesin-mesin, pesawat, alat-alat kedokteran yang
memiliki nilai tambah yang besar, sehingga GDP riil mereka menjadi tinggi.
31
Indeks Volume Impor dan GDP Riil (USD)
5.6
Rata-rata Indeks Volume Impor
CHN
IND
5.5
5.4
5.3
5.2
5.1
NZL
5
THA
KOR
SGP
4.9
PHL
AUS
IDN
MYS
4.8
FRA
DEU
MEX CAN GBR
JPN
USA
4.7
24
25
26
27
28
29
30
31
Rata-rata GDP Riil (USD)
Sumber: World Development Indicators, diolah
Keterangan : IDN = Indonesia; MYS= Malaysia; SGP = Singapura; PHL = Filipina; THA =
Thailand; CHN = China; KOR = Korea Selatan; JPN = Jepang; IND = India; AUS =
Australia; NZL = New Zealand; DEU = Jerman; FRA = Perancis; GBR = Inggris;
MEX = Meksiko; CAN = Kanada; USA = Amerika Serikat
Gambar 4.1 Hubungan Indeks Volume Impor dan GDP Riil Kawasan
ASEAN+6 dan Non ASEAN+6 Periode 2002-2010
Untuk negara-negara di kawasan ASEAN+6 memiliki GDP riil yang
relatif lebih kecil daripada negara non ASEAN+6, kecuali untuk salah satu negara
maju di kawasan ASEAN+6 yaitu Jepang. Jepang merupakan negara dengan
ekonomi terbesar di dunia setelah Amerika Serikat. Jepang memiliki GDP riil
yang paling besar daripada negara-negara di kawasan ASEAN+6 lainnya dengan
impor yang paling rendah. Hal ini dapat disebabkan karena Jepang mengimpor
bahan-bahan baku. Bahan baku tersebut mereka produksi terlebih dahulu sebelum
diekspor, yang menyebabkan mereka memperoleh
nilai tambah yang tinggi
dengan cara memproduksi bahan baku tersebut yang didukung dengan teknologi
dan sumber daya manusia yang canggih. Hal ini menyebabkan GDP riil mereka
menjadi tinggi.
32
4.1.2 Hubungan Impor dengan Nilai Tukar Riil
Pada Gambar 4.2 menunjukan hubungan antara indeks volume impor dan
nilai tukar riil di kawasan ASEAN+6 dan kawasan non ASEAN+6 (Uni Eropa dan
Amerika Utara). Pada gambar tersebut semua data dihitung dalam logaritma
natural sehingga menyebabkan terdapat rata-rata nilai tukar riil yang bernilai
negatif. Semakin besar rata-rata nilai tukar riil menandakan rata-rata nilai tukar
riil di negara tersebut semakin lemah.
Rata-rata Indeks Volume Impor
Indeks Volume Impor dan Nilai Tukar Riil
CHN
5.6
IND
5.4
5.2
THA
5 AUSNZL
FRA
SGP MYS
GBR
DEU
MEX
4.8
USA
CAN
KOR
IDN
PHL
JPN
4.6
-2
-1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Rata-rata Nilai Tukar Riil
Sumber: World Development Indicators, diolah
Gambar 4.2 Hubungan Indeks Volume Impor dan Nilai Tukar Riil Kawasan
ASEAN+6 dan Non ASEAN+6 Periode 2002-2010
Dari Gambar 4.2 terlihat bahwa hubungan antara indeks volume impor dan
nilai tukar riil untuk kawasan non ASEAN+6 cenderung mengumpul di satu
tempat dengan nilai tukar riil yang relatif lebih kuat dan impor yang relatif lebih
rendah daripada negara di kawasan ASEAN+6. Untuk kawasan non ASEAN+6,
Inggris merupakan negara yang memiliki nilai tukar riil yang paling kuat daripada
negara lainnya. Hal ini dapat disebabkan karena Poundsterling adalah mata uang
yang memiliki urutan keempat sebagai mata uang yang paling banyak
diperdagangkan di bursa dunia setelah dolar Amerika Serikat, Euro, dan Yen.
33
Selain itu, Inggris memiliki impor yang kecil karena mereka lebih percaya
terhadap produk yang ada di pasar lokal Inggris daripada harus mengimpor barang
dari luar negeri. Hal ini mengakibatkan mereka tidak perlu menukarkan banyak
Poundsterling untuk mendapatkan mata uang negara lain karena mereka jarang
mengimpor dalam jumlah besar, sehingga jarang mata uang Poundsterling yang
ditukar ke mata uang negara lain, akibatnya Poundsterling lebih bertahan nilai
tukarnya.
Pada Gambar 4.2 terlihat bahwa Indonesia memiliki nilai tukar riil yang
paling lemah dengan indeks volume impor yang hampir sama dengan negara
lainnya. Lemahnya nilai tukar riil Indonesia dapat disebabkan karena Indonesia
merupakan negara berkembang yang cenderung mengekspor bahan baku atau
bahan mentah ke negara maju. Bahan baku tersebut kemudian diolah oleh negara
maju tersebut dan dijual kembali ke negara Indonesia dengan biaya yang lebih
mahal, hal ini membuat cadangan devisa Indonesia menjadi rendah. Cadangan
devisa yang rendah ini memengaruhi posisi tawar (permintaan dan penawaran)
dan mata uang Rupiah. Sehingga cadangan devisa yang rendah yang dimiliki
Indonesia ini membuat nilai mata uang (nilai tukar riil) Indonesia menjadi lemah.
4.1.3 Hubungan Impor dengan Volatilitas Nilai Tukar Riil
Pada Gambar 4.3 menunjukan hubungan antara indeks volume impor dan
volatilitas nilai tukar riil di kawasan ASEAN+6 dan kawasan non ASEAN+6.
Semakin besar rata-rata volatilitas nilai tukar riil menandakan semakin besar
resiko mata uang negara tersebut.
Pada Gambar 4.3 terlihat bahwa volatilitas nilai tukar riil di Kanada
memiliki nilai yang paling tinggi, ini berarti bahwa resiko mata uang negara
Kanada adalah yang paling tinggi daripada mata uang negara lain. Hal ini dapat
disebabkan karena dampak dari krisis keuangan global yang terjadi pada tahun
2008 yang menyebabkan nilai tukar di Kanada berfluktuasi dan memiliki
volatilitas yang cukup tinggi. Peningkatan volatilitas nilai tukar riil di Kanada
sebagai dampak dari krisis keuangan global mulai terjadi pada tahun 2008.
Volatilitas nilai tukar riil di Kanada mangalami peningkatan yang besar pada
tahun 2008 dan 2009.
34
Indeks Volume Impor dan Volatilitas Nilai
Tukar
Rata-rata Indeks Volume Impor
5.7
5.6
CHN
IND
5.5
5.4
5.3
5.2
5.1
THANZL
KOR
5
FRA
SGP AUS
MYS
DEU
4.9
PHL
GBR
USA
4.8
MEX
4.7
JPN
CAN
4.6
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
Rata-rata Volatilitas Nilai Tukar
Sumber: World Development Indicators, CEIC, Bank of Canada, Australia Bureau Statistic,
diolah
Gambar 4.3 Hubungan Indeks Volume Impor dan Volatilitas Nilai Tukar
Riil Kawasan ASEAN+6 dan Non ASEAN+6 Periode 2002-2010
Pada Gambar 4.4, adalah gambar hubungan antara indeks volume impor
dan volatilitas nilai tukar riil di kawasan ASEAN+6 maupun non ASEAN+6 tanpa
menyertakan Kanada, karena apabila Kanada disertakan dalam gambar, maka
akan menyebabkan negara yang lainnya sulit untuk dilihat atau dibandingkan,
maka Kanada akan disingkirkan dalam analisis pada Gambar 4.4.
Pada Gambar 4.4 terlihat bahwa volatilitas nilai tukar riil di Amerika
Serikat memiliki nilai yang paling rendah, hal ini berarti bahwa resiko mata uang
negara Amerika Serikat adalah rendah. Rendahnya volatilitas nilai tukar Amerika
Serikat dapat disebabkan karena, mata uang negara di seluruh dunia mengacu
kepada mata uang Amerika Serikat, sehingga menyebabkan nilai tukar mereka
menjadi lebih stabil dan memiliki resiko yang kecil.
Dalam Gambar 4.4, terlihat bahwa untuk negara-negara di kawasan non
ASEAN+6 memiliki hubungan antara indeks volume impor dan volatilitas nilai
tukar riil yang relatif sama. Hal ini dapat terlihat bahwa untuk negara-negara di
35
kawasan non ASEAN+6 memiliki titik yang cenderung mengumpul di satu
tempat. Oleh karena itu, dalam menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi
impor, maka dalam penelitian ini akan dibandingkan faktor-faktor yang
memengaruhi impor di kawasan ASEAN+6 dan non ASEAN+6.
Indeks Volume Impor dan Volatilitas Nilai
Tukar
Rata-rata Indeks Volume Impor
5.7
CHN
5.6
IND
5.5
5.4
5.3
5.2
THA
5.1
5
MYS
4.9
KOR
SGP
PHL
4.8
USA
4.7
FRA
DEU IDN
GBR
MEX
JPN
NZL
AUS
4.6
0
0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 0.006 0.007 0.008 0.009
0.01
Rata-rata Volatilitas Nilai Tukar
Sumber: World Development Indicators, CEIC, Australia Bureau Statistic, diolah
Gambar 4.4 Hubungan Indeks Volume Impor dan Volatilitas Nilai Tukar
Riil Kawasan ASEAN+6 dan Non ASEAN+6 (Tanpa Kanada) Periode 20022010
4.2
Granger Causality Test pada data panel
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan sebab akibat diantara
dua variabel yang diuji. Pengujian ini dilakukan terhadap beberapa variabel yang
terkait dengan model umum penelitian.
Tanda “√” menunjukan bahwa hipotesis nol ditolak, dengan menggunakan
probabilitas < tingkat kritis α=10% (hasil granger causality test untuk seluruh
kawasan dan tiap kawasan dapat dilihat pada Lampiran 1. Hipotesis nol untuk
baris pertama adalah ln(Y) tidak memengaruhi ln(M) dan ln(M) tidak
memengaruhi ln(Y). Dari tabel dapat terlihat bahwa hasil untuk kasus seluruh
kawasan sama seperti kasus untuk kawasan ASEAN+6, dimana terdapat
36
hubungan kausalitas satu arah antara ln(M) dan ln(Y) pada lag 1 dan lag 2. Pada
lag 1 ln(M) secara signifikan memengaruhi ln(Y), sedangkan pada lag 2 ln(Y)
secara signifikan memengaruhi ln(M). Hal ini berarti bahwa impor secara
signifikan mempengaruhi GDP riil pada lag 1, sedangkan pada lag 2 GDP riil
secara signifikan memengaruhi impor. Untuk kawasan non ASEAN+6 ditemukan
hubungan kausalitas satu arah yaitu ln(M) secara signifikan memengaruhi ln(Y).
Tabel 4.1. Granger Causality Test
Seluruh Kawaan
Kawasan
Kawasan non
ASEAN+6
ASEAN+6
Hipotesis Nol
1
2
3
1
2
3
1
2
3
lag
lag
lag
lag
lag
lag
lag
lag
lag
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Keterangan:
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Periode sample 2002-2010; M = indeks volume Impor; Y = GDP riil; RER = nilai
tukar riil; V = volatilitas nilai tukar riil;
= tidak mempengaruhi, dan √ = tolak
hipotesis nol. (Hasil Granger Causality Test dapat dilihat pada Lampiran 1).
Hipotesis nol untuk baris kedua adalah ln(RER) tidak memengaruhi ln(M)
dan ln(M) tidak memengaruhi ln(RER). Dari hasil terlihat bahwa untuk kasus
seluruh kawasan dan kawasan ASEAN+6 memberikan hasil yang sama yaitu
terdapat hubungan kausalitas satu arah antara ln(M) dan ln(RER) hanya pada lag
2 dan lag 3, dimana impor secara signifikan memengaruhi nilai tukar riil.
Sedangkan untuk kawasan non ASEAN+6, terdapat hubungan kausalitas satu arah
antara impor dan nilai tukar riil pada seluruh lag, dimana impor secara signifikan
memengaruhi nilai tukar riil.
37
Hipotesis nol untuk baris ketiga adalah ln(V) tidak memengaruhi ln(M)
dan ln(M) tidak memengaruhi ln(V). Dari hasil terlihat bahwa untuk kasus
kawasan ASEAN+6 dan non ASEAN+6 terdapat hubungan kausalitas satu arah
antara ln(V) dan ln(M), dimana ln(V) memengaruhi ln(M). Hal ini berarti bahwa
volatilitas nilai tukar riil secara signifikan memengaruhi impor. Sedangkan untuk
kasus seluruh kawasan, hubungan kausalitas searah antara ln(V) dan ln(M),
dimana volatilitas nilai tukar riil secara signifikan memengaruhi impor pada lag 1
dan lag 2.
Dalam kaitan untuk mengetahui bagaimana hubungan impor dengan
variabel-variabel yang memengaruhinya maka dapat disimpulkan bahwa granger
causality test menunjukan untuk kasus seluruh kawasan, kawasan ASEAN+6, dan
kawasan non ASEAN+6 ditemukan hubungan kausalitas satu arah antara impor
dengan variabel-variabel yang memengaruhinya, diantaranya GDP riil, nilai tukar
riil, dan volatilitas nilai tukar riil.
4.3
Hasil Estimasi Penelitian: Model Seluruh Kawasan
Pada subbab ini akan dibahas apa saja yang memengaruhi impor di seluruh
kawasan
dengan
menggunakan
metode
kuantitatif.
Mengingat
semakin
pentingnya impor bagi suatu negara maka dalam penelitian ini akan dianalisis
faktor-faktor apa saja yang memengaruhi impor suatu negara, khususnya
hubungan volatilitas nilai tukar dan impor. Penelitian tentang hubungan volatilitas
nilai tukar riil dengan impor telah menjadi banyak perhatian bagi para ekonom di
dunia. Hal ini karena dampak volatilitas nilai tukar riil terhadap impor dapat
berbeda di setiap negara, sehingga akan berpengaruh terhadap kebijakan apa yang
harus diterapkan oleh negara tersebut.
Tabel 4.2 menyajikan hasil estimasi koefisien faktor-faktor yang
memengaruhi impor di seluruh kawasan. Dengan menggunakan SystemGeneralized Method of Moment (SYS-GMM) dalam estimasi twostep.
Untuk menemukan model terbaik, maka harus memenuhi beberapa
kriteria, yaitu penduga yang konsisten, instrumen valid, dan penduga tidak bias.
Sifat konsistensi dari penduga ditunjukan oleh hasil estimasi Arellano-Bond (AB).
Pada Tabel 4.2, hasil estimasi AB ditujukan oleh nilai statistik m1 (-3,0251) yang
38
signifikan pada taraf nyata 5 persen dan nilai statistik m2 (0,35796) yang tidak
signifikan pada taraf nyata 1 persen, 5 persen, maupun 10 persen. Tidak
signifikannya nilai statistik m2 mengindikasikan kurangnya second order serial
correlation di dalam residual dari pembedaan spesifikasi, sehingga penduga dapat
dikatakan sudah konsisten. Selanjunya, validitas
instrumen dapat diperiksa
dengan uji Sargan. Nilai statistik pada uji sargan sebesar 16,69518 dengan
probabilitas 0,9944 yang tidak signifikan pada taraf nyata 1 persen, 5 persen,
maupun 10 persen. Hal ini menunjukan bahwa tidak ada korelasi antar residu dan
over-identifying restrictions, sehingga dapat dikatakan bahwa instrumen sudah
valid. Sedangkan sifat tidak bias (unbiased) pada penduga dapat dilihat dari nilai
koefisien hasil estimasi yang berada diantara pooled least square (PLS) dan fixedeffects (FE). Dalam penelitian ini, nilai koefisien hasil estimasi dari lag M dengan
menggunakan GMM sebesar 0,6539072 yang lebih besar dari nilai koefisien lag
M pada FE (0,5501853) dan lebih kecil dari nilai koefisien lag M pada PLS
(0,9791112). Sehingga dapat dikatakan bahwa penduga bersifat tidak bias.
Tabel 4.2: Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Impor Seluruh
Kawasan (ASEAN+6 dan Non ASEAN+6)
Estimated
P-value
Parameter
Standard Error
Coefficients
SYS-GMM
Lag M
Y
RER
V
_cons
Pooled Least Square
Lag M
Fixed Effect
Lag M
39
AB Test
z
Arrelano-Bond m1
Arrelano-Bond m2
Sargan Test
Dari tabel 4.2 terlihat bahwa terdapat tiga variabel yang berpengaruh
signifikan terhadap impor dalam kasus seluruh kawasan, yaitu lag impor (lag M),
GDP riil (Y), dan volatilitas nilai tukar riil (V) yang masing-masing signifikan
pada taraf nyata 5 persen. Sedangkan nilai tukar riil (RER) tidak berpengaruh
signifikan terhadap impor pada taraf nyata 5 persen.
4.3.1 Variabel Lag Impor
Pada Tabel 4.2 terlihat bahwa lag impor berpengaruh positif dan signifikan
terhadap impor. Lag impor memiliki nilai koefisien 0,6539702 yang signifikan
pada taraf nyata 5 persen. Nilai koefisien tersebut menjelaskan bahwa jika terjadi
peningkatan impor pada periode sebelumnya sebesar 1 persen, cateris paribus,
maka akan menyebabkan peningkatan impor sebesar 0,6539702 persen. Hal ini
berarti bahwa impor untuk periode selanjutnya berkorelasi dengan impor pada
periode sebelumnya. Korelasi antara impor periode sebelumnya dengan periode
selanjutnya dapat digunakan oleh pemerintah dalam meramalkan impor periode
selanjutnya sehingga pemerintah dapat mengambil kebijakan yang tepat agar
neraca pembayaran tetap seimbang.
4.3.2 Variabel GDP Riil
Pada Tabel 4.2, variabel GDP riil berpengaruh positif dan signifikan
terhadap impor. Nilai koefisien dari GDP riil adalah 0,1886631 yang signifikan
pada taraf nyata 5 persen. Hal ini berarti bahwa jika terjadi peningkatan GDP riil
sebesar 1 persen, cateris paribus, maka akan meningkatkan impor sebesar
0,1886631 persen. Hal ini sesuai dengan teori yang yang dikemukakan oleh
Delong (2002). Secara teori antara impor dengan pendapatan riil berhubungan
positif. Jika semakin tinggi pendapatan riil maka ini sama saja dengan semakin
40
tinggi daya beli masyarakat, sehingga semakin banyak uang yang dimiliki atau
digunakan oleh konsumen dan investor yang dapat dihabiskan atau digunakan
untuk impor, sehingga impor akan meningkat.
Hubungan positif dan signifikan antara impor dan GDP riil dalam
penelitian ini memiliki hasil yang sama dengan penelitian-penelitian sebelumnya,
diantaranya penelitian dari Akpokodje dan Omojimite (2009), yang menjelaskan
bahwa terdapat dua alasan kenapa impor dapat meningkat karena GDP riil
meningkat. Pertama, jika peningkatan dalam GDP riil akan meningkatkan
konsumsi riil, peningkatan konsumsi riil ini akan menyebabkan peningkatan
dalam permintaan agregat. Jika penawaran domestik tidak dapat memenuhi
peningkatan dalam permintaan agregat maka impor akan meningkat untuk
memenuhi peningkatan permintaan agregat tersebut. Kedua, jika peningkatan
GDP riil menyebabkan peningkatan dalam investasi riil sehingga investasi untuk
barang-barang yang tidak diproduksi secara domestik harus dibeli dari luar negeri,
hal ini berarti impor akan meningkat
4.3.3 Variabel Volatilitas Nilai Tukar Riil
Pada Tabel 4.2 untuk kasus seluruh kawasan, volatilitas nilai tukar riil
berpengaruh positif dan signifikan terhadap impor. Nilai koefisien dari volatilitas
nilai tukar riil adalah 0,3061796 yang signifikan pada taraf nyata 5 persen.
Artinya, jika volatilitas nilai tukar riil meningkat sebesar 1 persen, cateris paribus,
maka akan menyebabkan impor meningkat sebesar 0,3061796 persen.
Hubungan volatilitas nilai tukar riil terhadap impor di kasus seluruh
kawasan memiliki hubungan yang signifikan dan positif. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan di Inggris oleh Choudhry (2008) dengan menggunakan
Error Correction Model. Pada penelitiannya, ditemukan hubungan yang positif
dan signifikan antara volatilitas nilai tukar riil dan volume impor di Inggris dari
Kanada, Jepang, dan New Zealand. Hubungan positif antara volatilitas nilai tukar
riil dan volume impor dapat disebabkan karena pedagang bersikap risk-neutral,
maka volatilitas nilai tukar dapat dijadikan kesempatan bagi mereka untuk
meningkatkan keuntungan sehingga akan menyebabkan peningkatan terhadap
impor (Cheong, 2004). Menurut De Grauwe (1988), bahwa jika efek pendapatan
41
lebih mendominasi efek substitusi maka akan menyebabkan hubungan positif
antara perdagangan dan volatilitas.
4.4
Hasil Estimasi Penelitian: Model Kawasan ASEAN+6
Pada pembahasan selanjutnya akan dianalisis faktor-faktor
yang
memengaruhi impor di kawasan ASEAN+6. Tabel 4.3 menyajikan hasil estimasi
koefisien faktor-faktor yang memengaruhi impor di kawasan ASEAN+6. Dengan
menggunakan System-Generalized Method of Moment (SYS-GMM) dalam
estimasi twostep maxldep(1) dengan variabel predetermined adalah volatilitas
nilai tukar riil. Untuk menemukan model terbaik, maka harus memenuhi beberapa
kriteria, dengan melakukan uji Arellano-Bond (AB), uji sargan, dan uji tidak bias.
Tabel 4.3: Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Impor Kawasan
ASEAN+6
Estimated
P-value
Parameter
Standard Error
Coefficients
SYS-GMM
Lag M
Y
RER
V
_cons
Pooled Least Square
Lag M
Fixed Effect
Lag M
AB Test
Arrelano-Bond m1
z
42
Arrelano-Bond m2
Sargan Test
Sifat konsistensi dari penduga ditunjukan oleh hasil estimasi ArellanoBond (AB) yang memiliki nilai statistik m1 (-2,5273) yang signifikan pada taraf
nyata 5 persen dan nilai statistik m2 (0,1566) yang tidak signifikan pada taraf
nyata 1 persen, 5 persen, maupun 10 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa
penduga sudah konsisten. Selanjunya, validitas instrumen dapat diperiksa dengan
uji Sargan. Nilai statistik pada uji sargan sebesar 9,900828 dengan probabilitas
1,0000 yang tidak signifikan pada taraf nyata 1 persen, 5 persen, maupun 10
persen, sehingga dapat dikatakan bahwa instrumen sudah valid. Sedangkan sifat
tidak bias (unbiased) pada penduga dapat dilihat dari nilai koefisien hasil estimasi
dengan menggunakan GMM yang berada diantara pooled least square (PLS) dan
fixed-effects (FE). Dalam penelitian ini, nilai koefisien hasil estimasi dari lag M
dengan menggunakan GMM sebesar 0,7359815 yang lebih besar dari nilai
koefisien lag M pada FE (0,5967571) dan lebih kecil dari nilai koefisien lag M
pada PLS (0,9561433), sehingga dapat dikatakan bahwa penduga sudah bersifat
tidak bias.
Dari Tabel 4.3 terlihat bahwa semua variabel berpengaruh signifikan
terhadap impor untuk kasus kawasan ASEAN+6, yaitu lag impor (lag M), GDP
riil (Y), nilai tukar riil (RER), dan volatilitas nilai tukar riil (V) yang masingmasing signifikan pada taraf nyata 5 persen.
4.4.1 Variabel Lag Impor
Untuk kasus kawasan ASEAN+6 seperti yang terlihat pada Tabel 4.3,
variabel lag impor berpengaruh positif dan signifikan terhadap impor di
ASEAN+6. Nilai koefisien lag impor adalah sebesar 0,7359815 dan signifikan
pada taraf nyata 5 persen. Artinya, jika impor pada periode sebelumnya meningkat
sebesar 1 persen, cateris paribus, maka akan meningkatkan impor sebesar
0,7359815 persen. Hubungan positif ini menunjukan bahwa peningkatan impor
pada periode sebelumnya akan menyebabkan peningkatan impor pada periode
43
selanjutnya di kawasan ASEAN+6. Hal ini berarti bahwa impor untuk periode
selanjutnya berkorelasi dengan impor pada periode sebelumnya. Korelasi antara
impor periode sebelumnya dengan periode selanjutnya dapat digunakan oleh
pemerintah dalam meramalkan impor periode selanjutnya sehingga pemerintah
dapat mengambil kebijakan yang tepat untuk mengontrol permintaan impor
domestik.
4.4.2 Variabel GDP Riil
GDP riil merupakan variabel yang signifikan terhadap impor. Pada Tabel
4.3 terlihat bahwa variabel GDP riil memiliki pengaruh yang positif dan
signifikan terhadap impor dimana nilai koefisiennya sebesar 0,1295035 yang
signifikan pada taraf nyata 5 persen. Artinya, jika GDP riil meningkat 1 persen,
cateris paribus, maka akan menyebabkan impor meningkat sebesar 0,1295035
persen. Hubungan positif antara GDP riil dan impor dalam penelitian ini sama
seperti penelitian-penelitian terdahulu di beberapa negara dan teori yang
dikemukakan oleh Delong (2002) yang menjelaskan bahwa dampak dari
peningkatan GDP riil adalah peningkatan dalam impor.
Sebagian besar negara di kawasan ASEAN+6 merupakan negara
berkembang. Biasanya, masyarakat di negara berkembang lebih bersifak
konsumtif, sehingga jika GDP riil meningkat, maka semakin banyak uang yang
dapat digunakan untuk menambah impor baik untuk komoditi konsumsi maupun
impor
bahan
baku
untuk
meningkatkan
produksi
domestik,
sehingga
menyebabkan impor meningkat. Sedangkan untuk negara maju di kawasan
ASEAN+6, misalnya negara Jepang yang lebih banyak mengimpor bahan baku,
maka jika terjadi peningkatan dalam GDP riil, mereka akan cenderung
meningkatkan impor untuk bahan baku mereka, sehingga impor juga akan
meningkat.
4.4.3 Variabel Nilai Tukar Riil
Pada tabel 4.3 menunjukan bahwa variabel nilai tukar riil memiiki
pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap impor di kawasan ASEAN+6.
Nilai koefisien dari nilai tukar riil adalah sebesar -0,15887 yang signifikan pada
taraf nyata 5 persen. Koefisien dari nilai tukar riil sebesar -0,15887 dapat
diinterpretasikan jika nilai tukar riil terdepresiasi sebesar 1 persen, cateris
44
paribus, maka akan menyebabkan impor turun sebesar 0,15887 persen. Hal ini
sesuai dengan beberapa penelitian terdahulu, diantaranya yaitu penelitian yang
dilakukan oleh Arize (1998) di negara Amerika Serikat, Cheong (2004) di Inggris,
yang menyimpulkan bahwa hubungan antara nilai tukar riil dan impor adalah
negatif, yaitu ketika nilai tukar riil terdepresiasi maka menyebabkan harga barangbarang impor relatif lebih mahal dari pada barang-barang dalam negeri, sehingga
impor akan turun dan ekspor akan meningkat. Sedangkan pada saat nilai tukar riil
terapreasiasi maka harga barang-barang impor relatif lebih murah daripada barang
domestik, sehingga impor akan meningkat dan ekspor akan turun.
4.4.4 Variabel Volatilitas Nilai Tukar Riil
Pada Tabel 4.3 untuk kasus kawasan ASEAN+6, volatilitas nilai tukar riil
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap impor. Nilai koefisien dari volatilitas
nilai tukar riil adalah -6,139596 yang signifikan pada taraf nyata 5 persen.
Artinya, jika volatilitas nilai tukar riil meningkat sebesar 1 persen, cateris paribus,
maka akan menyebabkan impor turun sebesar 6,139596 persen.
Hubungan volatilitas nilai tukar riil terhadap impor di kawasan ASEAN+6
memiliki hubungan yang signifikan dan negatif. Hal ini sesuai dengan beberapa
penelitian terdahulu yang menjelaskan bahwa peningkatan volatilitas nilai tukar
riil akan menyebabkan impor turun. Merurut Arize (1998), peningkatan volatilitas
nilai tukar merupakan resiko dalam melakukan perdagangan internasional,
termasuk impor. Semakin tinggi volatilitas nilai tukar, akan menyebabkan biaya
untuk impor menjadi lebih tinggi karena adanya biaya yang digunakan untuk
menghindari resiko perdagangan yang pada akhirnya akan berdampak pada
pengurangan impor. Karena adanya nilai tukar yang disepakati pada kontrak
perdagangan, sedangkan pembayaran terhadap perdagangan tersebut dilakukan
sampai pengiriman barang dilakukan dimasa depan (pembayaran dilakukan
setelah pengiriman terjadi), maka jika perubahan nilai tukar menjadi tidak terduga
atau tidak dapat diprediksi, hal ini akan menciptakan ketidakpastian mengenai
keuntungan yang akan dibuat dari pengadaan kegiatan impor tersebut, dan
karenanya akan mengurangi manfaat dari kegiatan impor, sehingga impor akan
turun. Selain itu, menurut Cheong (2004), hubungan negatif antara impor dan
volatilitas nilai tukar dapat disebabkan karena pedagang bersikap menghindari
45
resiko, sehingga volatilitas nilai tukar dianggap sebagai resiko dalam melakukan
impor yang dapat mengurangi keuntungan mereka dalam melakukan impor
sehingga akan cenderung mengurangi impor.
Untuk kasus di kawasan ASEAN+6, nilai koefisien dari volatilitas nilai
tukar riil lebih besar daripada variabel lainnya, yang artinya volatilitas nilai tukar
riil memiliki pengaruh terhadap impor yang paling besar daripada variabel
lainnya. Sehingga volatilitas nilai tukar riil harus menjadi perhatian yang lebih
bagi pemerintah dalam rangka mengatur impor di dalam negeri. Pengetahuan
tentang sejauh mana volatilitas nilai tukar riil memengaruhi impor penting untuk
desain kebijakan antara nilai tukar riil dan impor. Misalnya, jika volatilitas nilai
tukar riil menyebakan penurunan pada impor, maka program penyesuaian untuk
memperlancar arus impor dalam rangka meningkatkan produksi domestik tidak
akan berhasil jika nilai tukar tidak stabil atau volatilitas nilai tukar tinggi.
4.5
Hasil Estimasi Penelitian: Model Kawasan Non ASEAN+6
Perbandingan suatu kawasan terhadap keadaan kawasan lain merupakan
ukuran perekonomian yang bisa dijadikan acuan bagi kawasan tersebut. Dalam
penelitian ini, faktor-faktor yang memengaruhi impor di kawasan ASEAN+6 akan
dibandingkan dengan keadaan di kawasan non ASEAN+6. Kawasan non
ASEAN+6 diwakili oleh Uni Eropa dan Amerika Utara.
Tabel 4.4: Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Impor Kawasan
Uni Eropa dan Amerika Utara (Non ASEAN+6)
Estimated
P-value
Parameter
Standard Error
Coefficients
AB-GMM
Lag M
Y
RER
V
_cons
46
Pooled Least Square
Lag M
Fixed Effect
Lag M
AB Test
z
Arrelano-Bond m1
Arrelano-Bond m2
Sargan Test
Tabel 4.4 menyajikan hasil estimasi koefisien faktor-faktor yang
memengaruhi impor di kawasan non ASEAN+6. Dengan menggunakan Arrellano
Bond-Generalized Method of Moment (AB-GMM/FD-GMM) dalam estimasi
twostep dan variabel predetermined adalah volatilitas nilai tukar riil (V).
Konsistensi dan validitas estimasi ditunjukan oleh hasil estimasi Arellano-Bond
(AB) dan estimasi sargan. Hasil estimasi AB menunjukan nilai m1 (-2,1024) yang
signifikan pada taraf nyata 5 persen dan nilai m2 (1.2004) yang tidak signifikan
pada taraf nyata 1 persen, 5 persen, maupun 10 persen. Hal ini menunjukan bahwa
penduga sudah konsisten. Sedangkan statistik uji sargan memiliki nilai sebesar
4,141134 dengan probabilitas 1,0000 yang tidak signifikan pada taraf nyata 1
persen, 5 persen, maupun 10 persen, sehingga dapat dikatakan bahwa instrumen
sudah valid. Kesempurnaan hasil estimasi dari panel dinamis juga harus bersifat
tidak bias (unbiased). Hal tersebut dapat dilihat dari nilai koefisien hasil estimasi
dengan menggunakan GMM yang berada diantara pooled least square (PLS) dan
fixed-effects (FE). Namun, dalam penelitian ini asumsi unbiased tidak terpenuhi,
dimana nilai koefisien lag M pada model panel dinamis memiliki nilai -0,1584503
yang tidak terletak diantara nilai koefisen lag M dengan PLS (0,6998877) dan FE
(0,1210597), sehingga dapat dikatakan instrumen yang digunakan pada model
panel dinamis adalah bias atau instrumen bersifat lemah. Verbeek (2004)
47
menyatakan bahwa penduga yang bias dapat terjadi jika instrumen hanya
memerlihatkan hubungan atau korelasi yang lemah dengan regresi endogen.
Pada Tabel 4.4 terlihat bahwa hanya variabel GDP riil (Y) saja yang
siginfikan terhadap impor untuk kasus kawasan non ASEAN+6. Dalam hal ini,
GDP riil berpengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata 5 persen. Nilai
koefisien dari GDP riil sebesar 2,24386. Artinya, jika GDP riil meningkat 1
persen,
cateris paribus, maka akan menyebabkan impor di kawasan non
ASEAN+6 meningkat sebesar 2,24386 persen. GDP riil merupakan ukuran
kemakmuran suatu negara. GDP riil memiliki pengaruh yang besar terhadap
impor dikawasan non ASEAN+6, sehingga GDP riil harus dijadikan perhatian
yang lebih bagi pemerintah di kawasan non ASEAN+6 dalam rangka mengotrol
permitaan impor di dalam negeri.
Menurut Akpokodje dan Omojimite (2009), terdapat dua alasan kenapa
impor riil diperkirakan akan meningkat karena peningkatan pada pendapatan riil.
Pertama, jika peningkatan dalam pendapatan riil akan meningkatkan konsumsi riil
sehingga akan menyebabkan lebih banyak barang luar negeri yang akan dibeli,
dengan asumsi distribusi pendapatan riil tidak berubah. Kedua, jika peningkatan
pendapatan riil menyebabkan peningkatan dalam investasi riil sehingga investasi
untuk barang-barang yang tidak diproduksi secara domestik harus dibeli dari luar
negeri, hal ini akan menyebabkan impor akan meningkat.
4.6
Ringkasan Hasil Estimasi Penelitian
Pada pembahasan sebelumnya, telah didapat hasil estimasi terhadap
faktor-faktor yang memengaruhi impor untuk kasus seluruh kawasan, kawasan
ASEAN+6, dan kawasan non ASEAN+6 (Uni Eropa dan Amerika Utara). Pada
pembahasan berikutnya, akan dibandingkan hasil estimasi yang sudah diperoleh
sebelumnya antara kawasan ASEAN+6 dan non ASEAN+6 (Uni Eropa dan
Amerika Utara). Pada Tabel 4.5 dapat terlihat ringkasan hasil estimasi untuk
kasus seluruh kawasan, kawasan ASEAN+6 dan kawasan non ASEAN+6. Pada
Tabel 4.5 terlihat bahwa terdapat perbedaan faktor-faktor yang memengaruhi
impor di kawasan yang berbeda, yaitu kawasan ASEAN+6 dan kawasan non
ASEAN+6.
48
Tabel 4.4: Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Impor
Variabel
Seluruh Kawasan
ASEAN+6
Non ASEAN+6
Lag M
Y
RER
V
Untuk kasus seluruh kawasan, impor periode sebelumnya berpengaruh
positif dan signifikan terhadap impor. Setelah model dipecah menjadi dua, maka
untuk kasus kawasan ASEAN+6 pengaruhnya adalah positif dan signifikan,
sedangkan untuk kasus kawasan non ASEAN+6 tidak berpengaruh signifikan.
Impor periode sebelumnya berpengaruh positif dan signifikan karena sebagian
besar negara-negara di kawasan ASEAN+6 adalah negara berkembang, sehingga
mereka cenderung untuk melakukan impor, misalnya impor untuk mesin-mesin
dengan teknologi yang tinggi. Sedangkan untuk negara maju di kawasan
ASEAN+6 misalnya Jepang, mereka juga cenderung melakukan impor terutama
impor untuk bahan baku. Jepang merupakan salah satu negara maju, tetapi langka
akan sumberdaya alamnya. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan kinerja industri
domestik mereka harus melakukan impor untuk bahan baku tersebut.
Untuk kasus seluruh kawasan, GDP riil perpengaruh positif dan signifikan
terhadap impor. Setelah model dipecah menjadi dua, yaitu untuk kasus kawasan
ASEAN+6 dan non ASEAN+6, maka hubungan antara GDP riil dan impor juga
memberikan hasil yang sama, yaitu GDP riil berpengaruh positif terhadap impor.
Untuk kasus kawasan non ASEAN+6, pengaruh GDP riil terhadap impor relatif
lebih besar daripada di kasawan ASEAN+6. Untuk kasus kawasan non ASEAN+6
memiliki nilai koefisien sebesar 2,24386 sedangkan nilai koefisien untuk kasus
kawasan ASEAN+6 sebesar 0,1295035. Hal ini dapat disebabkan karena sebagian
besar negara di kawasan non ASEAN+6 merupakan negara yang sudah maju
sehingga permintaan agregat mereka sudah dapat terpenuhi oleh penawaran
domestik. Oleh karena itu, peningkatan GDP riil sedikit saja di kawasan non
49
ASEAN+6 dapat menyebabkan banyak negara di dunia langsung masuk untuk
mengekspor ke negara tersebut.
Nilai tukar riil tidak berpengaruh signifikan terhadap impor untuk kasus
seluruh kawasan. Setelah model dipecah menjadi dua, yaitu untuk kasus kawasan
ASEAN+6 dan non ASEAN+6 untuk dibandingkan, maka diperoleh hasil bahwa
terdapat perbedaan pengaruh nilai tukar riil terhadap impor di kawasan yang
berbeda. Untuk kasus kawasan ASEAN+6, nilai tukar riil berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap impor, sedangkan untuk kasus kawasan non ASEAN+6, nilai
tukar riil tidak berpengaruh signifikan terhadap impor. Untuk kasus kawasan non
ASEAN+6, tidak adanya pengaruh dari nilai tukar riil terhadap impor mungkin
saja dapat terjadi, hal ini karena nilai tukar riil negara-negara di Uni Eropa dan
Amerika Utara mengacu terhadap mata uang diri mereka sendiri, sehingga nilai
tukar riil di negara Uni Eropa dan Amerika Utara relatif lebih stabil dan
cenderung tidak berpengaruh terhadap variabel ekonomi lainnya, termasuk impor.
Untuk variabel volatilitas nilai tukar riil, pengaruhnya adalah positif dan
signifikan terhadap impor di kasus seluruh kawasan. setelah model dipecah
menjadi dua, maka untuk kasus kawasan ASEAN+6 volatilitas nilai tukar riil
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap impor, sedangkan untuk kasus
kawasan non ASEAN+6 volatilitas nilai tukar riil tidak berpengaruh signifikan
terhadap impor. Hal ini dapat disebabkan karena nilai tukar riil negara-negara di
Uni Eropa dan Amerika Utara mengacu terhadap mata uang diri mereka sendiri,
sehingga volatilitas nilai tukar riil di negara Uni Eropa dan Amerika Utara relatif
lebih stabil dan cenderung tidak berpengaruh terhadap variabel ekonomi lainnya,
termasuk impor. Nilai tukar di kawasan ASEAN+6 cenderung lebih berfluktuasi
dan mudah terpengaruh terhadap kondisi perekonomian di luar kawasan.
Misalnya, pada saat terjadinya krisis keuangan global di Amerika Serikat, krisis
tersebut menyebabkan volatilitas nilai tukar di sebagian besar negara di kawasan
ASEAN+6 meningkat. Hal ini menyebabkan volatilitas nilai tukar di kawasan
ASEAN+6 memiliki pengaruh terhadap variabel makroekonomi lainnya, termasuk
impor.
50
V.
5.1
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan dari penelitian ini, maka hasil
penelitian tentang faktor-faktor yang memengaruhi impor di negara-negara
kawasan ASEAN+6 dan kawasan non ASEAN+6 dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1.
Untuk kasus seluruh kawasan, hasil menunjukan bahwa nilai tukar riil
tidak berpengaruh signifikan terhadap impor. Sedangkan impor periode
sebelumnya, GDP riil, dan volatilitas nilai tukar riil berpengaruh signifikan
terhadap impor. Volatilitas nilai tukar riil memiliki pengaruh yang positif
dan signifikan terhadap impor.
2.
Untuk
kasus
kawasan
ASEAN+6,
pengujian
faktor-faktor
yang
memengaruhi impor menunjukan bahwa semua variabel yaitu impor
periode sebelumnya, GDP riil, nilai tukar riil, dan volatilitas nilai tukar riil
berpengaruh signifikan terhadap impor. Variabel nilai tukar riil dan
volatilitas nilai tukar riil berpengaruh negatif terhadap impor, sedangkan
impor periode sebelumnya dan GDP riil berpengaruh positif terhadap
impor. Volatilitas nilai tukar riil memiliki pengaruh terbesar terhadap
impor daripada variabel lainnya, sehingga harus menjadi perhatian bagi
pemerintah.
3.
Pengujian faktor-faktor yang memengaruhi impor untuk kasus kawasan
non ASEAN+6 (Uni Eropa dan Amerika Utara), menunjukan hanya GDP
riil saja yang berpengaruh signifikan terhadap impor. Sedangkan nilai
tukar riil dan volatilitas nilai tukar riil tidak berpengaruh signifikan
terhadap impor. Hal ini dapat disebabkan karena nilai tukar riil negaranegara di Uni Eropa dan Amerika Utara mengacu terhadap mata uang
negara Uni Eropa dan Amerika Utara, sehingga nilai tukar riil dan
volatilitas nilai tukar riil di negara Uni Eropa dan Amerika Utara relatif
lebih stabil dan cenderung tidak berpengaruh terhadap variabel ekonomi
lainnya, termasuk impor.
51
5.2
Saran
Pentingnya pengetahuan tentang faktor-faktor yang memengaruhi impor
adalah penting bagi suatu negara, karena impor merupakan salah satu komponen
yang terdapat dalam neraca pembayaran dan memiliki peran penting dalam
perekonomian. Dilihat dari hasil penelitian ini, untuk kawasan ASEAN+6,
volatilitas nilai tukar memiliki pengaruh yang paling besar terhadap impor. Oleh
karena itu, jika pemerintah berkeinginan untuk memperlancar permintaan impor,
maka volatilitas nilai tukar riil harus diturunkan.
Dalam penelitian selanjutnya, disarankan untuk menggunakan data
kuartalan sehingga bisa lebih terlihat pergerakannya. Selain itu, dapat juga
disetakan variabel-variabel lainnya yang dapat memengaruhi impor dan dapat juga
mengikutsertakan negara-negara ASEAN lainnya sehingga dapat diperoleh hasil
yang lebih informati.
52
DAFTAR PUSTAKA
Akpokodge, G. dan Omojimite, B. U. 2009. The Effect of Exchange Rate
Volatility on the Imports of ECOWAS Countries. Medwell Journal: 340346.
Alam, S. dan Ahmed, Q. M. 2010. Exchange Rate Volatility and Pakistan’s
Import Demand: An Application of Autoregressive Distributed Lag
Model. EuroJournals Publishing.
Alam, S. dan Ahmed, Q. M. 2011. Exchange Rate Volatility and Pakistan’s
Bilateral Imports from Major Sources: An Application of ARDL
Approach. Canadian Center of Science and Education, Vol.3, No.2, hal.
245-254.
Arize, A.C. 1998. The Effect of Exchange Rate Volatility on U.S. Imports: An
Empirical Investigation. International Economic Journal, Vol.12, No.3,
hal.31-40
Arize, A. C. dan Shwiff, S. S. 1998. Does Exchange Rate Volatility Affect Import
Flows in G-7 Countries? Evidence from Cointegration Models.
Routledge: 1269-1276.
Baltagi, B. H. 2005. Econometric Analysis of Panel Data. Third Edition. British
Library Cataloguing in Publication Data.
Cheong, Chongcheul. 2004. Does the Risk of Exchange Rate Fluctuation Really
Affect International Trade Flows Between Counties?. Economic Bulletin,
Vol.6 No.4, hal.1-8.
Choudhry, T. 2008. Exchange Rate Volatility and United Kingdom Trade:
Evidence from Canada, Japan, and New Zealand. Springer. Hal.607-619.
Delong, J. Bradford. 2002. Macroeconomics. New York: McGraw-Hill Higher
Education.
Fauzi, A. J. F. A. 2007. Analisis Komparatif Keterkaitan Inflasi dengan Nilai
Tukar Riil di Kawasan Asia (ASEAN+3) dan Non Asia (Uni Eropa,
Amerika Utara) [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Firdaus, M. 2011. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time Series.
Bogor: IPB Press.
Hadiwinata, B. S. 2002. Politik Bisnis Internasional. Yogyakarta: Kanisius.
Hossain, A. dan Chowdhury, A. 1998. Open-Economy Macroeconomics for
Developing Countries. UK: Edwar Elgar
Hubbard, R. dan O’Brien, A. 2009. Macroeconomic Third Edition. United States:
Pearson Education.
53
Indra. 2009. Analisis Hubungan Intensitas Energi dan Pendapatan Perkapita:
Studi Komparatif di Sepuluh Negara Asia Pasifik [Tesis]. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Kayis, A. dan Ozturk, E. 2005. The Effect of Exchange Rate Volatility on The
Bilateral Trade Flows. Sosyal Bilimier Dergisi. Suleyman Demirel
University, Vol.1, hal.147-155.
Koray, F. dan Lastrapes, D. 1989. Real Exchange Rate Volatility and U.S.
Bilateral Trade: a VAR Approach. The Review of Economics and
Statistics.
Mankiw, N. G. 2003. Teori Makroekonomi. Edisi Kelima. Erlangga, Jakarta.
Mishkin, Frederic S. 2009. The Economics of Money, Banking, and Financial
Market. Lana S. dan Beta Y. G. [Penerjemah]. Jakarta: Salemba Empat.
Oktaviani, R. dan Novianti, T. 2009. Teori Perdagangan Internasional dan
Aplikasinya di Indonesia. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Sukar, A. H. Unanticipated Exchange Rate Risk and U.S. Imports. Journal of
Applied Business Research, Vol.10, No.4, hal.19-23
Verbeek, Marno. 2004. A guide to modern econometrics. 2nd Edition. Chichester:
john wiley & sons. Ltd.
54
LAMPIRAN
55
Lampiran 1. Granger Causality Test
Kasus seluruh kawasan
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 05/19/00 Time: 21:09
Sample: 2002 2010
Lags: 1
Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Prob.
Y does not Granger Cause M
M does not Granger Cause Y
136
0.74160
6.30139
0.3907
0.0133
RER does not Granger Cause M
M does not Granger Cause RER
136
1.50118
0.28579
0.2227
0.5938
V does not Granger Cause M
M does not Granger Cause V
136
5.65271
0.73061
0.0189
0.3942
Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Prob.
Y does not Granger Cause M
M does not Granger Cause Y
119
3.34370
0.92104
0.0388
0.4010
RER does not Granger Cause M
M does not Granger Cause RER
119
0.88157
3.43862
0.4169
0.0355
V does not Granger Cause M
M does not Granger Cause V
119
2.72687
0.13170
0.0697
0.8767
Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Prob.
Y does not Granger Cause M
M does not Granger Cause Y
102
1.25940
1.86532
0.2928
0.1407
RER does not Granger Cause M
M does not Granger Cause RER
102
0.75415
3.13704
0.5226
0.0290
V does not Granger Cause M
M does not Granger Cause V
102
1.55055
0.18506
0.2066
0.9063
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 05/19/00 Time: 21:10
Sample: 2002 2010
Lags: 2
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 05/19/00 Time: 21:10
Sample: 2002 2010
Lags: 3
56
Kasus kawasan ASEAN+6
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 04/25/00 Time: 09:47
Sample: 2002 2010
Lags: 1
Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Prob.
Y does not Granger Cause M
M does not Granger Cause Y
88
0.17663
5.13037
0.6753
0.0261
RER does not Granger Cause M
M does not Granger Cause RER
88
0.00919
0.20406
0.9239
0.6526
V does not Granger Cause M
M does not Granger Cause V
88
11.8942
8.4E-06
0.0009
0.9977
Obs
F-Statistic
Prob.
Y does not Granger Cause M
M does not Granger Cause Y
77
2.46155
0.33881
0.0925
0.7138
RER does not Granger Cause M
M does not Granger Cause RER
77
0.32370
3.99654
0.7245
0.0226
V does not Granger Cause M
M does not Granger Cause V
77
11.2951
0.58758
5.E-05
0.5583
Obs
F-Statistic
Prob.
Y does not Granger Cause M
M does not Granger Cause Y
66
1.04209
0.92823
0.3807
0.4328
RER does not Granger Cause M
M does not Granger Cause RER
66
0.28686
3.20631
0.8347
0.0295
V does not Granger Cause M
M does not Granger Cause V
66
5.24012
0.27149
0.0028
0.8457
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 04/25/00 Time: 09:47
Sample: 2002 2010
Lags: 2
Null Hypothesis:
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 04/25/00 Time: 09:47
Sample: 2002 2010
Lags: 3
Null Hypothesis:
57
Kasus kawasan non ASEAN+6
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 05/19/00 Time: 21:15
Sample: 2002 2010
Lags: 1
Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Prob.
Y does not Granger Cause M
M does not Granger Cause Y
48
0.72491
17.7945
0.3990
0.0001
RER does not Granger Cause M
M does not Granger Cause RER
48
0.68066
10.0044
0.4137
0.0028
V does not Granger Cause M
M does not Granger Cause V
48
5.73951
0.42230
0.0208
0.5191
Obs
F-Statistic
Prob.
Y does not Granger Cause M
M does not Granger Cause Y
42
1.03213
7.98219
0.3663
0.0013
RER does not Granger Cause M
M does not Granger Cause RER
42
0.42179
2.68706
0.6590
0.0814
V does not Granger Cause M
M does not Granger Cause V
42
3.04405
0.02395
0.0597
0.9763
Obs
F-Statistic
Prob.
Y does not Granger Cause M
M does not Granger Cause Y
36
1.38250
6.23491
0.2678
0.0021
RER does not Granger Cause M
M does not Granger Cause RER
36
0.74743
2.57098
0.5327
0.0734
V does not Granger Cause M
M does not Granger Cause V
36
2.46538
0.45209
0.0822
0.7178
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 05/19/00 Time: 21:16
Sample: 2002 2010
Lags: 2
Null Hypothesis:
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 05/19/00 Time: 21:16
Sample: 2002 2010
Lags: 3
Null Hypothesis:
58
Lampiran 2. Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Impor
Seluruh Kawasan
System-Generalized Method of Moments (SYS-GMM)
___ ____ ____ ____ ____ (R)
/__
/
____/
/
____/
___/
/
/___/
/
/___/
12.0
Statistics/Data Analysis
Special Edition
Copyright 1985-2011 StataCorp LP
StataCorp
4905 Lakeway Drive
College Station, Texas 77845 USA
800-STATA-PC
http://www.stata.com
979-696-4600
[email protected]
979-696-4601 (fax)
Single-user Stata network perpetual license:
Serial number: 93611859953
Licensed to: STATAforAll
STATA
. xtdpdsys m y rer v, twostep
System dynamic panel-data estimation
Group variable: country
Time variable: tahun
Number of obs
Number of groups
Obs per group:
Number of instruments =
39
=
=
136
17
min =
avg =
max =
8
8
8
=
=
2808.78
0.0000
Wald chi2(4)
Prob > chi2
Two-step results
m
Coef.
Std. Err.
m
L1.
.6539702
.0393351
y
rer
v
_cons
.1886631
.0149525
.3061796
-3.875705
.0551865
.0618318
.051534
1.448465
z
P>|z|
[95% Conf. Interval]
16.63
0.000
.5768749
.7310656
3.42
0.24
5.94
-2.68
0.001
0.809
0.000
0.007
.0804996
-.1062356
.2051748
-6.714644
.2968265
.1361406
.4071844
-1.036765
Warning: gmm two-step standard errors are biased; robust standard
errors are recommended.
Instruments for differenced equation
GMM-type: L(2/.).m
Standard: D.y D.rer D.v
Instruments for level equation
GMM-type: LD.m
Standard: _cons
59
. estat abond
Arellano-Bond test for zero autocorrelation in first-differenced errors
Order
1
2
z
Prob > z
-3.0251
.35796
0.0025
0.7204
H0: no autocorrelation
. estat sargan
Sargan test of overidentifying restrictions
H0: overidentifying restrictions are valid
chi2(34)
Prob > chi2
=
=
16.69518
0.9944
Hasil Estimasi dengan Pooled Least Square (PLS)
. reg m l.m y rer v
Source
SS
df
MS
Model
Residual
10.9501499
1.63026659
4
131
2.73753748
.012444783
Total
12.5804165
135
.09318827
m
Coef.
Std. Err.
m
L1.
.9791112
.0332956
y
rer
v
_cons
-.0003463
.0045018
.0414818
.1624534
.0071257
.0073013
.0853006
.247209
t
Number of obs
F( 4,
131)
Prob > F
R-squared
Adj R-squared
Root MSE
=
=
=
=
=
=
136
219.97
0.0000
0.8704
0.8665
.11156
P>|t|
[95% Conf. Interval]
29.41
0.000
.9132446
1.044978
-0.05
0.62
0.49
0.66
0.961
0.539
0.628
0.512
-.0144426
-.009942
-.1272631
-.326585
.0137499
.0189455
.2102267
.6514917
60
Hasil Estimasi Fixed Effect (FE)
. xtreg m l.m y rer v,fe
Fixed-effects (within) regression
Group variable: country
Number of obs
Number of groups
=
=
136
17
R-sq:
Obs per group: min =
avg =
max =
8
8.0
8
within = 0.7767
between = 0.0505
overall = 0.0693
corr(u_i, Xb)
F(4,115)
Prob > F
= -0.9512
m
Coef.
m
L1.
.5501853
.0616602
y
rer
v
_cons
.3930829
-.0707861
.0703742
-9.228243
.1176848
.122993
.0812078
3.452422
sigma_u
sigma_e
rho
.94109314
.08919684
.99109673
(fraction of variance due to u_i)
F test that all u_i=0:
Std. Err.
F(16, 115) =
t
=
=
100.03
0.0000
P>|t|
[95% Conf. Interval]
8.92
0.000
.4280484
.6723222
3.34
-0.58
0.87
-2.67
0.001
0.566
0.388
0.009
.159972
-.3144116
-.0904828
-16.06683
.6261938
.1728394
.2312312
-2.389659
5.62
Prob > F = 0.0000
61
Lampiran 3. Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Impor
Kawasan ASEAN+6
System-Generalized Method of Moments (SYS-GMM)
___ ____ ____ ____ ____ (R)
/__
/
____/
/
____/
___/
/
/___/
/
/___/
12.0
Statistics/Data Analysis
Special Edition
Copyright 1985-2011 StataCorp LP
StataCorp
4905 Lakeway Drive
College Station, Texas 77845 USA
800-STATA-PC
http://www.stata.com
979-696-4600
[email protected]
979-696-4601 (fax)
Single-user Stata network perpetual license:
Serial number: 93611859953
Licensed to: STATAforAll
STATA
. xtdpdsys m y rer, twostep pre(v) maxldep(1)
System dynamic panel-data estimation
Group variable: country
Time variable: tahun
Number of obs
Number of groups
Obs per group:
Number of instruments =
60
=
=
88
11
min =
avg =
max =
8
8
8
=
=
1841.16
0.0000
Wald chi2(4)
Prob > chi2
Two-step results
m
Coef.
Std. Err.
m
L1.
.7359815
.0506174
v
y
rer
_cons
-6.139596
.1295035
-.15887
-1.950712
2.534945
.0335794
.0640769
.8199086
z
P>|z|
[95% Conf. Interval]
14.54
0.000
.6367733
.8351897
-2.42
3.86
-2.48
-2.38
0.015
0.000
0.013
0.017
-11.108
.063689
-.2844584
-3.557703
-1.171195
.1953179
-.0332816
-.3437204
Warning: gmm two-step standard errors are biased; robust standard
errors are recommended.
Instruments for differenced equation
GMM-type: L(2/2).m L(1/.).v
Standard: D.y D.rer
Instruments for level equation
GMM-type: LD.m D.v
Standard: _cons
62
. estat abond
Arellano-Bond test for zero autocorrelation in first-differenced errors
Order
1
2
z
Prob > z
-2.5273
.1566
0.0115
0.8756
H0: no autocorrelation
. estat sargan
Sargan test of overidentifying restrictions
H0: overidentifying restrictions are valid
chi2(55)
Prob > chi2
=
=
9.900828
1.0000
Hasil Estimasi dengan Pooled Least Square (PLS)
. reg m l.m y rer v
Source
SS
df
MS
Model
Residual
9.07635079
1.16467104
4
83
2.2690877
.014032181
Total
10.2410218
87
.117712895
m
Coef.
Std. Err.
m
L1.
.9561433
.0419971
y
rer
v
_cons
.0163584
-.0182242
-7.541707
-.1018989
.0111843
.0134872
3.872315
.2931043
t
Number of obs
F( 4,
83)
Prob > F
R-squared
Adj R-squared
Root MSE
=
=
=
=
=
=
88
161.71
0.0000
0.8863
0.8808
.11846
P>|t|
[95% Conf. Interval]
22.77
0.000
.8726128
1.039674
1.46
-1.35
-1.95
-0.35
0.147
0.180
0.055
0.729
-.0058867
-.0450497
-15.24359
-.6848715
.0386035
.0086013
.1601716
.4810737
63
Hasil Estimasi Fixed Effect (FE)
. xtreg m l.m y rer v, fe
Fixed-effects (within) regression
Group variable: country
Number of obs
Number of groups
=
=
88
11
R-sq:
Obs per group: min =
avg =
max =
8
8.0
8
within = 0.8021
between = 0.0265
overall = 0.0482
corr(u_i, Xb)
F(4,73)
Prob > F
= -0.9514
m
Coef.
m
L1.
.5967571
.0782243
y
rer
v
_cons
.339838
-.0257372
.6065125
-8.080665
.1454063
.1563236
5.265066
4.474307
sigma_u
sigma_e
rho
1.0913135
.09873516
.99188097
(fraction of variance due to u_i)
F test that all u_i=0:
Std. Err.
F(10, 73) =
t
=
=
73.96
0.0000
P>|t|
[95% Conf. Interval]
7.63
0.000
.4408564
.7526578
2.34
-0.16
0.12
-1.81
0.022
0.870
0.909
0.075
.0500437
-.3372898
-9.886749
-16.99795
.6296323
.2858154
11.09977
.8366168
4.65
Prob > F = 0.0000
64
Lampiran 4. Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Impor
Kawasan Non ASEAN+6
Arellano Bond-Generalized Method of Moments (AB-GMM)
___ ____ ____ ____ ____ (R)
/__
/
____/
/
____/
___/
/
/___/
/
/___/
12.0
Statistics/Data Analysis
Special Edition
Copyright 1985-2011 StataCorp LP
StataCorp
4905 Lakeway Drive
College Station, Texas 77845 USA
800-STATA-PC
http://www.stata.com
979-696-4600
[email protected]
979-696-4601 (fax)
Single-user Stata network perpetual license:
Serial number: 93611859953
Licensed to: STATAforAll
STATA
. xtabond m y rer, twostep pre(v)
Arellano-Bond dynamic panel-data estimation
Group variable: country
Time variable: tahun
Number of obs
Number of groups
Obs per group:
Number of instruments =
41
=
=
42
6
min =
avg =
max =
7
7
7
=
=
112.15
0.0000
Wald chi2(4)
Prob > chi2
Two-step results
m
Coef.
Std. Err.
z
P>|z|
[95% Conf. Interval]
m
L1.
-.1584503
.2083035
-0.76
0.447
-.5667178
.2498171
v
y
rer
_cons
-.1758792
2.24386
-.1001764
-58.70728
.1551878
.8788666
.4923335
24.35128
-1.13
2.55
-0.20
-2.41
0.257
0.011
0.839
0.016
-.4800417
.5213132
-1.065132
-106.4349
.1282833
3.966407
.8647795
-10.97966
Warning: gmm two-step standard errors are biased; robust standard
errors are recommended.
Instruments for differenced equation
GMM-type: L(2/.).m L(1/.).v
Standard: D.y D.rer
Instruments for level equation
Standard: _cons
65
. estat abond
Arellano-Bond test for zero autocorrelation in first-differenced errors
Order
1
2
z
Prob > z
-2.1024
1.2004
0.0355
0.2300
H0: no autocorrelation
. estat sargan
Sargan test of overidentifying restrictions
H0: overidentifying restrictions are valid
chi2(36)
Prob > chi2
=
=
4.141134
1.0000
Hasil Estimasi dengan Pooled Least Square (PLS)
. reg m l.m y rer v
Source
SS
df
MS
Model
Residual
.45696782
.289256873
4
43
.114241955
.006726904
Total
.746224692
47
.015877121
m
Coef.
Std. Err.
m
L1.
.6998877
.0938049
y
rer
v
_cons
-.0005977
-.0110209
.0494105
1.496718
.0164093
.0155544
.0649241
.6539318
t
Number of obs
F( 4,
43)
Prob > F
R-squared
Adj R-squared
Root MSE
=
=
=
=
=
=
48
16.98
0.0000
0.6124
0.5763
.08202
P>|t|
[95% Conf. Interval]
7.46
0.000
.5107121
.8890634
-0.04
-0.71
0.76
2.29
0.971
0.482
0.451
0.027
-.0336902
-.0423893
-.0815214
.1779385
.0324949
.0203475
.1803424
2.815497
66
Hasil Estimasi Fixed Effect (FE)
. xtreg m l.m y rer v, fe
Fixed-effects (within) regression
Group variable: country
Number of obs
Number of groups
=
=
48
6
R-sq:
Obs per group: min =
avg =
max =
8
8.0
8
within = 0.7355
between = 0.0472
overall = 0.0030
corr(u_i, Xb)
F(4,38)
Prob > F
= -0.9923
Coef.
m
L1.
.1210597
.1121101
1.08
0.287
-.1058953
.3480146
y
rer
v
_cons
1.195524
-.5107995
-.0509285
-29.99071
.2542529
.1809218
.0615726
6.974515
4.70
-2.82
-0.83
-4.30
0.000
0.008
0.413
0.000
.6808157
-.8770565
-.1755758
-44.10988
1.710232
-.1445424
.0737187
-15.87154
sigma_u
sigma_e
rho
.99857837
.05913887
.99650489
(fraction of variance due to u_i)
F(5, 38) =
t
8.94
P>|t|
26.42
0.0000
m
F test that all u_i=0:
Std. Err.
=
=
[95% Conf. Interval]
Prob > F = 0.0000
Download