BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sasaran jangka panjang dari pembangunan nasional adalah terwujudnya perekonomian yang tumbuh secara seimbang dari berbagai aspek dan sesuai dengan amanat pembangunan nasional, maka pembangunan nasional tidak hanya diarahkan untuk peningkatan di bidang ekonomi yaitu laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi juga memperhatikan aspek pemerataan hasil pembangunan, yang sangat berpengaruh terhadap terciptanya pembangunan ekonomi dalam ruang lingkup daerah secara keseluruhan atau secara makro, dimana perekonomian secara makro seperti yang dijabarkan oleh Suparmoko (1991: 5), memiliki tujuan untuk mencapai dan mempertahankan kesempatan kerja penuh (full employment), mempertahankan stabilitas harga, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan mencapai keseimbangan neraca pembayaran internasional. Pertumbuhan ekonomi merupakan produksi dalam artian fisik dan produksi tersebut harus senantiasa meningkat (Suparmoko, 1991: 8), karena jumlah penduduk selalu meningkat dari tahun ke tahun, sehingga produksi barang maupun jasa juga harus ditingkatkan supaya taraf hidup penduduk tidak menurun, sehingga tingkat kesejahteraan masyarakat bisa meningkat 1 2 Memacu pertumbuhan ekonomi perlu ditunjang oleh sektor ekonomi yang produktif, diantaranya sektor primer, sektor sekunder dan sektor tersier. Ketiga sektor produktif tersebut memegang peranan dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang nantinya akan menunjukkan suatu kondisi nyata bagi perekonomian dalam mengembangkan potensinya. Pada umumnya bagi negara yang sedang berkembang dalam usaha membangun perekonomiannya mengalami kekurangan dana, baik dalam bentuk mata uang negara yang bersangkutan maupun valuta asing (devisa). Devisa diperlukan untuk mengimpor barang-barang modal yang tidak bisa diproduksi di dalam negeri serta mengimpor bahan-bahan industri, dan bahan-bahan pangan untuk menutupi kelebihan permintaan barang-barang modal dari jumlah produksi yang ada. Dalam usaha tersebut maka negara sedang berkembang biasanya menggantungkan diri pada ekspor satu atau beberapa jenis barang-barang primer. Industri yang bersifat melengkapi ekspor barang-barang primer, yang berarti terjadi diversifikasi dalam bidang ekspor, hingga penghasilan devisa akan lebih stabil. Salah satu industri yang prospektif adalah industri pariwisata yang tidak banyak memiliki kelemahan, kelemahan umum expor berupa barang-barang primer antara lain a) dasar tukar jangka panjang yang tidak menguntungkan; b) ekspor negara-negara yang sedang berkembang pada umumnya terpusat pada satu atau beberapa barang primer saja; c) pasar ekspor yang dihadapi tidak stabil dan; d) ekspor barang–barang primer mempunyai efek yang tidak menguntungkan. Perkembangan perekonmian Indonesia juga tidak terlepas dari kegiatan ekspor migas maupun non migas. Menurut Hutabarat (1992: 2) sumber devisa negara kita yang terbesar sebelum tahun 1986 adalah dari hasil 3 ekspor minyak dan gas bumi (Migas) yang berkisar kurang lebih70%. Melihat harga minyak di pasaran dunia yang semakin merosot tajam, maka pemerintah telah berusaha sedapat mungkin untuk menggalakkan ekspor di luar minyak dan gas bumi (non migas), sehingga setelah tahun 1987/1988 hasil non migas termasuk pariwisata telah mencapai 64,1 % dari seluruh ekspor Indonesia. Pengembangan pariwisata sebagai suatu industri merupakan suatu hal yang penting bagi banyak negara, termasuk Indonesia. Peranan pariwisata yang paling besar adalah sumbangan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), dimana untuk tahun 1999 sebesar 2,56%, meningkat menjadi 2,60% untuk tahun 2001, untuk tahun 2007 pariwisata menyumbang sebesar 3,70%. Jika didakan perbandingan dengan nilai ekspor barang-barang dangan industri pariwisata telah mengalami pertumbuhan pesat. Penerimaan pendapatan industri pariwisata atau Prodak Domestik Regional Bruto (PDRB) di Kabupaten Badung dari tahun 2004-2007 telah mengalami peningkatan. Rata-rata peningkatan penerimaan PDRB industri pariwisata selama periode 2004-2007 terjadi pertumbuhan rata-rata sebesar 11,44% per tahun. Tepatnya untuk periode tahun 2005 kenaikan Demikian mampu juga dari penerinaan itu adalah sebesar 25,09%. halnya untuk tahun 2007 penerimaan PDRB industri pariwisata mengalami pertumbuhan lagi sebesar 13,86%, tetapi pada tahun 2006 penerimaan PDRB yang berasal dari industri pariwisata sedikit mengalami penurunan menjadi 6,82%, di bawah rata-rata pertumbuhan (BPS Kabupaten Badung, 2009) Industri pariwisata merupakan industri yang potensial untuk dikembangkan lebih lanjut. Dengan mengetahui keadaan pasar yaitu : permintaan. Menurut Morley (Ross. 1998 :8) permintaan industri pariwisata tergantung pada ciri-ciri wisatawan 4 seperti penghasilan, umur, motivasi, dan watak. Ciri-ciri ini akan mempengaruhi kecendrungan orang untuk berpergian mencari kesenangan. Kebijakan dan tindakan pemerintah dapat mendorong atau menurunkan permintaan faktor-faktor yang penting bagi wisatawan, dan faktor-faktor sosial juga dapat mempengaruhi permintaan, seperti sikap penduduk setempat pada wisatawan dan minat yang dibangkitkan oleh budaya setempat. Permintaan pada akhirnya akan mempengaruhi penawaran pariwisata. Penawaran dari segi wisatawan dapat dituangkan ke dalam lama tinggal, kegiatan dan penggunaan sumber daya oleh wisatawan, kepuasan , dan pengeluaran. Perkembangan pariwisata sangat tergantung pada jumlah kunjungan wisatawan mancanegara maupun domestik. Jumlah kunjungan merupakan salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan pembangunan pariwisata. Dalam kenyataan perkembangan pariwisata memang telah dapat menunjang perekonomian masyarakat Bali, namum demikian kunjungan wisatawan setiap tahunnya mengalami suatu fluktuasi seiring dengan berjalannya waktu. Kabupaten Badung adalah sebuah kabupaten yang terletak di Provinsi Bali, yang juga mengandalkan pariwisata di dalam pembangunan perekonomiannya. Data jumlah kunjungan wisatawan dari tahun 2003 sampai dengan 2010 menunjukan peningkatan (Diparda Kabupaten Badung, 2010). Pada tahun 2010 lima besar pasar utama Kabupaten Badung berdasarkan kebangsaan, pertama adalah wisatawan Australia, dengan jumlah kunjungan wisatawan 62.732 orang, ke dua Malaysia dengan jumlah kunjungan wisatawan 18.707 orang, ketiga adalah Jepang dengan jumlah kunjungan wisatawan 16.112 orang, ke empat adalah Singapura dengan jumlah 5 kunjungan wisatawan 14.748 orang, dan yang ke lima adalah Cina dengan jumlah kunjungan wisatawan sebanyak 11.113 orang (Diparda Kabupaten Badung, 2010) Mengenai lama tinggal wisatawan mancanegara di Kabupaten Badung sangat bervariasi, faktor lama tinggal memang merupakan salah satu faktor yang menentukan besar atau kecilnya pendapatan atau devisa yang diterima untuk negaranegara yang mengandalkan devisa dari industri pariwisata. Secara teoritis, semakin lama seorang wisatawan tinggal si suatu Daerah Tujuan Wisata (DTW), semakin banyak uang yang dibelanjakan di daerah tersebut. Paling sedikit untuk keperluan makan dan minum serta akomodasi hotel selama tinggal disana. Rata-rata lama tinggal wisatawan mancanegara tiap tahun dari tahun 20042009 adalah pada 2004 rata-rata lama tinggal wisatawan mancanegara 10,6 hari, tahun 2005 rata-rata lama tinggal wisatawan mancanegara 10,84 hari, tahun 2006 rata-rata lama tinggal wisatawan mancanegara 12,80 hari, tahun 2007 rata-rata lama tinggal wisatawan mancanegara 10,60 hari, tahun 2008 rata-rata lama tinggal wisatawan mancanegara 9,65 hari, dan tahun 2009 rata-rata lama tinggal wisatawan mancanegara 8,75 hari. Walaupun rata-rata lama tinggal wisatawan mancanegara pada tahun 2006, dan 2007 cendrung mengalami penurunan, mungkin itu disebabkan oleh berbagai faktor antara lain adalah kemajuan teknologi dan informasi, di mana lalu lintas keberangkatan diperlancar, sehingga bisa mempersingkat masa tinggalnya. Kurs valuta asing adalah merupakan harga dari suatu mata uang yang diukur dalam mata uang lainnya. Permintaan dan penawaran valuta asing menentukan kurs valuta asing. Perubahan permintaan dan penawaran terhadap valuta asing terjadi sebagai 6 akibat dari perdagangan barang dan jasa, perubahan aliran modal, aktivitas pemerintah, perubahan cadangan devisa, dan perubahan keadaan sosial politik suatu negara. Mata uang dolar Amerika merupakan salah satu mata uang internasional, karena sifatnya yang convertible sejalan dengan menanjaknya posisi Amerika Serikat di dalam perekonomian dunia, dolar Amerika ditrima oleh siapapun sebagai alat pembayaran transaksinya. Perdagangan internasional mengharuskan adanya angka perbandingan antara nilai satu mata uang dengan mata uang lainnya. Angka perbandingan tersebut disebut dengan kurs devisa (Boediono, 1985:45). Perkembangan rata-rata kurs dolar Amerika selama beberapa tahun ini dari tahun 2008-2010 adalah pada tahun 2008 rata-rata kurs dolar Amerika Rp 9.805,56, tahun 2009 rata-rata kurs dolar Amerika Rp 10.408,00, dan tahun 2010 rata-rata kurs dolar Amerika Rp 9.123,75 (Diparda Kabupaten Badung, 2010). Perkembangan kurs dolar Amerika selama kurun waktu tiga tahun ini cukup stabil, yaitu jika nilai tukar dolar terhadap rupiah menguat maka nilai rupiah melemah, berarti daya beli wisatawan mancanegara meningkat menyebabkan minat wisatawan mancanegara berwisata ke Indonesia khususnya ke Kabupaten Badung semakin tinggi, sehingga kunjungan wisatawan mancanegara dapat meningkat juga. Produk pariwisata sebagai invisible export, dimana menghasilkan devisa tanpa mengekspor barang-barang ke luar negeri. Ada kecendrungan semakin meningkatnya jumlah wisatawan, lama tinggal, dan lebih besar pengeluaran rata-rata semakin besar PDRB yang diterima, sehingga perlu diusahakan agar lebih banyak wisatawan yang datang, lama tinggal yang lebih panjang, dan lebih setabil nilai mata uang rupiah terhadap Dolar Amerika. 7 1.2. Perumusan Permasalahan Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dikemukakan pokok permasalahan yaitu : 1.2.1 Bagaimana pengaruh jumlah wisatawan mancanegara, lama tinggal, dan kurs dolar Amerika, secara parsial terhadap penerimaan PDRB industri pariwisata Kabupaten Badung tahun 1997 – 2010. 1.2.2 Bagaimana pengaruh jumlah wisatawan mancanegara, lama tinggal, dan kurs dolar Amerika, secara simultan terhadap penerimaan PDRB industri pariwisata Kabupaten Badung tahun 1997 – 2010. 1.3 Tujuan Penelitian ada dua yaitu: tujuan umum, dan tujuan khusus 1.3.1 Tujuan Umum : Untuk nengetahui pengaruh jumlah wisatawan mancanegara, lama tinggal, dan kurs dolar Amerika, terhadap penerimaan PDRB industri pariwisata Kabupaten Badung tahun 1997 – 2010. 1.3.2 Tujuan Khusus 1.3.2.1 Untuk nengetahui pengaruh jumlah wisatawan mancanegara, lama tinggal , dan kurs dolar Amerika, secara parsial terhadap penerimaan PDRB industri pariwisata Kabupaten Badung tahun 1997 – 2010. 1.3.2.2 Untuk mengetahui pengaruh jumlah wisatawan mancanegara, lama tinggal, dan kurs dolar Amerika, secara simultan terhadap penerimaan PDRB industri pariwisata Kabupaten Badung tahun 1997 – 2010. 1.4 Manfaat Hasil Penelitian ada dua yaitu: Manfaat akademis, dan Manfaat praktis yaitu : 1.4.1 Manfaat Akademis 8 1.4.1.1 Bagi Mahasiswa penelitian ini dapat memberikan pemahaman teori, khususnya mengenai jumlah wisatawan mancanegara, lama tinggal, dan kurs dolar Amerika, terhadap penerimaan PDRB industri pariwisata Kabupaten Badung tahun 1997 – 2010. 1.4.1.2 Bagi Lembaga hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan bahan pembanding penelitian serupa atau obyek yang berbeda dengan penelitian ini 1.4.2 Manfaat Praktis yaitu : bagi pemerintah, masyarakat, dan pelaku pariwisata hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk menentukan kebijakan yang dapat ditempuh dalam hal peningkatan penerimaan industri pariwisata Kabupaten Badung. PDRB