BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip kerja dan teori dasar hovercraft Sebuah hovercraft adalah suatu kendaraan yang diangkat oleh udara sehingga mengambang bebas diatas permukaan tanah dan didorong maju oleh udara. Penemu dari hovercraft untuk pertama kali adalah Sir Christoper Cockerel. Beliau mengungkapkan bahwa untuk membuat suatu konsep dapat dengan menggunakan blower angin ditiup dalam kaleng menuju ke timbangan. Hal ini membuktikan bahwa sebuah benda dapat diangkat bebas dari tanah dan bebas dari gesekan, maka dapat dengan mudah dipindahkan dengan tenaga kecil. Disamping telah menghasilkan udara untuk mengangkatnya, maka langkah berikutnya adalah menggunakan udara tersebut untuk mendorong pula. Tekanan yang berada dibawah hovercraft adalah lebih kecil dari pijakan kaki manusia, ini berarti kerusakan yang dibuat pada tanah sangat kecil dan juga hovercraft dapat pergi kemanapun orang tidak dapat melaluinya, seperti lumpur dan air. Hovercraft adalah kendaraan yang dapat melaju dipermukaan apapun diatas aliran udara yang sekelilingnya dihadang dalam udara ( chamber) dibawah kendaraan tersebut. Ruang udara ini diisi oleh udara dengan tekanan yang dihasilkan oleh propeller.Hal ini membuat hovercraft dapat mengambang di udara tanpa menyentuh segala macam permukaan bidang yang merupakan pijakannya. 8 Bagian bawah hovercraft dan permukaan tanah yang dilalui oleh hovercraft masing-masing membentuk bagian atas dan bawah dari ruang udara. Komponen Pembentuk Hovercraft, terdiri dari 3 (tiga) komponen utama, sebagai berikut : 1. Hull yakni badan hovercraft yang dapat dibuat dari marine aluminium, fiber glass dsb. serta dibuat kedap air. Rongga di dalam hull diisi dengan polyurethane foam yang membuat hovercraft tetap mengapung jika terjadi kebocoran pada hull. 2. Skirt yaitu bagian hovercraft yang berfungsi untuk menahan udara dibawah hovercraft agar tidak mudah keluar. Skirt terbuat dari tekstil yang dilapisi karet untuk menjaga agar udara tetap berada di dalam ruang dibawah hull. 3. Sumber Tenaga Hovercraft, biasanya disediakan oleh mesin diesel atau bensin. Mesin digunakan untuk memutar propeller yang akan menghasilkan gaya dorong. Gambar 2.1.Typical bagian-bagian hovercraft Sumber : www.infovisual.info 9 Gambar 2.2. Prinsip kerja hovercraft Lift Sumber: www.infovisual.info Gambar 2.3. Prinsip kerja hovercraft Thrust Sumber : www.infovisual.com Prinsip kerja hovercraft adalah mesin memutar baling-baling (propeller) melalui gear box atau belt drive. Aliran udara yang dihasilkan propeller akan mendorong hovercraft bergerak ke depan. Agar hovercraft bisa mengambang (hover), sepertiga dari aliran propeller disalurkan melalui transfer duct. Udara dari transfer duct akan mengisi dan mengembangkan bantalan udara (skirt) yang dipasang di sekeliling bodi. Bagian bawah bantalan udara dilubangi sehingga udara bisa mengalir ke bawah dan mengangkat hovercraft. Agar bisa berbelok, di 10 belakang propeller dipasang rudder (kemudi belok) yang akan mengarahkan aliran udara ke kiri atau ke kanan. Sedangkan untuk pengereman dilakukan dengan cara mengurangi tenaga dorong (reduce power). Setelah itu matikan mesin dan hovercraft akan menggelosor (sliding). Pembelokan atau sistem kemudi hovercraft dipakai rudder seperti pada pesawat terbang. Akan terjadi tenggang waktu saat pembelokan dilakukan dan reaksi yang dihasilkan. Pergerakan pesawat dilakukan oleh daya dorongan propeller ( baling-baling) dan untuk laporan ini kami batasi dalam perancangan propeller ( baling-baling ) gerak horisontal. 2.2 Propeller Menurut Kroes dan Wild dalam Basic Propeller Principles, Propeller terdiri dari dua atau lebih baling-baling (blade) dan sebuah naf pusat dimana baling-baling berdiri. Setiap baling pada propeller ini pada dasarnya merupakan sayap yang berputar. Setiap hasil dari konstruksinya, baling-baling propeller memproduksi gaya untuk mendorong alat atau kendaraan yang menggunakan propeller sebagai penggeraknya. Daya atau kekuatan untuk memutarkan baling-baling propeller diperoleh dari mesin. Pada mesin horse power rendah, propeller ditempelkan pada poros propeller yang biasanya terhubung ke poros mesin. Sedangkan pada mesin dengan daya yang besar, propeller ditempelkan pada poros propeller yang kemudian dihubungkan ke poros mesin menggunakan roda gigi. Pada ruang lingkup ini, mesin memutarkan airfoils dari baling-baling melewati udara pada kecepatan tinggi, propeller merubah daya putar dari mesin menjadi daya dorong. 11 2.2.1. Bagian-bagian dari propeller. Langkah pertama dalam mendesign dari propeller adalah mengetahui bagian-bagian dasarnya sebagai berikut: Gambar 2.4. Bagian-bagian dari propeller. Sumber: Basic propeller parts @ 2010 Mercury Marine. a. Blade Tip. Jangkauan maksimum blade dari pusat hub propeller. b. Leading Edge. Bagian terdekat dari blade hovercraft, yang pertama memotong aliran udara memanjang dari hub sampai ke ujung. c. Trailing Edge. Bagian terjauh blade dari hovercraft, tepi dimana blade. Memanjang dari ujung ke hub ( dekat cincin disfuser pada exhaust hub melalui propeller ). 12 d. Cup. Kurva kecil atau bibir tepian dari trailing blade, yang memungkinkan propeller menahan aliran udara yang kebih baik dan biasanya menambahkan sekitar ½” ( 12,7 mm ). Untuk 1” ( 25,4 mm) pitch. e. Blade Face. Sisi blade menghadap jauh dari hovercrfat, yang dikenal sebagi sisi positif tekanan blade. f. Blade Back. Sisi blade menghadap ke hovercraft, dikenal dengan sisi negatif tekanan ( hisap ) sisi blade. g. Blade Root. Titik dimana blade menempel pada hub. h. Inner Hub. Ini berisi hub Flo-Torqe, yang mendistribusikan gaya dorong propeller melalui hub dorong kedepan poros propeller. i. Outer Hub. Permukaan luar dari blade yang kontak langsung dengan aliran udara. 2.2.2.Prinsip kerja propeller Seperti Newton menyatakan “ action est reaction “.Untuk masalah dorongan atau tenaga penggerak, ini berarti bahwa perangkat percepatan udara atau air dalam satu arah, merasakan kekuatan dalam arah yang berlawanan. 13 Sebuah propeller mempercepat partikel udara yang masuk, “melemparkan” kearah belakang bagian dari pesawat ,daya atau gerakan ini disebut daya dorong. Lebih detail lagi menunjukan adanya perubahan kecepatan dari propeller ( ) yang kemudian kecepatan ( v ) masuk. Bagian pertama dari percepatan terjadi didepan propeller ( baling-baling ). Karena massa udara yang lewat melalui tabung aliran harus konstan ( kekekalan massa ), kecepatan meningkat menyebabkan kontraksi stream tabung melewati sudu dari propeller ( balingbaling) mengabaikan compressibility. ( Side view of the stream tube passing through a propeller, showing the acceleration in front and behind the propeller. The propeller also induces swirl into it’s wake) Gambar .2.5. How to propeller works Sumber : http/www.MH-Aerotools.de/airfoils/propuls4.htm Selain kontraksi stream tube , propeller juga menambahkan komponen pusaran untuk keluarnya. Jumlah pusaran tergantung pada kecepatan rotasi mesin dan memakan energi yang tidak tersedia untuk mendorong lagi. Ciricirinya propeller dirancang dengan kelonggaran sekitar 1% sampai 5% dari 14 kekuatannya dalam pusaran. Sudut swirl ( sekitar 1o – 10o ) dapat menyebabkan kondisi aliran non simetris pada bagian belakang dari propeller. 2.2.3 Gaya dorong ( Thrust). Gaya dorong dari propeller tergantung pada volume udara yang dipercepat perunit waktu. Atas pertimbangan momentum ini dapat di tuliskan dengan rumus berikut: (1) Dimana: T = Gaya dorong ( N ). D = Diameter propeller ( m ). V = Kecepatan aliran masuk ( m/s ). = Pertambahan kecepatan propeller ( m/s) = Massa jenis fluida ( kg/m3) (udara: = 1.225 kg/m³, air: = 1000 kg/m³) Rumus ini menunjukan bahwa T ( daya dorong ) meningkat ketika D ( diameter ) bertambah, atau bila ( massa jenis ) berubah. Percepatan propeller tergantung pada kecepatan v, sehingga tidaklah benar bahwa meningkatnya kecepatan v meningkatkan Gaya dorong. Tapi bisa dikatakan bahwa peningkatan percepatan mengakibatkan peningkatan gaya dorong. Untuk itu propeller dengan diameter tetap, bekerja pada kecepatan tertentu, gaya dorong tergantung pada kecepatan perubahan 15 saja. 2.2.4. Daya Daya didefinisikan sebagai gaya x jarak per waktu. Menggunakan T dorong yang tersedia untuk hovercraft disebuah v kecepatan tertentu, kita dapat menghitung daya pendorong ( kadang-kadang disebut daya yang tersedia) dari: (2) Sedang efisiensi propeller di definisikan sebagai perbandingan daya yang tersedia dengan kekuatan mesin, yaitu : (3) Definisi ini untuk efisiensi kecepatan v yang berarti bahwa efisiensi mendekati nol sewaktu kecepatan hovercraft mendekati nol, karena dorongan tidak dapat berubah menjadi besar tak terhingga. Jadi definisi ini tidak berguna untuk kasus dorong statis. Dengan mengabaikan kerugian rotasi, daya yang diserap oleh propeller juga dapat dinyatakan oleh : (4) Persamaan diatas bisa digabungkan kedalam hubungan antara kecepatan dan efisiensi. (5) 16 Sayangnya persamaan diatas tidak untuk memecahkan atau mencari tetapi kita menemukan hubungan untuk mencari efisiensi (diameter) dan massa jenis , untuk( tenaga) P, D . Efisiensi dapat dicapai dengan mengoptimalkan designnya, jika tidak kerugian yang ditimbulkan dari gesekan adalah batas ideal dari sebuah propeller. Pada kenyataannya ada efisiensi 10% - 15% kurang dari itu adalah propeller yang sangat efisien, yang bekerja pada kondisi beban ringan P/D2 mendekati batas teoritis. Untuk daya dorong yang mempunyai tenaga P, selalu menggunakan D ( diameter) terbesar dari sebuah propeller. Yang mungkin dibatasi oleh oleh batasan mekanis atau kendala aerodinamis. Oleh karena itu pesawat yang menggunakan solar power besar akan memutar propeller perlahan. Hal ini untuk menyedot volume udara yang besar dan mempercepat pencapaian efisiensi maksimum. Optimum efficiency according to momentum theory versus flight speed for different power loadings P/D² in [W/m²]. The density of the air is assumed to be 1.225 kg/m³. Curves have been calculated by equation (5). Sumber:http/www.MH-Aerotools.de/airfoils/propuls4.htm. Contoh : 17 Kecepatan model pesawat terbang lurus dan level full throttle sudah diukur untuk kecepatan 252 km/jam. Efisiensi η propeller di asumsikan 80%. Dari hasil tes dengan kecepatan rotasi yang sama dengan tenaga mesin diketahui 1,5kW. Diameter propeller adalah 0,25 m dan massa jenis udara 1,225 kg/m3 ,berapa daya dorong yang diberikan oleh mesin? Berapa kecepatan yang disebabkan oleh propeller untuk menghasilkan daya dorong tersebut? Apakah efisiensi di anggap wajar? Kecepatan dari model tersebut adalah 252/3.6 = 70 m/s. Memakai asumsi efisiensi, kita dapat menghitung T dorong dari persamaan ( 3 ) Kita dapat memeriksa asumsi kita untuk η dengan menggunakan persamaan ( 5 ) atau grafik. Kekuatan beban P/D2 propeller adalah 1500 W/ (0,25)2 = 24000 W/m2 , Untuk itu dengan efisiensi maksimum 97% dapat diharapkan pada v = 70 m/s ( baca dari grafik ). Jadi asumsi 80% tidak cukup benar,untuk memanfaatkan momentum teori lebih lanjut, kita harus menggunakan nilai yang benar. Sebuah propeller yang ideal ( tanpa gesekan dan rugi rotasi ), akan memberikan tekanan dari 20,6N. Kecepatan tambahan dapat dihitung dengan persamaan (4) untuk , yang menghasilkan nilai = 4,3 m/s, yang cukup tinggi. Untuk aktual propeller diharapan efisiensi 80% dari efisiensi ideal. Dan untuk contoh yang ini sebesar 78%. 18 Dengan perhitungan yang sama untuk kecepatan yang lebih rendah dari 108 km/jam dengan T = 40 N, dan = 11,61 m/s. Disini kita mendapatkan efisiensi optimum menjadi sekitar 78% yang akan menghasilkan efisiensii yang realistis, sebesar 62% yang menghasilkan 31 N. Untuk pitch, propeller yang tetap, yang menyebabkan kecepatan terbesar terjadi dalam kondisi statis, dimana efisiensi kecil. Hal ini menurun dengan kecepatan penerbangan meningkat, sehingga mencapai nol, tidak ada dorongan yang dihasilkan. Kecepatan penerbangan meningkat bahkan lebih ( misalnya dengan menyelam ), propeller berfungsi seperti kincir angin sehingga jika menghidupkan mesin akan berakibat fatal. Kesimpulan yang kita dapatkan adalah, dengan menggunakan teori momentum yang cukup sederhana ini, kita dapat mendapatkan informasi mengenai kinerja dari propeller, mempelajari pengaruh diameter propeller serta efisiensinya,yang tergantung pada kecepatan penerbangan. 2.2.5. Pemilihan propeller . Kebanyakan, pemilihan propeller untuk hovercraft sering berkaitan dengan pilihan sederhana dari tipe blade ( sudu ) dan jumlah yang diperlukan, untuk menyesuaikan duct ( pipa ) yang ada. Kemudian diikuti oleh beberapa percobaan dan kesalahan untuk menemukan sudut blade yang terbaik untuk menyerap power ( tenaga ) yang ada. 19 Gambar 2.6 Propeller 3 baling-baling (blade) Sumber: iStockphoto @ David Joyner 07-14-2008 Berdasarkan teori “The Optimum Propeller“ (as developed by Betz, Prandtl, Glauvert) hanya beberapa parameter kecil yang harus ditetapkan untuk mendesain propeller, yaitu. B = Jumlah baling-baling (sudu) v = Kecepatan aksial dari aliran (kecepatan terbang hovercraft). D = Diameter dari propeller. Distribusi dari airfoil lift (Cl) dan drag coefficients (Cd) sepanjang radius. (Tidak penulis hitung karena terlalu spesifik). T = Gaya dorong atau daya mesin yang tersedia (P). Massa Jenis (ρ) dari media (udara : 1,22 kg/m3, Air 1000 kg/m3). 20 2.2.6 Pertimbangan Jumlah sudu Banyaknya pertimbangan yang dilakukan untuk menentukan jumlah sudu yang cocok sehingga performa maksimum dapat dicapai. Jumlah blade memiliki dampak yang kecil terhadap efisien saja. Biasanya propeller dengan blade yang sedikit akan tampil lebih bagus, karena mendistribusikan kekuatan dan gaya dorong yang lebih merata dibelakangnya Dibawah ini beberapa pertimbangan pada pemilihan jumlah blade ( sudu ). Tiga atau lebih baling-baling sudu. - Pembebanan pada masing-masing sudu kecil. - Keseimbangan dinamiknya baik. - Baik dalam start. - Mahal dalam produksi. - Memerlukan transmisi rasio yang besar. Satu dan dua baling-baling sudu. - Pembebanan pada masing-masing sudu cukup besar. - Tidak berjalan dengan baik pada kecepatan tinggi. - Tidak memerlukan transmision ratio yang besar. - Murah dalam proses produksi. - Keseimbangan dinamiknya tidak baik. 2.2.7 Gaya Dorong Statis (Static Trust) Propeller Jika propeller diameter kita ukur dalam satuan feet dan daya poros dalam HP, rumus gaya dorong statis idealnya adalah: 21 Ts = 10,41 δ1/4 ( Dp.BHP)2/3. (6) δ (7) = ρ /ρ sl. Sedangkan rumus gaya dorong statis sebenarnya adalah : T = Ts ( 1-η )1/3 (8) Dimana : Ts = gaya dorong statis (N) δ= density ratio Dp= Diameter propeller (m) BHP= Brake Horse Power ( kW) ρ = masa jenis udara (kg/m3) ρsl = free stream density (kg/m3) 2.3 Kecepatan Menurut Juzt dan Scharcus, percepatan dan gaya dorong (trust force) dapat dihitung dengan rumus : a = V/t (9) Keterangan : a = percepatan (m/s2) V = kecepatan (km/ jam) t = waktu (second) F=mxa Keterangan : 22 F = gaya dorong (N) m = massa kendaraan (kg) (Jutz, Sharcus, Westerman Tables. A Wiley –Eastern Limited, New Delhi:1961) 23