skripsi eka irawati - STIESIA Repository

advertisement
BAB 2
TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Teoretis
2.1.1
Kinerja Perusahaan
1. Definisi Kinerja Perusahaan
Kinerja adalah suatu usaha formal yang dilaksanakan perusahaan untuk
mengevaluasi efisien dan efektivitas dari aktivitas perusahaan yang telah
dilaksanakan pada periode waktu tertentu (Hanafi dan Halim, 2005: 69).
Fidhayatin dan Dewi (2012: 205) menjelaskan bahwa kinerja perusahaan
merupakan pengukuran atas prestasi perusahaan yang timbul akibat proses
pengambilan keputusan manajemen, karena memiliki hubungan efektivitas
pemanfaatan modal, efisiensi dan rentabilitas dari kegiatan kinerja.
Dari pendapat di atas, kinerja perusahaan merupakan hasil yang telah dicapai
perusahaan yang diukur selama waktu tertentu sesuai dengan proses yang
ditempuh oleh manajemen perusahaan atas pengambilan keputusannya. Kinerja
diukur untuk menilai efektivitas strategi perusahaan dengan membandingkan
kinerja perusahaan tahun-tahun sebelumnya. Dimana hasil kinerja tersebut
disajikan dalam laporan keuangan tahunan perusahaan. Kinerja perusahaan
memberikan suatu gambaran mengenai informasi keuangan perusahaan sehingga
dapat diketahui baik buruknya keadaan finansial perusahaan yang mencerminkan
prestasi atas kinerja perusahaan.
7
8
2. Tujuan Pengukuran Kinerja Perusahaan
Munawir (2000: 31) menyebutkan beberapa tujuan penilaian kinerja
perusahaan adalah sebagai berikut:
a.
Untuk mengetahui tingkat likuiditas, yaitu kemampuan perusahaan untuk
memperoleh kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi atau
kemampuan perusahaan untuk memenuhi keuangannya pada saat ditagih.
b.
Untuk mengetahui tingkat solvabilitas, yaitu kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasi
baik kewajiban keuangan jangka pendek maupun jangka panjang.
c.
Untuk mengetahui tingkat rentabilitas atau profitabilitas, yaitu menunjukkan
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu.
d.
Untuk mengetahui tingkat stabilitas usaha, yaitu kemampuan perusahaan
untuk
melakukan
usahanya
dengan
stabil,
yang
diukur
dengan
mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk membayar beban bunga
atas hutang-hutangnya termasuk membayar kembali pokok hutangnya tepat
pada waktunya serta kemampuan membayar deviden secara teratur kepada
para pemegang saham tanpa mengalami hambatan atau krisis keuangan.
Pengukuran kinerja perusahaan merupakan suatu usaha yang bertujuan untuk
mengukur pencapaian dari pelaksanaan kegiatan perusahaan yang masing-masing
dapat dilihat dari segi likuiditas, solvabilitas, profitabilitas, maupun stabilitas
usahanya.
Berdasarkan
kinerja
perusahaan
sebelumnya,
kinerja
dapat
dibandingkan guna meningkatkan kualitas perusahaan di masa yang akan datang.
9
3. Metode Pengukuran Kinerja Perusahaan
Ada beberapa metode untuk mengukur kinerja perusahaan. Salah satunya
adalah analisis rasio keuangan perusahaan. Murhadi (2013:56) membagi analisis
rasio dalam lima kelompok besar, yaitu:
a. Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio)
Rasio likuiditas adalah rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan
dalam memenuhi liabilitas jangka pendeknya. Dalam kelompok ini terdapat tiga
rasio yang biasa digunakan yaitu:
1) Current Ratio
Rasio lancar (current ratio-CR) adalah rasio yang biasa digunakan untuk
megukur kemampuan perusahaan memenuhi liabilitas jangka pendek (short run
solvency) yang akan jatuh tempo dalam waktu satu tahun.
2) Quick Ratio (Acid Test Ratio)
Rasio cepat (quick ratio-QR) ini lebih ketat dalam mencerminkan
kemampuan perusahaan memenuhi liabilitas lancar. Hal ini dikarenakan unsur
aset lancar yang kurang likuid seperti persediaan dan prepayment dikeluarkan dari
perhitungan.
3) Cash Ratio
Pendekatan lain untuk mengukur kemampuan perusahaan memenuhi liabilitas
jangka pendek adalah dengan melihat rasio kas dan setara kas dalam hal ini
marketable securities yang dimiliki perusahaan.
10
b. Rasio Pengelolaan Aset (Asset Management Ratio)
Rasio pengelolaan aset adalah rasio yang menggambarkan efektivitas
perusahaan dalam mengelola aset dalam hal ini mengubah aset nonkas menjadi
aset kas.
Beberapa rasio yang masuk kategori ini adalah:
1) Receivables Turnover Ratio (RTR)
Rasio perputaran piutang menunjukkan perputaran piutang dalam satu
periode.
Rata-rata
piutang
(average
receivable)
dihitung
dengan
cara
menjumlahkan data piutang akhir tahun dengan awal tahun, kemudian dibagi dua.
2) Average Collection Period (ACP) atau Days of Sales Outstanding (DSO)
Periode pengumpulan piutang mengindikasikan rata-rata lamanya piutang
perusahaan yang diberikan kepada konsumennya. Makin panjang DSO,
mengindikasikan rendahnya kemampuan perusahaan dalam mengumpulkan
piutang atau kebijakan kredit perusahaan relative longgar. Dengan makin
besarnya DSO, maka makin besar pula risiko kemungkinan tidak tertagihnya
piutang.
3) Inventory Turnover Ratio (ITR)
Rasio perputaran persediaan (inventory turnover ratio) mengindikasikan
efisien perusahaan dalam memproses dan mengelola persediaannya. Rasio ini
menunjukkan berapa kali persediaan barang dagangan diganti/diputar dalam satu
periode. Rata-rata persediaan (average of inventory) diperoleh dengan cara
menjumlahkan data piutang akhir tahun dengan piutang awal tahun, kemudian
dibagi dua.
11
4) Days of Inventory (DOI)
Umur persediaan (Days of Inventory) menunjukkan berapa lama persediaan
tersebut tersimpan dalam perusahaan. DOI diukur dengan membagi hari dalam
setahun terhadap rasio perputaran persediaan.
5) Payable Turnover (PT)
Payable Turnover mengukur penggunaan utang oleh perusahaan. Rata-rata
utang dagang (average trade payables) diperoleh dengan cara menjumlahkan data
utang akhir tahun dengan utang awal tahun, kemudian dibagi dua.
6) Average Payment Period (APP) atau Payables Conversion Period
Average payment period menunjukkan rata-rata lamanya waktu yang
dibutuhkan untuk pembayaran utang dagang.
7) Total Asset Tornover (TATO)
Total
Asset
Turnover
menunjukkan
efektivitas
perusahaan
dalam
menggunakan asetnya umtuk menciptakan pendapatan.
c. Rasio Pengelolaan Utang (Debt Management Ratio)
Rasio pengelolaan utang adalah rasio yang menggambarkan kemampuan
perusahaan dalam mengelola dan melunasi kewajibannya. Biasanya rasio ini
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu rasio utang (leverage ratio) yang
menggambarkan proporsi utang terhadap aset ataupun ekuitas, dan solvency ratio
(debt coverage ratio) yaitu rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan
untuk memenuhi kewajiban pokok maupun bunga.
Kategori yang termasuk leverage ratio adalah sebagai berikut:
12
1) Debt Ratio
Debt ratio menunjukkan seberapa besar total aset yang dimiliki perusahaan
yang didanai oleh seluruh krediturnya. Makin tinggi DR akan menunjukkan
makin berisiko perusahaan karena makin besar utang yang digunakan untuk
pembelian asetnya.
2) Debt to Equity Ratio (DER)
Debt to equity ratio menunjukkan perbandingan antara utang dan ekuitas
perusahaan.
3) Long-term Debt to Equity (LTDE)
Apabila debt to equity ratio membandingkan antara seluruh utang terhadap
ekuitas, maka LTDE menunjukkan perbandingan antara utang jangka panjang
terhadap ekuitas.
Sedangkan yang termasuk solvency ratio adalah sebagai berikut:
1) Times Interest-Earned Ratio (TIER) / Interest Coverage Ratio
Times interest earned ratio adalah rasio yang menggambarkan kemampuan
hasil operasional perusahaan untuk menutupi kewajiban bunga. Makin rendah
rasio TIER menunjukkan kemampuan hasil operasional perusahaan untuk
menutupi bunga adalah rendah.
2) Debt Service Coverage Ratio (DSCR)
Dalam keuangan korporat, Debt Service Coverage Ratio merupakan rasio
yang menggambarkan jumlah kas yang tersedia untuk memenuhi kewajiban
bunga dan pokok utang termasuk di dalamnya alokasi singking fund (yaitu dana
yang disisihkan tiap tahun untuk pembayaran kewajiban obligasi pada saat jatuh
13
tempo). Sedangkan dalam keuangan personal, DSCR mencerminkan rasio yang
digunakan oleh petugas pemberi pinjaman dari Bank dalam menentukan
kemampuan seseorang untuk membayar utangnya.
3) Solvency Ratio (SR)
Solvency Ratio mencerminkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajibannya. Solvency ratio untuk setiap industri berbeda-beda, tetapi sebagai
patokan (rule of thumb) maka SR yang disarankan adalah lebih besar dari 20%
untuk dapat dikatakan sehat. Makin rendah SR, maka makin besar probabilitas
perusahaan untuk gagal memenuhi kewajibannya.
4) DEBT/EBITDA
Earnings Before Interest, Taxes, Depreciation and Amortization (EBITDA)
mencerminkan tingkat hasil operasional riil perusahaan. DEBT/EBITDA sendiri
mengukur perbandingan antara besarnya utang terhadap kemampuan perusahaan
menghasilkan laba operasi. Makin tinggi DEBT/EBITDA maka makin berisiko
perusahaan, dimana kemampuan hasil operasional perusahaan tidak mampu
mengkover utangnya.
d. Rasio Profitabilitas (Profitability Ratio)
Rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
keuntungan. Rasio laba umumnya diambil dari laporan keuangan laba rugi.
14
1) Gross Profit Margin (GPM) or Gross Profit Rate
Gross profit margin menggambarkan persentase laba kotor yang dihasilkan
oleh setiap pendapatan perusahaan. Harapannya, makin tinggi GPM, maka akan
makin baik.
2) Operating Margin (OM), Operating Income Margin, Operating profit margin
or Return on Sales (ROS)
Operating income mencerminkan kemampuan manajemen mengubah
aktivitasnya menjadi laba. Operating income sering pula disebut sebagai laba
sebelum bunga dan pajak (Earning Before Interest and Taxes – EBIT) dengan
catatan bahwa di perusahaan tersebut tidak terdapat pendapatan non-operasional.
Harapannya, makin tinggi OM, maka akan makin baik.
3) Profit Margin, Net Margin or Net Profit Margin (NPM)
Net
profit
margin
mencerminkan
kemampuan
perusahaan
dalam
mengahsilkan laba neto dari setiap penjualannya. Harapannya, makin tinggi NPM,
maka akan makin baik.
4) Return on Equity (ROE)
Return on Equity mencerminkan seberapa besar return yang dihasilkan bagi
pemegang saham atas setiap rupiah uang yang ditanamkannya. Harapannya,
makin tinggi ROE, maka akan makin baik.
5) Return on Assets (ROA)
Return on Asset mencerminkan seberapa besar return yang dihasilkan atas
setiap rupiah uang yang ditanamkan dalam bentuk aset. Harapannya, makin tinggi
ROA, maka akan makin baik.
15
e. Rasio Nilai Pasar (Market Value Ratio)
1) Earnings per share (EPS)
Earnings per share adalah pendapatan per lembar saham yang dapat dilihat di
laporan laba rugi. EPS mencerminkan pendapatan tiap lembar saham yang akan
diperoleh pemegang saham, bila semua pendapatan tersebut dibagikan dalam
bentuk dividen.
2) Dividend Payout Ratio (DPR)
Dividend payout ratio merupakan rasio yang menggambarkan besarnya
proporsi dividen yang dibagikan terhadap pendapatan bersih perusahaan.
3) Price to Earnings Ratio (PER)
Price to Earning Ratio menggambarkan perbandingan antara harga pasar
dengan pendapatan per lembar saham. PER yang terlalu tinggi, mengindikasikan
bahwa harga pasar saham perusahaan tersebut telah mahal.
4) Dividend Yield (DY)
Dividend Yield menunjukkan perbandingan antara dividen yang diterima
investor terhadap harga pasar saham saat ini.
5) Price to Book Value Ratio (P/B or PBV)
Price to book value ratio adalah rasio yang menggambarkan perbandingan
antara harga pasar saham dan nilai buku ekuitas sebagaimana yang ada di laporan
posisi keuangan.
16
6) Price/sales ratio
Price/sales ratio adalah rasio yang menggambarkan nilai kapitalisasi pasar
perusahaan terhadap penjualan. Rasio ini bertujuan untuk melihat hubungan
antara tingkat penjualan dan harga saham perusahaan. PSR diperoleh dengan cara:
7) Price Earnings ratio to Growth (PEG Ratio)
PEG Ratio merupakan rasio harga per pendapatan (PER) dibanding terhadap
pertumbuhan
perusahaan.
Tingkat
pertumbuhan
yang
diharapkan
dapat
mempergunakan pendekatan pertumbuhan dari penjualan ataupun pertumbuhan
dari EPS. Adapun kriteria untuk melihat apakah harga saham tersebut undervalue
atau overvalue dengan berdasarkan pada:
PEG < 1, harga saham tersebut undervalue
PEG = 1, harga saham sudah pada tingkat yang wajar (Fair Value)
PEG > 1, harga saham mengalami overvalue
2.1.2 Kinerja Keuangan yang Mempengaruhi Luas Ungkapan Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan
1. Return on Asset
Return on Asset merupakan rasio dari profitabilitas. Darminto dan Juliaty
(2008: 91) mengungkapkan bahwa Return on Total Assets mengukur kemampuan
untuk memperoleh laba. Rasio ini mengukur tingkat kembalian investasi yang
telah dilakukan oleh perusahaaan dengan menggunakan seluruh dana (aktiva)
yang dimilikinya.
17
Hubungan antara kinerja keuangan suatu perusahaan dengan pengungkapan
tanggung jawab sosial menurut Belkaoui dan Karpik (1989) dalam Sembiring
(2003) paling baik diekspresikan dengan pandangan bahwa tanggapan sosial yang
diminta dari manajemen sama dengan kemampuan yang diminta untuk membuat
suatu perusahaan memperoleh laba. Dapat diartikan bahwa tingkat profitabilitas
itu sendiri berpengaruh terhadap luas ungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan. Dari penelitian yang dilakukan Utama dan Kurniawati (2012)
dihasilkan bahwa profitabilitas yang diukur dengan return on asset secara parsial
tidak berpengaruh terhadap luas pengungkapan CSR.
2. Return on Equity
Salah satu alasan utama mengapa mengoperasikan perusahaan adalah untuk
menghasilkan laba yang akan bermanfaat bagi para pemegang saham (Darminto
dan Juliaty, 2008: 93). Return on equity adalah salah satu rasio dari profitabilitas
yang dapat dilihat dari perbandingan laba atas ekuitas yang dimiliki perusahaan.
Penelitian
yang
dilakukan
Nurkhin
(2009)
mengungkapkan
bahwa
profitabilitas yang diukur melalui return on equity berpengaruh positif terhadap
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
3. Debt to Equity Ratio
Dalam rangka mengukur risiko, fokus perhatian kreditor jangka panjang
terutama ditujukan pada prospek laba dan perkiraan arus kas. Meskipun demikian,
mereka
tidak
dapat
mengabaikan
pentingnya
tetap
mempertahankan
18
keseimbangan antara proporsi aktiva yang didanai oleh kreditor dan yang didanai
oleh perusahaan (Darminto dan Juliaty, 2008: 89).
Roberts (1992) dalam Sembiring (2003) membuat suatu analisa berdasar pada
hipotesis derajat tinggi ketergantungan pada hutang akan mendorong suatu
perusahaan
untuk
menyelesaikan
aktivitas
sosial
dan
positif
tentang
pengungkapan informasi dalam rangka mempertemukan harapan kreditur dalam
kaitan dengan peranan sosial. Dapat diartikan bahwa hutang yang tinggi akan
mendorong perusahaan untuk melakukan kegiatan-kegiatan sosial guna memenuhi
keinginan kreditur dalam hal kegiatan sosial dan lingkungan. Namun hasil
penelitian Sembiring (2003) menyebutkan bahwa tingkat leverage yang diukur
melalui debt to equity ratio tidak mempengaruhi tingkat pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan.
2.1.3
Teori Stakeholder
Hadi (2011: 93) menyebutkan bahwa stakeholder adalah semua pihak baik
internal maupun eksternal yang memiliki hubungan baik bersifat mempengaruhi
maupun dipengaruhi, bersifat langsung maupun tidak langsung oleh perusahaan.
Stakeholder
merupakan
individu,
sekelompok
manusia,
komunitas
atau
masyarakat baik secara keseluruhan maupun secara parsial yang memiliki
hubungan serta kepentingan terhadap perusahaan (Yani, 2013: 10).
Jones (1995) dalam Solihin (2011:2) mengklasifikasikan pemangku
kepentingan ke dalam dua kategori, yaitu:
19
a. Inside stakeholders, terdiri atas orang-orang yang memiliki kepentingan dan
tuntutan terhadap sumber daya perusahaan serta berada di dalam organisasi
perusahaan. Yang termasuk ke dalam kategori inside stakeholders adalah
pemegang saham (stockholders), para manajer (managers), dan karyawan
(employees).
b. Outside
stakeholders,
terdiri
atas
orang-orang
maupun
pihak-pihak
(constituencies) yang bukan pemilik perusahaan, bukan pemimpin perusahaan,
dan bukan pula karyawan perusahaan, namun memiliki kepentingan
perusahaan dan dipengaruhi oleh keputusan serta yang dilakukan oleh
perusahaan. Yang termasuk ke dalam kategori outside stakeholders adalah
pelanggan (customers), pemasok (suppliers), pemerintah (government),
masyarakat lokal (local communities), dan masyarakat secara umum (general
public).
Tanggung jawab perusahaan yang semula hanya diukur sebatas pada
indikator ekonomi (economic focused) dalam laporan keuangan, kini harus
bergeser dengan memperhitungkan faktor-faktor sosial (social dimentions)
terhadap stakeholder, baik internal maupun eksternal (Hadi, 2011: 93).
Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan memberikan peranan penting
bagi perusahaan dengan memperhitungkan faktor-faktor sosial yang ada, karena
perusahaan berada di dalam masyarakat. Melalui pelaksanaan kegiatan tanggung
jawab sosial, perusahaan diharapkan mampu menjaga hubungan yang baik dengan
para stakeholdernya.
20
Esensi teori stakeholder tersebut di atas jika ditarik interkoneksi dengan teori
legitimasi yang mengisyaratkan bahwa perusahaan hendaknya mengurangi
expectation gap dengan masyarakat (publik) sekitar guna meningkatkan legitimasi
(pengakuan) masyarakat, ternyata terdapat benang merah. Untuk itu, perusahaan
hendaknya menjaga reputasinya yaitu dengan menggeser pola orientasi (tujuan)
yang semula-mula diukur dengan economic measurement yang cenderung
shareholder orientation, ke arah memperhitungkan faktor sosial (social factors)
sebagai
wujud
kepedulian
dan
keberpihakan
terhadap
masalah
sosial
kemasyarakatan (stakeholder orientation) (Hadi, 2011).
2.1.4
Teori Legitimasi
Ghozali dan Chairiri (2007) dalam Yani (2013) menyatakan bahwa hal yang
mendasari teori legitimacy adalah “kontrak sosial” yang terjadi antara perusahaan
dengan masyarakat dimana perusahaan beroperasi dan menggunakan sumber
ekonomi. Legitimasi merupakan keadaan psikologis keberpihakan orang dan
kelompok orang yang sangat peka terhadap gejala lingkungan sekitar baik fisik
maupun non fisik (Hadi, 2011: 87).
Gray et al. (1996) dalam Dewi (2013) berpendapat bahwa legitimasi
merupakan sistem pengelolahan perusahaan yang berorientasi pada keberpihakan
terhadap masyarakat (society), pemerintah, individu, dan kelompok masyarakat.
Untuk itu sebagai suatu sistem yang mengedepankan keberpihakan kepada
masyarakat (society), operasi perusahaan harus kongruen dengan harapan
masyarakat.
21
Deegan et al. (2002) seperti dikutip Hadi (2011: 89) menyatakan legitimasi
dapat diperoleh manakala terdapat kesesuaian antara keberadaan perusahaan tidak
mengganggu atau sesuai (congruent) dengan eksistensi sistem nilai yang ada
dalam masyarakat dan lingkungan. Ketika terjadi pergeseran yang menuju
ketidaksesuaian, maka pada saat itu legitimasi perusahaan dapat terancam.
Perusahaan hendaknya berusaha memonitor nilai-nilai perusahaan dengan
nilai-nilai masyarakat, agar kesesuaian tetap terjalin. Melalui pengungkapan
tanggung
jawab
sosial,
perusahaan
diharapkan
mampu
memperhatikan
masyarakat dan lingkungan, guna menjaga kepentingan dan harapan masingmasing, baik dari perusahaan maupun masyarakat dan lingkungan.
Peran penting legitimasi stakeholder, dalam teori marketing baru didudukkan
pada posisi distress strategy. Hal itu karena sejalan dengan perkembangan pola
pikir dan kesadaran masyarakat, memiliki kepentingan untuk terlindungi
kehidupan dan kepentingan terhadap alam. Untuk itu, satu keniscayaan
perusahaan mendudukkan tanggung jawab sosial sebagai bagian dalam
mengontruksi strategi operasi (Kasali, 2007 dalam Hadi, 2011).
2.1.5
Teori Keagenan
Jensen dan Mekling (1976) dalam Yani (2013: 13) menyatakan hubungan
keagenan adalah suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal)
melibatkan orang lain (agen) untuk melakukan beberapa layanan atas nama
mereka yang melibatkan mendelegasikan sebagian kewenangan pengambilan
keputusan kepada agen.
22
Teori keagenan tidak dapat dilepaskan dari kedua belah pihak di atas, baik
prinsipal maupun agen merupakan pelaku utama dan keduanya memiliki posisi
dan peran masing-masing. Prinsipal sebagai pemilik modal memiliki akses pada
informasi perusahaan, dan agen sebagai pelaku dalam operasional perusahaan
memiliki informasi tentang operasi dan kinerja perusahaan secara menyeluruh.
Teori agensi mengasumsikan bahwa setiap individu bertindak atas
kepentingan mereka sendiri sehingga seringkali terdapat kemungkinan konflik
dalam hubungan prinsipal dan agen, dimana konflik tersebut timbul sebagai akibat
kepentingan yang saling bertentangan (conflict of interest) (Yani, 2013).
Pertentangan yang demikian dapat menimbulkan permasalahan, sehingga pihak
agen cenderung membatasi informasi mengenai informasi keuangan.
Oleh sebab itu, kontrak yang baik antara pihak prinsipal (pemegang saham)
dan pihak agen (manajer) adalah kontrak yang mampu menjelaskan spesifikasispesifikasi apa sajakah yang harus dilakukan manajer dalam mengelola dana para
pemegang saham, dan spesifikasi tentang pembagian return antara manajer
dengan pemegang saham sehingga dapat diminimalisasi masalah keagenan
dengan adanya pengungkapan informasi yang dilakukan oleh agen (Yintayani,
2011) dalam (Dewi, 2013).
2.1.6
1.
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Definisi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility)
merupakan satu bentuk tindakan yang berangkat dari pertimbangan etis
23
perusahaan yang diarahkan untuk meningkatkan ekonomi, yang dibarengi dengan
peningkatan kualitas hidup bagi karyawan berikut keluarganya, serta sekaligus
peningkatan kualitas hidup masyarakat sekitar dan masyarakat secara lebih luas
(Hadi, 2011: 48).
Menurut Darwin (2004) dalam Suaryana dan Astyari (2012: 28),
pertanggungjawaban sosial atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah
mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan
perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasi dan interaksinya
dengan stakeholders, yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang hukum.
Harmoni dan Andriyani (2008) dalam Maygarindra dan Maghfiroh (2012)
menambahkan, CSR mengandung makna bahwa, seperti halnya individu,
perusahaan memiliki tugas moral untuk berlaku jujur, mematuhi hukum,
menjunjung integritas, dan tidak korup. CSR menekankan bahwa perusahaan
harus mengembangkan praktik bisnis yang etis dan berkesinambungan
(sustainable) secara ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Dengan melihat beberapa definisi tanggung jawab sosial yang ada, tanggung
jawab sosial perusahaan merupakan kegiatan perusahaan yang dilakukan secara
sukarela sebagai bentuk apresiasi terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam proses
kegiatan usaha perusahaan.
2.
Manfaat Tanggung Jawab Sosial
Banyak manfaat yang dapat diperoleh atas aktivitas CSR antara lain:
meningkatkan penjualan dan market share, memperkuat brand positioning,
24
meningkatkan citra perusahaan, menurunkan biaya operasi, dan meningkatkan
daya tarik perusahaan di mata para investor dan analis keuangan (Cheng dan
Christiawan, 2011: 25). Dengan adanya tanggung jawab sosial sebenarnya
perusahaan diuntungkan karena dapat menciptakan lingkungan sosial yang baik
serta dapat menumbuhkan citra positif perusahaan, tentu hal ini dapat
meningkatkan iklim bisnis bagi perusahaan (Mangoting, 2007: 35).
Ambadar (2008) dalam Agustin (2012: 22) menjelaskan beberapa motivasi
dan manfaat yang diharapkan perusahaan dengan melakukan tanggung jawab
sosial perusahaan meliputi:
a. Perusahaan terhindar dari reputasi negatif perusak lingkungan yang hanya
mengejar keuntungan jangka pendek tanpa memperdulikan akibat dari pelaku
buruk perusahaan.
b. Kerangka kerja etis yang kokoh dapat membantu para manajer dan karyawan
menghadapi masalah seperti permintaan lapangan kerja di lingkungan dimana
perusahaan berada.
c. Perusahaan mendapat rasa hormat dari kelompok inti masyarakat yang
membutuhkan keberadaan perusahaan khususnya dalam hal penyediaan
lapangan pekerjaan.
d. Perilaku etis perusahaan aman dari gangguan lingkungan sekitar sehingga
dapat beroperasi secara lancar.
Dengan kata lain, melalui kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan,
perusahaan akan mendapatkan citra yang baik karena telah melakukan kegiatankegiatan yang bermanfaat dan dibutuhkan bagi masyarakat sekitar maupun
25
lingkungan. Perusahaan tidak hanya mementingkan kepentingan perusahaan saja,
namun masih mengingat kepentingan masyarakat dan lingkungannya.
3.
Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Menurut Gray et al. (1987) seperti dikutip Sembiring (2005), tumbuhnya
kesadaran publik akan peran perusahaan di tengah masyarakat melahirkan kritik
karena menciptakan masalah sosial, polusi, sumber daya, limbah, mutu produk,
tingkat safety produk, serta hak dan status tenaga kerja. Kartadjumena et al.
(2011) menyatakan bahwa pengungkapan kinerja corporate social responsibility
(CSR) melalui pelaporan berkelanjutan kini menjadi penting dan terutama ketika
membuat keputusan investasi jangka panjang. Dengan melalui pelaporan kinerja
corporate social responsibility (CSR) tersebut akan mencerminkan apakah
perusahaan telah melaksanakan best practice, norma-norma usaha yang sehat,
inisiatif, konsensus dan komitmen usaha yang telah sesuai atau tidak dengan
peraturan per-undang-undangan berlaku.
Pengungkapan ini dituangkan dalam laporan tanggung jawab sosial
perusahaan yang biasanya tidak terpisah dari laporan tahunan (annual report)
perusahaan. Dalam laporan tersebut berisikan kegiatan atau program sosial dan
lingkungan yang telah dilaksanakan perusahaan selama satu tahun. Perusahaan
diharapkan menyampaikan informasi yang sesuai dengan kegiatan atau program
yang dilaksanakan agar dapat dipertanggungjawabkan kepada stakeholdernya.
Standar pelaporan Corporate Social Responsibility (CSR) harus perlu
diperhatikan dengan benar oleh dunia usaha. Karena dalam Undang-Undang tidak
26
diatur pedoman penyusunan laporannya, meskipun standar pelaporan merupakan
hal yang sangat penting dan berguna sehingga berfungsi sekali untuk tahap
persiapan, pemantauan, evaluasi hasil kinerja dari CSR hingga untuk
penyempurnaan pada laporan berikutnya (Maygarindra dan Maghfiroh, 2012:
174)
2.2 Rerangka Pemikiran
Penulis berpikir bahwa perusahaan yang go public pasti mengeluarkan
laporan keuangan setiap tahun. Laporan keuangan merupakan informasi yang
digunakan sebagai data untuk mengukur kinerja perusahaan melalui beberapa
rasio keuangan. Dalam penelitian ini, penulis berasumsi bahwa kinerja keuangan
yang diukur melalui Return on Asset (ROA), Return on Equity (ROE), dan Debt
to Equity Ratio (DER) akan berpengaruh pada luas ungkapan tanggung jawab
sosial perusahaan yang diukur melaui Corporate Social Responsibility Disclosure
Index (CSRI). Penulis beranggapan bahwa semakin besar kinerja perusahaan,
maka perusahaan semakin banyak mengungkapkan tanggung jawab sosial
perusahaan.
Berikut ini adalah model rerangka pemikiran yang menggambarkan hubungan
variabel-variabel di atas:
27
ROA
Luas ungkapan
tanggung jawab
sosial perusahaan
(CSRI)
ROE
DER
Gambar 1
Model Rerangka Pemikiran
2.3 Perumusan Hipotesis
Hipotesis yang diujikan dalam penelitian ini berdasarkan latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penelitian, serta landasan teori, adalah sebagai berikut:
H1 : ROA berpengaruh positif terhadap luas ungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan.
H2 : ROE berpengaruh positif terhadap luas ungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan.
H3 : DER berpengaruh positif terhadap luas ungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan.
Download