bab i pendahuluan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang banyak ditemui dan
secara klinis ditandai oleh adanya episode batuk rekuren, napas pendek, rasa
sesak di dada dan mengi (wheezing), secara fisiologis ditandai oleh adanya
penyempitan saluran napas bronkus yang reversibel dan meluas dan adanya
peningkatan nyata responsivitas bronkus terhadap stimulan yang terhirup dan
secara patologis ditandai oleh remodeling mukosa bronkus disertai penumpukan
kolagen dibawah lamina retikularis epitel bronkus dan hyperplasia sel seluruh
struktur paru -pembuluh darah, otot polos, serta sel kelenjar sekretorik dan goblet.
(Katzung dkk., 2012).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah penderita asma
100-150 juta dan jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah hingga 180.000
orang setiap tahun (Anonim, 2008). Sumber lain menyebutkan bahwa pasien
asma sudah mencapai 300 juta orang di seluruh dunia dan terus meningkat selama
20 tahun belakangan ini. Apabila tidak ditangani dengan baik maka diperkirakan
akan terjadi peningkatan prevalensi yang lebih tinggi lagi pada masa yang akan
datang serta mengganggu proses tumbuh kembang anak dan kualitas hidup pasien
(Anonim, 2008). Prevalensi asma di Indonesia belum diketahui secara pasti tetapi
Departemen Kesehatan Republik Indonesia memperkirakan penyakit asma
merupakan 10 besar penyebab kesakitan dan kematian dan diperkirakan 10% dari
25 juta penduduk Indonesia menderita asma (Oemarti dkk., 2010). Prevalensinya
1
meningkat pada terutama di kalangan anak-anak, akan tetapi asma dapat diterapi
secara efektif dan sebagian besar dapat terkontrol. Asma yang terkontrol akan
mengurangi gejala yang timbul pada malam dan pagi hari, mengurangi konsumsi
obat, produktif dan dapat beraktifitas seperti biasa, fungsi paru mendekati normal
dan menghindari serangan yang parah (Bateman dkk., 2011).
Tujuan penatalaksanaan asma adalah menghilangkan dan mengendalikan
gejala asma, mencegah eksaserbasi akut, meningkatkan dan mempertahankan faal
paru seoptimal mungkin, mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise,
menghindari efek samping obat, mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara
(airflow limitation) ireversibel dan mencegah kematian karena asma (Muchid
dkk., 2007) .
Berdasarkan tujuannya terapi asma dibagi dalam 2 kelompok besar yaitu
obat pemulih cepat (reliever) dan obat pengendali (controller). Yang termasuk
obat pemulih cepat adalah kortikosteroid inhalasi, kortikosteroid sistemik, sodium
chromoglicate, nedochromil sodium, methylxanthine, agonis ß2 kerja lama
(LABA) inhalasi dan antihistamin (antagonis H1) generasi kedua, sedangkan yang
termasuk obat pelega adalah agonis
ß2 kerja singkat dan kerja lama, anti
cholinerghik, methylxanthine.
Kortikosteroid merupakan anti inflamasi yang efektif untuk menangani
asma. Efek penggunaan kortikosteroid pada asma tergantung pada dosis dan
durasi, begitu pula efek sampingnya (Kelly dan Sorkness, 2008). Beberapa efek
samping penggunaan kortikosteroid adalah hipertensi, emotional instability,
psychic derangements (euphoria, insomnia, mood swings), bruising, facial
2
erythema, wound healing impaired, carbohydrate intolerance, cushing syndrome,
diabetes mellitus, fluid retention, growth suppression (pada anak), hypokalemia
alkalosis, hypothyroidism enhanced, menstrual irregularities, sodium retention,
pancreatitis, peptic ulcer, ulcerative esophagitis, peningkatan enzim hati,
osteoporosis, fraktur, steroid myophaty, exophtalmos, glaucoma, intraocular
pressure increased, posterior subcapsular cataracts (Lacy dkk., 2010).
Kortikosteroid menghalangi respon peradangan dan sangat efektif dalam
mengurangi gejala penyakit asma. Jika digunakan dalam jangka panjang, secara
bertahap kortikosteroid dapat mengurangi kecenderungan terjadinya serangan
penyakit asma dengan mengurangi kepekaan saluran udara terhadap sejumlah
rangsangan.
Mekanisme aksi kortikosteroid pada asma meliputi peningkatan
jumlah reseptor β2 adrenergik dan meningkatkan respon reseptor, mengurangi
produksi dan hipersekresi mukus, menghambat respon inflamasi dan mencegah
remodeling jalan nafas. Inhalasi kortikosteroid digunakan sebagai first line terapi
untuk asma persisten pada anak dan dewasa (Kelly dan Sorkness, 2008). Studi
tentang kortikosteroid inhalasi menunjukkan kegunaannya dalam memperbaiki
fungsi paru, mengurangi hiperrespon saluran nafas, mengurangi gejala,
mengurangi frekuensi dan beratnya eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup
(Syarifudin dan Koentjahja, 2001)
Terapi asma pada pasien dewasa diberikan secara oral, inhalasi dan
parenteral. Keuntungan pemberian obat secara inhalasi adalah konsentrasi obat
dapat optimal karena obat memiliki efek lokal yang langsung ke dalam paru -
3
paru dan mempunyai efek samping lebih kecil dibandingkan dengan pemberian
secara parenteral (Bateman dkk., 2010).
Peresepan untuk pasien asma di Balai Kesehatan Paru Masyarakat
(BKPM) Wilayah Magelang sebagian besar menggunakan obat oral karena
mahalnya harga obat inhaler sehingga tidak terjangkau oleh pasien dan terkait
ketersediaan sediaan inhalasi di Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM)
Wilayah Magelang sehingga pasien asma yang berobat rawat jalan hampir
sebagian besar menggunakan terapi oral dan hanya pasien dengan tingkat
keparahan berat umumnya yang mendapatkan terapi inhalasi.
Berdasarkan uraian tersebut diatas perlu dilakukan penelitian berupa
evaluasi terapi oral terhadap hasil terapi pasien asma yang berobat di Balai
Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Magelang. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat digunakan sebagai dokumentasi dan sebagai bahan evaluasi
terhadap pelayanan baik oleh dokter maupun farmasis dan untuk meningkatkan
pelayanan baik oleh dokter maupun farmasis.
Untuk mengetahui respon pasien terhadap pengobatan dilakukan
pemeriksaan fungsi paru, yang dapat diperiksa dengan spirometer atau Peak
Flow Meter . Peak flow meter adalah alat yang paling sederhana untuk memeriksa
gangguan sumbatan jalan napas, yang relatif sangat murah, mudah dibawa.
Dengan Peak Flow Meter fungsi paru yang diukur adalah arus puncak ekspirasi
(APE) yang dinyatakan dalam liter/menit (Muchid dkk., 2007).
4
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah
penelitian ini adalah :
1. Apakah terdapat pengaruh penggunaan terapi oral terhadap hasil terapi pasien
asma di Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Magelang ?
2. Bagaimanakah efek samping penggunaan terapi oral pada pasien asma di
Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Magelang?
C. Manfaat Penelitian
1. Bagi berbagai pihak terkait sebagai sumber informasi tentang hasil terapi
pasien asma yang menggunakan terapi oral dan efek samping penggunaan
terapi oral pada pasien asma rawat jalan di Balai Kesehatan Paru Masyarakat
(BKPM) Wilayah Magelang
2. Bagi Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Magelang , dapat
dijadikan sebagai bahan evaluasi terhadap pelayanan dan sebagai referensi
yang mendukung pelaksanaan farmasi klinis dalam terapi pasien asma di Balai
Kesehatan tersebut.
3. Bagi peneliti dapat memberikan pemahaman dan pendalaman ilmu tentang
hasil terapi pasien asma .
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui pengaruh penggunaan terapi oral terhadap hasil terapi pasien asma
di Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Magelang.
5
2. Mengidentifikasi efek samping yang muncul karena penggunaan terapi oral
pada pasien asma di Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah
Magelang.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran pustaka, penelitian mengenai evaluasi terapi oral
terhadap hasil terapi pasien asma di Balai Kesehatan Paru (BKPM) Wilayah
Magelang belum pernah dilakukan sebelumnya . Penelitian yang sudah banyak
dilakukan hanya evaluasi penggunaan obat asma tanpa melihat hasil terapinya .
Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya :
1. Shimpi dkk (2012) dengan judul Drug utilization evaluation and prescription
monitoring in asthmatic patients
2. Rajathilagam dkk (2012)
dengan judul Drug utization study in bronchial
asthma in a tertiary care hospital
3. Sari (2013), Pengaruh Konseling Farmasis terhadap Tingkat Kepatuhan dan
Hasil Terapi Pasien Asma Rawat jalan di Rumah Sakit Khusus Paru Respira
UPKPM Yogyakarta
6
Perbedaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian
terdahulu
Kategori Peneliti
Shimpi
dkk Rajathilagam,
Sari (2013)
Penelitian yang
(2012)
dkk (2012)
dilakukan
Subyek
Semua pasien Semua
pasien Semua pasien Semua pasien
dewasa
dewasa
dewasa
dewasa
yang
menggunakan
terapi oral
Tujuan
Mengevaluasi
Mengevaluasi
Mengetahui
Mengetahui
Pola
Pola penggunaan pengaruh
pengaruh
penggunaan
obat asma
konseling
penggunaan
obat asma
terhadap
terapi
oral
tingkat
terhadap hasil
kepatuhan dan terapi
pasien
hasil
terapi asma
pasien asma
Metode
Observasional, Prospective
Observasional,
, Quasi
Instrumen
eksperimental instrument yang
Observasional,
yang
digunakan Peak
Cross-sectional , dengan
digunakan
Instrumen yang rancangan
Flow Meter.
adalah resep
digunakan
penelitian
adalah resep
control Group
pre-post test
Group
Design,
Instrumen
yang
digunakan
kuesioner
MMAS dan
ACT
7
Download