BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman mengakibatkan adanya pergeseran jenis penyakit. Penyakit menular sudah digantikan oleh penyakit yang tidak menular seperti penyakit degeneratif, metabolik dan vaskuler. Adapun salah satu contoh penyakit metabolik adalah penyakit diabetes melitus (DM) (Depkes, 2006). Diabetes melitus merupakan kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin sehingga jumlah insulin yang dikeluarkan menurun ataupun adanya kelainan pada reseptor yang biasa dikenal dengan resistensi insulin (American Diabetes Association, 2005)a. Epidemiologi diabetes melitus selama 20 tahun terakhir menunjukkan perkembangan yang luar biasa, saat ini diabetes melitus menjadi epidemi global. Negara yang berpenghasilan rendah dan menengah menghadapi beban terbesar diabetes melitus (International Diabetes Federation, 2005). Penduduk dunia yang menderita diabetes melitus diperkirakan meningkat pada tahun 2030 dari 171 juta penduduk menjadi 366 juta penduduk dengan prevalensi mencapai 4,4% (Wild et al., 2004). Jumlah penderita diabetes melitus menempati posisi keempat setelah India, China dan Amerika Serikat (Depkes, 2005). WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penderita diabetes melitus di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 (Perkeni, 2011). Data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan prevalensi diabetes melitus yang terdiagnosis dokter tertinggi di Indonesia berada di Provinsi D.I. Yogyakarta dengan prevalensi 2,6% (Kemenkes, 2013). 1 2 Melihat semakin meningkatnya prevalensi diabetes melitus, semakin diperlukan pula deteksi dini pada masyarakat dikarenakan pola hidup yang tidak sehat, pola makan yang kurang baik ataupun karena faktor keturunan. Deteksi dini terhadap penyakit diabetes melitus ini dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar gula darah sewaktu. Penyakit diabetes melitus merupakan penyakit yang tidak menular, dengan indikasi kadar glukosa plasma atau serum sewaktu yang dilakukan kapan saja tanpa mempertimbangkan makan terakhir yaitu sebesar > 200 mg/dl, kadar glukosa plasma atau serum puasa mencapai > 126 mg/dl dan glukosa plasma atau serum 2 jam setelah makan (post prandial) sebesar > 200 mg/dl (Perkeni, 2006). Penyebab terjadinya diabetes melitus yang cukup menonjol antara lain adalah pola makan. Salah satu penyebabnya karena pola makan yang serba instan dan tidak sesuai dengan kebutuhan sehingga dapat menyebabkan diabetes melitus. Kekurangan dan kelebihan asupan gizi di dalam tubuh terjadi karena kebiasaan makan yang kurang tepat. Kebiasaan makan ini akan membentuk pola makan seseorang (Almatsier, 2009). Hasil Riskesdas 2013 menyebutkan prevalensi dari pengkonsumsian makanan atau minuman yang manis sebesar 53,1%, makanan berlemak sebesar 40,7% dan makanan dengan penyedap sebesar 77,3 %. Pola makan sebagian besar masyarakat biasanya terdiri dari nasi dan lauk yang kurang beragam serta menu yang tidak beragam pula. Pola makan sendiri dipengaruhi oleh faktor kebudayaan. Kebudayaan akan menuntun seseorang dalam bertingkah laku dan memenuhi kebutuhan dasar biologis, termasuk kebutuhan terhadap pangan (Sulistyoningsih, 2010). 3 Menurut Fauci et al. (2008) suku ataupun etnis merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi prevalensi diabetes melitus. Bangsa Indonesia terdiri lebih dari 300 suku bangsa. Contoh suku di Indonesia antara lain suku Jawa, suku Sunda, suku Tengger, suku Aceh, suku Batak, suku Asmat, suku Dayak, suku Bali, suku Sasak, suku Melayu dan sebagainya. Suku bangsa tersebut memiliki adat istiadat dan budaya yang berbeda satu sama lain. Secara fisik pun kadang mempunyai ciri khas tersendiri (Shahab, 2003). Suku Jawa merupakan suku dengan jumlah paling banyak di Indonesia. Masyarakat Jawa dikenal sangat menjunjung adat istiadat. Mayoritas suku Jawa diidentikkan menyukai makanan berasa manis. Sedangkan suku Melayu diidentikkan lebih menyukai makanan yang berasa sedikit asin dan pengolahannya dengan menggunakan santan. Menurut Norris et al. (2008) selain dari perubahan diet peningkatan jumlah penderita diabetes juga dipengaruhi oleh faktor penuaan dan penurunan aktivitas fisik. Dalam pengelolaan diabetes melitus langkah pertama yang harus dilakukan adalah pengelolaan non farmakologis yaitu berupa perencanaan makan dan aktivitas fisik (Waspadji, 2005). Aktivitas fisik berbeda dengan latihan jasmani. Aktivitas fisik merupakan gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh yang berakibat pada pengeluaran energi. Ada empat domain utama dari aktivitas fisik yaitu: saat bekerja, transportasi (berjalan kaki, bersepeda ke tempat kerja), melakukan pekerjaan rumah tangga dan aktivitas fisik saat waktu luang (olahraga atau melakukan aktivitas rekreasi) (Caspersen et al., 1985). Hasil studi epidemiologi menunjukkan bahwa aktivitas fisik dapat melindungi dari serangan jantung serta dapat menurunkan berat badan, akumulasi lemak tubuh, resistensi insulin, memperbaiki toleransi glukosa dan profil lipid serta penurunan tekanan 4 darah (Laaksonen, 2005). Menurut Sukardji (2007) seseorang yang bekerja sebagai pegawai kantor dikategorikan sebagai seseorang dengan aktivitas fisik kategori sedang. Menurut GMC (2000), pada pegawai UGM (Universitas Gadjah Mada) telah dilakukan pemeriksaan kesehatan atau medical check up secara rutin di Gadjah Mada Medical Center Health Center (GMC Health Center). GMC Health Center adalah badan pengelola santunan kesehatan civitas akademi UGM yang bersifat non profit. Pelaksanaan medical check up dilakukan secara gratis bagi para pegawai UGM pada minggu I dan II setiap bulannya. Pegawai UGM yang berhak mendapatkan medical check up adalah pegawai yang berusia >40 tahun. Salah satu medical check up yang dilakukan adalah pengecekan gula darah puasa. Berdasarkan data medical check up pegawai UGM tahun 2013 prevalensi DM pada pegawai UGM adalah 9,24%. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian diabetes melitus pada pegawai UGM? 2. Apakah ada hubungan antara suku dengan kejadian diabetes melitus pada pegawai UGM? 3. Apakah ada hubungan antara suku dengan pola makan pada pegawai UGM? 4. Apakah ada hubungan antara pola makan dengan kejadian diabetes melitus pada pegawai UGM? 5 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui adanya hubungan antara aktivitas fisik dan suku dengan kejadian diabetes melitus pada pegawai Universitas Gadjah Mada. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui hubungan aktivitas fisik dengan kejadian diabetes melitus pada pegawai UGM; b. Mengetahui hubungan suku dengan kejadian diabetes melitus pada pegawai UGM; c. Mengetahui hubungan suku dengan pola makan pada pegawai UGM; d. Mengetahui hubungan pola makan dengan kejadian diabetes melitus pada pegawai UGM. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Masyarakat Menambah pengetahuan dengan melihat hubungan aktivitas fisik dan suku dengan kejadian diabetes melitus. 2. Bagi Peneliti Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti mengenai faktor risiko diabetes melitus yaitu aktivitas fisik dan suku. 3. Bagi Instansi Pendidikan Menjadi sumber referensi bagi instansi pendidikan mengenai diabetes melitus dilihat dari hubungannya dengan aktivitas fisik dan suku. 6 E. Keaslian Penelitian 1. Hubungan antara Obesitas, Aktivitas Fisik, Merokok dan Riwayat Keluarga dengan Kejadian Pradiabetes pada Laki-Laki Usia > 45 Tahun di Kota Yogyakarta, (Retno, 2012). Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor risiko kejadian prediabetes pada laki-laki >45 tahun di Kecamatan Danurejan Kota Yogyakarta. Penelitian menggunakan rancangan crossectional dengan melihat hubungan obesitas, aktivitas fisik, perilaku merokok dan riwayat keturunan DM dengan pradiabetes. Sampel yang digunakan adalah 141 sampel dan analisis data menggunakan analisis univariat, bivariat dan multivariat. Hasil penelitian adalah faktor risiko yang mempunyai hubungan bermakna pada kejadian prediabetes adalah obesitas, perilaku merokok, aktivitas fisik dan riwayat keluarga. Terdapat perbedaan pada penelitian yang telah dilakukan yaitu variabel terikat yaitu pradiabetes, subjek penelitian dan lokasi penelitian. 2. Gambaran Pola Makan Suku Melayu dan Suku Jawa di Desa Selemak Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang (Handayani, 2012). Penelitian ini merupakan survei yang bersifat deskriptif yang dilakukan pada 80 keluarga yang terdiri dari 41 keluarga suku Melayu dan 39 keluarga suku Jawa. Data diperoleh dengan wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner FFQ untuk mengetahui pola makan. Hasil penelitian menunjukkan pola makan keluarga suku Melayu dan suku Jawa kurang bervariasi. Suku Melayu cenderung mengkonsumsi menu yang terdiri dari nasi, lauk pauk hewani dan pengolahan dengan santan dengan frekuensi >4 kali/minggu sedangkan keluarga suku Jawa lebih cenderung mengkonsumsi menu hidangan yang terdiri dari nasi, lauk pauk nabati, dan sayuran serta 7 pengolahan makanan dengan ditumis. Frekuensi makan 3-4 kali/minggu. Perbedaan dengan penelitian yang telah dilakukan adalah jenis penelitian yang telah dilakukan yaitu studi crossectional, subjek penelitian dan lokasi penelitian. 3. Faktor yang Berhubungan dengan Pengendalian Gula Darah pada Penderita Diabetes Melitus di Perkotaan Indonesia (Mihardja, 2009). Penelitian dilakukan untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan pengendalian gula darah dari 279 responden dengan usia 15 tahun atau lebih yang menderita DM. Data responden didapat dari Riskesdas 2007 yang dilaksanakan secara potong lintang melalui wawancara, pengukuran fisik dan pemeriksaan darah. Hasil dari penelitian adalah responden yang mempunyai riwayat DM meningkat sesuai dengan bertambahnya usia, prevalensi lebih banyak pada wanita dan sosio ekonomi yang tinggi. Penderita makan sayur dan buah 5 porsi atau lebih hanya 8,8%, mempunyai aktivitas kurang 35,1%, konsumsi obat anti diabetes hanya 47,0%, prevalensi kegemukan 60,8% pada laki-laki dan 66,9% pada perempuan, kadar gula darah 2 jam post prandial yang tidak terkontrol baik (>144 mg/dL) sebesar 68,0% pada laki-laki dan 81,1% pada perempuan. Perbedaan dengan penelitian yang telah dilakukan adalah lokasi penelitian, subjek penelitian dan variabel penelitian. 4. Suku, Obesitas, dan Resiko Diabetes Melitus Tipe II pada Wanita (Shai et al., 2006). Penelitian dilakukan untuk melihat hubungan perbedaan suku, kebiasaan makan dan lifestyle dengan resiko diabetes melitus tipe II. Penelitian dilakukan dengan metode kohort prospektif dengan 78.419 responden yang terdiri dari 75.584 responden kulit putih, 801 orang Asia, 613 orang Amerika, dan 1421 kulit hitam. Hasil penelitian yang didapat adalah 8 adanya hubungan yang signifikan antara suku dengan resiko diabetes melitus dan yang paling signifikan adalah orang Asia, orang Amerika dan orang kulit hitam sedangkan untuk kebiasaan makan diketahui kebiasaan makan yang sehat ada pada orang kulit putih. Perbedaan dengan penelitian yang telah dilakukan adalah lokasi penelitian, subjek penelitian, metode penelitian.