BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keterlibatan manipulasi akuntansi telah banyak mewarnai keberadaan entitas bisnis saat ini. Misalnya kasus yang melibatkan perusahaan besar di Amerika Serikat yaitu Enron, WorldCom, dan Xerox. Tucker, et al. (2003) menemukan bahwa dari 228 perusahaan publik yang mengalami kebangkrutan, Enron dan 95 perusahaan lainnya menerima unqualified opinion, tetapi justru mengalami kebangkrutan setahun kemudian. Rahayu (dalam Gama dan Astuti, 2014) menyatakan isu-isu laporan audit dan hubunganya dengan kekhawatiran mengenai masalah going concern telah muncul di Indonesia ketika beberapa kasus dilikuidasinya lembaga perbankan yang pada tahun sebelumnya menerima laporan audit wajar tanpa pengecualian, yaitu Bank Summa, Bank Prasidha Utama, Bank Ratu, Uni Bank, Bank Asiatic, Bank Dagang Bali, dan Bank Global International. Suatu fenomena dilematis mengapa entitas yang telah mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian di tahun sebelumnya harus menerima kenyataan kebangkrutan. Beberapa pendapat menyatakan bahwa auditor yang harus disalahkan karena ketidakmampuannya mengeluarkan opini going concern yang sesuai, runtuhnya perusahaan-perusahaan tersebut mungkin saja dapat dihindari jika ada kesesuaian antara laporan audit yang diterbitkan dengan kondisi perusahaan yang sesungguhnya (Hasnah et al. 2009; Savitry, 2013). 1 Berdasarkan teori keagenan, adanya perbedaan kepentingan dan asimetri informasi antara pihak pemilik perusahaan (principal) dan manajemen (agent) ditengarai menciptakan kesempatan bagi manajemen untuk memanipulasi kondisi perusahaan yang sesungguhnya dalam laporan keuangan. Untuk mengurangi kesempatan manajer melakukan tindakan yang merugikan pemilik, Jensen dan Meckling (dalam Arifin dan Rachmawati, 2006) mengidentifikasi ada dua cara yaitu pemilik melakukan pengawasan (monitoring) dan manajer sendiri melakukan pembatasan–pembatasan atas tindakan–tindakannya (bonding). Tetapi dalam penyelenggaraan pengawasan, agen mungkin akan takut mengungkapkan informasi yang tidak diharapkan oleh pemilik, sehingga agen akan melakukan segala cara termasuk memengaruhi auditor agar mau bekerjasama (opinion shopping) semata-mata untuk menimbulkan kesan yang baik-baik saja sebagai pertanggungjawaban manajemen kepada pemilik perusahaan. Meskipun auditor tidak bertanggungjawab terhadap kelangsungan hidup sebuah perusahaan tetapi dalam melakukan audit kelangsungan hidup perlu menjadi pertimbangan auditor dalam memberikan opini (Januarti, 2009). Opini auditor dengan modifikasi going concern diterbitkan auditor ketika terdapat kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan usahanya (Institut Akuntan Publik Indonesia, 2011). Standar Audit (SA) Seksi 341 paragraf 06 menyatakan bahwa, auditor dapat mengidentifikasi informasi mengenai kondisi atau peristiwa tertentu yang menunjukkan adanya kesangsian besar tentang kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas (tidak lebih dari satu tahun 2 sejak tanggal laporan keuangan yang sedang di audit). Beberapa faktor yang menimbulkan ketidakpastian mengenai kelangsungan hidup perusahaan adalah kerugian usaha yang besar secara berulang atau kekurangan modal kerja, ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajibannya pada saat jatuh tempo dalam jangka pendek, kehilangan pelanggan utama, terjadinya bencana yang tidak diasuransikan, masalah perburuhan, serta perkara pengadilan atau masalah serupa yang sering terjadi (Arens dan Loebbecke, 1996). Menentukan untuk memberikan opini going concern bukanlah perkara mudah sehingga sering terjadi kesalahan opini (audit failures) oleh auditor. Penyebabnya antara lain karena auditor harus bergesekan dengan aspek moral dan etika untuk mempredikasi kelangsungan hidup perusahaan. Ada konsekuensi bad news perception oleh para pengguna laporan keuangan ketika opini audit dengan modifikasi going concern diberikan. Venuti (dalam Januarti, 2009) menyatakan adanya hipotesis self-fulfilling prophecy bahwa apabila auditor memberikan opini going concern, maka perusahaan akan menjadi lebih cepat bangkrut karena banyak investor yang membatalkan investasinya atau kreditor yang menarik dananya. Meskipun demikin, pemberian opini gong concern tetap harus dilakukan untuk membantu perusahaan lebih dini dalam mengambil strategic action untuk mengurangi kondisi permasalahan tersebut. Kell (2002) mengemukakan salah satu indikasi perusahaan sedang ada dalam masalah going concern adalah tren negatif pada aktivitas operasi perusahaan. Perusahaan dengan negative growth memiliki potensi tinggi ke arah kebangkrutan, maka kecenderungan untuk menerima opini dengan modifikasi 3 going concern juga semakin besar. Perusahaan yang bertumbuh menunjukkan aktivitas operasional perusahaan berjalan dengan semestinya, sehingga mampu mempertahankan posisi ekonominya dan kelangsungan hidupnya (Altman, 1968). Prediksi seorang auditor terhadap kelangsungan bisnis suatu entitas didasarkan pada kemampuan entitas dalam menyelesaikan kesulitan-kesulitan keuangan yang dihadapi (Mutchler et al., 1997). Perusahaan berskala besar memiliki nilai total aktiva yang besar untuk menjamin volume bisnis berlangsung secara jangka panjang. Opini audit dengan modifikasi going concern lebih sering dikeluarkan oleh auditor pada perusahaan kecil. McKeown et al. (1991), Mutcher et al. (1997), Januarti (2009), dan Widyantari (2012) mengungkapkan bahwa faktor ukuran perusahaan memiliki pengaruh negatif signifikan pada penerimaan opini audit dengan modifikasi going concern. Namun penelitian Ramadhany (2004) serta Junaidi dan Hartono (2010) membuktikan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan pada penerimaan opini audit dengan modifikasi going concern. Pemberian opini yang reliable oleh auditor tidak terlepas dari pelaksanaan audit yang berkualitas. Auditor yang memiliki spesialisasi dan pengalaman yang memadai terhadap suatu lingkungan industri tertentu pasti cenderung akan memberikan opini audit yang lebih akurat pada klien yang beroperasi dalam industri spesialisnya itu. Auditor spesialis memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengeluarkan opini audit dengan modifikasi going concern. Kualitas audit yang lebih tinggi akan mampu dijelaskan oleh proksi auditor industry specialization. 4 Ashton et al. (dalam Widyantari, 2011) menyatakan seorang auditor independen memerlukan jangka waktu pekerjaan audit yang cukup panjang untuk perusahaan yang menerima opini going concern dibandingkan perusahaan yang menerima opini tanpa kualifikasi. Berdasarkan teori keagenan, manajer bertanggung jawab atas penyusunan laporan keuangan yang tepat waktu (timeliness) sehingga akan terhindar dari keterlambatan pengeluaran opini oleh auditor, karena hal ini akan menyebabkan penerimaan opini audit going concern (Savitry, 2013). Lennox (2002), Putra (2010), dan Savitry (2013) menemukan hubungan positif antara audit lag yang panjang dengan opini audit going concern. Kontradiktif dengan penelitian yang dilakukan oleh Januarti (2009) dan Widyantari (2011) menemukan bahwa audit lag tidak berpengaruh signifikan pada penerimaan opini audit dengan modifikasi going concern. Faktor hubungan antara klien dengan auditor dari lamanya keterikatan seorang auditor dengan auditee yang sama dalam jangka waktu tertentu (audit tenure) dikhawatirkan akan berdampak pada independensi auditor ketika menemukan kesangsian atas going concern perusahaan. Geiger dan Raghunandan (2002), Januarti (2009), dan Junaidi dan Hartono (2010) menyebutkan bahwa audit tenure memiliki pengaruh secara signifikan pada penerimaan opini audit dengan modifikasi going concern. Sebaliknya dalam penelitian Widyantari (2011) ditemukan bahwa audit tenure tidak berpengaruh secara signifikan pada penerimaan opini audit dengan modifikasi going concern. Sebuah fenomena muncul ketika suatu perusahaan terancam akan menerima opini audit dengan modifikasi going concern. Manajemen akan 5 berusaha memengaruhi auditor atau berpindah ke auditor lain untuk mengantisipasi hal tersebut terjadi. Fenomena seperti itu disebut opinion shopping. Manajer dapat menunda atau menghindari opini going concern dengan memberikan laporan keuangan yang baik untuk meyakinkan auditor atau dengan melakukan pergantian auditor (auditor switching) dengan harapan tidak menerima opini audit dengan modifikasi going concern dari auditor yang baru. Uraian latar belakang tersebut memotivasi untuk melakukan penelitian kembali mengenai faktor pertumbuhan perusahaan, ukuran perusahaan, kualitas audit, audit lag, audit tenure, dan opinion shopping yang diprediksi akan memengaruhi penerimaan opini audit dengan modifikasi going concern. Penelitian ini merupakan adopsi dari penelitian yang dilakukan oleh Widyantari (2011) yang meneliti opini audit going concern dan faktor-faktor yang memengaruhi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Widyantari (2011) adalah pertumbuhan perusahaan dalam penelitian ini diukur menggunakan analisis horizontal rasio pertumbuhan arus kas aktivitas operasi bersih sedangkan dalam penelitian Widyantari (2011) menggunakan rasio pertumbuhan penjualan. Faktor kualitas audit dalam penelitian ini menggunakan proksi auditor industry specialization yang diukur dengan proporsi jumlah klien suatu KAP dalam sub sektor industri sedangkan penelitian Widyantari (2011) diukur menggunakan KAP yang tergolong Big 4. Selain itu, penelitian ini menggunakan perusahaan maufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2013 sebagai sampel penelitian, sedangkan penelitian Widyantari (2011) menggunakan 6 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 20002009. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Apakah pertumbuhan perusahaan berpengaruh pada penerimaan opini audit dengan modifikasi going concern ? 2) Apakah ukuran perusahaan berpengaruh pada penerimaan opini audit dengan modifikasi going concern ? 3) Apakah kualitas audit berpengaruh pada penerimaan opini audit dengan modifikasi going concern ? 4) Apakah audit lag berpengaruh pada penerimaan opini audit dengan modifikasi going concern ? 5) Apakah audit tenure berpengaruh pada penerimaan opini audit dengan modifikasi going concern ? 6) Apakah opinion shopping berpengaruh pada penerimaan opini audit dengan modifikasi going concern ? 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang diuraikan di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan perusahaan pada penerimaan opini audit dengan modifikasi going concern. 7 2) Untuk mengetahui pengaruh ukuran perusahaan pada penerimaan opini audit dengan modifikasi going concern. 3) Untuk mengetahui pengaruh kualitas audit pada penerimaan opini audit dengan modifikasi going concern. 4) Untuk mengetahui pengaruh audit lag pada penerimaan opini audit dengan modifikasi going concern. 5) Untuk mengetahui pengaruh audit tenure pada penerimaan opini audit dengan modifikasi going concern. 6) Untuk mengetahui pengaruh opinion shopping pada penerimaan opini audit dengan modifikasi going concern. 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis antara lain sebagai berikut: 1) Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan teori dan pengetahuan di bidang akuntansi terutama berkaitan dengan auditing, khususnya dalam bidang keputusan opini audit. 2) Kegunaan Praktis (1) Bagi Profesi Akuntan Hasil penelitian dapat dijadikan pedoman, bahan pertimbangan dan bahan referensi auditor dalam pelaksanaan proses audit terutama dalam pemberian opini audit. 8 (2) Bagi Investor Hasil penelitian dijadikan bahan informasi sebagai dasar pengambilan keputusan investasi. (3) Bagi Kreditor Hasil penelitian dijadikan bahan informasi sebagai dasar pengambilan keputusan pemberian kredit dan memonitor pinjaman yang ada. (4) Bagi Manajemen Hasil penelitian bisa dijadikan informasi dalam mengambil langkah strategik penyelamatan perusahaan secara efektif. (5) Bagi Penelitian Selanjutnya Hasil penelitian diharapkan dapat menambah referensi secara luas dan mendalam yang berkaitan dengan opini audit perusahaan dengan modifikasi going concern. 1.5 Sistematika Penulisan Pembahasan skripsi disusun berdasarkan urutan beberapa bab secara sistematis sehingga antara bab yang lainnya mempunyai hubungan yang erat. Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan Bab ini menguraikan pendahuluan yang mengemukakan latar belakang masalah, tujuan, dan penggunaan penelitian serta menguraikan sistematika penulisan. Bab II Kajian Pustaka dan Rumusan Hipotesis Bab ini menguraikan berbagai landasan teori yang ada hubungannya dengan pokok permasalahan yaitu mengenai faktor-faktor yang 9 memengaruhi opini audit dengan modifikasi going concern dan perumusan hipotesis. Bab III Metode Penelitian Bab ini disajikan mengenai metodologi penelitian yang meliputi lokasi dan data penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, serta teknik-teknik analisis data. Bab IV Pembahasan Hasil Penelitian Bab ini dikemukakan tentang gambaran umum daerah penelitian, analisis statistik deskriptif dan pembahasan hasil penelitian teknik analisis regresi logistik. Bab V Simpulan dan Saran Bab ini dikemukakan simpulan yang diperoleh dari hasil penulisan yang telah dibahas dalam bab sebelumnya serta saran-saran yang diharapkan dapat digunakan oleh pihak yang berkepentingan. 10