BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1 PTRM (Program Terapi Rumatan Metadon) 2.1.1 Pengertian PTRM Metadon pertama kali dikembangkan di Jerman pada akhir tahun 1937. Metadon adalah suatu agonis opioid sintetik yang kuat dan diserap dengan baik secara oral dengan daya kerja jangka panjang, digunakan secara oral dibawah supervisi dokter dan digunakan untuk terapi pengguna heroin (Ismi, 2014). Saat ini WHO memberikan upaya pencegahan dengan program Harm Reduction atau pengurangan dampak buruk, program ini adalah program yang memberikan layanan rumatan atau pemeliharaan yang diberikan kepada penasun, yaitu dengan menyediakan dan memberikan metadon (sebagai obat legal) yang dikonsumsi secara oral (dengan cara diminum), sebagai pengganti narkoba (obat illegal) yang biasanya dikonsumsi dengan cara menyuntikkan ke tubuh. Program ini merupakan program pemeliharaan jangka panjang yang dapat diberikan hingga 2 tahun atau lebih (Adriana, 2014). Menurut penelitian (Andita, 2012) Terapi substitusi metadon atau PTRM ini memiliki banyak komponen yang bertujuan mengubah perilaku pengguna berisiko menjadi kurang atau tidak berisiko. Beberapa komponen di dalam PTRM ini adalah sebagai berikut: 1. Pemberian metadon. 2. Konseling, meliputi: konseling adiksi, metadon, keluarga, kepatuhan minum obat, kelompok dan VCT. Akses ke pelayanan konseling harus di pusat 8 9 pelayanan kesehatan atau penyelenggara PTRM. Pasien dapat mengikuti konseling tersebut jika dianggap perlu oleh petugas kesehatan. 3. Program pencegahan kekambuhan (relapse prevention program). 2.1.2 Tujuan Terapi Metadon Menurut buku pedoman metadon, penggunaan metadon bertujuan untuk mengurangi penggunaan narkoba yang disuntikkan, sehingga jumlah penyebaran HIV/AIDS dapat berkurang, selain itu metadon juga dapat meningkatkan fungsi psikologis dan sosial, mengurangi risiko kematian dini, mengurangi tindak kriminal karena tingkat kecanduan yang dapat menyebabkan seorang pengguna menghalalkan berbagai macam cara untuk mendapatkan, misalnya dengan mencuri atau merampok dapat ditekan, selain itu metadon juga bertujuan untuk mengurangi dampak buruk akibat penyalahgunaan narkoba itu sendiri (Preston, 2006). 2.1.3 Manfaat Terapi Metadon Berbagai macam manfaat dari metadon diantaranya metadon dapat mengembalikan kehidupan pengguna sehingga mendekati kehidupan normal, pasien yang menggunakan metadon dapat selalu terjangkau oleh petugas karena pemakaian metadon yang digunakan secara oral atau diminum langsung di depan petugas, pasien akan mengurangi penggunaan heroin, pasien juga berhenti menggunakan jarum suntik sehingga penyebaran HIV/AIDS, Hepatitis dapat berkurang, kesehatan fisik dan status gizi meningkat karena pola hidup yang teratur, metadon dapat membuat hubungan anatara pasien dan keluarga menjadi lebih baik dan stabil, masa kerja dari metadon lebih panjang dibandingkan dengan heroin dan putaw, dari segi harga metadon lebih murah atau tidak mahal dibandingkan dengan heroin dan putaw, metadon bersifat legal sehingga pasien tidak perlu takut tertangkap polisi, dan 10 metadon juga dapat diikuti dan disertai konseling dan perawatan medis (Preston, 2006). 2.1.4 Efek Pemberian Metadon pada PTRM Efek metadon terhadap setiap orang berbeda-beda, namun ada efek lain yaitu efek yang akan menyebabkan perubahan suasana hati yang tidak begitu kuat, tetapi masa kerjanya lebih panjang dibandingkan dengan heroin, metadon juga dapat menyebabkan cepat mengantuk, mual dan muntah serta metadon dapat mengurangi segala bentuk sakit fisik. Metadon juga menyebabkan pelepasan histamine (suatu zat kimia) yang biasanya dikeluarkan pada saat terjadinya alergi, yang akan menimbulkan produksi keringat meningkat, kulit merah-merah, tubuh terasa gatal dan penyempitan udara pernafasan. Efek lain dari metadon juga dapat menyebabkan terjadinya penurunan frekuensi atau tidak adanya menstruasi, buang air besar menjadi jarang, penurunan rangsangan seksual, penurunan tenaga disertai dengan berkeinginan untuk memakan-makanan yang manis-manis (Preston, 2006). 2.1.5 Kelemahan Metadon pada PTRM Kelemahan dari metadon karena sifatnya yang sama dengan heroin, maka penyalahgunaan dapat terjadi. Metadon harus diminum di depan petugas setiap harinya, oleh karena klien dapat kemungkinan lari dari terapi. Tidak bisa begitu saja bepergian atau berlibur (Preston, 2006). 2.2 2.2.1 Rehabilitasi Definisi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia arti dari rehabilitasi adalah pemulihan kepada kedudukan (keadaan, nama baik) yang dahulu (semula). Selain itu arti lain yang ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perbaikan anggota 11 tubuh yang cacat dan sebagainya atas individu (misalnya pasien rumah sakit, korban bencana) supaya menjadi manusia yang berguna dan memiliki tempat di masyarakat. Menurut penelitian Risdiyanto (2014) pada abad pertengahan di masyarakat feudal istilah rehabilitasi diartikan sebagai restoration yang mengandung pengertian perbaikan atau pemulihan hak, pangkat, kehormatan yang hilang atau dihapuskan. Beberapa waktu kemudian istilah rehabilitasi dimaknakan semakin luas yang mencakup perbaikan atau pemulihan nama baik (reputasi) seseorang dengan cara membersihkan dari tuntutan-tuntutan yang tidak adil atau tidak mendasar, dan menetapkan kembali nama baiknya. Secara umum rehabilitasi merupakan proses pemulihan dan pengembalian kemampuan fisik maupun non fisik terhadap perilaku sehari-hari sebelum terdapat unsur negatif yang berdampak pada tubuh ataupun kondisi psikologisnya. Selain itu keteraturan fungsi tubuh tersebut dapat mengembalikan kemampuan sosial tiap individu di masyarakat dan mengembangkan daya kretaivitasnya agar tidak kembali menggunakan narkoba (Amaliyah, 2015). 2.2.2 Manfaat Rehabilitasi Rehabilitasi memiliki banyak manfaat positif sehingga tiap individu dapat berjalan lebih baik. Secara rinci (Qoleman, 1988 dalam Amaliyah, 2015) mengemukakan manfaat rehabilitasi adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan insight individu terhadap problem yang dihadapi, kesulitannya dan tingkah lakunya. 2. Membentuk sosok self identity yang lebih baik pada individu. 3. Memecahkan konflik yang menghambat dan mengganggu. 12 4. Merubah dan memperbaiki pola kebiasaan dan pola reaksi tingkah laku yang tidak diinginkan. 5. Meningkatkan kemampuan melakukan relasi interpersonal maupun kemampuan-kemampuan lainnya. 6. Modifikasi asumsi-asumsi individu yang tidak tepat tentang dirinya sendiri dan dunia lingkungannya. 7. Membuka jalan bagi eksistensi individu yang lebih baik berarti dan bermakna atau berguna. Maka secara garis besar manfaat dari rehabilitasi adalah membentuk kepribadian yang lebih baik setelah penyembuhan serta meningkatkan kemampuan fisik, mental, serta sosial pasien. Peningkatan kemampuan-kemampuan tersebut mempermudah kehidupan pasien setelah sembuh dari ketergantungannya pada narkoba. 2.2.3 Model Pelayanan Rehabilitasi Narkoba Model-model dari pelayanan rehabilitasi narkoba adalah sebagai berikut: a. Metadon Metadon merupakan zat opioid sintetik berbentuk cair yang diberikan lewat mulut. Metadon merupakan obat yang paling sering digunakan untuk terapi substitusi bagi ketergantungan opioid. Bentuk terapi ini telah diteliti secara luas sebagai terapi modalitas. Terapi substitusi metadon dari penelitian dan monitoring pelayanan, secara kuat terbukti efektif menurunkan penggunaan narkoba jalur gelap, mortalitas, risiko penyebaran HIV/AIDS, memperbaiki kesehatan mental dan fisik, memperbaiki fungsi sosial serta menurunkan kriminalitas. Pada klien dengan pengguna heroin yang memakai rehabilitasi dengan metadon, maka dosis 13 metadon dosis tinggi dinilai lebih efektif daripada dosisnya rendah atau menengah. Dosis metadon yang tinggi akan diturunkan secara bertahap. Tidak semua pengguna dengan ketergantungan opioid dapat diberi terapi substitusi metadon. Bagi mereka yang tidak dapat menggunakan metode ini, tersedia banyak pendekatan lainnya dan menggugah mereka tetap berada dalam terapi. (Catherine, 2011). b. Burprenorfin Buprenorfin adalah obat yang diberikan oleh dokter melalui resep dokter. Aktifitas agonis opioid buprenorfin lebih rendah dari metadon. Buprenorfin tidak diabsorbsi dengan baik jika ditelan, karena itu cara penggunaannya adalah sublingual yakni diletakkan di bawah lidah (Catherine, 2011). 2.3 Perilaku Perilaku didefinisikan sebagai suatu tindakan sosial manusia yang sangat mendasar. Perilaku adalah tindakan secara spontan maupun secara sadar oleh individu dalam bertingkah laku (Maryati dkk., 2012). Beberapa teori perilaku yang telah berkembang menurut Notoatmodjo (2010) yaitu teori Snehandu Kar Model. 14 2.3.1 Snehandu Kar Model B = f (BI, SS, AI, PA, AS): Behavior Intention Social Support Accessibility of Information BEHAVIOR Personal Autonomy Action Situation Gambar 2.1 Teori Snehandu Kar Model Menurut teori ini terdapat lima determinan perilaku, yaitu: 1. Adanya niat (intention) seseorang untuk bertindak sehubungan dengan objek atau stimulus di luar dirinya (Notoadmojo, 2010) Niat adalah usaha yang disadari untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah didefinisikan secara jelas, serta niat merupakan prediktor terbaik untuk melihat dinamika perilaku (Wiratri, 2012). Niat dapat diukur dengan menggunakan norma subyektif dan sikap yang mempengaruhi niat seseorang di dalam bertindak. Sedangkan norma subyektif dipengaruhi oleh keyakinan dan motivasi yang didalamnya apakah menginginkan orang lain untuk terlibat. Oleh karena itu, keyakinan, evaluasi, dan motivasi akan mempengaruhi niat dengan sendirinya (Warmanto&Handhika, 2007). Berdasarkan penelitian Wulandari dkk (2009) yang meneliti tentang 15 kecerdasan adversitas dan intensi sembuh pada pengguna narkoba di panti rehabilitasi, menyatakan bahwa niat untuk sembuh dari penggunaan narkoba dapat tercermin dari beberapa aspek, yaitu perilaku, keyakinan normatif dan motivasi. Dari semua aspek inilah yang berperan besar dalam proses penyembuhan bagi pengguna narkoba. 2. Adanya dukungan dari masyarakat sekitarnya (social support) Dalam kehidupan seseorang di masyarakat, perilaku orang tersebut cenderung memerlukan legitimasi dari masyarakat sekitarnya. Apabila perilaku tersebut bertentangan atau tidak memperoleh dukungan dari masyarakat, maka ia akan merasa kurang atau tidak nyaman. Demikian pula, untuk berperilaku kesehatan orang memerlukan dukungan masyarakat sekitarnya. Hasil penelitian yang mengkaitkan dengan dukungan dari masyarakat sekitar adalah penelitian Andita (2012) tentang dukungan sosial terhadap pasien program terapi rumatan metadon (PTRM). Berdasarkan hasil analisis data yang telah dikumpulkan, maka dapat dikatakan bahwa pihak keluarga memberikan dukungan sosial berupa dukungan emosional, dukungan finansial dan dukungan informasi. Berdasarkan hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa terjadinya peningkatan kualitas hidup dari para pasien setelah mengikuti PTRM ini. 3. Terjangkaunya informasi (accessibility of information) Keterjangkauan informasi yakni tersedianya informasi-informasi terkait dengan tindakan yang akan diambil oleh seseorang. Penelitian Sanyoto (2008) mengenai penanggulangan peredaran narkoba di lembaga pemasyarakatan klas IIA narkotika Jakarta mengungkapkan bahwa dari hasil 16 penelitian dapat diketahui bahwa faktor yang mendorong terjadinya peredaran narkoba di lembaga pemasyarakatan klas IIA narkotika Jakarta adalah jumlah penghuni yang padat, penggunaan handphone secara bebas serta sistem pengamanan manual dan moral petugas yang masih mudah untuk disuap. Berkaitan dengan keterjangkauan informasi maka penggunaan handphone secara bebas akan meningkatkan risiko warga binaan untuk mendapatkan informasi dan transaksi terkait narkoba. Dalam penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa pada dasarnya penanggulangan peredaran narkoba di lembaga pemasyarakatan klas IIA narkotika Jakarta dapat dilaksanakan dengan baik bilamana Kepala lembaga pemasyarakatan klas IIA narkotika Jakarta mengoptimalkan kinerja dan disiplin petugas untuk membatasi akses informasi yang bersifat negatif yang dapat meningkatkan risiko penggunaan narkoba di dalam lapas. 4. Adanya otonomi atau kebebasan pribadi (personal autonomy) Kebebasan pribadi (personal autonomy) merupakan otonomi pribadi orang yang bersangkutan dalam hal mengambil tindakan atau keputusan. Berkaitan dengan faktor yang melatarbelakangi keikutsertaan PTRM, maka pengambilan keputusan untuk mengikuti PTRM dilakukan individu tanpa adanya intervensi atau larangan yang kuat dari orang-orang sekitarnya. Hal tersebut sejalan dengan beberapa penelitian diantaranya adalah penelitian dari Nugroho, dkk (2010) mengenai motivasi berhenti menggunakan narkoba pada anak jalanan pengguna narkoba, dalam penelitian ini beberapa anak jalanan mengalami tekanan hidup dan tindak kekerasan di jalan, sebagai bentuk pelarian dari permasalahan hidup yang mereka alami adalah dengan 17 menggunakan narkoba. Akan tetapi penggunaan narkoba pada mereka bisa terhenti dikarenakan adanya faktor lingkungan, orang tua dan teman-teman yang tidak henti-hentinya memberi tau mengenai bahaya narkoba dikedepannya bila terus digunakan. Maka dari itu beberapa anak jalanan ini termotivasi untuk berhenti menggunakan narkoba. 5. Adanya kondisi atau situasi yang memungkinkan (action situation) Kondisi dan situasi mempunyai pengertian yang luas, baik fasilitas yang tersedia serta kemampuan yang ada (Notoatmodjo, 2010). Hasil penelitian yang mengkaitkan dengan ketersediaan fasilitas dengan keikutsertaan WBP masih sangat jarang, namun hasil penelitian yang dapat dijadikan rujukan yaitu penelitian Triadi (2008) tentang penanggulangan penyalahgunaan narkoba suntik di kalangan tahanan dan narapidana rutan klas I Jakarta Pusat, dapat disimpulkan bahwa penanggulangan narkoba suntik yang dilakukan instansi Rutan Klas I Jakarta Pusat belum optimal. Hal ini dikarenakan tingkat pengetahuan dan jumlah petugas di lapas terbatas, selain itu kurangnya sarana dan prasarana kesehatan maupun sarana dan prasarana penanggulangan narkoba.