UNIVERSITAS INDONESIA PENGEMBANGAN KOMPOSIT MAGNET BENTONIT MERANGIN JAMBI SEBAGAI ADSORBEN KATION Cd2+ TESIS SRIPARYA 1006787054 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KIMIA DEPOK JULI 2012 Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 UNIVERSITAS INDONESIA PENGEMBANGAN KOMPOSIT MAGNET BENTONIT MERANGIN JAMBI SEBAGAI ADSORBEN KATION Cd2+ TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains SRIPARYA 1006787054 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI KIMIA DEPOK JULI 2012 Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama : Sriparya NPM : 1006787054 Tanda Tangan : Tanggal : 2 Juli 2012 ii Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 HALAMAN PENGESAHAN Tesis ini diajukan oleh Nama NPM Program Studi Judul Skripsi : : : : : Sriparya 1006787054 Kimia Pengembangan Komposit Magnet Bentonit Merangin Jambi sebagai Adsorben Kation Cd2+. Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia DEWAN PENGUJI Pembimbing : Dr. Riwandi Sihombing ( ) Pembimbing : Dr. Yuni K. Krisnandi ( ) Penguji : Dr. Jarnuzi Gunlazuardi ( ) Penguji : Dr. Asep Saefumillah, M.Si ( ) Penguji : Dr. rer.nat Widyanti Wibowo ( ) Penguji : Dr. rer.nat Agustino Zulys, MSc ( ) Ditetapkan di Tanggal : Depok : 2 Juli 2012 iii Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang senantiasa telah memberikan nikmatnya kepada kita semua. Semoga kita terus dapat berada dalam rahmat dan ridho-Nya. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Sains jurusan kimia pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Begitu banyak doa dan dukungan yang telah diberikan untuk menyelesaikan skripsi ini, karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada : (1) Dr. Riwandi Sihombing dan Dr. Yuni Krisyuningsih Krisnandi, selaku dosen Pembimbing Penelitian yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan tesis ini. (2) Pemda Provinsi Jambi dan Dinas Pendidikan Provinsi Jambi, yang telah memberikan kesempatan belajar dan bantuan dana selama penulis kuliah di Universitas Indonesia (3) Bapak Adel Fisli, MSi yang telah memberikan ide dan gagasan serta saran dalam penelitian ini. (4) Dr. Ridla Bakri, M. Phil, selaku Ketua Departemen Kimia , Dr. Endang Saepudin selaku Koordinator Program Pasca Sarjana dan Pembimbing Akademis, Dr. Yoki Yulizar, M.Sc, serta Dosen Pengajar di Departemen Kimia yang telah banyak membagi ilmu dan senantiasa membimbing mahasiswa untuk tetap terus belajar dan berkarya. (5) Yang Tersayang Ayah dan Ibu yang selalu mendoakan setiap langkah terbaik terhadap apa yang telah saya lakukan serta istri dan anak yang dengan ikhlas merelakan saya untuk mengikuti pendidikan ini walapun jauh dari mereka berdua. (6) Mba Ati, Mba Ina, Mba Cucu, Pak Hedi, Pak Amin, Pak Trisno (Babe), Pak Mul, Pak Mardji, dan petugas di Lab Afiliasi, saya mengucapkan terima kasih telah banyak membantu saya demi terselesaikannya penelitian ini. iv Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 (7) Rekan penelitian yang telah memberikan motivasi dan dengan rela memberikan bahan dan alat yang kurang dalam penelitian ini. Perjuangan panjang ini ialah nikmat tiada tara yang telah diberikan Allah kepada saya. Untuk itu, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Penulis 2012 v Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM Program Studi Departemen Fakultas Jenis karya : Sriparya : 1006787054 : S2 : Kimia : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam : Tesis demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Pengembangan Komposit Magnet Bentonit Merangin Jambi sebagai Adsorben Kation Cd2+ beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 2 Juli 2012 Yang menyatakan ( Sriparya ) vi Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 ABSTRAK Nama : Sriparya Program Studi : Kimia Judul : Pengembangan Komposit Magnet Bentonit Merangin Jambi sebagai Adsorben Kation Cd2+ Bentonit asal Merangin Jambi telah dimodifikasi menjadi komposit magnet bentonit dengan menggunakan prekursor garam besi dalam suspensi bentonit melalui proses pertukaran ion dan presipitasi. Komposit dibuat dengan memvariasikan perbandingan berat bentonit dengan oksida besi dan perbandingan mol Fe(III) dengan Fe(II). Komposit yang dibuat dengan Fe(III) dan Fe(II) bersifat ferimagnetik sedangkan komposit yang dibuat dari Fe(III) dan Fe(II) saja bersifat antiferomagnetik. Produk hasil modifikasi dikarakterisasi dengan X Ray diffraction (XRD), Atomic Absorbtion Spectroscopy (AAS), Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive X ray Spectroscopy (SEM-EDS), Vibrating Sample Magnetometer (VSM) and Ultraviolet Visible (UV-Vis). Komposit magnet dengan daya serap terhadap logam Cd(II) tertinggi dengan komposisi bentonit dan oksida besi 2 : 1 dan perbandingan Fe(III) dengan Fe(II) 2 : 1 sedangkan komposit dengan sifat kemagnetan terbesar dengan komposisi 1 : 2 antara bentonit dan oksida besi dan 1 : 1 antara Fe(III) dan Fe(II). Pemberian gelombang ultrasonik setelah terbentuknya oksida besi belum berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan daya adsorpsi dan sifat kemagnetan komposit. Komposit yang telah menyerap logam Cd(II) dapat terambil kembali sebanyak 85,69% dan dapat diregenerasi menggunakan NaCl dengan kemampuan regenerasi 39,61% Kata Kunci : Komposit Bentonit Oksida Besi, Magnet, Adsorben. xiii+52 halaman : 28 gambar; 12 tabel Daftar Pustaka : 31 (1972-2009) vii Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 ABSTRACT Name : Sriparya Program Study : Chemistry Title : Development of Bentonite Magnetic Composite of Merangin Jambi as an Adsorbent of Cd2+ Cation Bentonite from Merangin Jambi has been modified into a composite magnetic bentonite using an iron salt precursors in a bentonite suspension through a process of ion exchange and precipitation. Composites was made by varying the weight ratio of bentonite with iron oxide and the mole ratio of Fe (III) to Fe (II). Composites made with Fe(III) and Fe(II) are ferrimagnetic while the composite prepared from Fe (III) or Fe (II) alone is antiferromagnetic. Modification products were characterized using X Ray diffraction (XRD), Atomic Absorbtion Spectroscopy (AAS), Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive X ray Spectroscopy (SEM-EDS), Vibrating Sample Magnetometer (VSM) and Ultraviolet Visible (UV-Vis). The highest Cd(II) adsorption from aqueous solution is given by magnetic composite prepared from bentonite to iron oxide ratio of 2: 1 and the ratio of Fe(III) to Fe(II) 2: 1. On the other hand, the composite with the highest magnetic properties is provided from the preparation using the ratio of 1:2. between bentonite and iron oxides, and ratio of 1: 1 between Fe(III) and Fe(II). The ultrasonic treatment to the mixture after iron oxide was formed showed no significant effect to the increase of adsorption and magnetic properties. The composite that has been adsorb Cd(II) ions can be drawn back as much as 85.69% and can be regenerated using NaCl with regeneration ability to 39.61%. Key words xiii+52 page Bibliography : Bentonit-Iron Oxide Composite, Magnetic, Adsorbents : 28 pictures; 12 tables : 31 (1972-2009) viii Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................ HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................... LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. KATA PENGANTAR .......................................................................................... LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ........................... ABSTRAK……..................................................................................................... ABSTRACT…....................................................................................................... DAFTAR ISI…….................................................................................................. DAFTAR TABEL…………………………………………………….........….. DAFTAR GAMBAR……..................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN……............................................................................. ... i ii iii iv vi vii viii ix xi xii xiii 1. PENDAHULUAN............................................................................................ 1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1.2 Perumusan Masalah….......................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………………. 1.4 Hipotesa...................................................................................................... 1 1 3 4 4 2. TINJAUAN PUSTAKA……….…………………………………….......... 5 2.1 Mineral Lempung (Clay)……………….......………...………….…... 5 2.1.1 Jenis-Jenis Lempung………………………............................... 6 2.1.2 Bentonit…….....………………………….................................. 8 2.2 Proses Interkalasi…………………………..………………………… 10 2.3 Magnet Oksida Besi…………………………………………………. 11 2.4 Komposit Partikel Magnetik Bentonit................................................. 13 2.5 Adsorbsi............................................................................................... 15 2.6 Karakterisasi......................................................................................... 17 2.6.1 Difraksi Sinar-X (XRD)….…...…………………….................. 17 2.6.2 Spektrometer UV/Visible……………………………………… 18 2.6.3 Scanning Electro Misroscope – Energy Dispersive Spectroscopy (SEM-EDS)……………………………………………………. 19 2.6.4 Spektroskopi Serapan Atom........................................................ 19 2.6.5 Magnetometri getar Cuplikan...................................................... 20 3. METODE PENELITIAN…………………...….…………..…………… 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................ 3.2 Diagram Alir Penelitian........................................................................ 3.3 Alat dan Bahan……………………………………...……...………... 3.3.1 Alat Proses…………………………………….......................... 3.3.2 Alat Uji…………………………………………………....…... 3.3.3 Bahan-bahan yang digunakan………………………….…….... 3.4 Prosedur kerja…………………………………………………........... 3.4.1 Preparasi Bentonit…………....………………………………... 21 21 21 22 22 22 22 22 22 ix Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 3.4.2 Fraksinasi Sedimentasi Bentonit...………………….........…… 3.4.3 Sintesis Na-Montmorillonite……...….....…………….............. 3.4.4 Penentuan Kapasitas Tukar Kation………….......……………. 3.4.5 Sintesa Komposit Bentonit Oksida Besi (BOB).....……..……. 3.4.6 Aplikasi sebagai Adsorben logam Cd(II)..……………........... 3.4.7 Regenerasi.................................................................................. 3.5 Bagan Kerja…………………………………………..........………… 3.5.1 Preparasi Bentonit…………………………………………....... 3.5.2 Fraksinasi Sedimentasi Bentonit……….................................. 3.5.3 Sintesis Na-Montmorillonite………………….........…………. 3.5.4 Kapasitas Tukar Kation………………………….........………. 3.5.5 Sintesa Komposit Bentonit Oksida Besi (BOB)....…………… 3.5.6 Aplikasi sebagai Adsorben logam Cd(II)......…………….…… 3.5.7 Regenerasi.................................................................................. 4. PEMBAHASAN…………………….……………………….............…… 4.1 Preparasi Bentonit……………………………………..……………... 4.2 Praksinasi Sedimentasi Bentonit...…………..………………………. 4.3 Sintesis Na-Montmorillonit (Na-MMT).....……………………........... 4.4 Penentuan Kapasitas Tukar Kation....................................................... 4.5 Sintesa Komposit Bentonit Oksida Besi (BOB)................................... 4.6 Uji Aplikasi dengan Logam Cd(II)...................................................... 4.7 Regenerasi............................................................................................ 23 23 23 24 24 24 25 25 25 25 25 25 26 27 28 28 28 31 34 35 44 50 5. KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………….……. 51 5.1 Kesimpulan.…………………………………………………...……… 51 5.2 Saran……..……………………………………………………...…..... 51 DAFTAR REFERENSI……………………………………………….......... 53 x Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Persen berat tiap fraksi Bentonit........................................................ Komposisi relatif Clay masing-masing fraksi.................................... Hasil EDX Bentonit alam, F1, NaMMT dan 2 thetanya.................... Tabel konsentrasi larutan [Cu(en)2]2+ dalam penentuan KTK........... Hasil pengolahan data EDS dari NaMMT dan NaMMT setelah ditukarkan kation oleh Cu(en)22+....................................................... Tabel 4.6 Variasi komposisi komposit bentonit oksida besi (BOB).................. Tabel 4.7 Puncak khas dari sampel dan database.............................................. Tabel 4.8 Hasil EDX dari sampel...................................................................... Tabel 4.9 Puncak khas oksida besi pada BOB1111 dan BOB1211.................. Tabel 4.10Puncak khas oksida besi pada BOB2121 dan BOB2121US............. Tabel 4.11Daya serap komposit terhadap logam Cd.......................................... Tabel 4.12Kadar Cd(II) terserap oleh berbagai komposit................................... 29 30 32 34 35 37 39 40 42 44 46 49 xi Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kerangka dasar pembangun lempung............................................ 5 Gambar 2.2 Lapisan tetrahedral dan lapisan oktahedral.................................... 6 Gambar 2.3 Kaolinite......................................................................................... 7 Gambar 2.4 Smektit........................................................................................... 8 Gambar 2.5 Kristal montmorillonite.................................................................. 9 Gambar 2.6 Ca-bentonit dan Na-bentonit.......................................................... 9 Gambar 2.7 Bentuk struktur kristal hematite..................................................... 12 Gambar 2.8 Bentuk struktur kristal magnetite................................................... 12 Gambar 2.9 Rute sintesis komposit magnet oksida besi…....………............… 14 Gambar 2.10 Difraksi sinar X ........................………......................................... 18 Gambar 2.11Sistem Magnetometri Getar Cuplikan.…....................................... 20 Gambar 4.1 Hasil XRD bentonit alam………………………………………... 28 Gambar 4.2 Hasil XRD bentonit alam, F1, F2, F3, F4........……….......…....... 30 Gambar 4.3 Gambar Na-bentonit...………………………......……………….. 31 Gambar 4.4 Hasil XRD NaMMT dan F1.................................………....……. 32 Gambar 4.5 Hasil XRD Na-MMT dan Na-MMT+Asam....………………...... 33 Gambar 4.6 Ilustrasi proses pembentukan komposit.…………….......…….… 36 Gambar 4.7 Perbedaan warna BOB2120, BOB2101 dan BOB2121.....……... 37 Gambar 4.8 Sampel ketika dikenakan medan magnet............………............... 38 Gambar 4.9 Hasil XRD komposit BOB2101, BOB2120 dan BOB2121.....…. 38 Gambar 4.10 Diagram perbandingan persen Si/Al dan Fe/Si .......................…. 41 Gambar 4.11 Hasil XRD komposit BOB1111 dan BOB1211............................ 41 Gambar 4.12 Kurva histerisis bentonit merangin jambi dan komposit bentonit Fe3O4 dengan komposisi BOB1211..........................………….... 43 Gambar 4.13 Hasil XRD BOB2121 dan BOB2121US..........................…….… 43 Gambar 4.14aKomposit BOB2120 tetap keruh saat dikenakan magnet…....…. 45 Gambar 4.14bKomposit BOB1211 menjadi jernih saat dikenakan magnet....... 45 Gambar 4.15 Kurva adsorpsi BOB2120 dan BOB1211..................................... 47 Gambar 4.16 Grafik penentuan lineritas isotherm adsorbsi Freundlich dan Langmuir pada komposit BOB2120 dan 1211.............................. 49 Gambar 4.17Diagram adsorpsi bentonit Merangin Jambi dari berbagai variasi komposit terhadap logam Cd(II)................................................... 50 xii Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 XRD Bentonit Alam Lampiran 2 XRD Bentonit Fraksi 1 (F1) Lampiran 3 XRD Bentonit Fraksi 2 (F2) Lampiran 4 XRD Bentonit Fraksi 3 (F3) Lampiran 5 XRD Bentonit Fraksi 4 (F4) Lampiran 6 XRD NaMMT Lampiran 7 XRD NaMMT Asam Lampiran 8 Metode Biscaye Lampiran 9 Komposisi Clay Lampiran 10 Perhitungan KTK Lampiran 11 XRD komposit Bentonit Oksida Besi (BOB) 2121 Lampiran 12 XRD komposit Bentonit Oksida Besi (BOB) 2121US Lampiran 13 XRD komposit Bentonit Oksida Besi (BOB) 2120 Lampiran 14 XRD komposit Bentonit Oksida Besi (BOB) 2101 Lampiran 15 XRD komposit Bentonit Oksida Besi (BOB) 1111 Lampiran 16 XRD komposit Bentonit Oksida Besi (BOB) 1211 Lampiran 17 Database Wushite, Geothite, Hemathite dan Magnethite Lampiran 18 Database Maghemite, Montmorrilonite, Quartza, Kaolinite Lampiran 19 Database Illite dan Chlorite Lampiran 20 AAS Bentonite Alam, F1 dan NaMMT Lampiran 21 EDS Bentonit alam Lampiran 22 EDS Bentonit Fraksi 1 (F1) Lampiran 23 EDS NaMMT Lampiran 24 EDS Regenerasi komposit Bentonit Oksida Besi (BOB) 1211 Lampiran 25 EDS Bentonit Oksida Besi (BOB) 2120 Lampiran 26 EDS Bentonit Oksida Besi (BOB) 2101 Lampiran 27 EDS Bentonit Oksida Besi (BOB) 2121 Lampiran 28 EDS NaMMT yang telah direaksikan dengan Cu(en)22+ Lampiran 29 Data Adsorpsi dan Penentuan lineritas isotherm adsorpsi xiii Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini air menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian yang seksama dan cermat. Air bersih yang sesuai dengan standar tertentu, saat ini menjadi barang mahal karena air sudah banyak tercemar oleh bermacam-macam limbah dari hasil kegiatan manusia, baik limbah dari kegiatan rumah tangga, limbah dari kegiatan industri dan kegiatan-kegiatan lainnya. Pesatnya perkembangan industri di Indonesia, mengakibatkan timbulnya masalah pencemaran yang semakin serius. Pencemaran tersebut tidak hanya merusak lingkungan, tetapi dapat berakibat fatal bagi mahluk hidup terutama pada manusia. Peningkatan jumlah industri ini diikuti oleh penambahan jumlah limbah, baik berupa limbah padat, cair maupun gas. Limbah tersebut mengandung bahan kimia yang beracun dan berbahaya (B3) dan masuk ke perairan DAS (Daerah Aliran Sungai). Salah satu dari limbah B3 tersebut adalah logam berat. Kehadiran logam berat mengkhawatirkan terutama yang bersumber dari pabrik, dimana logam berat banyak digunakan sebagai bahan baku maupun sebagai bahan penolong. Sifat beracun dan berbahaya dari logam berat ditunjukkan oleh sifat fisik dan kimia bahan baik dari segi kualitas dan kuantitasnya. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengolah limbah industri yang mengandung logam berat salah satunya adalah dengan menggunakan adsorben alami yaitu bentonit. Batuan bentonit di dalamnya mengandung mineral montmorillonite mempunyai sifat penukar ion. Bahan ini baik sekali digunakan sebagai adsorben untuk menyerap berbagai kontaminan air di dalam limbah cair. Adanya muatan negatif dalam jaringan kristalin bentonit, yang diseimbangkan dengan adanya kation didalam ruang antar lapisannya, sangat memungkinkan terjadinya pengikatan spesies kontaminan yang bermuatan positif seperti kation organik dan anorganik logam (Valeria,et.al.2002). Keuntungan bahan ini sebagai adsorben adalah mempunyai luas permukaan yang tinggi , mudah diperoleh, tidak mahal, mudah disiapkan dan kestabilan cukup baik. 1 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 2 Namun demikian kendala bentonit sebagai adsorben adalah membentuk koloid/suspensi di dalam cairan. Hal ini akan menjadi masalah dalam pengumpulan kembali partikel bentonit setelah menyerap kontaminan. Dalam skala laboratorium, pemisahan partikel bentonit dapat dilakukan dengan cara penyaringan dan sentrifugasi. Tetapi kalau jumlah volume limbah besar, pemisahan cara ini membutuhkan waktu yang panjang, biaya yang tinggi, dan tidak efektif . Modifikasi montmorillonite dengan cara meletakkan suatu partikel atau spesies oksida logam di antara lembaran montmorillonite yang dikenal dengan liat berpilar (pillared clay) untuk keperluan bidang katalis telah dipelajari (Kloprogge.1998). Hasil modifikasi, bahan ini terjadi peningkatan luas permukaan, berporos dan peningkatan ketahanan termal (Angelo.1998). Akibat pemilaran struktur montmorillonite ini mampu meningkatkan kapasitas penukar kation hingga 40 kalinya (Galardo, et.al.1980) Perkembangan bahan-bahan magnet memungkinkan dimanfaatkan dalam bidang lingkungan. Dengan menggabungkan partikel magnet oksida besi dengan bentonit (bentonit berpilar magnet) akan diperoleh suatu bahan baru yang mempunyai dua sifat utama; yaitu; bersifat penukar kation yang berasal dari jaringan bentonit dan dapat merespon medan magnet luar akibat adanya partikel magnet (oksida besi) dalam jaringan bentonit. Sifat pertama digunakan untuk menyerap logam berat sedangkan sifat kedua digunakan untuk menangkap kembali komposit yang terdistribusi dalam cairan dengan menggunakan batangan magnet permanen ataupun elektromagnet sederhana. Komposit partikel oksida besi yang bersifat magnet pada montmorillonite telah dilaporkan dalam beberapa literatur, baik oksida besi sebagai magnetite (Fe3O4) (Galindo, et.al.2005 dan Bourlinous, et.al.2002) maupun sebagai maghemite (-Fe2O3) (Szabo, et.al. 2007). Sedangkan Oliveira (2003), melaporkan adsorben komposit oksida besi-montmorillonite yang dibuat dengan cara presipitasi mempunyai daya serap terhadap logam berat yang lebih baik dari bentonit itu sendiri. Ada beberapa karakteristik dari bahan ini yaitu (1) ukuran partikel ratarata dan sebaran ukurannya bahan pemilar, (2) luas permukaan spesifik, struktur Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 3 pori dan dispersi kristal oksida besi di dalam matrik bentonit (3) prilaku magnetik. Nilai karakteristik bahan ini sangat tergantung pada bahan dasar (sifat alamiah bentonit (CEC, cation exchange capacity) dan spesies prekursor besi), rute sintesa, parameter sintesa (suhu sintesa, derejat dan konsentrasi hidrolisis dan konsentrasi prekursor)(Angelo, 1998). Pemberian gelombang ultrasonik pada tahap proses sintesa juga dapat mempengaruhi dispersi partikel yang dimasukkan ke dalam matrik bentonit dan dapat mempersingkat waktu sintesa (Duong, 2007). Penelitian bentonit banyak dilakukan baik sebagai adsorben limbah organik maupun limbah logam berat namun kemampuan bentonit dalam menyerap limbah salah satunya dipengaruhi oleh asal bentonit itu sendiri. Bentonit yang dipelajari selama ini berasal dari daerah tertentu seperti Tapanuli, sementara itu sumber bentonit banyak terdapat didaerah Indonesia salah satunya di Propinsi Jambi yang selama ini belum dilakukan penambangan secara komersial. Oleh karena itu untuk memperkaya informasi tentang kemampuan bentonit dalam menyerap logam berat maka dilakukan penelitian terhadap bentonit yang berasal dari Merangin Jambi. Penelitian ini membuat suatu adsorben magnet dari penggabungan partikel magnet oksida besi dengan bentonit. Lingkup penelitian ini adalah pemurnian bentonit lokal, sintesa adsorben magnet dan aplikasi serapan terhadap logam berat Cd(II) serta regenerasinya. Kekhasan penelitian ini dari penelitian sebelumnya adalah menggunakan bentonit alam dari desa Biuku Tanjung Kecamatan Bangko Merangin Jambi, serta pengaruh pemberian gelombang ultrasonik. 1.2 Perumusan Masalah 1. Menentukan sifat, karakter fisik dan kimia bentonit yang berasal dari daerah Merangin Provinsi Jambi. 2. Menentukan komposisi yang efektif dalam membuat komposit magnetbentonit dan karakternya dengan menggunakan beberapa alat uji. 3. Menentukan kemampuan komposit dalam mengadsorbsi polutan logam berat Cd(II) dan regenerasinya. Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 4 1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui sifat, karakter fisik dan kimia bentonit yang berasal dari Merangin provinsi Jambi. 2. Mengetahui komposi yang tepat dalam membuat komposit Bentonit Oksida Besi (BOB) sebagai suatu adsorben magnetik yang akan diaplikasikan untuk menyerap logam berat Cd(II). 3. Mengetahui kondisi optimum dari adsorben magnetik. 1.4 Hipotesa 1. Adsorben magnetik dapat dibuat dengan cara menyisipkan partikel magnet oksida besi ke dalam ruang antar struktur lembaran bentonit. 2. Komposisi yang berbeda akan menghasilkan komposit Bentonit Oksida Besi dengan sifat magnet yang berbeda serta mempunyai daya adsorbsi yang berbeda pula. Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mineral Lempung (Clay) Menurut ahli mineralogi, clay mineral adalah mineral silikat berlapis (pilosilikat) atau mineral lain yang bersifat liat dan mengalami pengerasan saat dipanaskan atau dalam keadaan kering. Istilah lempung (Clay) juga sering mengacu pada ukuran partikel pada tanah. International Society of Soil Science menyatakan lempung (clay) merupakan batuan atau partikel mineral yang terdapat pada tanah dengan diameter kurang dari 0,002 mm. Sedangkan menurut sedimentologis, partikel clay berukuran kurang dari 0,004 mm. Lempung (Clay) juga disebut sebagai aluminosilikat dan mempunyai struktur kristal tertentu. Lempung tersusun dari dua kerangka dasar pembangun (Gambar 2.1), yaitu : Tetrahedral Silikon-Oksigen (Si2O52-) dan Oktahedral Aluminium (AlO6). Kedua kerangka ini tersusun sedemikian rupa sehingga membentuk suatu lapisan tetrahedral dan oktahedral. Gambar 2.1 Kerangka Dasar Pembangun Lempung [Sumber: http://webmineral.com/ 10 Mei 2012] 5 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 6 Lapisan tetrahedral disusun oleh tetrahedral yang bergabung melalui tiga dari empat atom oksigen yang sebagai jembatan, sehingga tersusun sebagai bentuk heksagonal (Gambar 2.2a). Sedangkan pada lapisan oktahedral, tersusun oleh oktahedral yang membagi ujung-ujung oksigen dan hidroksil dengan Al, Mg, Fe2+, Fe3+ yang disebut sebagai kation terkoordinasi. Lapisan oktahedral dapat disusun oleh (Fe, Mg)O6 atau AlO6. (a) (b) Gambar 2.2 Lapisan Tetrahedral dan Lapisan Oktahedral [Sumber: http://webmineral.com/ 10 Mei 2012] 2.1.1 Jenis-jenis Lempung Berdasarkan perbandingan lapisan tetrahedral dan lapisan oktahedral penyusunnya, lempung dikelompokkan sebagai: Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 7 a. Lempung 1:1 Tersusun oleh satu lapisan tetrahedral dan satu lapisan oktahedral. Termasuk kedalam kelompok ini adalah kaolinite. Kelompok lempung ini disebut dengan phyllosilicate yang tidak dapat mengembang. Struktur kaolinite terjadi karena Si tetrahedral bergabung dengan lapisan gibsite melalui ion apikal oksigen (sisa oksigen) yang juga bagian oktahedral. Akibatnya muatan pada ion oksigen ini diseimbangkan melalui ikatan dengan satu ion Si dan dua ion Al (Gambar 2.3). Gambar 2.3 Kaolinite [Sumber: http://webmineral.com/ 10 Mei 2012] b. Lempung 2:1 Terususun oleh dua lapisan tetrahedral yang mengapit satu lapisan oktahedral, sehingga terlihat seperti “sandwich”. Termasuk kedalam kelompok ini adalah smektite dan vermikulite. Istilah smektite digunakan untuk menjelaskan kelompok pilosilikat 2:1 yang mampu mengembang dan mempunyai muatan layer permanen akibat adanya substitusi isomorfis pada lapisan oktahedral Al (terutama oleh spesi bermuatan rendah seperti Mg 2+, Fe2+, atau Mn2+) maupun pada lapisan tetrahedral Si (terutama oleh spesi Al3+ atau Fe3+). Substitusi ini mengakibatkan total muatan negatif pada struktur lempung, sehingga membutuhkan kation penyeimbang. Lapisan interlayer lempung terhidrasi, akibatnya kation dapat bergerak bebas masuk atau keluar struktur. Karena interlayer terbuka dan terhidrasi, kation penyeimbang berada di interlayer tersebut. Adanya kation pada daerah interlayer merupakan bagian dari kapasitas tukar kation. Pada vermikulite, muatan negatif umumnya berasal akibat substitusi Si oleh Al3+. Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 8 Gambar 2.4 Smektit [Sumber : http://webmineral.com/ 10 Mei 2012] 2.1.2 Bentonit Bentonit merupakan salah satu jenis lempung yang mempunyai kandungan utama mineral smektit (montmorillonit) dengan kadar 85 – 95%, bersifat plastis dan koloidal tinggi. Fragmen sisa umumnya merupakan campuran dari mineralmineral pengotor seperti kuarsa, kristobalit, feldspar, dan mineral-mineral lempung lain, tergantung pada daerah geologisnya. Hasil penelitian dengan menggunakan diffracton sinar-X (XRD) menunjukkan bahwa, mineral penyusun dalam bentonit yang dominan adalah montmorillonit. Montmorillonit termasuk dalam kelompok mineral aluminiumsilikat-hidrat smektit sub-kelompok dioktahedral (heptaphyllitic) bersama-sama dengan beidelit dan nontronit, sedangkan sub-kelompok lainnya yaitu smektit trioktahedral (octaphyllitic) yang mencakup mineral-mineral hektorit dan saponit. Rumus kimianya adalah Al2O3.4SiO2.XH2O. Selain montmorillonit sebagai mineral utama di dalam bentonit, seringkali ditemukan mineral-mineral lain seperti kuarsa, pirofilit, kristobalit dan kaolinit. Bentonit melebur pada 1330-1430° C, mempunyai nilai kapasitas tukar kation (KTK) 60 - 150 mek/100 g, dengan luas permukaan 700 - 800 m2/g. Besarnya luas permukaan dan KTK ini menyebabkan sifat koloidal yang dimiliki oleh bentonit tinggi. Bentonit mempunyai daya adsorpsi kation yang tinggi serta kandungan montmorillonit yang bervariasi antara satu daerah dengan daerah lainnya. Mempelajari sifat-sifat montmorillonit menjadi penting dalam studi mengenai bentonit. Batuan bentonit hasil galian biasanya tidak langsung dipergunakan, tetapi lebih dahulu mengalami pengolahan seperti proses aktivasi. Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 9 Stuktur 2.5 Kristal Monmorillonit [Sumber : http://webmineral.com 10 Mei 2012] Berdasarkan tipenya, bentonite dibagi menjadi dua, yaitu: a. Swelling bentonite Swelling bentonit memiliki kemampuan mengembang pada lapisan interlayer. Pengembangan bentonit ini dapat terinterkalasi oleh senyawa lain yang ada dalam campuran. Daya pengembangan bentonit dikarenakan banyak kation Na+ pada interlayer bentonit. Bentonit jenis natrium banyak digunakan sebagai pencampur pembuatan cat, perekat pasir cetak dalam industri pengecoran dan sebagainya. b. Non swelling bentonite. Tipe bentonit ini sering disebut juga Ca-bentonit karena posisi kation lebih banyak ditempati ion Ca2+. Pada Ca-bentonit, antara lapisannya terikat lebih kuat sehingga kurang mengembang. Maka biasanya Ca-bentonit perlu digantikan kationnya dengan Na untuk mendapatkan daya swelling lebih besar. Gambar 2.6 Ca-bentonit dan Na-bentonit [Sumber: www.ceg.fsv.cvut.CzENeeg_uvod03_bentonit.htm 10 Mei 2012] Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 10 2.2 Proses Interkalasi Interkalasi adalah suatu penyisipan spesies tamu (ion, atom, atau molekul) ke dalam antarlapis senyawa berstruktur lapis. Schubert (2002), mendefinisikan interkalasi adalah suatu penyisipan suatu spesies pada ruang antarlapis dari padatan dengan tetap mempertahankan struktur berlapisnya. Atom-atom atau molekul-molekul yang akan disisipkan disebut sebagai interkalan, sedangkan yang merupakan tempat yang akan dimasuki atom-atom atau molekul-molekul disebut sebagai interkalat. Metode ini akan memperbesar pori material, karena interkalan akan mendorong lapisan atau membuka antar lapisan untuk mengembang. Menurut Ogawa dalam Rusman (1999), mekanisme pembentukan interkalasi dapat dikelompokan menjadi lima golongan, yaitu : a. Senyawa interkalasi yang terbentuk dari pertukaran kation . Senyawa terinterkalasi jenis ini terbentuk dari pertukaran kation tamu dengan kation yang menyetimbangkan muatan lapis. Jumlah kation tamu yang dapat terinterkalasi tergantung pada jumlah muatan yang terkandung pada lapisan bahan inang. Lempung terpilar adalah salah satu contoh senyawa terinterkalasi yang diperoleh dari pertukaran kation. Spesies tamu dalam hal ini berperan sebagai pilar yang akan membuka lapisan-lapisan lempung. b. Senyawa interkalasi yang dibentuk dari interaksi dipol dan pembentukan ikatan hidrogen. Senyawa terinterkalasi jenis ini terbentuk jika spesies tuan rumah (host) bersifat isolator dan tidak memiliki muatan permukaan. Interaksi antara spesies tamu dan lapisan spesies tuan rumah hanya berupa interaksi dipol dan ikatan hidrogen, oleh karena itu jenis interkalasi ini tidak stabil dan senyawa yang terinterkalasi ini dengan mudah dapat digantikan. c. Senyawa interkalasi yang dibentuk dari interaksi dipol antara spesies tamu dan ion-ion di dalam antar lapis Senyawa interkalasi jenis ini dapat terjadi melalui pertukaran molekulmolekul pelarut. Pertukaran tersebut terjadi antara molekul-molekul pelarut yang mensolvasi ion-ion dalam antarlapis dengan molekul-molekul tamu. Hal tersebut terjadi, jika molekul tamu mempunyai polaritas yang tinggi. Pada material Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 11 lempung, molekul monomer dapat terinterkalasi melalui penggantian dengan molekul air. d. Senyawa interkalasi yang di bentuk dengan ikatan hidrogen. Bila dibandingkan dengan senyawa interkalasi yang lain, maka spesies tamu akan terikat lebih kuat di dalam spesies induk, sehingga deinterkalasi lebih sulit terjadi. e. Senyawa interkalasi yang dibentuk dari transfer muatan. Senyawa interkalasi yang terbentuk jika lapisan bahan induk bersifat konduktif. Interkalan yang masuk ke dalam lapisan interkalat menyebabkan susunan yang dimiliki oleh interkalat mengalami perubahan. Lempung yang semula berbentuk lapisan alumino silikat, dengan masuknya interkalan diantara lapisan mengakibatkan lapisan terdekatnya akan terpisah menjadi lapisan alumino silikat interkalan - alumino silikat. 2.3 Magnet Oksida Besi Bahan oksida besi tersedia di alam dalam jumlah yang besar. Oksida besi tersebut dapat terbentuk dalam beberapa kombinasi komposisi kimia, yaitu; FeO (wustite), -Fe2O3 (hematite), -Fe2O3 (maghemite) dan Fe3O4 (magnetite). Dari macam-macam oksida besi ini, hanya Fe3O4 (magnetite) dan -Fe2O3 (maghemite) yang bersifat ferrimagnetik dengan nilai magnetisasi masing-masingnya adalah = 92 dan 76 emu/gr. Sedangkan untuk fasa FeO bersifat antiferromagnetik (Cullity.1972). Bentuk struktur oksida besi -Fe2O3 (hematite) dan F3O4 (magnetite) dapat dilihat pada Gambar 2.7 dan Gambar 2.8. Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 12 Gambar 2.7 Bentuk struktur kristal hematite (dari face aligned hkl 100). Fe(III) (bola lebih kecil) terkoordinasi dengan oksigen (bola lebih besar) (Cullity,1972) Gambar 2.8 Bentuk struktur kristal magnetite. Bola lebih kecil mewakili Fe(III) yang terikat secara tetrahedral dan Fe(III) terikat secara oktahedral (arah panah keatas) dan Fe(II) (arah panah kebawah) terkoordinasi dengan ligan oksigen (bola lebih besar). Arah panah menunjukkan orientasi dari momen magnetik dalam ion besi (Cullity, 1972) Selain proses alami (natural), bahan yang bersifat ferrimagnet ini juga dapat disintesis secara terkontrol di laboratorium dengan berbagai metode, yaitu; sintesis sonokimia, reaksi sol-gel, presipitasi dan kopresipitasi. Fasa dan ukuran partikel yang terbentuk bermacam-macam yang sangat dipengaruhi oleh proses pembuatan, jenis precursor, suhu reaksi dan atmosfir, kecepatan proses presipitasi. (Jeong, et.al. 2005). Seung-Jun Lee (2004), melaporkan membuat partikel maghemite dengan cara kopresipitasi dengan perbandingan molar Fe(II)/Fe(III) = 0,5 diperoleh ukuran partikel dari 3 sampai dengan 8 nm. Grace Tj.S (2005), membuat partikel magnet dari mill scale pabrik baja dengan metode presipitasi diperoleh serbuak oksida besi dengan ukuran 27,19 nm disertai dengan Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 13 peningkatan magnetisasi (84 emu/gram) bila dibandingkan dengan produk Fe3O4 Aldrich (72 emu/gram). Tahapan-tahapan reaksi sintesis magnet Fe3O4 dari precursor garam besi (III) dan Fe (II) adalah sebagai berikut: Fe2+ + 2Fe3+ + 8OH- Fe(OH)2.2Fe(OH)3 FeOFe2O3 + H2O FeOFe2O3 biasanya ditulis dengan Fe3O4 Fe3O4 juga dapat dibuat dengan menggunakan prekursor Fe(II) namun demikian harus melalui proses oksidasi sebahagian Fe(II) supaya akhir reaksi menghasilkan Fe3O4. Proses oksidasi ini dapat dilakukan dengan cara pemanasan, dan ultrasonik (Adel Fisli, et.al. 2009). Partikel oksida besi ini untuk keperluan berbagai bidang, seperti, bahan katalis, proteksi lingkungan, sensor, media penyimpanan magnetik, diagnosis dan treatmen klinik. Sebagai pengolahan air, oksida besi ini dapat dengan baik menyerap berbagai kontaminan air seperti As dan Cr (Zhong, et.al.2006). 2.4 Komposit Partikel Magnetik-Bentonit Komposit merupakan penggabungan suatu fasa dengan fasa lain . Bentonit berpilar termasuk kelompok komposit karena terjadi pengabungan partikel dengan bentonit. Bentonit berpilar adalah bahan berdimensi dua yang dibuat melalui pertukaran ion diantara lembaran bentonit dengan hidrokation logam anorganik besar. Setelah mengalami pemanasan, hidrokation logam ini terdekomposisi menjadi bentuk oksidanya yang tetap berada dalam ruang antara lembaran yang berfungsi sebagai pilar. Proses pemilaran tejadi dengan baik apabila, (i) spesies pemilar terdistribusi secara homogen, (ii) lembaran bentonit lebih kuat dan tidak bengkok (iii) semua lembaran terpilar, dan (iv) menghasilkan system terowongan /terusan dua dimensi (terbentuknya system pori). Sebagai hasil pemilaran, bahan bersifat porous sehingga meningkatkan luas permukaannya (Kloproge, 1998). Bentonit dapat dipilarisasi karena densiti muatannya rendah dan kemampunnya dapat mengambang (swelling). Sifat-sifat seperti keasaman, luas permukaan, distribusi ukuran pori dan kestabilan hidrotermal tergantung pada Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 14 metode sintesis dan asal bentonit. Banyak sekali faktor yang dapat mempengaruhi interkalasi/proses pimilaran. Variasi-variasi ini sulit dibandingkan dengan hasilhasil yang diperoleh oleh berbagai peneliti dan juga reproduksi yang baik sulit sekali di peroleh. Faktor-faktor yang mempengaruhi diantaranya asal bentonit, sifat kation metalik, kondisi hidrolisis (konsentrasi, waktu (menuaan), waktu reaksi, temperatur sintesis, pencucian, pengeringan dan kalsinasi (Angelo, 1998). Komposit partikel magnet oksida besi dengan montmorillonite telah dilaporkan dalam beberapa literatur, baik oksida besi sebagai magnetite (Fe3O4) (Galindo, et.al. 2005 dan Bourlinous, et.al. 2002) maupun sebagai maghemite (Fe2O3) (Szabo, et.al. 2007). Rute yang dikembangkan oleh Bourlinos (2002), menggunakan prekursor FeCl3 untuk membuat partikel magnet oksida besi. Ada dua rute yang dilakukan yaitu; pertama larutan FeCl3 dimasukkan kedalam suspensi montmorillonite kemudian ditambahkan larutan NaOH, kedua larutan FeCl3 terlebih dahulu diatur pH nya menjadi 2,5 dengan penambahan NaOH kemudian dimasukkan kedalam suspensi montmorillonite. Seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.9. Gambar 2.9 Rute sintesis komposit magnet oksida besi/clay oleh Bourlinos (2002). Sedangkan Luiz C.A. Oliveira (2003), membuat komposit magnet oksida besi/clay menggunakan prekursor campuran FeCl3/FeSO4 2:1 yang ditambahkan ke dalam suspensi bentonit selanjutnya ditambahkan larutan NaOH. Penelitian Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 15 tersebut difokuskan pada variasi muatan oksida besi didalam komposit. Komposit magnet yang diperoleh diuji cobakan menyerap logam berat Ni2+, Cu2+, Cd2+ dan Zn2+ dengan hasil terjadi peningkatan kapasitas adsorpsi setelah bentonit di kompositkan dengan oksida besi. 2.5 Adsorpsi Adsorpsi merupakan peristiwa terakumulasinya molekul – molekul dari suatu senyawa pada permukaan atau antarmuka akibat dari adanya ketidakseimbangan gaya-gaya pada permukaan tersebut. Zat yang teradsorpsi disebut sebagai adsorbat dan zat yang mengadsorpsi disebut sebagai adsorben.. Adsorpsi disebabkan adanya gaya ikatan antara individu adsorbat atom, ion atau molekul dengan permukaan. Pada proses adsorpsi, terjadi penurunan energi bebas permukaan dan penurunan entropi. Penurunan energi bebas permukaan tersebut akan berubah menjadi panas adsorpsi. Oleh karena itu, peristiwa adsorpsi selalu disertai dengan pelepasan panas. Bila didefinisikan, panas adsorpsi adalah panas yang dilepaskan bila satu mol gas diadsorpsi pada permukaan adsorben. Proses adsorpsi disertai dengan penurunan entropi atau ΔS bernilai negatif , penurunan energi bebas permukaan atau ΔG bernilai negatif , perubahan entalpi atau ΔH bernilai negatif (eksoterm). Secara termodinamika, hubungan energi bebas, entropi dan entalpi pada proses adsorpsi dinyatakan dengan persamaan berikut: ΔG = ΔH – T ΔS Adsorpsi sangat tergantung pada sifat-sifat tertentu dari adsorbat (kelarutan, afinitas, konsentrasi, ukuran ion dan muatan), adsorbent (luas permukaan, fisika kimia permukaan, tersedianya permukaan untuk molekul atau ion adsorbat, ukuran dan bentuk fisik partikel adsorbent) dan sistem (temperatur dan pH) . Isotherm adsorpsi merupakan adsorpsi yang terjadi pada suhu konstan, adsorpsi yang terjadi harus dalam keadaaan kesetimbangan dimana adsorpsi dan desorpsi berlangsung dalam laju yang relatif sama. Kesetimbangan adsorpsi biasanya digambarkan dengan persamaan isoterm, dimana parameternya Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 16 menunjukkan sifat permukaan dan afinitas dari adsorben pada kondisi suhu dan pH yang tetap. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menyelidiki isotherm adsorpsi ion logam berat pada pH, jumlah adsorben, konsentrasi ion, waktu kontak dan suhu optimum sebagai variabel tetap serta konsentrasi adsorbat (mg/L) sebagai variabel bebas (Gupta et al. 2008). Terdapat beberapa jenis persamaan isotherm adsorpsi, yang sering digunakan adalah : a. Isotherm Langmuir : Ce / qe = 1 /(bqm) + ((1/qm)Ce ...................................... (1) dimana Ce = Konsentrasi adsorbat pada kesetimbangan fasa cair ( mg/L) qe = Konsentrasi adsorbat pada fasa padat ( mg /g adsorben) 1/qm = Kemiringan /slope qm = Kapasitas adsorpsi optimum (mg/g) 1/(bqm) = Intercep Rumus diatas didapatkan dari penurunan persamaan laju adsorpsi ((Ka.Ce.N)(1-Θ)) sama dengan laju desorpsi (Kd.N.Θ) seperti berikut : Ka.Ce.N(1-Θ) = Kd.N.Θ Ka.Ce.N - Ka.Ce.N Θ = Kd.N.Θ Ka.Ce.N = N.Θ(Kd + Ka.Ce) Ka.Ce = Θ(Kd + Ka.Ce) Θ = Ka.Ce/(Kd + Ka.Ce), jika b = Ka/Kd dan Θ = qe/qm maka qe/qm = b.Ce/(b.Ce + 1) qe/qm. (b.Ce + 1) = b.Ce (qe.b.Ce/b.qm) + (qe/qm) = Ce (qe.Ce/qm) + (qe/bqm) = Ce qe((Ce/qe) + (1/b.qm) = Ce Ce/qe = Ce(1/qe) + (1/b.qm) Gambar persamaan linear Langmuir diperoleh dengan memplot Ce/qe vs Ce, dengan persamaan tersebut dapat dicari kapasitas adsorpsi optimum adsorben terhadap adsorbat. Persamaan Langmuir biasanya banyak digunakan untuk membahas adsorpsi monolayer. Persamaan Langmuir juga digunakan untuk memperoleh nilai R, yang menggambarkan dimensi parameter kesetimbangan atau faktor pemisahan dengan persamaan (Ho, 2003). Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 17 R = 1 / (1+KL.Ce) ............................................................................ (2) Berdasarkan nilai R, bentuk isotherm dapat ditafsirkan sebagai berikut : - R ˃ 1, menggambarkan adsorpsi yang kurang baik - R = 1, menggambarkan adsorpsi linear - 0 ˂ R ˂ 1, menggambarkan adsorpsi yang bagus, dan - R = 0, menggambarkan adsorpsi irreversible b. Isotherm Freundlich : qe = Kf (Ce)1/n ............................................... (3) Atau log qe = log Kf + 1/n log Ce, dimana Kf = Kapasitas adsorpsi n = Konstanta adsorpsi Gambar persamaan linear dari Freundlich diperoleh dengan memplot log qe vs log Ce dengan persamaan isotherm tersebut dapat dicari kapasitas adsorpsi optimum adsorben terhadap adsorbat. Persamaan Froundlich biasanya digunakan untuk adsorpsi yang bersifat bilayer. 2.6 Karakterisasi Metode karakterisasi yang biasa dilakukan pada bentonit dan komposit bentonit adalah serangkaian metode karakterisasi padatan seperti yang dijelaskan dibawah ini. 2.6.1 Difraksi Sinar-X (XRD) Max von Laude menyatakan bahwa kristal dapat digunakan sebagai kisi tiga dimensi untuk difraksi radiasi elektromagnetik. Ketika radiasi elektromagnetik melewati suatu materi, terjadi interaksi dengan elektron dalam atom dan sebagian dihamburkan ke segala arah. Dalam beberapa arah, gelombang berada dalam satu fasa dan saling memperkuat satu sama lain sehingga terjadi interferensi konstruktif sedangkan sebagian tidak satu fase dan saling meniadakan sehingga terjadi interferensi destruktif (Gunlazuardi, Jarnuzi, 2005). Interferensi konstruktif tergantung pada jarak antar bidang (d), besar sudut difraksi (θ) dan berlangsung hanya apabila memenuhi hukum Bragg : nλ = 2d sin θ n= 1, 2, 3, … Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 18 Gambar 2.10 Difraksi sinar X [Sumber: Hardjono, 1992] Penurunan konvensional Hukum Bragg dengan menganggap setiap bidang kisi memantulkan radiasi. Dalam difraktometer sampel disebarkan pada bidang datar, dan pola difraksinya dimonitor secara elektronik. Pada umumnya digunakan untuk analisa kuantitatif dan kualitatif, karena pola difraksi itu merupakan sejenis sidik jari yang dapat dikenali. 2.6.2 Spektrofotometer UV/ Visibel Untuk mengetahui alasan timbulnya warna pada senyawaan tertentu, dapat digunakan determinasi antara hubungan warna dengan konjugasi yang muncul. Perhitungan yang akurat dilakukan dengan menyinari sinar lalu dilihat berapa banyak sinar yang terserap pada panjang gelombang tertentu. Daerah spektrum UV yang digunakan di atas 200 nm diperkirakan energinya mencapai 143 kkal/mol. energi tersebut cukup untuk mengeksitasikan electron molekul ke tingkat yang lebih tinggi lagi. Fenomena ini sering disebut sebagai spektroskopi elektronik. Promosi elektron yang terjadi biasanya dari orbital yang penuh elektron (HOMO) ke orbital yang kurang elektron (LUMO). Ketika molekul sampel disinari cahaya yang memiliki energi yang sesuai, terjadi kemungkinan transisi elektronik antara molekul. Beberapa sinarnya akan terabsorb dan ada yang diteruskan. Sinar yang tidak diserap akan terdeteksi pada alat dan menghasilkan spektrum dengan absorbansi spesifik pada setiap panjang gelombang tertentu. Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 19 2.6.3 Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive X ray Spectroscopy (SEM-EDS) SEM sangat berguna untuk mendapatkan gambaran umum morfologi suatu material. Perbedaan kontras warna yang terdeteksi mewakili topografi permukaan dan komposisi elemen yang berbeda. Untuk teknik analisis EDS digunakan setelah analisis dengan SEM. EDS berguna untuk karakterisasi secara kimia suatu specimen dalam konteks mikroanalisis. Alat ini dapat menghasilkan data analisis kualitatif dan semi kuantitatif. SEM-EDS memungkinkan kita mengidentifikasi fasa dan kimiawi pada material yang tidak diketahui. Determinasi intra dan interfasa distribusi elemen dengan pemetaan sinar-X. Dapat mendeterminasi kristal yang cacat atau rusak, propagasi arah kerusakan kristal serta mengetahui kontaminan (rtiintl.com 2012). Pada pengambilan data dengan alat SEM-EDS, sampel bubuk yang telah diletakkan di atas specimen holder dimasukkan kedalam specimen chamber dengan tingkat kevakuman yang tinggi yaitu sekitar 2 x 10-6 Trorr, kemudian dimasukkan dalam alat SEM-EDS. Dalam pengukuran SEM–EDX untuk setiap sampel dianalisa dengan menggunakan analisa area. Sinar electron yang di hasilkan dari area gun dialirkan hingga mengenai sampel. Aliran sinar electron ini selanjutnya di fokuskan menggunakan electron optic columb sebelum sinar electron tersebut membentuk atau mengenai sampel. Setelah sinar electron mengenai sampel, akan terjadi beberapa interaksi pada sampel yang disinari. Interaksi – interaksi yang terjadi tersebut selanjutnya akan dideteksi dan di ubah ke dalam sebuah gambar oleh analisis SEM dan juga dalam bentuk grafik oleh analisis EDS (mikron.ucr.edu 2012). 2.6.4 Spektroskopi Serapan Atom (SSA) Spektrosopi atom digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif logam dalam jumlah sangat kecil. Metode SSA berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Proses dalam SSA melalui 2 tahap, yaitu: a. Atomisasi sampel. b. Absorpsi radiasi dari sumber sinar oleh atom bebas. Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 20 Atomisasi dapat dilakukan dengan baik menggunakan nyala maupun tungku.Untuk mengubah unsur logam menjadi uap diperlukan energi panas, oleh karena itu temperatur harus benar-benar terkendali agar proses atomisasi sempurna. Bila ditinjau dari sumber radiasi, haruslah bersifat kontinyu. Disamping itu sistem dengan penguraian optis yang sempurna diperlukan untuk memperoleh sinar dengan garis absorpsi yang semonokromator mungkin. 2.6.5 Magnetometri Getar Cuplikan (VSM) Semua bahan mempunyai momen magnet jika ditempatkan dalam medan magnet. Momen magnet per satuan volume dikenal sebagai magnetisasi. Prinsip pengukuran menggunakan VSM didasarkan pada metode induksi, yaitu mengukur magnetisasi dari signal yang ditimbulkan diinduksikan oleh cuplikan yang bergetar dalam lingkungan medan magnet pada sepasang kumparan (Users. 2006). Gambar 2.11 Sistem Magnetometri Getar Cuplikan Pengukuran dilakukan dengan meletakkan sampel pada medan magnet yang konstan. Jika sampel bersifat magnet, maka medan magnet yang konstan tersebut akan memagnetkan sampel. Semakin kuat medan magnet, semakin besar magnetisasinya. Momen magnet sampel membentuk medan magnet di sekitar sampel yang disebut dengan medan magnet sesatan. Ketika sampel bergerak naik turun, terjadi perubahan medan magnet sesatan dan dideteksi oleh kumparan pickup atau kumparan analisis. Perubahan medan magnet menimbulkan medan listrik di dalam kumparan analisis. Arus listrik yang timbul bersifat proporsional terhadap magnetisasi sampel. Semakin besar magnetisasi, semakin besar arus imbasan (Txstate. 2007). VSM digunakan untuk menentukan sifat-sifat magnet dari lapisan tipis dan kristal berukuran kecil (Drecam. 2006). Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia yang dimulai dari bulan September 2011 sampai dengan Mei 2012. 3.2 Diagram Alur Penelitian 21 Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 22 3.3 Alat dan Bahan 3.3.1 Alat Proses Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain gelas piala 100 mL, 250 mL, 500 mL, dan 1000 mL, labu ukur 10 mL, 250 mL, 500 mL, dan 1000 mL, pipet volumetri, pipet tetes, gelas beker, batang pengaduk, botol semprot, bulb, tabung reaksi, mortar, neraca analitik, oven, termometer, sentrifuge, sonikator, ayakan mesh, dan magnetic stirrer. 3.3.2 Alat Uji Alat uji yang digunakan untuk analisis dan karekterisasi adalah spektrofotometer UV-Vis, SEM-EDS, Difraksi sinar-X (XRD), AAS, dan VSM 3.3.3 Bahan - Bentonit Alam dari Biuku Tanjung Merangin Jambi - Akuades - AgNO3 - NaCl - Etilendiamin - Tembaga (II) Sulfat (CuSO4.5H2O) - FeSO4.7H2O - FeCl3.6H2O - NaOH Semua bahan kimia berasal dari bahan pro analisis produksi Merck. 3.4 Prosedur kerja 3.4.1 Preparasi Bentonit Bentonit asal Merangin Jambi digerus, kemudian dipanaskan di dalam oven pada suhu 105 0C selama 2 jam. Bentonit yang sudah dikeringkan lalu dikarakterisasi dengan alat XRD dan EDS. Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 23 3.4.2 Fraksinasi Sedimentasi Bentonit Sebanyak 100 gram bentonit dimasukkan ke beaker glass kemudian ditambahkan 2 liter aquades. Campuran yang terbentuk distirrer selama 30 menit, kemudian didiamkan selama 5 menit. Endapan (sedimen) yang terbentuk dipisahkan dengan menuangkan cairan diatasnya ke wadah lain. Endapan disebut fraksi satu (F1). Suspensi hasil pemisahan F1 didiamkan selama 30 menit, endapan (F2) dipisahkan dari suspensi diatasnya. Suspensi ini kemudian didiamkan lagi selama 2 jam untuk memperoleh endapan F3. Proses dilanjutkan hingga fraksi 4 atau fraksi sisa (lebih dari 24 jam). Endapan tiap fraksi dikeringkan dalam oven 1050C sampai kering. Tiap fraksi dianalisa dengan XRD dan dihitung kelimpahan realtif masing-masing clay dengan metode Biscaye. Fraksi kaya montmorillonite dianalisis dengan EDS dan AAS dan dilakukan purifikasi. 3.4.3 Sintesis Na-Montmorillonite (Na-MMT) Sebanyak 20 gram bentonit fraksi satu disuspensikan ke dalam 600 mL larutan NaCl 1 M. Pengadukan suspensi dilakukan dengan menggunakan stirrer selama 6 jam. Campuran didekantasi dan diambil endapannya. Endapan tersebut didispersikan kembali dengan 600 mL NaCl 1 M. Kemudian dilakukan pengadukan dengan stirrer kembali selama 6 jam, lalu endapan didekantasi. Endapan dicuci dengan akuades beberapa kali. Filtrat diuji dengan menambahkan AgNO3 1 M beberapa mL sampai yakin tidak terbentuk endapan putih AgCl. Setelah dilakukan pencucian, endapan kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 110-120 0C. Endapan digerus dan diayak hingga berukuran 200 mesh. NaMMT yang diperoleh dikarakterisasi dengan XRD, EDS, dan AAS. 3.4.4 Penentuan Kapasitas Tukar Kation (KTK) Larutan 0.01 M Cu(en)22+ dibuat dengan mencampurkan larutan CuSO4 1M dan larutan etilendiamin 1 M dengan perbandingan stoikiometri (1:2). Sebanyak 0.1 gram NaMMT disuspensikan dengan 5 mL larutan kompleks Cu(en)22+ dan akuades 20 mL. Kemudian suspensi diaduk dengan stirrer selama 30 menit. Absorbansi larutan sebelum dan setelah dicampur diukur dengan Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 24 spektrofotometer UV/Vis pada λ maks 536 nm. Larutan standar dibuat dengan konsentrasi yang mendekati absorbansi filtrat larutan kompleks setelah distirrer. 3.4.5 Sintesis Komposit Bentonit Oksida Besi (BOB) Sebanyak 6,48 g montmorilonit dilarutkan ke dalam 200 ml air dan diultrasonikasi selama 5 menit. Kemudian larutan montmorilonit dicampur dengan 200 ml larutan FeCl3 .6H2O (7,8 g, 28 mmol) dan FeSO4 .7H2O (3,9 g, 14 mmol) pada suhu 70oC, sehingga diperoleh nisbah bobot montmorilonit dengan besi oksida sebesar 2:1. Suspensi tersebut ditambahkan tetes demi tetes NaOH 5 M sampai 100 ml (Oliveira et al. 2004). Setelah itu komposit dicuci dengan air demineral dan dikeringkan dalam oven suhu 100oC selama 3 jam sehingga akan diperoleh komposit yang memiliki sifat magnet . Hasil komposit diuji dengan Magnet batangan, XRD di UIN pada rentang sudut pengukuran 2oC hingga 70oC.Target Cu-Kα (λ=0,154 nm) , Sifat magnet dianalisa menggunakan Vibrating Sample Magnetometer (VSM) Oxford Tipe 1,2 T di PTBIN-BATAN. Sedangkan komposisi unsur yang terdapat pada komposit di analisis menggunakan EDS di Pusdiklat Kehutanan Bogor. 3.4.6 Aplikasi sebagai Adsorben logam Cd(II) Sebanyak 50 mg untuk masing-masing sampel komposit didispersikan ke dalam 50 mL larutan logam berat 0,1; 0,3; 0,6; 1; 1,5; 2; 3; 5 mM. Untuk setiap campuran yang ada diaduk selama 30 menit selanjutnya didiamkan selama 24 jam pada suhu kamar . Untuk pengambilan filtrat, campuran disentrifugasi kemudian filtrat dikarakterisasi dengan AAS. Endapan dikeringkan pada suhu 100oC yang selanjutnya diregenerasi. 3.4.7 Regenerasi 0,3 g sampel yang telah menyerap Cd(II) ditambahkan dengan 8 ml larutan NaCl 5 M stirer selama 24 jam pada suhu 40oC. Pisahkan endapan dan filtrat dengan cara sentrifuge. Endapan dicuci hingga terbebas dari ion Cl- dan dikeringkan pada suhu 100oC selanjutnya karakterisasi dengan EDS sedangkan filtrat dianalisis dengan AAS. Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 25 3.5 Bagan Kerja 3.5.1 Preparasi Bentonit Serbuk bentonit digerus dan dipanaskan di dalam oven pada suhu 105°C selama 2 jam karakterisasi dengan XRD dan EDS. 3.5.2 Fraksinasi Sedimentasi Bentonit Suspensi bentonit 1:10 dengan akuades distirer 30 menit, lalu diamkan 5 menit (endapan F1), filtrat didiamkan 30 menit (endapan F2), filtrat didiamkan 2 jam (endapan F3), filtrat sisa didiamkan lebih dari 24 jam (endapan F4). Endapan dioven pada suhu 105o C sampai kering dan karakterisasi dengan XRD 3.5.3 Sintesa Na-Montmorillonite 20 gram montmorillonite didespersikan ke dalam 600 ml NaCl 1 M. Suspensi distirer selama 2 kali 6 jam, lalu campuran didekantasi. Endapan dicuci dengan aquademin. Filtrat diuji dengan AgNO3 1M sampai tidak terbentuk AgCl. Endapan dikeringkan di dalam oven pada suhu 105°C, karakterisasi dengan XRD dan EDS 3.5.4 Kapasitas Tukar Kation Sampel 0,1 gram NaMMT distirer dengan 5 ml 0,01 M Cu(en)22+ dan ditambahkan aquademin hingga 25 ml. Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 26 Absorbansi larutan sebelum dan sesudah dicampur diukur dengan UV/Vis pada λ maks 536nm, endapan diuji dengan EDS Latutan standar dibuat dengan konsentrasi yang mendekati larutan asli. 3.5.5 Sintesis Komposit Bentonit Oksida Besi Suspensi NaMMT diultrasonic 5 menit dan dilanjutkan dengan pemanasan pada suhu 70oC sambil distirer Tambahkan perlahan-lahan larutan FeCl3 dan atau FeSO4 Campuran ditetesi dengan NaOH tetes demi tetes dengan kecepatan penetesan 2ml/menit. Endapan dikeringkan di dalam oven pada suhu 100°C selama 3 jam, kemudian endapan dikarakterisasi. 3.5.6 Aplikasi sebagai Adsorben Logam Berat Cd(II) 50mg sampel ditambahkan dengan 50 ml larutan Cd(II) sesuai dengan variasi konsentrasi. Campuran distirer setengah jam dan diamkan selama 24 jam pada suhu ruang. Supernatan diambil dengan cara disentrifugasi. Dikeringkan pada suhu 100oC Filtrat dianalisis dengan AAS. Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 27 3.5.7 Regenerasi 0,3 g sampel yang telah menyerap Cd(II) ditambahkan dengan 8 ml larutan NaCl 5M stirer selama 24 jam pada suhu 40oC Centrifuge untuk memisahkan endapan dan filtrat. Endapan dicuci hingga terbebas dari ion Cl-. Keringkan pada suhu 100oC dan karakterisasi dengan EDS Filtrat dianalisis dengan AAS. Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Preparasi Bentonit Preparasi bentonit asal Merangin, Jambi diawali dengan penggerusan agar ukuran partikel menjadi lebih kecil, sehingga luas permukaannya menjadi lebih besar. Kemudian bentonit dikeringkan di dalam oven pada suhu 105°C untuk menghilangkan kadar air yang berlebihan. Selanjutnya dikarakterisasi dengan XRD yang bertujuan untuk memastikan apakah sampel yang digunakan mengandung montmorillonit atau tidak. Dari data XRD didapat puncak-puncak yang khas untuk bentonit yaitu pada 2 theta 5, 54; 19,82; 34,96 hal ini sesuai dengan data base yang ada yaitu pada 2 theta 5,89; 19,89; 35,31; seperti terlihat pada Gambar 4.1 dan Lampiran 1. Dengan data ini dipastikan bahwa sampel yang digunakan mengandung monmorillonit dan dapat digunakan sebagai bahan penelitian selanjutnya. 1400 5,64; 1304 1200 19,82; 928 intensitas 1000 800 34,96; 572 600 400 200 2 12 2Θ 22 32 42 Gambar 4.1 Hasil XRD Bentonit Alam 4.2 Fraksinasi Sedimentasi Bentonit Untuk mendapatkan montmorillonit dengan kandungan yang tinggi perlu adanya pemisahan komponen non lempung yang terdapat dalam bentonit. Pengotor yang mungkin terdapat dalam bentonit berupa kwarsa, kalsit, feldspar kaolinit dan lain lain . Oleh karena itu sampel harus difraksinasi terlebih dahulu sehingga didapatkan bentonit dengan kandungan montmorillonit yang tinggi dan diharapkan terbebas dari pengotor. 28 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 29 Agar semua partikel terdistribusi sempurna maka bentonit distirer terlebih dahulu selama 30 menit, selanjutnya didiamkan dan difraksinasi berdasarkan rentang waktu pengendapan yaitu 5 menit, 30 menit, 120 menit dan lebih dari 24 jam untuk mendapatkan fraksi sisa. Hal ini dilakukan berdasarkan pada kecepatan penambahan ketebalan sedimen. Dari fraksinasi didapatkan persen berat tiap fraksi seperti terlihat pada Tabel 4.1 berikut : Tabel 4.1 Persen berat tiap fraksi. Fraksi % Berat Fraksi 1 /F1 (5 menit) 59,56% Fraksi 2 /F2 (30 menit) 24,27% Fraksi 3 /F3 (120 menit) 7,77% Fraksi 4 /F4 (lebih dari 24 jam) 5,07% Total 96,67% Dari data Tabel di atas total berat bentonit yang diperoleh tidak mencapai 100 % karena bentonit masih terdapat dalam filtrat , ini terlihat dari filtrat yang masih keruh dan sulit sekali diendapkan. Montmorillonite yang lebih lama mengendap mempresentasikan bahwa interaksi yang terjadi antara lapisan silikat dengan molekul air lebih kuat. Endapan hasil fraksinasi F1, F2, F3 dan F4 dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC dengan tujuan untuk mengurangi kadar air yang terperangkap antar lembar sehingga didapatkan bentonit dengan kadar air yang sangat rendah yang selanjutnya digerus dan dikarakterisasi menggunakan XRD, EDS, dan AAS. Untuk menentukan fraksi mana yang dapat digunakan pada perlakuan selanjutnya dalam penelitian ini maka tiap fraksi dari data XRD dilakukan analisa dengan menentukan fraksi mana yang mengandung montmorillonit tinggi. Dengan mengamati diagram XRD tiap fraksi menunjukkan kemiripan antara satu dengan diagram yang lain seperti terlihat pada Gambar 4.2 berikut : Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 30 Gambar 4.2 Hasil XRD Bentonit Alam (A), F1(B), F2(C), F3(D) dan F4(E) Namun peak-peak yang khas dapat terlihat dengan jelas bila menggunakan data 2 theta XRD dari masing-masing fraksi seperti terlihat pada Lampiran 1 sampai 5 dan dianalisis menggunakan metode Biscaye. Dengan menggunakan metode Biscaye komposisi relatif clay dapat ditentukan karna komposisinya sebanding dengan luas area peak dikalikan faktor berat Biscaye (Heath, et.al. dalam Irwansyah, 2007) (Lampiran 8). Komposisi clay yang dianalisa adalah smectite/montmorillonit(S), illite(I), chlorite(C), dan kaolinite (K). Posisi 2 theta masing-masingnya berkisar antara, smectite (4-6), illite(8-9), chlorite(12-13) dan kaolinite(11,5-13) yang didasarkan pada database seperti terlihat pada Lampiran 18 dan 19. Dari hasil analisis diperoleh komposisi clay untuk tiap-tiap fraksi seperti terlihat pada Tabel 4.2 berikut, (Lampiran 9). Tabel 4.2 Komposisi relatif Clay masing-masing fraksi. SAMPEL BENTONIT BENTONIT ALAM F1 F2 F3 F4 SMECTITE (%) 76,26 80,30 76.06 60,25 67,07 ILLITE CHLORITE(+KAOLINITE) (%) (%) 14,93 10,55 6,07 22,40 17,55 8,81 9,16 17,87 17,35 15,38 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 31 Dari Tabel 4.2 dapat disimpulkan bahwa fraksi F1 mengandung smectite paling tinggi yaitu 80,30% sedangkan kandungan illite dan chloritenya paling rendah dibandingkan dengan fraksi lain. Berdasarkan data ini maka perlakuan selanjutnya menggunakan sampel fraksi F1. 4.3 Sintesis Na-Montmorillonite (Na-MMT) Sebelum disintesis menjadi komposit bentonit oksida besi (BOB), dilakukan penyeragaman kation di antara interlayer bentonit fraksi satu dengan ion Na+. Substitusi ini bertujuan untuk menyeragamkan kation yang ada di antara interlayer, sehingga penentuan harga KTK dapat lebih akurat karena berdasarkan mayoritas jumlah kation Na+. Hasil dari penyeragaman kation pada fraksi satu ini disebut Na-MMT (singkatan dari Na exchanged – Montmorillonite) Penyeragaman kation Na+ di antara interlayer akan memperbesar daya mengembang bentonit tersebut, sehingga akan mempermudah dalam proses interkelasi seperti diilustrasikan oleh Gambar 4.3. Na-bentonit bersifat lebih mengembang karena ion Na+ yang berada di permukaan bentonit akan berasosiasi dengan daerah yang mengalami defisiensi muatan positif pada salah satu lembar saja, sehingga di antara lembaran akan terpisah cukup jauh dan memungkinkan interaksi dengan air lebih banyak dan meningkatkan kestabilan . Gambar 4.3 Gambar Na-bentonit [Sumber: www.tulane.edu/~sanelson/eens/211 2 Mei 2012] Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 32 Berdasar data XRD F1 dan NaMMT pada Gambar 4.4 terlihat adanya peningkatan dari F1 15,40 Ao menjadi 15,74 Ao ini menunjukkan bahwa ion Na+ yang ditambahkan pada F1 telah mengisi ruang antar lapisan bentonit. Gambar 4.4 Hasil pengamatan dengan XRD pada NaMMT dan F1. Keberadaan kation Na+ ini didukung pula oleh data EDS dan AAS seperti terlihat pada Tabel 4.3a dan 4.3b dan Lampiran 20 sampai 23. Dari hasil analisis EDS diketahui bahwa konsentrasi kation Na+ dari 0.005% pada Bentonit alam dan 0,015% pada F1 naik menjadi 0,44%. Sedangkan berdasarkan analisa AAS konsentrasi meningkat dari 0,01 % menjadi 0,93%. Kation yang mengalami penurunan jumlah adalah kalium dari 0,1% menjadi 0,04% dan kation magnesium dari 0,455% menjadi 0,3%. Ini berarti sebahagian ion Na+ telah menggantikan kation K+ dan Mg2+ yang terdapat pada lembaran bentonit. Tabel 4.3a Hasil EDS Bentonit Alam, F1, NaMMT Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 33 Tabel 4.3b Hasil pengolahan data EDS Bentonit Alam, F1, NaMMT. Bentonit 2Ө d-spacing Si/Al Fe/Si+Al Ca/Si+Al Na/Si+Al Mg/Si+Al Ba/Si+Al K/Si+Al B.Alam 5,54 15,92 3,30 0,066 0,004 0,000 0,009 0,016 0,003 F1 5,70 15,40 2,80 0,049 0,003 0,000 0,013 0,014 0,003 NaMMT 5,61 15,74 3,50 0,041 0,006 0,012 0,008 0,014 0,001 Penambahan NaCl diharapkan juga menggantikan kation Ca2+, namun berdasarkan data EDS dan AAS sedikit sekali perubahan kandungan kation Ca2+, yang berarti kation Ca2+ sulit sekali untuk digantikan oleh kation Na+. Oleh karena itu dicoba dilakukan penambahan asam HCl 0,1 M pada F1 dan distirer selama 3 jam. Dan dilanjutkan dengan penambahan NaCl 1 M dan distirer selama 2 kali 6 jam. Dengan perlakuan ini diharapkan Kation Ca2+ dapat tergantikan oleh kation Na+ dengan terlebih dahulu kation H+ masuk menggantikan kation Ca2+. Berdasarkan analisis hasil XRD didapatkan perubahan yang mendasar pada pola XRDnya seperti terlihat pada Lampiran 7 dan Gambar 4.5 berikut, dimana terjadi penurunan kadar montmorillonit yang cukup besar dan terjadi penurunan dspacing antar lapisannya dari 15,74Ao dengan 2 theta 5,61 menjadi 12,05Ao dengan 2 theta 7,33. Sehingga dapat dikatakan bahwa penambahan asam dapat merusak struktur dari monmorillonit hal ini sesuai dengan penelitian Irwansyah 2007. Ini kemungkinan disebabkan oleh asam menyerang ikatan antara Si dengan O pada gugus silanol sehingga terbentuk SiO2. Gambar 4.5 Hasil XRD Na-MMT dan Na-MMT+Asam Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 34 4.4 Penentuan Kapasitas Tukar Kation Setelah dilakukan penyeragaman kation pada interlayer bentonit fraksi satu, dilakukan penentuan kapasitas tukar kation. Penentuan kapasitas kation menggunakan metode kompleks Cu(en)22+. Hal ini dikarenakan menurut Bergaya (1997), pertukaran kation dengan logam berat bersifat irreversible dan tidak bergantung pH. Kelebihan metode ini dalam menentukan kapasitas tukar kation dibandingkan metode Kjeldahl adalah terjadinya reaksi tunggal yang lebih cepat dan komplit dalam pertukaran kationnya. Selain itu, logam berat pun ikut tergantikan dan kapasitas tukar kation yang dihasilkan lebih reprodusibel dengan akurasi sekitar 10% untuk CEC < 20 meq/100 gram clay. Pada penelitian ini, penentuan adanya kompleks Cu(en)22+ dilakukan dengan pengukuran spektrofotometer visible. Dengan menghitung kompleks tembaga amin yang bersisa, maka jumlah kompleks tembaga amin yang terserap dapat diketahui. Perhitungan dilakukan dengan membuat kurva antara konsentrasi dan absorbansi seperti tertera pada Lampiran 10. Tabel 4.4 Tabel konsentrasi larutan [Cu(en)2]2+ dalam penentuan KTK Konsentrasi sebelum (mmol/gram) 0,00235 Konsentrasi sesudah (mmol/gram) 0.00093 Konsentrasi yang diserap (mmol/gram) 0,00142 Nilai KTK (mek/100 gram clay) 71 λ = 536nm ; volume = 25 ml ; massa Na-MMT = 0,1 gram Sedangkan endapan yang didapatkan dari pemisahan filtrat dikarakterisasi menggunakan EDS untuk melihat Cu(en)22+ telah mengalami proses pertukaran kation atau tidak. Hasil pengolahan data EDS dapat lihat pada Tabel 4.5 berikut (Lampiran 28), dimana ratio Cu naik dari 0,000 menjadi 0,034 dengan menukarkan kation Na dan Mg dengan rasio 0,012 dan 0,008 pada NaMMT turun menjadi 0,000 dan 0,004 pada NaMMT setelah ditambahkan Cu(en)22+ . Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 35 Tabel 4.5 Hasil pengolahan data EDS dari NaMMT dan NaMMT setelah ditukarkan kation oleh Cu(en)22+ Sampel Si/Al Ca/Si+Al Na/Si+Al Cu/Si+Al Mg/Si+Al NaMMT 3,50 0,006 0,012 0,000 0,008 NaMMT+ 4,98 0,006 0,000 0,034 0,004 Cu(en)2 2+ 4.5 Sintesis Komposit Bentonit Oksida Besi (BOB) Untuk membuat komposit bentonit oksida besi didasarkan pada percobaan yang telah dilakukan oleh Ollivera (2003), yaitu secara presipitasi dengan didasarkan pada perbandingan berat bentonit dengan oksida besi. Selanjutnya dianalisa daya adsorpsinya dan kemampuan adsorben ditarik oleh medan magnet. Na-MMT yang telah lolos dari ayakan 200 mesh dilarutkan dalam air, diultrasonik untuk mendapatkan NaMMT yang homogen kemudian distirer dengan pemanasan hingga 70oC. Selanjutnya ditambahan ion Fe2+ dan ion Fe3+ secara perlahan-lahan ke dalam suspensi NaMMT sambil distirer hingga ion besi diyakini telah masuk ke inter layer NaMMT. Agar terbentuk oksida besi maka ditambahkan tetes demi tetes NaOH 5M sambil distirer dengan suhu tetap 70oC. Penggabungan antara Fe3+ dan Fe2+ dengan nisbah mol 2:1 atau 2 mol Fe3+: 1mol Fe2+ adalah stoikiometri yang dibutuhkan untuk membentuk besi oksida Fe3O4. Sedangkan penambahan NaOH bertujuan membentuk Fe(OH)2 dan Fe(OH)3 . Pemanasan sendiri merupakan suatu proses dehidrasi dari endapan hidroksida besi membentuk FeOFe2O3 (Waynert et al. 2003). Reaksinya adalah sebagai berikut, Fe2+ + 2Fe3+ + 8OH- → Fe(OH)2 (s) + 2Fe(OH)3 (s) ↑→ FeOFe2O3 + 4H2O Selanjutnya endapan yang terbentuk dicuci dengan aquademin untuk menghilangkan kation dan anion yang tersisa dalam suspensi. Kemudian dicentrifuge untuk memisahkan endapan dan filtratnya. Endapan dikeringkan pada suhu 100oC selama 3 jam. Selanjutnya diuji dengan XRD, EDS dan sifat Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 36 kemagnetannya diuji terlebih dahulu menggunakan magnet batangan sebelum diuji menggunakan alat VSM. Besi oksida yang masuk ke dalam ruang antar lembaran montmorilonit melalui proses pertukaran ion atau terjerap pada permukaan montmorilonit yang bermuatan negatif. Menurut Notodarmojo (2005), pertukaran kation salah satunya dipengaruhi oleh muatan ion. Muatan ion besar cenderung menggantikan ion dengan muatan yang lebih kecil. Fe3+ memiliki muatan yang lebih besar dari kation-kation yang terdapat di dalam ruang antar lembar montmorilonit (Na+, K+, Ca2+, dan Mg2+) sehingga Fe3+ dapat menggantikan kation-kation tersebut. Fe2+ dapat mengalami pertukaran ion atau menempel pada permukaan montmorilonit yang bermuatan negatif. Fe3+ dan Fe2+ kemudian membentuk Fe(OH)2 dan Fe(OH)3 ketika ditambahkan dengan NaOH. Setelah mengalami pemanasan, Fe(OH)2 dan Fe(OH)3 terhidrasi menjadi besi oksida (Fe3O4) sehingga menghasilkan komposit yang memiliki sifat magnet. Gambar 4.6 Ilustrasi proses pembentukan komposit. Komposit dibuat dengan variasi yang berbeda yaitu dengan berat bentonit dan oksida besi dibuat tetap dengan perbandingan 2:1 dengan perbandingan mol Fe2+ dan Fe3+ yang berbeda. Selanjutnya mengamati perubahan yang terjadi bila perbandingan ion besi tetap sedangkan perbandingan bentonit dan oksida besi berbeda. Dan terakhir dilihat ada tidaknya pengaruh pemberian gelombang ultrasonik terhadap daya adsorbsi maupun kemampuan komposit bila dipengaruhi medan magnet. Variasi pembuatan komposit bentonit oksida besi (BOB) dapat dilihat pada Tabel 4.6 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 37 Tabel 4.6 Variasi komposisi Komposit Bentonit Oksida Besi (BOB) No Kode Sampel Perbandingan Berat Perbandingan Mol Ket Bentonit : Oksida besi Fe(III)/Fe(II) 1 BOB2120 2:1 2:0 Nonultrasonik 2 BOB2101 2:1 0:1 Nonultrasonik 3 BOB2121 2:1 2:1 Nonultrasonik 4 BOB2121US 2:1 2:1 Ultrasonik 5 BOB1111 1:1 1:1 Nonultrasonik 6 BOB1211 1:2 1:1 Nonultrasonik Pertama kali diamati perbandingan berat bentonit dengan oksida besi dengan perbandingan tetap yaitu 2:1 dan perbandingan mol antara ion Fe3+ dan ion Fe2+ berbeda. Dengan perbandingan mol yang berbeda diharapkan didapat data awal untuk melihat perubahan Fe2+ mengalami oksidasi atau tidak, karena ion Fe2+ mudah sekali mengalami oksidasi pada ruang terbuka dan suhu yang tinggi. Sebagai indikasi terjadi perubahan atau tidak, dapat dilihat warna suspensi ion Fe2+. Bila terjadi perubahan menjadi coklat kemerahan dapat dipastikan Fe2+ mengalami oksidasi. Sehingga reaksi pembentukan oksida besi mengalami perubahan pula yang mengakibatkan sulitnya terbentuk Fe3O4. Dalam penelitian ini warna suspensi komposit bentonit dari Fe2+ sedikit mengalami perubahan, tetapi masih tetap menunjukkan perbedaan nyata yang terlihat dari perbedaan warna suspensi komposit seperti terlihat pada Gambar 4.7 berikut: Gambar 4.7 Perbedaan warna BOB2120, BOB2101 dan BOB2121 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 38 Setelah dikeringkan selama 3 jam pada suhu 100oC dilakukan pengujian awal dengan mendekatkan serbuk komposit dengan batangan magnet, dihasilkan bahwa komposit dengan komposisi BOB2121 dapat ditarik oleh batangan magnet sedangkan BOB2101 dan BOB2120 tidak dapat ditarik oleh batangan magnet, seperti terlihat pada Gambar 4.8 berikut: Gambar 4.8 Sampel ketika dikenakan medan magnet. Untuk menganalisa lebih lanjut dari ketiga komposit tersebut dilakukan uji menggunakan XRD. Dari data hasil XRD didapatkan puncak-puncak baru yang menandakan adanya oksida besi yang terkomposit dalam bentonit, seperti terlihat pada Gambar 4.9 berikut: Gambar 4.9 Hasil XRD komposit BOB2101, BOB2120 dan BOB2121 dimana M=montmorillonit, K=kuarsa, M*=oksida besi dan montmorillonit, *=oksida besi Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 39 Sedangkan 2 theta dan intensitas puncak-puncak baru tersebut terlihat pada Tabel 4.7 berikut ini: Tabel 4.7 Puncak khas dari Sampel dan Database Jenis Puncak 2Ө Puncak 2Ө Komposit (int) sampel Database BOB2101 BOB2120 BOB2121 Karakteristik 21,92(85) 35,42(75) 36,58(53) 40,95(23) 43,85(19) 54,63(38) 61,30(22) 62,24(63) 21,24(95) 35,93(59) 36,66(100) 41,18(27) 43,28(19) 54,22(19) 61,28(21) 62,38(44) Geothite dan kuarsa Wuestite dan montmorillonit Geothite Geothite Maghemite Geothite Geothite dan monmorillonit Hematit 24,08(23) 34,54(36) 35,29(66) 56,79(24) 62,03(36) 68,28(34) 29,27(38) 32,12(32) 35,64(121) 24,13(26) 33,15(100) 35,60(79) 57,59(13) 62,38(86) 67,64(26) 30,24(30) 32,05(10) 35,63(100) 43,24(29) 54,09(36) 62,97(79) 43,28(19) 53,73(15) 62,92(58) Hematite Hematite Hematite dan monmorillonit Hematite Hematite dan montmorillonit Hematite Maghemite Magnetite Maghemite,Magnetite dan montmorillonite Maghemite, Magnetite Maghemite Maghemite, Magnetite dan montmorillonite Puncak-puncak khas dari data XRD BOB2101 terdapat kesesuaian dengan database, ini menunjukkan bahwa pada BOB2101 terbentuk komposit oksida besi berupa Geothite (FeO) dan Wushite (FeO(OH)) yang bersifat antiferomagnetik yang bila didekatkan dengan medan magnet tak akan tertarik. Sedangkan puncak khas XRD2120 sesuai dengan database Hematit (α-Fe2O3) juga bersifat antiferomagnetik yang juga tak dapat ditarik oleh medan magnet. Hasil ini juga sesuai dengan apa yang telah dilakukan oleh Adel Fisl, Ridwan, Mujamilah, Grace, 2007. Untuk data XRD komposit BOB2121 bersesuaian dengan database Maghemite (γ-Fe2O3) dan Magnetit (Fe3O4 ) yang bersifat ferrimagnetik seperti yang telah dilakukan oleh Olivera, 2003. Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 40 Terbentuknya oksida besi karena terjadi reaksi berikut: Fe2+ + OH- → Fe(OH)2 dipanaskan → Fe3+ → Fe(OH)3 dipanaskan → Fe2O3 + OH- Fe2+ + Fe3+ + OH- → FeO atau FeO(OH) Fe(OH)2Fe(OH)3 dipanaskan → FeOFe2O3 Untuk memperkuat data ini maka sampel dianalisis dengan EDS yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar kandungan masing-masing unsur pada komposit. Seperti terlihat pada Tabel 4.8 berikut: Tabel.4.8 Hasil EDS dari sampel komposit dan NaMMT Komposit Mg Ca Na Si Al Fe Si/Al Fe/Si+Al (%) (%) (%) (%) (%) (%) NaMMT 0.30 0,23 0,44 27,46 7,84 1,51 3,50 0,04 BOB2101 0,17 0,10 1,93 15,87 10,26 13,34 1,55 0,51 BOB2120 0,04 0,09 0,54 14,19 9,00 19,12 1,58 0,82 BOB2121 0,05 0,10 1,49 13,84 8,92 24,94 1,55 1,10 Dari Tabel di atas dapat dibuat diagram untuk melihat perubahan kandungan Fe yang terdapat pada masing-masing komposit, dimana terjadi kenaikan kandungan besi dari BOB2101, BOB2120 dan BOB2121 hal ini terjadi tergantung berapa mol Fe ditambahkan pada bentonit seperti terlihat pada Gambar 4.10 berikut. Perbedaan mol yang ditambahkan pada bentonit juga berpengaruh pada rasio Fe/Si+Al dimana semakin besar mol yang ditambahkan maka rasio Fe/Si+Al juga akan makin besar. Hal ini menyatakan oksida besi yang ditambahkan bertambah banyak dan telah menempel pada lapisan bentonit. Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 41 Gambar 4.10 Diagram rasio Si/Al dan Fe/Si+Al pada sampel Penelitian selanjutnya dengan membuat mol ion Fe2+ dan mol ion Fe3+ sama yaitu masing-masing satu mol dengan perbandingan berat bentonit yaitu 1:2 dan 1:1 dengan kode sampel BOB1211 dan BOB1111. Komposit yang terbentuk dianalisis dengan XRD seperti terlihat pada Gambar 4.11 berikut. Dari uji XRD terlihat pola baru yang berbeda dengan pola komposit sebelumnya. Pola baru ini menonjolkan pola dari Fe3O4 dibandingkan pola bentonit itu sendiri. Puncak-puncak khas dari bentonit berkurang intensitasnya sedangkan puncak Fe3O4 bertambah. Gambar 4.11 Hasil XRD Komposit BOB1111 dan BOB1211 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 42 Berdasarkan uji menggunakan batang magnet, komposit yang terbentuk mempunyai daya tarik yang kuat terhadap medan magnet dibandingkan dengan BOB2121, hal ini terjadi karena banyaknya Fe3O4 yang terbentuk akibat penambahan oksida besi yang sama atau lebih besar dari berat bentonitnya. Sehingga puncak Fe3O4 yang terbentuk pada kurva XRD makin tinggi intensitasnya, sedangkan puncak khas montmorilonit tertutupi atau bahkan berkurang intensitasnya. Hasil ini menunjukkan telah terisinya oksida besi pada permukaan struktur lembaran bentonit. Dengan berkurangnya intensitas puncak khas bentonit maka kemungkinan daya absorbennya akan berkurang. Puncakpuncak khas oksida besi terlihat pada Tabel 4.9 berikut: Tabel 4.9 Puncak khas Oksida Besi pada BOB1111 dan BOB1211 Komposit 2Ө d-spacing 2Ө oksida Fe BOB1111 7,29 12,12 BOB1211 8,28 10,68 35,64(121) 40,54(46) 57,15(31) 61,39(72) 30,54(60) 36,64(195) 43,46(53) 53,63(70) 57,41(69) 62,88(104) Pada Gambar 4.12 merupakan hasil pengukuran menggunakan VSM dimana terlihat perbedaan yang sangat jelas antara nilai magnetisasi jenuh (Ms) bentonit Merangin Jambi 0,05 emu/gr dengan komposit bentonit oksida besi dengan komposisi BOB1211 sebesar 28 emu/gr. Perbedaan yang sangat besar ini menunjukkan bahwa oksida besi yang ditambahkan pada bentonit telah membentuk partikel magnetik yang menempati permukaan lembaran bentonit. Dengan terbentuknya partikel magnetik maka komposit dapat terpengaruh oleh medan magnet. Momen magnet yang dihasilkan sampel akibat medan magnet yang diberikan menandakan sifat kemagnetan bahan. Semakin besar momen magnet suatu bahan semakin besar pula sifat kemagnetannya. Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 43 Gambar 4.12 Kurva Histerisis Bentonit Merangin Jambi dan Komposit Bentonit-Fe3O4 dengan komposisi BOB1211 Untuk melihat pengaruh ultrasonik terhadap sifat kemagnetan pada komposit maka pada sampel BOB2121 setelah penambahan NaOH diberikan gelombang Ultrasonik selama 30 menit, selanjutnya dicuci dan dikeringkan. Kemudian diuji menggunakan medan magnet batangan dan XRD. Dengan menggunakan batangan magnet sampel BOB2121 yang telah diultrasonik dapat tertarik oleh medan magnet dan warna komposit hampir sama dengan warna BOB2121. Sedangkan dari uji XRD juga tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan seperti terlihat pada Gambar 4.13 dan Tabel 4.10 berikut ini: Gambar 4.13 Hasil uji XRD dari: (A) BOB2121 tanpa menggunakan Ultrasonik dan (B) BOB2121 menggunakan Ultrasonik Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 44 Adanya kemiripan hasil XRD antara BOB2121 menggunakan Ultrasonik dan tidak menggunakan ultrasonik kemungkinan terjadi karena komposit oksida besi telah terbentuk dan mengisi ruang antar lapisan sehingga saat diberikan gelombang ultrasonik kurang berpengaruh terhadap pemisahan partikel komposit dari agregat oksida besinya. Menurut Diemar (1996), pemberian gelombang ultrasonik bertujuan untuk memecahkan gumpalan-gumpalan supaya montmorrilonit terpisah dari yang lain. Namun demikian perlakuan gelombang ultrasonik juga terbatas karena pemberian gelombang ultrasonik yang terlalu lama dapat mengakibatkan rusaknya struktur montmorillonit (Duong, et. Al. 2007). Tabel 4.10 Puncak khas oksida besi pada BOB2121US dan BOB2121nonUS Komposit 2Ө d-spacing 2Ө oksida Fe BOB2121US 5,65 15,63 BOB2121NonUS 5,62 15,71 28,41((34) 32,41(31) 35,10(51) 43,31(28) 29,27(38) 32,12(32) 35,64(121) 43,24(29) 4.6 Uji Aplikasi dengan Logam Cd(II) Berdasarkan kemampuan komposit terhadap medan magnet didapatkan bahwa yang paling lemah tertarik oleh medan magnet adalah komposit dengan kode BOB2120 dan yang terkuat adalah BOB1211. Kedua komposit ini digunakan untuk menguji daya adsorbsi terhadap logam Cd(II) dengan memvariasikan konsentrasi larutan Cd(II) yaitu mulai dari 0,1 mM; 0,3 mM, 0,6 mM; 1 mM; 1,5 mM; 3 mM; 5 mM; 10 mM dan 20 mM. Pada masing-masing larutan ditambahkan 50 mg BOB2120 dan pada larutan lain dengan konsentrasi yang sama ditambahkan 50 mg BOB1211 kemudian distirer selama 30 menit dan didiamkan selama 24 jam. Selanjutnya endapan yang terbentuk diambil menggunakan batangan magnet sedangkan filtrat dikarakterisasi menggunakan alat uji AAS. Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 45 Pengambilan kembali komposit yang telah mengadsorp logam Cd(II) dalam campuran dilakukan dengan menempelkan magnet pada wadah campuran. Komposit BOB2120 tidak dapat menempel pada magnet dan suspensi tetap keruh seperti semula, ini dikarenakan komposit BOB 2120 bersifat nonmagnetik sehingga komposit tidak dapat ditarik oleh magnet seperti terlihat pada Gambar 4.14A. Sedangkan Komposit BOB1211 setelah didekatkan dengan magnet, komposit yang mengadsorp logam Cd(II) menempel pada magnet dan campuran menjadi jernih. Ini menunjukkan bahwa oksida besi yang terkomposit pada montmorillonit bersifat magnet sehingga saat didekatkan dengan magnet maka komposit akan tertarik (Gambar 4.14B). A B Gambar 4.14 Komposit BOB2120 tetap keruh saat dikenakan magnet setelah menyerap logam Cd(II) (A), Komposit BOB1211 menjadi jernih saat dikenakan magnet setelah menyerap logam Cd(II) (B). Secara fisik warna larutan dengan konsentrasi 0,1 mM dan 0,3 mM terlihat agak keruh yang menandakan komposit BOB2120 maupun BOB1211 belum mengendap semua atau ion Cd(II) telah terserap semua oleh sebagian komposit dan mengendap bersama-sama komposit sedangkan sebagian komposit yang tidak menyerap logam Cd(II) masih tersuspensi dalam larutan. Larutan dengan konsentrasi 0,6 mM; 1mM; 1,5 mM; 3 mM; 5 mM; 10 mM dan 20 mM terlihat jernih ini menandakan bahwa semua komposit telah menyerap sebahagian atau semua logam berat sehingga komposit menjadi lebih berat dan mudah diendapkan. Adapun hasil pengukuran menggunakan AAS dapat dilihat pada Tabel 4.11a dan 4.11b berikut: Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 46 Tabel 4.11a Daya serap komposit BOB2120 [Cd 2+]awal 11,24 33,72 67,44 112,4 337,2 11,24 33,72 53,53 72,2 55,19 ppm [Cd2+]terserap ppm Tabel 4.11b Daya serap komposit BOB1211 [Cd 2+]awal 33,72 67,44 112,4 168,6 224,8 337,2 562 1124 2248 29,30 45,87 51,35 96,59 118,64 170,72 437,5 828,98 407,24 ppm [Cd2+]terserap ppm Dari Tabel 4.11a dan 4.11b didapatkan konsentrasi optimum untuk komposit BOB2120 dengan konsentrasi awal 112,4 ppm dan konsentrasi Cd(II) yang terserap 72,2 ppm. Sedangkan pada komposit BOB1211 didapatkan konsentrasi optimumnya 1124 ppm dengan konsentrasi Cd(II) yang terserap sebesar 828,98 ppm (Gambar 4.15 kurva adsorpsi BOB2120 dan BOB1211). Ini menunjukkan bahwa pada keadaan setimbang, kemampuan komposit BOB1211 bersifat magnet dapat menyerap lebih banyak logam Cd(II) dari pada komposit BOB2120 yang nonmagnet. Ini dapat terjadi karena pada BOB1211 terdapat sisi aktif lebih banyak dari BOB2120 akibat adanya partikel maghemit dan magnetit yang terkomposit antar lembar bentonit. Logam Cd(II) tidak hanya mengganti kation tetapi logam Cd(II) juga teradsorp pada permukaan oksida besi. Menurut Oliveira (2003), adsorben komposit oksida besi montmorillonit magnetik mempunyai daya serap terhadap logam berat yang lebih baik dari montmorillonit nonmagnetik. Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 47 (A) (B) Gambar 4.15 Kurva Adsorpsi BOB2120 (A) dan BOB1211 (B) Untuk mengetahui kecendrungan isotherm adsorpsinya, data pada Tabel 4.11a dan 4.11b diolah menggunakan persamaan isotherm Langmuir dan Freundlich yang bertujuan untuk melihat kecendrungan proses adsorpsi pada permukaan membentuk lapisan monolayer atau lapisan bilayer. Berdasarkan kurva isothermnya, komposit BOB2120 menunjukkan kecenderungan proses adsorpsi monolayer dengan koefisien relasi (R) Langmuir lebih besar dari R Freundlich (Gambar 4.16 A). Ini menyatakan bahwa komposit BOB2120 dengan konsentrasi Cd(II) yang kecil dapat terjadi pertukaran kation antara Cd(II) dengan kationkation yang terdapat antar lapisan montmorillonit. Sedangkan komposit BOB 1211 menunjukkan kecendrungan proses adsorpsi yang tidak hanya pada Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 48 permukaan yang homogen tetapi juga pada permukaan yang tidak beraturan, hal ini terlihat dari koefisien relasi (R) Langmuir dan R Freundlich yang hampir mendekati satu (Gambar 4.16 B). Jika konsentrasi Cd(II) kecil, akan terjadi pertukaran kation antar layernya sedangkan jika konsentrasi Cd(II) besar maka Cd(II) tidak hanya mengalami pertukaran kation tetapi juga akan menempel pada oksida besi yang terkomposit antar lapisan montmorillonit dan membentuk kecenderungan adsorpsi bilayer. (A) (B) Gambar 4.16 Grafik penentuan linearitas isotherm adsorpsi Freundlich dan Langmuir pada: a) komposit BOB2120 dan b) komposit BOB1211. Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 49 Selanjutnya diuji kemampuan daya serap komposit lain yaitu BOB2101, BOB2121nonUS, BOB2121US, BOB1111, dan Bentonit alam dengan melarutkan 50 mg masing-masing komposit kedalam larutan Cd(II) dengan konsentrasi 1 mM, 20 mM dan 50 mM. Daya adsorpsinya terlihat pada Tabel 4.12 berikut: Tabel 4.12 Kadar Cd(II) terserap oleh berbagai komposit konsentrasi Bentonit BOB2101 BOB2121 BOB2121US BOB1111 Cd(II) ppm ppm ppm ppm ppm 1mM 79,56 94,29 93,9 92,04 86,49 20mM 780,125 577,5 801,88 773,3 797,7 50mM 2784,6 2785,2 2589,54 2550,24 2035,08 Dari Tabel di atas terlihat bahwa komposit yang bersifat magnet punya kecendrungan daya adsorpsinya menurun dengan semakin bertambahnya oksida besi, ini disebabkan oleh menurunya d-spacing komposit (BOB2121, BOB2121US, BOB1111 masing-masing 15,71Ao; 15,63Ao; 12,12Ao) sehingga kemampuan komposit untuk mengadsorp Cd(II) berkurang. Juga kemungkinan disebabkan oleh permukaan komposit yang makin heterogen (isotherm Freudlich) sehingga sisi aktif dari montmirillonitnya berkurang karena tertutupi oleh partikelpartikel oksida besi. Sedangkan adanya pemberian gelombang ultrasonik tidak memberikan pengaruh yang berarti dalam penyerapan logam berat bahkan cenderung daya adsorpsinya menurun, hal ini juga dibuktikan oleh data XRD yang hampir sama antara pemberian gelombang US dan NonUS pada Gambar 4.11. Komposisi yang tepat antara bentonit dan oksida besi dalam membuat komposit magnet berdasarkan data di atas dan Gambar 4.15 adalah dengan perbandingan berat bentonit dengan oksida besi 2:1 dan perbandingan mol Fe(III) dengan Fe(II) adalah 2 :1. Ini menunjukkan bahwa sifat magnet terbentuk pada komposit dengan kemampuan adsorpsi dari bentonit tetap dipertahankan. Hasil ini sesuai dengan apa yang telah dilakukan sebelumnya oleh Olievera (2003). Pada Gambar 4.17 berikut terlihat bahwa bentonit Merangin jambi memiliki daya adsorpsi yang tinggi terhadap logam berat Cd(II) dibandingkan dengan komposit yang bersifat magnet. Namun kurang efisien karena hanya dapat Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 50 digunakan sekali dan sulit untuk diambil kembali sehingga logam berat yang terserap bentonit tetap berada dalam air dan berkemungkinan air dapat tercemar kembali. Gambar 4.17 Diagram adsorpsi bentonit Merangin Jambi(1) dan komposit BOB2120(2), BOB2121(3), BOB2121US(4) dan BOB1111 (5) terhadap logam Cd(II). 4.6 Regenerasi Untuk mendapatkan kembali lagam Cd(II) yang terdapat pada komposit maka komposit dipisahkan dari filtrat dengan cara menempelkan magnet pada diding wadah sampel sehingga sampel komposit tertarik oleh magnet dan larutannya dapat dipisahkan dengan cara dekantasi. Selanjutnya komposit yang telah mengadsorpsi logam Cd(II) dikeringkan pada suhu 100oC kemudian digerus hingga berukuran 100 mesh dan ditimbang. Hasil penimbangan terhadap komposit BOB1211 sebanyak 85,69% dari 0,3 gram komposit yang telah menyerap logam berat. Selanjutnya dilarutkan dalam 8 ml NaCl 5 M dan distirer pada suhu 40oC selama 24 jam. Centrifuge campuran untuk memisahkan endapan dari filtratnya. Filtratnya dikarakterisasi dengan AAS, dari hasil AAS didapatkan konsentrasi Cd(II) yang teregenerasi sebanyak 177,731 atau sebesar 39,61% dengan konsentrasi awal 448,77mg/l . Disamping itu endapan yang telah kering dikarakterisasi dengan EDS untuk melihat apakah logam Cd telah teregenerasi atau tidak seperti terlihat pada Lampian 24. Walaupun regenerasi tidak begitu besar tapi ini cukup membuktikan bahwa komposit yang telah menyerap logam berat dapat digunakan kembali. Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Bentonit Merangin Jambi merupakan Ca-bentonit dengan fraksi 1 (F1) merupakan fraksi kaya monmorillonit. Nilai KTK Na-bentonit 71 mek/gram clay, dihitung dengan metode tembaga diamin, bersifat asam dengan pH berkisar 4 serta tidak tahan terhadap asam kuat. Komposit bentonit oksida besi bersifat magnetik dapat dibuat dari bentonit dan campuran Fe(III) dengan Fe(II) dengan perbandingan berat antara bentonit dan oksida besi dan perbandingan mol antara Fe(III) dengan Fe(II). Komposisi yang paling besar sifat kemagnetannya adalah komposit BOB1211 sedangkan komposisi yang paling besar daya adsorpsinya dan mempunyai sifat magnet adalah komposit BOB2121. Sedangkan pemberian gelombang ultrasonik setelah terbentuknya oksida besi tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap sifat kemagnetan. Persamaan adsorpsi isotherm BOB1211 mengikuti persamaan Langmuir pada konsentrasi rendah sedangkan pada konsentrasi tinggi mengikuti persamaan Freundlich sedangkan BOB2120 mengikuti persamaan Langmuir. Komposit BOB1211dapat ditarik kembali dari larutan sebanyak 85,69% dan dapat diregenerasi dengan NaCl 5M dengan kemampuan mengadsorpsi Cd(II) 39,61%. 5.2 Saran 1. Sebaiknya dilakukan pengukuran dengan XPS untuk mengetahui dengan lebih pasti spesi oksida yang terbentuk. 2. Sebaiknya dilakukan adsorpsi dengan konsentrasi tinggi dengan range 1200 hingga 2100 ppm agar diketahui konsentrasi Cd(II) maksimum yang dapat diserap oleh komposit BOB1211 . 51 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 52 3. Perlu dilakukan regenerasi dengan konsentrasi NaCl 1M untuk mengetahui seberapa besar kemampuan komposit BOB1211 regenerasi dalam menyerap logam Cd(II). 4. Sebaiknya dilakukan aplikasi adsorpsi logam berat lainnya dengan variasi waktu, suhu, dan pH agar dapat diketahui keadaan optimum untuk pencapaian konsentrasi kesetimbangan. Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 DAFTAR REFERENSI Adel Fisli, Ridwan, Mujamilah dan Grace Tj,(2007). Sintesa Dan Karakterisasi Nanokomposit oksida Besi-Bentonit,.Edisi Khusus Jurnal Sains materi Indonesia. Adel Fisli, Ridwan, Mujamilah.(2009). Sintesis Dan Karakterisasi Fe3O4 Dari Prekursor FeSO4, Edisi Khusus Jurnal Sains materi Indonesia. Angelo,V.(1998).Preparation and Catalytic Properties of Cationic and anionic Clays, Catalysis Today, 41, 53-71. Bergaya, F. Vayer M.s (1997). CEC of clays: Measurement by adsorption of a copper ethylenediamine complex. Applied Clay Science 12 .275-280. Perancis. Bourlinos A B, Devlin E, Boukos N, Simopoulos A and Petridis D.(2002). clay Minerals 37, 135. Cullity,B.D.(1972).Introduction to Magnetic materials, Addison-esley Publishing Company, London, 1972. Diemar, Peters. (1996). Ultrasound in materials chemistry, J.Matter. chemitry., 6(10)(1996)1605-1618. Drecam. 2006. Vibrating Sample Magnetometry.http://www.drecam.cea.htm l [10 Mei 2012]. Duong L. V. And Kloprogge J. T.(2007). An Improved Route for the Synthesis of Al-13-Pillared Montmorillonit Catalysts, J.porous Mater., 14. 71-79 Galindo-Gonzalez, C. de Vincete-Caballero F and Duran J D G.(2005). Preparation and Sedimentation Behavior in Magnetic Fields of MagnetiteCovered Clay Particles, Langmuir, 21, 4410. Gollardo, T. Dyer, A.(1980). in: Recent Developments in Ion Exchange Vo. 2, P.A. Williams, M.J. Hudson (eds), Elsevier Applied Science, London, UK, p 75. Grace, Tj.S. Mujamilah dan Ridwan.(2005). Sintesis -Fe2O3/Fe3O4 dari Mill Scale Pabrik Baja dengan metode presipitasi, J. Sains Materi Indonesia, Vol.7, No.1, 47-51. Gunlazuardi, Jarnuzi. (2005). Diktat Kuliah Kimia Analisa Termal. Depertemen Kimia FMIPA UI. 53 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 54 Gupta, SS. Bhattachrayya, G.K.(2008). Immobilzation of Pb(II), Cd(II), Ni(II) ion on Kaolinite and Montmorillonite Surface from Aqueous Medium, Jurnal of environmental management. 87.2-46-58. Handoyo, Kristian S. (2001). Dasar dasar kimia anorganik nonlogam. Universitas Negeri Yogyakarta. hal;8.18-8.19. Ho,Y.S.(2003). removal of Copper ion from Aqueous Solution by treefren. Water Research 34, 2323-2330. http//:ceg.fsv.cvut.czENceg-uvod03_bentonit.htm. Selasa, 20 Maret 2012 http//:mikron.ucr.edu.jumat, 01 juni 2012 http://rtiintl.com/sem-edx.html. Jumat, 18 Mei 2012. http://webmineral.com. Jumat, 18 Mei 2012. Irwansyah. (2007). Modifikasi Bentonit Menjadi Organoclay Dengan Surfaktan Heksadesiltrimetilamonium Bromida Melalui Interkalasi Metode Ultrasonik. Skripsi Departemen kimia. FMIPA Universitas Indonesia. Jeong,J.R. Shin,S.C Lee,S.J.Kim,J.D.(2005). Magnetic properties of superparamagnetic -Fe2O3 nanoparticles prepared by coprecipitation technique, J. Magnetism and Magnetic Materials 286. 5-9. Kloprogge, J.T.(1998) .Synthesis of Smectite and Porous Pillared Clay Catalysts: A Review, J. Porous Materials 5, 5-41. Lee,S.J.Jeoung,J.R.Shin,S.H. Kim,J.C.Kim,J.D.(2004). Synthesis and Characterization of superparamagnetic maghemite nanoparticles prepared by coprecipitation technique, J. Magnetism. Magnetic Mater. 282. 147-150. Notodarmojo, S. (2005). Pencemaran Tanah dan Air Tanah.Bandung: ITB press Szabo,T. A. Bakandritsos, V. Tzitzios, S. Papp, L. Korosi, G. Galbacs, K. Musabekov, D. Bolatova, D. Petridis and I. Dekany.(2007). Magnetic Iron Oxide/clay Composites: Effect of the layer silicate support on the microstructure and phase formation of magnetic nanoparticles, Nanotechnology 18, 285602 (9pp). Rusman Iip Izul Falah, dan RHA Sahirul Alim. (1999). Interkalasi Cu pada karbon Aktif dan Pemanfaatannya sebagai Katalis Dehidrasi n Amilalkohol. Indonesian Journal of Chemistry, Vol 1, No.1, hal 23-29. Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 55 Txstate. 2007. Vibrating Sample Magnetometer.http://www.txstate.edu/~ WG06/manuals/vsm/vsm.html [1 mei 2012]. Valeria K.N, Nina N, Marin M. (2002). Investigation the adsorption Properties of The Natural Adsorbents Zeolite and Betonies Towards Copper Ions, Mining and Mineral processing, V. 44-45, Sofia, 93-97. Waynert, J.et.al. (2003). Wastewater Treatment with Magnetic Separation. Superconductivity for Eletric Systems Program Review 1:1-29. Zhong,L.Hu,J.Linag,H. Cao,A. Song,W. Wan,L.(2006).Self-Assembled 3D Flowerlike Iron Oxide Nanostructures and Their Application in water treatment,Adv. Mter, 18, 2426-2431. Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 56 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 56 *** Basic Data Process *** # Strongest 3 peaks Peak 2Theta no. (deg) 2 5.5445 14 21.8000 12 19.8200 # Peak Data List Peak 2Theta no. (deg) 1 4.0565 2 5.5445 3 6.5600 4 8.6000 5 9.4875 6 10.8200 7 11.5600 8 12.2200 9 13.2550 10 16.9750 11 17.7200 12 19.8200 13 20.6400 14 21.8000 15 23.0400 16 24.1600 17 24.8000 18 25.2200 19 26.0600 20 26.5925 21 27.5200 22 28.4600 23 28.8400 24 31.3766 25 32.5365 26 34.9600 27 35.8800 28 36.9600 29 37.6400 30 38.2675 31 39.3221 32 40.5000 33 43.0906 34 43.7210 d (A) 15.92647 4.07360 4.47586 I/I1 d (A) 21.76465 15.92647 13.46313 10.27358 9.31445 8.17016 7.64877 7.23710 6.67424 5.21906 5.00128 4.47586 4.29985 4.07360 3.85709 3.68076 3.58721 3.52841 3.41655 3.34933 3.23852 3.13366 3.09323 2.84870 2.74975 2.56448 2.50080 2.43017 2.38782 2.35009 2.28946 2.22555 2.09756 2.06876 I/I1 100 81 65 3 100 6 3 6 7 6 8 5 8 4 65 44 81 18 5 7 5 6 13 7 14 12 4 3 28 34 10 6 8 4 3 3 4 FWHM (deg) 0.78560 0.82400 0.35000 Intensity (Counts) 501 404 325 Integrated Int (Counts) 22146 23935 12735 FWHM (deg) 0.18300 0.78560 0.30660 0.08000 0.49500 0.88000 0.56000 0.62000 0.27000 0.49000 0.28000 0.35000 0.00000 0.82400 1.26400 0.00000 0.49340 0.56800 0.26000 0.25500 0.48000 1.25340 0.93340 0.09330 0.18300 0.54860 0.82000 0.50000 0.52000 0.37500 0.17570 0.12000 0.20530 0.29800 Intensity (Counts) 16 501 28 15 31 37 30 38 24 40 22 325 222 404 92 27 33 27 29 67 34 71 62 19 16 138 168 50 31 38 20 16 15 21 Integrated Int (Counts) 199 22146 1059 181 1084 1589 734 1279 435 1347 474 12735 0 23935 7436 0 998 796 518 1059 818 2400 2209 198 226 4395 7688 1716 924 811 244 271 255 463 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 57 *** Basic Data Process *** # Strongest 3 peaks peak 2Theta no. (deg) 2 5.7392 12 21.7800 10 19.9000 # Peak Data List peak 2Theta no. (deg) 1 4.5200 2 5.7392 3 9.3033 4 10.2600 5 10.9600 6 12.1400 7 12.9900 8 16.9740 9 17.5400 10 19.9000 11 20.6800 12 21.7800 13 23.2200 14 23.9800 15 24.7400 16 26.6400 17 27.3600 18 28.0200 19 28.5000 20 29.8800 21 30.6000 22 31.3516 23 35.1000 24 35.8800 25 36.5200 26 37.0400 27 37.5800 28 38.4800 29 39.4600 30 40.4475 31 42.6950 32 44.5850 d (A) 15.38660 4.07730 4.45805 d (A) 19.53380 15.38660 9.49845 8.61481 8.06611 7.28461 6.80979 5.21936 5.05220 4.45805 4.29163 4.07730 3.82760 3.70798 3.59577 3.34347 3.25710 3.18186 3.12935 2.98789 2.91921 2.85092 2.55457 2.50080 2.45843 2.42511 2.39149 2.33760 2.28177 2.22832 2.11607 2.03066 I/I1 100 88 73 I/I1 9 100 5 5 7 7 4 6 4 73 51 88 22 13 13 16 8 12 17 6 4 4 33 36 19 12 11 8 5 5 4 4 FWHM (deg) 0.90000 1.05600 0.43380 Intensity (Counts) 485 426 355 Integrated Int (Counts) 24454 27987 14336 FWHM (deg) 0.32000 0.90000 0.47330 0.66000 1.11000 0.96000 0.34000 0.61200 0.48000 0.43380 0.00000 1.05600 1.12000 0.00000 2.56000 0.44000 0.70000 0.00000 1.84000 0.68000 0.35000 0.63670 0.80800 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.61340 0.42280 0.78500 0.43000 0.21000 Intensity (Counts) 43 485 26 26 33 32 17 27 19 355 248 426 106 62 63 77 38 56 82 30 17 17 161 174 90 60 53 38 23 22 18 17 Integrated Int (Counts) 1445 24454 803 769 1219 1395 403 960 527 14336 0 27987 7808 0 5566 1552 1976 0 4796 1080 333 757 10042 0 0 0 0 2512 612 1141 781 343 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 58 Lampiran 3 X-Ray Diffraction of F2 2000 1800 1600 I (count) 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 0 5 10 15 20 25 30 2theta (deg) 35 40 45 50 *** Basic Data Process *** Data : F2 # Strongest 3 peaks peak 2Theta no. (deg) 10 21.7600 8 19.8800 9 20.7000 # Peak Data List peak 2Theta no. (deg) 5.9209 1 2 9.7430 3 12.2430 4 13.0833 5 13.9233 6 17.0750 7 18.0700 8 19.8800 9 20.7000 10 21.7600 11 22.9800 12 24.8600 13 25.4800 14 26.6292 15 27.5400 16 28.7473 17 30.0600 18 31.4515 19 35.2400 20 35.6600 21 37.5400 22 38.5000 23 39.4246 24 40.6175 25 43.6200 26 43.7200 27 44.7600 28 45.3166 d (A) 4.08100 4.46249 4.28753 d (A) 14.91482 9.07075 7.22356 6.76144 6.35535 5.18872 4.90519 4.46249 4.28753 4.08100 3.86703 3.57868 3.49299 3.34480 3.23622 3.10299 2.97041 2.84209 2.54474 2.51573 2.39395 2.33643 2.28374 2.21938 2.07332 2.06881 2.02312 1.99956 I/I1 100 81 55 I/I1 55 4 8 3 3 5 4 81 55 100 24 12 6 17 8 14 3 4 34 41 9 8 5 4 4 4 6 3 FWHM (deg) 0.96000 0.38280 0.00000 Intensity (Counts) 426 343 235 Integrated Int (Counts) 24608 14160 0 FWHM (deg) 1.09530 0.14600 0.50600 0.27330 0.11330 0.69000 0.14000 0.38280 0.00000 0.96000 1.40000 0.00000 0.80800 0.27350 0.50000 1.35870 0.14000 0.08700 1.10000 1.57000 0.00000 0.61720 0.17730 0.34500 0.12000 0.54660 0.28000 0.44670 Intensity (Counts) 235 17 36 14 13 22 15 343 235 426 101 52 26 73 35 58 14 15 146 176 37 33 23 18 17 19 24 14 Integrated Int (Counts) 13794 275 1620 239 85 845 220 14160 0 24608 10082 0 1995 1138 1049 3800 150 133 5566 10440 0 2260 388 706 148 537 462 457 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 59 Lampiran 4 X-Ray Diffraction of F3 2000 1800 1600 I (count) 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 0 5 10 15 20 25 30 2theta (deg) 35 40 45 50 *** Basic Data Process *** Data : F3 # Strongest 3 peaks peak 2Theta Integrated Int no. (deg) 11 21.3293 10 19.8800 21 35.7800 # Peak Data List peak 2Theta Integrated Int no. (deg) 1 6.2155 2 8.4283 3 9.1400 4 9.9633 5 11.1600 6 12.1600 7 12.7900 8 14.9380 9 17.2900 10 19.8800 11 21.3293 12 22.8200 13 23.9000 14 25.0225 15 26.6300 16 27.3800 17 28.7020 18 29.6800 19 31.6550 20 35.0400 21 35.7800 22 37.3000 23 38.3725 24 39.2720 25 40.4090 26 42.5550 27 43.4550 28 44.1633 29 45.2150 30 47.9350 d I/I1 FWHM Intensity (A) 4.16243 4.46249 2.50756 100 75 39 (deg) 1.88140 0.39580 1.48800 (Counts) 437 328 171 d I/I1 FWHM Intensity (deg) 1.19900 0.17000 0.64000 0.51330 0.82000 0.56000 0.38000 0.16400 0.19600 0.39580 1.88140 1.36000 0.00000 1.11500 0.30000 0.00000 1.31600 0.56000 0.11660 0.72000 1.48800 1.33600 0.62500 0.17600 0.20200 0.21000 0.21000 0.23330 0.29000 0.13000 (Counts) 158 14 17 32 27 34 20 16 14 328 437 118 47 51 76 19 48 19 14 149 171 54 37 19 19 22 18 19 14 13 (A) 14.20854 10.48248 9.66778 8.87067 7.92200 7.27268 6.91583 5.92585 5.12468 4.46249 4.16243 3.89378 3.72021 3.55581 3.34470 3.25476 3.10778 3.00757 2.82428 2.55881 2.50756 2.40880 2.34390 2.29226 2.23035 2.12271 2.08081 2.04907 2.00382 1.89627 36 3 4 7 6 8 5 4 3 75 100 27 11 12 17 4 11 4 3 34 39 12 8 4 4 5 4 4 3 3 (Counts) 31255 7041 9161 (Counts) 10081 134 568 937 1451 956 667 328 151 7041 31255 9440 0 4371 1972 0 3346 619 233 4599 9161 3398 1309 306 380 307 273 459 46 116 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 60 Lampiran 5 X-Ray Diffraction of F4 2000 1800 1600 I (count) 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 0 5 10 15 20 25 30 2theta (deg) 35 40 45 50 *** Basic Data Process *** Data : F4 # Strongest 3 peaks peak 2Theta Int no. (deg) 10 21.8800 9 19.9000 2 6.1340 1 # Peak Data List Peak 2Theta Integrated Int no. (deg) 1 4.4600 2 6.1340 3 9.6200 4 10.2200 5 11.2000 6 12.1625 7 13.2675 8 13.9150 9 19.9000 10 21.8800 11 22.7800 12 23.6000 13 25.0000 14 25.6600 15 26.6500 16 27.4000 17 28.4600 18 29.3000 19 31.2550 20 35.3600 21 35.9400 22 37.1200 23 38.4033 24 40.4216 25 42.4750 26 44.3366 27 45.7725 28 48.6341 d I/I1 FWHM Intensity Integrated (A) 4.05889 4.45805 4.39714 100 77 44 (deg) 0.74000 0.38780 1.38800 (Counts) 450 346 200 (Counts) 26951 12072 14417 d I/I1 FWHM Intensity (deg) 0.42000 1.38800 0.34660 0.00000 0.59420 0.94500 0.27500 0.19000 0.38780 0.74000 1.50860 0.00000 0.96000 0.67000 0.36660 0.00000 1.44000 0.00000 0.31000 1.28000 1.29000 1.51000 0.54670 0.25670 0.31000 0.20670 0.17500 0.24170 (Counts) 25 200 22 22 28 40 19 17 346 450 130 70 69 43 63 36 55 38 17 156 168 58 41 17 21 19 18 20 (A) 19.79645 14.39714 9.18645 8.64844 7.89380 7.27119 6.66798 6.35912 4.45805 4.05889 3.90052 3.76682 3.55896 3.46890 3.34224 3.25243 3.13366 3.04570 2.85951 2.53638 2.49677 2.42006 2.34209 2.22968 2.12652 2.04146 1.98070 1.87063 6 44 5 5 6 9 4 4 77 100 29 16 15 10 14 8 12 8 4 35 37 13 9 4 5 4 4 4 (Counts) 646 14417 943 0 1371 1653 278 229 12072 26951 9112 0 4949 1421 1950 0 3947 0 491 7362 5850 3832 1675 583 610 610 259 451 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 61 Lampiran 6 X-Ray Diffraction of Na-MMT 1800 1600 1400 I (count) 1200 1000 800 600 400 200 0 0 5 10 15 20 25 30 2theta (deg) 35 40 45 50 *** Basic Data Process *** Group : 12-12 Data : Na-MMT # Strongest 3 peaks peak 2Theta no. (deg) 11 21.5205 16 26.6728 10 20.6400 # Peak Data List peak 2Theta no. (deg) 1 5.6105 2 8.6750 3 9.2800 4 9.8800 5 10.4400 6 11.2600 7 12.3020 8 13.2833 9 19.8800 10 20.6400 11 21.5205 12 23.2200 13 23.9600 14 24.9600 15 25.9600 16 26.6728 17 27.4816 18 28.5866 19 29.5400 20 31.4041 21 35.0400 22 35.8400 23 36.6200 24 37.4600 25 38.3666 26 38.9550 27 40.7733 28 44.1650 d (A) 4.12588 3.33943 4.29985 I/I1 d (A) 15.73927 10.18493 9.52225 8.94528 8.46668 7.85187 7.18905 6.66008 4.46249 4.29985 4.12588 3.82760 3.71103 3.56457 3.42949 3.33943 3.24296 3.12007 3.02150 2.84627 2.55881 2.50350 2.45195 2.39887 2.34425 2.31018 2.21126 2.04899 I/I1 100 71 46 39 4 5 6 5 5 8 3 43 46 100 18 8 9 3 71 5 10 3 3 22 29 13 5 6 3 3 4 FWHM (deg) 1.38110 0.27930 0.00000 Intensity (Counts) 593 423 275 Integrated Int (Counts) 36434 6051 0 FWHM (deg) 0.83240 0.31000 0.41600 0.00000 0.00000 0.00000 0.56400 0.23330 0.45560 0.00000 1.38110 1.14660 0.80000 0.92000 0.00000 0.27930 0.42330 1.33330 0.34660 0.29830 0.67200 1.05000 0.74000 0.00000 0.57330 0.33000 0.25330 0.35000 Intensity (Counts) 231 24 31 33 29 32 47 20 257 275 593 108 49 52 19 423 31 58 19 18 128 174 76 27 33 19 19 23 Integrated Int (Counts) 11324 567 1178 0 0 0 2413 372 12351 0 36434 7555 1801 2571 0 6051 776 3260 464 326 4254 6979 3240 0 1525 505 531 991 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 62 Lampiran 7 X-Ray Diffraction of NaMMT asam 2000 1800 1600 1400 Intensity (Count) 1200 1000 800 600 400 200 0 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 2 theta (deg) *** Basic Data Process *** Group : 29 Data : Na-MMT-Asam # Strongest 3 peaks peak 2Theta no. (deg) 9 21.5222 8 20.6400 7 19.8800 # Peak Data List peak 2Theta no. (deg) 1 7.3326 2 8.9000 3 9.8000 4 10.6800 5 12.2825 6 13.4300 7 19.8800 8 20.6400 9 21.5222 10 22.6800 11 23.6600 12 24.9400 13 26.6361 14 27.4600 15 28.2344 16 35.1200 17 35.8600 18 37.1400 19 37.5000 20 38.4855 d (A) 4.12555 4.29985 4.46249 d (A) 12.04622 9.92794 9.01812 8.27695 7.20042 6.58766 4.46249 4.29985 4.12555 3.91750 3.75740 3.56739 3.34395 3.24546 3.15818 2.55316 2.50215 2.41881 2.39641 2.33728 I/I1 100 48 46 I/I1 17 5 4 5 8 4 46 48 100 30 11 10 18 7 15 21 30 7 5 7 FWHM (deg) 1.40440 0.00000 0.41760 Intensity (Counts) 582 277 268 Integrated Int (Counts) 33321 0 12642 FWHM (deg) 1.27870 0.82000 0.00000 1.73340 0.55500 0.50000 0.41760 0.00000 1.40440 0.83200 0.91340 0.88000 0.24770 0.70660 1.06890 0.80000 1.12000 0.00000 0.00000 0.26450 Intensity (Counts) 101 27 26 30 47 21 268 277 582 172 62 59 105 43 86 125 172 43 29 41 Integrated Int (Counts) 6910 1925 0 2389 1473 966 12642 0 33321 7221 3286 3087 1523 1320 4361 4483 8931 0 0 127 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 63 Lampiran 8 Metode Biscaye Metode Biscaye mengestimasi komposisi relatif mineral dengan mengalikan peak area dengan faktor berat, yaitu : 1x peak area smectite (001), 4x peak area illite (001), 2x peak area chlorite (002) dan 2x peak area Kaolinite (001). Untuk setiap sampel clay, persentase clay mineral dinyatakan dengan rumus : Illite (contoh ) = 4Ix100 S 4I 2K 2C Dengan I=Illite, S= smectite, K= Kaolinite, C= Chlorite. Karena adanya interferensi antara kaolinite (bidang refleksi 001) dengan chlorite (bidang refleksi 002) maka sering dilaporkan dalam bentuk kelimpahan chlorite (+ kaolinite). Rumusnya dinyatakan : Illite (contoh) = 4 Ix100 S 4 I 2C ( K ) Berikut ini contoh pola difraksi yang representatif Lampiran 14 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 64 Lampiran 9 Data Perhitungan Komposisi Clay Bentonit Alam Clay Integrated 2 theta d (Å) Smectite 5,5445 15,92647 22146 76,26 Illite 9,4875 9,31445 1084 14,93 Kaolinite (Chlorite) 12,2200 7,23710 1279 8,81 2 theta d (Å) Smectite 5,7392 15,38660 24454 80,29 Illite 9,3033 9,49845 803 10,55 12,1400 7,28461 1395 9,16 2 theta d (Å) Smectite 5,9209 14,91482 13794 76,06 Illite 9,7430 9,07075 275 6,07 Kaolinite (Chlorite) 12,2430 7,22356 1620 17,87 2 theta d (Å) Smectite 6,2155 14,20854 10081 60,25 Illite 9,9633 8,87067 937 22,40 11,1600 7,92200 1451 17,35 2 theta d (Å) Smectite 6,1340 14,39714 14417 67,07 Illite 9,6200 9,18645 943 17,55 Kaolinite (Chlorite) 12,1625 7,27119 1653 15,38 Int Komposisi Relatif (%) Fraksi 1 Clay Kaolinite (Chlorite) Integrated Int Komposisi Relatif (%) Fraksi 2 Clay Integrated Int Komposisi Relatif (%) Fraksi 3 Clay Kaolinite (Chlorite) Integrated Int Komposisi Relatif (%) Fraksi 4 Clay Integrated Int Komposisi Relatif (%) Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 65 Lampiran 10 Kurva absorbansi larutan Cu(en)22+ standar dan perhitungan KTK Konsentrasi Absorbansi (M) 0,001 0,03839 0,002 0,06483 0,003 0,09407 0,004 0,12078 0,005 0,14140 A b s o r b a n s i 0,16 0,14 0,12 0,1 0,08 0,06 0,04 0,02 0 1 2 3 4 5 6 Konsentrasi (10-3 M) Kurva diatas mempunyai persamaan garis y = 26,197X + 0,0133 dengan nilai R2= 0,996763 Absorbansi larutan sampel Larutan Absorbansi Konsentrasi 2+ Cu(en)2 Awal 0,07478 0,00235 Akhir 0,03763 0,00093 Terserap 0,00142 KTK = [ Cu(en)22+] terserap x vol. Larutan x muatan Massa clay = (0,00142 mmol/ml) x (25 ml) x (2 meq/mmol) 0,1 gram = 0,71 meq/ gram = 71 meq / 100 gram Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 66 Lampiran 11 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 67 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 68 Lampiran 12 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 69 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 70 Lampiran 13 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 71 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 72 Lampiran 14 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 73 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 74 Lampiran 15 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 75 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 76 Lampiran 16 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 77 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 78 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 79 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 80 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 I E o G o E E o) C> +D Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 I 6 <," lYl (E (:, (!o co 6 \O) o) q) o- o o- o I f.- o_ o o (f) CD c) @ o- o o t l t 2 z9 zzt LH 'nZ cJ zfr < zS*= -z 6-F I L r. !. 1214 4. i; i*43 )? v'? i,Z)> e6*3 -1 5 s; ,Z'i? ?Fjdi tr E HH\L _ - ff?HH EdES tnz)41*. ESrC v=f;ca 4)El za LrfF-< 4i M Ir{ t- 1 F 6 5o .- 6s' At 'E i's ET.E srsU h\q d P'r .E-Ei ,o6 J E !r^*$d 6 P.R z s 5E$ D .E ctl (.) > = z T d P 5E O- ;" **vl XYE Ei \ E*r sf3 s-:* o.vli €'€ .va$ $r#si*ll E $E '1r=> JI E-' tv. E $ S-%E ,Y:$ !*Yts -sa pv'F E'g E'g= re s*s$F; F&l ! g1 : 4 = <J' tr\+J i a's c €€F o:s) ;*s FJ F{ g! <: 6 ^. - X=o B{ l-.4 5S q d < i; - E r\B I E sEti*u, I I z I 6 a ET \ bt] O q) I t I 9. >\u't Et3'= ;U. rL! 6atf o .,$E { .v i c c 5 tr It o c o E zG .a 5 Cl- 5 !n =i(q Jcps -:\ Eb$ Q.U S,P'U Eb E 6- E o c o E c (, rd o- J' -ie, 99 CI a L o (h ao r?q o 8 Y r!z E f -o o o E -(\1 .!6 t8 o- a a zo o- I g = 0z utqfurl I8 i- 82 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 83 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 84 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 85 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 86 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 87 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 88 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 89 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 90 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 91 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 92 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 93 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 94 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 95 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 96 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 97 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 98 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 99 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012 100 Lampiran 29 Data Adsorpsi dan Penentuan Lineritas Isotherm Adsorpsi Komposit Bentonit Oksida Besi (BOB2120) ppm awal (mg/L) Ce (mmol/L) log Ce ppm terserap (mg/L) 11,24 0,1 -1 11,24 33,72 0,3 -0,5228787 33,72 67,44 0,6 -0,2218487 53,53 112,4 1 0 72,2 337,2 3 0,47712125 55,19 qe(mmol/g) 0,100357143 0,301071429 0,477946429 0,644642857 0,492767857 log qe Ce/qe -0,998451711 1 -0,521330457 1 -0,320620779 1,259854287 -0,190680825 1,556786704 -0,307357629 6,1098025 qe (mmol/g) 0,1 0,260676157 0,408096085 0,456850534 0,859341637 1,055516014 1,51886121 3,891903915 7,375266904 3,623122776 log qe -1 -0,583898691 -0,389237571 -0,340225863 -0,065834145 0,023464827 0,181518091 0,59016211 0,867777742 0,559083051 Komposit Bentonit Oksida Besi (BOB1211) ppm awal (mg/L) Ce (mmol/L) 11,24 0,1 33,72 0,3 67,44 0,6 112,4 1 168,6 1,5 224,8 2 337,2 3 562 5 1124 10 2248 20 log Ce ppm terserap (mg/L) -1 11,24 -0,5228787 29,3 -0,2218487 45,87 0 51,35 0,17609126 96,59 0,30103 118,64 0,47712125 170,72 0,69897 437,45 1 828,98 1,30103 407,239 Ce/qe 1 1,150853242 1,470241988 2,188899708 1,745522311 1,894807822 1,975164011 1,284718254 1,355883133 5,52009999 Universitas Indonesia Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012