SRIPARYA 1006787054

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
PENGEMBANGAN KOMPOSIT MAGNET BENTONIT MERANGIN
JAMBI SEBAGAI ADSORBEN KATION Cd2+
TESIS
SRIPARYA
1006787054
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KIMIA
DEPOK
JULI 2012
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
PENGEMBANGAN KOMPOSIT MAGNET BENTONIT MERANGIN
JAMBI SEBAGAI ADSORBEN KATION Cd2+
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
SRIPARYA
1006787054
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI KIMIA
DEPOK
JULI 2012
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua
sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya
nyatakan dengan benar.
Nama
: Sriparya
NPM
: 1006787054
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 2 Juli 2012
ii
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh
Nama
NPM
Program Studi
Judul Skripsi
:
:
:
:
:
Sriparya
1006787054
Kimia
Pengembangan Komposit Magnet Bentonit
Merangin Jambi sebagai Adsorben Kation Cd2+.
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai
bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister
Sains pada Program Studi Ilmu Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing
: Dr. Riwandi Sihombing
(
)
Pembimbing
: Dr. Yuni K. Krisnandi
(
)
Penguji
: Dr. Jarnuzi Gunlazuardi
(
)
Penguji
: Dr. Asep Saefumillah, M.Si
(
)
Penguji
: Dr. rer.nat Widyanti Wibowo
(
)
Penguji
: Dr. rer.nat Agustino Zulys, MSc (
)
Ditetapkan di
Tanggal
: Depok
: 2 Juli 2012
iii
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang senantiasa
telah memberikan nikmatnya kepada kita semua. Semoga kita terus dapat berada
dalam rahmat dan ridho-Nya. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka
memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Sains jurusan kimia
pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.
Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya
untuk menyelesaikan tesis ini.
Begitu banyak doa dan dukungan yang telah diberikan untuk menyelesaikan
skripsi ini, karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada :
(1) Dr. Riwandi Sihombing dan Dr. Yuni Krisyuningsih Krisnandi, selaku dosen
Pembimbing Penelitian yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran
untuk mengarahkan saya dalam penyusunan tesis ini.
(2) Pemda Provinsi Jambi dan Dinas Pendidikan Provinsi Jambi, yang telah
memberikan kesempatan belajar dan bantuan dana selama penulis kuliah di
Universitas Indonesia
(3) Bapak Adel Fisli, MSi yang telah memberikan ide dan gagasan serta saran
dalam penelitian ini.
(4) Dr. Ridla Bakri, M. Phil, selaku Ketua Departemen Kimia , Dr. Endang
Saepudin selaku Koordinator Program Pasca Sarjana dan Pembimbing
Akademis, Dr. Yoki Yulizar, M.Sc, serta Dosen Pengajar di Departemen
Kimia yang telah banyak membagi ilmu dan senantiasa membimbing
mahasiswa untuk tetap terus belajar dan berkarya.
(5) Yang Tersayang Ayah dan Ibu yang selalu mendoakan setiap langkah terbaik
terhadap apa yang telah saya lakukan serta istri dan anak yang dengan ikhlas
merelakan saya untuk mengikuti pendidikan ini walapun jauh dari mereka
berdua.
(6) Mba Ati, Mba Ina, Mba Cucu, Pak Hedi, Pak Amin, Pak Trisno (Babe), Pak
Mul, Pak Mardji, dan petugas di Lab Afiliasi, saya mengucapkan terima kasih
telah banyak membantu saya demi terselesaikannya penelitian ini.
iv
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
(7) Rekan penelitian yang telah memberikan motivasi dan dengan rela
memberikan bahan dan alat yang kurang dalam penelitian ini.
Perjuangan panjang ini ialah nikmat tiada tara yang telah diberikan Allah
kepada saya. Untuk itu, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu.
Penulis
2012
v
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama
NPM
Program Studi
Departemen
Fakultas
Jenis karya
: Sriparya
: 1006787054
: S2
: Kimia
: Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
: Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan
kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive
Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Pengembangan Komposit Magnet Bentonit Merangin Jambi sebagai Adsorben
Kation Cd2+
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data
(database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 2 Juli 2012
Yang menyatakan
( Sriparya )
vi
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
ABSTRAK
Nama
: Sriparya
Program Studi : Kimia
Judul
: Pengembangan Komposit Magnet Bentonit Merangin Jambi
sebagai Adsorben Kation Cd2+
Bentonit asal Merangin Jambi telah dimodifikasi menjadi komposit magnet
bentonit dengan menggunakan prekursor garam besi dalam suspensi bentonit
melalui proses pertukaran ion dan presipitasi. Komposit dibuat dengan
memvariasikan perbandingan berat bentonit dengan oksida besi dan perbandingan
mol Fe(III) dengan Fe(II). Komposit yang dibuat dengan Fe(III) dan Fe(II)
bersifat ferimagnetik sedangkan komposit yang dibuat dari Fe(III) dan Fe(II) saja
bersifat antiferomagnetik. Produk hasil modifikasi dikarakterisasi dengan X Ray
diffraction (XRD), Atomic Absorbtion Spectroscopy (AAS), Scanning Electron
Microscope-Energy Dispersive X ray Spectroscopy (SEM-EDS), Vibrating
Sample Magnetometer (VSM) and Ultraviolet Visible (UV-Vis). Komposit
magnet dengan daya serap terhadap logam Cd(II) tertinggi dengan komposisi
bentonit dan oksida besi 2 : 1 dan perbandingan Fe(III) dengan Fe(II) 2 : 1
sedangkan komposit dengan sifat kemagnetan terbesar dengan komposisi 1 : 2
antara bentonit dan oksida besi dan 1 : 1 antara Fe(III) dan Fe(II). Pemberian
gelombang ultrasonik setelah terbentuknya oksida besi belum berpengaruh secara
signifikan terhadap peningkatan daya adsorpsi dan sifat kemagnetan komposit.
Komposit yang telah menyerap logam Cd(II) dapat terambil kembali sebanyak
85,69% dan dapat diregenerasi menggunakan NaCl dengan kemampuan
regenerasi 39,61%
Kata Kunci
: Komposit Bentonit Oksida Besi, Magnet, Adsorben.
xiii+52 halaman : 28 gambar; 12 tabel
Daftar Pustaka : 31 (1972-2009)
vii
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
ABSTRACT
Name
: Sriparya
Program Study : Chemistry
Title
: Development of Bentonite Magnetic Composite of Merangin
Jambi as an Adsorbent of Cd2+ Cation
Bentonite from Merangin Jambi has been modified into a composite
magnetic bentonite using an iron salt precursors in a bentonite suspension through
a process of ion exchange and precipitation. Composites was made by varying the
weight ratio of bentonite with iron oxide and the mole ratio of Fe (III) to Fe (II).
Composites made with Fe(III) and Fe(II) are ferrimagnetic while the composite
prepared from Fe (III) or Fe (II) alone is antiferromagnetic. Modification products
were characterized using X Ray diffraction (XRD), Atomic Absorbtion
Spectroscopy (AAS), Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive X ray
Spectroscopy (SEM-EDS), Vibrating Sample Magnetometer (VSM) and
Ultraviolet Visible (UV-Vis). The highest Cd(II) adsorption from aqueous
solution is given by magnetic composite prepared from bentonite to iron oxide
ratio of 2: 1 and the ratio of Fe(III) to Fe(II) 2: 1. On the other hand, the
composite with the highest magnetic properties is provided from the preparation
using the ratio of 1:2. between bentonite and iron oxides, and ratio of 1: 1
between Fe(III) and Fe(II). The ultrasonic treatment to the mixture after iron oxide
was formed showed no significant effect to the increase of adsorption and
magnetic properties. The composite that has been adsorb Cd(II) ions can be drawn
back as much as 85.69% and can be regenerated using NaCl with regeneration
ability to 39.61%.
Key words
xiii+52 page
Bibliography
: Bentonit-Iron Oxide Composite, Magnetic, Adsorbents
: 28 pictures; 12 tables
: 31 (1972-2009)
viii
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ...............................................
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................
KATA PENGANTAR ..........................................................................................
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...........................
ABSTRAK…….....................................................................................................
ABSTRACT….......................................................................................................
DAFTAR ISI……..................................................................................................
DAFTAR TABEL…………………………………………………….........…..
DAFTAR GAMBAR…….....................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN……............................................................................. ...
i
ii
iii
iv
vi
vii
viii
ix
xi
xii
xiii
1. PENDAHULUAN............................................................................................
1.1 Latar Belakang............................................................................................
1.2 Perumusan Masalah…..........................................................................
1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………………….
1.4 Hipotesa......................................................................................................
1
1
3
4
4
2. TINJAUAN PUSTAKA……….…………………………………….......... 5
2.1 Mineral Lempung (Clay)……………….......………...………….…... 5
2.1.1 Jenis-Jenis Lempung………………………............................... 6
2.1.2 Bentonit…….....………………………….................................. 8
2.2 Proses Interkalasi…………………………..………………………… 10
2.3 Magnet Oksida Besi…………………………………………………. 11
2.4 Komposit Partikel Magnetik Bentonit................................................. 13
2.5 Adsorbsi............................................................................................... 15
2.6 Karakterisasi......................................................................................... 17
2.6.1 Difraksi Sinar-X (XRD)….…...…………………….................. 17
2.6.2 Spektrometer UV/Visible……………………………………… 18
2.6.3 Scanning Electro Misroscope – Energy Dispersive Spectroscopy
(SEM-EDS)……………………………………………………. 19
2.6.4 Spektroskopi Serapan Atom........................................................ 19
2.6.5 Magnetometri getar Cuplikan...................................................... 20
3. METODE PENELITIAN…………………...….…………..……………
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................
3.2 Diagram Alir Penelitian........................................................................
3.3 Alat dan Bahan……………………………………...……...………...
3.3.1 Alat Proses……………………………………..........................
3.3.2 Alat Uji…………………………………………………....…...
3.3.3 Bahan-bahan yang digunakan………………………….……....
3.4 Prosedur kerja…………………………………………………...........
3.4.1 Preparasi Bentonit…………....………………………………...
21
21
21
22
22
22
22
22
22
ix
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
3.4.2 Fraksinasi Sedimentasi Bentonit...………………….........……
3.4.3 Sintesis Na-Montmorillonite……...….....……………..............
3.4.4 Penentuan Kapasitas Tukar Kation………….......…………….
3.4.5 Sintesa Komposit Bentonit Oksida Besi (BOB).....……..…….
3.4.6 Aplikasi sebagai Adsorben logam Cd(II)..……………...........
3.4.7 Regenerasi..................................................................................
3.5 Bagan Kerja…………………………………………..........…………
3.5.1 Preparasi Bentonit………………………………………….......
3.5.2 Fraksinasi Sedimentasi Bentonit………..................................
3.5.3 Sintesis Na-Montmorillonite………………….........………….
3.5.4 Kapasitas Tukar Kation………………………….........……….
3.5.5 Sintesa Komposit Bentonit Oksida Besi (BOB)....……………
3.5.6 Aplikasi sebagai Adsorben logam Cd(II)......…………….……
3.5.7 Regenerasi..................................................................................
4. PEMBAHASAN…………………….……………………….............……
4.1 Preparasi Bentonit……………………………………..……………...
4.2 Praksinasi Sedimentasi Bentonit...…………..……………………….
4.3 Sintesis Na-Montmorillonit (Na-MMT).....……………………...........
4.4 Penentuan Kapasitas Tukar Kation.......................................................
4.5 Sintesa Komposit Bentonit Oksida Besi (BOB)...................................
4.6 Uji Aplikasi dengan Logam Cd(II)......................................................
4.7 Regenerasi............................................................................................
23
23
23
24
24
24
25
25
25
25
25
25
26
27
28
28
28
31
34
35
44
50
5. KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………….……. 51
5.1 Kesimpulan.…………………………………………………...……… 51
5.2 Saran……..……………………………………………………...…..... 51
DAFTAR REFERENSI……………………………………………….......... 53
x
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4
Tabel 4.5
Persen berat tiap fraksi Bentonit........................................................
Komposisi relatif Clay masing-masing fraksi....................................
Hasil EDX Bentonit alam, F1, NaMMT dan 2 thetanya....................
Tabel konsentrasi larutan [Cu(en)2]2+ dalam penentuan KTK...........
Hasil pengolahan data EDS dari NaMMT dan NaMMT setelah
ditukarkan kation oleh Cu(en)22+.......................................................
Tabel 4.6 Variasi komposisi komposit bentonit oksida besi (BOB)..................
Tabel 4.7 Puncak khas dari sampel dan database..............................................
Tabel 4.8 Hasil EDX dari sampel......................................................................
Tabel 4.9 Puncak khas oksida besi pada BOB1111 dan BOB1211..................
Tabel 4.10Puncak khas oksida besi pada BOB2121 dan BOB2121US.............
Tabel 4.11Daya serap komposit terhadap logam Cd..........................................
Tabel 4.12Kadar Cd(II) terserap oleh berbagai komposit...................................
29
30
32
34
35
37
39
40
42
44
46
49
xi
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka dasar pembangun lempung............................................ 5
Gambar 2.2 Lapisan tetrahedral dan lapisan oktahedral.................................... 6
Gambar 2.3 Kaolinite......................................................................................... 7
Gambar 2.4 Smektit........................................................................................... 8
Gambar 2.5 Kristal montmorillonite.................................................................. 9
Gambar 2.6 Ca-bentonit dan Na-bentonit.......................................................... 9
Gambar 2.7 Bentuk struktur kristal hematite..................................................... 12
Gambar 2.8 Bentuk struktur kristal magnetite................................................... 12
Gambar 2.9 Rute sintesis komposit magnet oksida besi…....………............… 14
Gambar 2.10 Difraksi sinar X ........................………......................................... 18
Gambar 2.11Sistem Magnetometri Getar Cuplikan.…....................................... 20
Gambar 4.1 Hasil XRD bentonit alam………………………………………... 28
Gambar 4.2 Hasil XRD bentonit alam, F1, F2, F3, F4........……….......…....... 30
Gambar 4.3 Gambar Na-bentonit...………………………......……………….. 31
Gambar 4.4 Hasil XRD NaMMT dan F1.................................………....……. 32
Gambar 4.5 Hasil XRD Na-MMT dan Na-MMT+Asam....………………...... 33
Gambar 4.6 Ilustrasi proses pembentukan komposit.…………….......…….… 36
Gambar 4.7 Perbedaan warna BOB2120, BOB2101 dan BOB2121.....……... 37
Gambar 4.8 Sampel ketika dikenakan medan magnet............………............... 38
Gambar 4.9 Hasil XRD komposit BOB2101, BOB2120 dan BOB2121.....…. 38
Gambar 4.10 Diagram perbandingan persen Si/Al dan Fe/Si .......................…. 41
Gambar 4.11 Hasil XRD komposit BOB1111 dan BOB1211............................ 41
Gambar 4.12 Kurva histerisis bentonit merangin jambi dan komposit bentonit
Fe3O4 dengan komposisi BOB1211..........................………….... 43
Gambar 4.13 Hasil XRD BOB2121 dan BOB2121US..........................…….… 43
Gambar 4.14aKomposit BOB2120 tetap keruh saat dikenakan magnet…....…. 45
Gambar 4.14bKomposit BOB1211 menjadi jernih saat dikenakan magnet....... 45
Gambar 4.15 Kurva adsorpsi BOB2120 dan BOB1211..................................... 47
Gambar 4.16 Grafik penentuan lineritas isotherm adsorbsi Freundlich dan
Langmuir pada komposit BOB2120 dan 1211.............................. 49
Gambar 4.17Diagram adsorpsi bentonit Merangin Jambi dari berbagai variasi
komposit terhadap logam Cd(II)................................................... 50
xii
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 XRD Bentonit Alam
Lampiran 2 XRD Bentonit Fraksi 1 (F1)
Lampiran 3 XRD Bentonit Fraksi 2 (F2)
Lampiran 4 XRD Bentonit Fraksi 3 (F3)
Lampiran 5 XRD Bentonit Fraksi 4 (F4)
Lampiran 6 XRD NaMMT
Lampiran 7 XRD NaMMT Asam
Lampiran 8 Metode Biscaye
Lampiran 9 Komposisi Clay
Lampiran 10 Perhitungan KTK
Lampiran 11 XRD komposit Bentonit Oksida Besi (BOB) 2121
Lampiran 12 XRD komposit Bentonit Oksida Besi (BOB) 2121US
Lampiran 13 XRD komposit Bentonit Oksida Besi (BOB) 2120
Lampiran 14 XRD komposit Bentonit Oksida Besi (BOB) 2101
Lampiran 15 XRD komposit Bentonit Oksida Besi (BOB) 1111
Lampiran 16 XRD komposit Bentonit Oksida Besi (BOB) 1211
Lampiran 17 Database Wushite, Geothite, Hemathite dan Magnethite
Lampiran 18 Database Maghemite, Montmorrilonite, Quartza, Kaolinite
Lampiran 19 Database Illite dan Chlorite
Lampiran 20 AAS Bentonite Alam, F1 dan NaMMT
Lampiran 21 EDS Bentonit alam
Lampiran 22 EDS Bentonit Fraksi 1 (F1)
Lampiran 23 EDS NaMMT
Lampiran 24 EDS Regenerasi komposit Bentonit Oksida Besi (BOB) 1211
Lampiran 25 EDS Bentonit Oksida Besi (BOB) 2120
Lampiran 26 EDS Bentonit Oksida Besi (BOB) 2101
Lampiran 27 EDS Bentonit Oksida Besi (BOB) 2121
Lampiran 28 EDS NaMMT yang telah direaksikan dengan Cu(en)22+
Lampiran 29 Data Adsorpsi dan Penentuan lineritas isotherm adsorpsi
xiii
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini air menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian yang
seksama dan cermat. Air bersih yang sesuai dengan standar tertentu, saat ini
menjadi barang mahal karena air sudah banyak tercemar oleh bermacam-macam
limbah dari hasil kegiatan manusia, baik limbah dari kegiatan rumah tangga,
limbah dari kegiatan industri dan kegiatan-kegiatan lainnya. Pesatnya
perkembangan industri di Indonesia, mengakibatkan timbulnya masalah
pencemaran yang semakin serius. Pencemaran tersebut tidak hanya merusak
lingkungan, tetapi dapat berakibat fatal bagi mahluk hidup terutama pada
manusia.
Peningkatan jumlah industri ini diikuti oleh penambahan jumlah limbah,
baik berupa limbah padat, cair maupun gas. Limbah tersebut mengandung bahan
kimia yang beracun dan berbahaya (B3) dan masuk ke perairan DAS (Daerah
Aliran Sungai). Salah satu dari limbah B3 tersebut adalah logam berat. Kehadiran
logam berat mengkhawatirkan terutama yang bersumber dari pabrik, dimana
logam berat banyak digunakan sebagai bahan baku maupun sebagai bahan
penolong. Sifat beracun dan berbahaya dari logam berat ditunjukkan oleh sifat
fisik dan kimia bahan baik dari segi kualitas dan kuantitasnya. Banyak cara yang
dapat dilakukan untuk mengolah limbah industri yang mengandung logam berat
salah satunya adalah dengan menggunakan adsorben alami yaitu bentonit.
Batuan bentonit di dalamnya mengandung mineral montmorillonite
mempunyai sifat penukar ion. Bahan ini baik sekali digunakan sebagai adsorben
untuk menyerap berbagai kontaminan air di dalam limbah cair. Adanya muatan
negatif dalam jaringan kristalin bentonit, yang diseimbangkan dengan adanya
kation didalam ruang antar lapisannya, sangat memungkinkan terjadinya
pengikatan spesies kontaminan yang bermuatan positif seperti kation organik dan
anorganik logam (Valeria,et.al.2002). Keuntungan bahan ini sebagai adsorben
adalah mempunyai luas permukaan yang tinggi , mudah diperoleh, tidak mahal,
mudah disiapkan dan kestabilan cukup baik.
1
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
2
Namun demikian kendala bentonit sebagai adsorben adalah membentuk
koloid/suspensi di dalam cairan. Hal ini akan menjadi masalah dalam
pengumpulan kembali partikel bentonit setelah menyerap kontaminan. Dalam
skala laboratorium, pemisahan partikel bentonit dapat dilakukan dengan cara
penyaringan dan sentrifugasi. Tetapi kalau jumlah volume limbah besar,
pemisahan cara ini membutuhkan waktu yang panjang, biaya yang tinggi, dan
tidak efektif .
Modifikasi montmorillonite dengan cara meletakkan suatu partikel atau
spesies oksida logam di antara lembaran montmorillonite yang dikenal dengan liat
berpilar (pillared clay) untuk keperluan bidang katalis telah dipelajari
(Kloprogge.1998). Hasil modifikasi, bahan ini terjadi peningkatan luas
permukaan, berporos dan peningkatan ketahanan termal (Angelo.1998). Akibat
pemilaran struktur montmorillonite ini mampu meningkatkan kapasitas penukar
kation hingga 40 kalinya (Galardo, et.al.1980)
Perkembangan bahan-bahan magnet memungkinkan dimanfaatkan dalam
bidang lingkungan. Dengan menggabungkan partikel magnet oksida besi dengan
bentonit (bentonit berpilar magnet) akan diperoleh suatu bahan baru yang
mempunyai dua sifat utama; yaitu; bersifat penukar kation yang berasal dari
jaringan bentonit dan dapat merespon medan magnet luar akibat adanya partikel
magnet (oksida besi) dalam jaringan bentonit. Sifat pertama digunakan untuk
menyerap logam berat sedangkan sifat kedua digunakan untuk menangkap
kembali komposit yang terdistribusi dalam cairan dengan menggunakan batangan
magnet permanen ataupun elektromagnet sederhana.
Komposit partikel oksida besi yang bersifat magnet pada montmorillonite
telah dilaporkan dalam beberapa literatur, baik oksida besi sebagai magnetite
(Fe3O4) (Galindo, et.al.2005 dan Bourlinous, et.al.2002) maupun sebagai
maghemite (-Fe2O3) (Szabo, et.al. 2007). Sedangkan Oliveira (2003),
melaporkan adsorben komposit oksida besi-montmorillonite yang dibuat dengan
cara presipitasi mempunyai daya serap terhadap logam berat yang lebih baik dari
bentonit itu sendiri.
Ada beberapa karakteristik dari bahan ini yaitu (1) ukuran partikel ratarata dan sebaran ukurannya bahan pemilar, (2) luas permukaan spesifik, struktur
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
3
pori dan dispersi kristal oksida besi di dalam matrik bentonit (3) prilaku magnetik.
Nilai karakteristik bahan ini sangat tergantung pada bahan dasar (sifat alamiah
bentonit (CEC, cation exchange capacity) dan spesies prekursor besi), rute
sintesa, parameter sintesa (suhu sintesa, derejat dan konsentrasi hidrolisis dan
konsentrasi prekursor)(Angelo, 1998). Pemberian gelombang ultrasonik pada
tahap proses sintesa juga dapat mempengaruhi dispersi partikel yang dimasukkan
ke dalam matrik bentonit dan dapat mempersingkat waktu sintesa (Duong, 2007).
Penelitian bentonit banyak dilakukan baik sebagai adsorben limbah
organik maupun limbah logam berat namun kemampuan bentonit dalam menyerap
limbah salah satunya dipengaruhi oleh asal bentonit itu sendiri. Bentonit yang
dipelajari selama ini berasal dari daerah tertentu seperti Tapanuli, sementara itu
sumber bentonit banyak terdapat didaerah Indonesia salah satunya di Propinsi
Jambi yang selama ini belum dilakukan penambangan secara komersial. Oleh
karena itu untuk memperkaya informasi tentang kemampuan bentonit dalam
menyerap logam berat maka dilakukan penelitian terhadap bentonit yang berasal
dari Merangin Jambi.
Penelitian ini membuat suatu adsorben magnet dari penggabungan partikel
magnet oksida besi dengan bentonit. Lingkup penelitian ini adalah pemurnian
bentonit lokal, sintesa adsorben magnet dan aplikasi serapan terhadap logam berat
Cd(II) serta regenerasinya. Kekhasan penelitian ini dari penelitian sebelumnya
adalah menggunakan bentonit alam dari desa Biuku Tanjung Kecamatan Bangko
Merangin Jambi, serta pengaruh pemberian gelombang ultrasonik.
1.2 Perumusan Masalah
1. Menentukan sifat, karakter fisik dan kimia bentonit yang berasal dari
daerah Merangin Provinsi Jambi.
2. Menentukan komposisi yang efektif dalam membuat komposit magnetbentonit dan karakternya dengan menggunakan beberapa alat uji.
3. Menentukan kemampuan komposit dalam mengadsorbsi polutan logam
berat Cd(II) dan regenerasinya.
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
4
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui sifat, karakter fisik dan kimia bentonit yang berasal dari
Merangin provinsi Jambi.
2. Mengetahui komposi yang tepat dalam membuat komposit Bentonit
Oksida Besi (BOB) sebagai suatu adsorben magnetik yang akan
diaplikasikan untuk menyerap logam berat Cd(II).
3. Mengetahui kondisi optimum dari adsorben magnetik.
1.4 Hipotesa
1. Adsorben magnetik dapat dibuat dengan cara menyisipkan partikel
magnet oksida besi ke dalam ruang antar struktur lembaran bentonit.
2. Komposisi yang berbeda akan menghasilkan komposit Bentonit Oksida
Besi dengan sifat magnet yang berbeda serta mempunyai daya adsorbsi
yang berbeda pula.
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mineral Lempung (Clay)
Menurut ahli mineralogi, clay mineral adalah mineral silikat berlapis
(pilosilikat) atau mineral lain yang bersifat liat dan mengalami pengerasan saat
dipanaskan atau dalam keadaan kering. Istilah lempung (Clay) juga sering
mengacu pada ukuran partikel pada tanah. International Society of Soil Science
menyatakan lempung (clay) merupakan batuan atau partikel mineral yang terdapat
pada tanah dengan diameter kurang dari 0,002 mm. Sedangkan menurut
sedimentologis, partikel clay berukuran kurang dari 0,004 mm.
Lempung (Clay) juga disebut sebagai aluminosilikat dan mempunyai
struktur kristal tertentu. Lempung tersusun dari dua kerangka dasar pembangun
(Gambar 2.1), yaitu : Tetrahedral Silikon-Oksigen (Si2O52-) dan Oktahedral
Aluminium (AlO6). Kedua kerangka ini tersusun sedemikian rupa sehingga
membentuk suatu lapisan tetrahedral dan oktahedral.
Gambar 2.1 Kerangka Dasar Pembangun Lempung
[Sumber: http://webmineral.com/ 10 Mei 2012]
5
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
6
Lapisan tetrahedral disusun oleh tetrahedral yang bergabung melalui tiga
dari empat atom oksigen yang sebagai jembatan, sehingga tersusun sebagai bentuk
heksagonal (Gambar 2.2a). Sedangkan pada lapisan oktahedral, tersusun oleh
oktahedral yang membagi ujung-ujung oksigen dan hidroksil dengan Al, Mg,
Fe2+, Fe3+ yang disebut sebagai kation terkoordinasi. Lapisan oktahedral dapat
disusun oleh (Fe, Mg)O6 atau AlO6.
(a)
(b)
Gambar 2.2 Lapisan Tetrahedral dan Lapisan Oktahedral
[Sumber: http://webmineral.com/ 10 Mei 2012]
2.1.1 Jenis-jenis Lempung
Berdasarkan perbandingan lapisan tetrahedral dan lapisan oktahedral
penyusunnya, lempung dikelompokkan sebagai:
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
7
a.
Lempung 1:1
Tersusun oleh satu lapisan tetrahedral dan satu lapisan oktahedral.
Termasuk kedalam kelompok ini adalah kaolinite. Kelompok lempung ini disebut
dengan phyllosilicate yang tidak dapat mengembang. Struktur kaolinite terjadi
karena Si tetrahedral bergabung dengan lapisan gibsite melalui ion apikal oksigen
(sisa oksigen) yang juga bagian oktahedral. Akibatnya muatan pada ion oksigen
ini diseimbangkan melalui ikatan dengan satu ion Si dan dua ion Al (Gambar 2.3).
Gambar 2.3 Kaolinite
[Sumber: http://webmineral.com/ 10 Mei 2012]
b.
Lempung 2:1
Terususun oleh dua lapisan tetrahedral yang mengapit satu lapisan
oktahedral, sehingga terlihat seperti “sandwich”. Termasuk kedalam kelompok ini
adalah smektite dan vermikulite. Istilah smektite digunakan untuk menjelaskan
kelompok pilosilikat 2:1 yang mampu mengembang dan mempunyai muatan layer
permanen akibat adanya substitusi isomorfis pada lapisan oktahedral Al (terutama
oleh spesi bermuatan rendah seperti Mg 2+, Fe2+, atau Mn2+) maupun pada lapisan
tetrahedral Si (terutama oleh spesi Al3+ atau Fe3+). Substitusi ini mengakibatkan
total muatan negatif pada struktur lempung, sehingga membutuhkan kation
penyeimbang. Lapisan interlayer lempung terhidrasi, akibatnya kation dapat
bergerak bebas masuk atau keluar struktur. Karena interlayer terbuka dan
terhidrasi, kation penyeimbang berada di interlayer tersebut. Adanya kation pada
daerah interlayer merupakan bagian dari kapasitas tukar kation. Pada vermikulite,
muatan negatif umumnya berasal akibat substitusi Si oleh Al3+.
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
8
Gambar 2.4 Smektit
[Sumber : http://webmineral.com/ 10 Mei 2012]
2.1.2 Bentonit
Bentonit merupakan salah satu jenis lempung yang mempunyai kandungan
utama mineral smektit (montmorillonit) dengan kadar 85 – 95%, bersifat plastis
dan koloidal tinggi. Fragmen sisa umumnya merupakan campuran dari mineralmineral pengotor seperti kuarsa, kristobalit, feldspar, dan mineral-mineral
lempung lain, tergantung pada daerah geologisnya.
Hasil penelitian dengan menggunakan diffracton sinar-X (XRD)
menunjukkan bahwa, mineral penyusun dalam bentonit yang dominan adalah
montmorillonit. Montmorillonit termasuk dalam kelompok mineral aluminiumsilikat-hidrat smektit sub-kelompok dioktahedral (heptaphyllitic) bersama-sama
dengan beidelit dan nontronit, sedangkan sub-kelompok lainnya yaitu smektit
trioktahedral (octaphyllitic) yang mencakup mineral-mineral hektorit dan saponit.
Rumus kimianya adalah Al2O3.4SiO2.XH2O.
Selain montmorillonit sebagai mineral utama di dalam bentonit, seringkali
ditemukan mineral-mineral lain seperti kuarsa, pirofilit, kristobalit dan kaolinit.
Bentonit melebur pada 1330-1430° C, mempunyai nilai kapasitas tukar kation
(KTK) 60 - 150 mek/100 g, dengan luas permukaan 700 - 800 m2/g. Besarnya luas
permukaan dan KTK ini menyebabkan sifat koloidal yang dimiliki oleh bentonit
tinggi. Bentonit mempunyai daya adsorpsi kation yang tinggi serta kandungan
montmorillonit yang bervariasi antara satu daerah dengan daerah lainnya.
Mempelajari sifat-sifat montmorillonit menjadi penting dalam studi mengenai
bentonit. Batuan bentonit hasil galian biasanya tidak langsung dipergunakan,
tetapi lebih dahulu mengalami pengolahan seperti proses aktivasi.
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
9
Stuktur 2.5 Kristal Monmorillonit
[Sumber : http://webmineral.com 10 Mei 2012]
Berdasarkan tipenya, bentonite dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Swelling bentonite
Swelling bentonit memiliki kemampuan mengembang pada lapisan
interlayer. Pengembangan bentonit ini dapat terinterkalasi oleh senyawa lain yang
ada dalam campuran. Daya pengembangan bentonit dikarenakan banyak kation
Na+ pada interlayer bentonit. Bentonit jenis natrium banyak digunakan sebagai
pencampur pembuatan cat, perekat pasir cetak dalam industri pengecoran dan
sebagainya.
b.
Non swelling bentonite.
Tipe bentonit ini sering disebut juga Ca-bentonit karena posisi kation lebih
banyak ditempati ion Ca2+. Pada Ca-bentonit, antara lapisannya terikat lebih kuat
sehingga kurang mengembang. Maka biasanya Ca-bentonit perlu digantikan
kationnya dengan Na untuk mendapatkan daya swelling lebih besar.
Gambar 2.6 Ca-bentonit dan Na-bentonit
[Sumber: www.ceg.fsv.cvut.CzENeeg_uvod03_bentonit.htm 10 Mei 2012]
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
10
2.2 Proses Interkalasi
Interkalasi adalah suatu penyisipan spesies tamu (ion, atom, atau molekul)
ke dalam antarlapis senyawa berstruktur lapis. Schubert (2002), mendefinisikan
interkalasi adalah suatu penyisipan suatu spesies pada ruang antarlapis dari
padatan dengan tetap mempertahankan struktur berlapisnya. Atom-atom atau
molekul-molekul yang akan disisipkan disebut sebagai interkalan, sedangkan yang
merupakan tempat yang akan dimasuki atom-atom atau molekul-molekul disebut
sebagai interkalat. Metode ini akan memperbesar pori material, karena interkalan
akan mendorong lapisan atau membuka antar lapisan untuk mengembang.
Menurut Ogawa dalam Rusman (1999), mekanisme pembentukan
interkalasi dapat dikelompokan menjadi lima golongan, yaitu :
a. Senyawa interkalasi yang terbentuk dari pertukaran kation .
Senyawa terinterkalasi jenis ini terbentuk dari pertukaran kation tamu
dengan kation yang menyetimbangkan muatan lapis. Jumlah kation tamu yang
dapat terinterkalasi tergantung pada jumlah muatan yang terkandung pada lapisan
bahan inang. Lempung terpilar adalah salah satu contoh senyawa terinterkalasi
yang diperoleh dari pertukaran kation. Spesies tamu dalam hal ini berperan
sebagai pilar yang akan membuka lapisan-lapisan lempung.
b. Senyawa interkalasi yang dibentuk dari interaksi dipol dan pembentukan ikatan
hidrogen.
Senyawa terinterkalasi jenis ini terbentuk jika spesies tuan rumah (host)
bersifat isolator dan tidak memiliki muatan permukaan. Interaksi antara spesies
tamu dan lapisan spesies tuan rumah hanya berupa interaksi dipol dan ikatan
hidrogen, oleh karena itu jenis interkalasi ini tidak stabil dan senyawa yang
terinterkalasi ini dengan mudah dapat digantikan.
c. Senyawa interkalasi yang dibentuk dari interaksi dipol antara spesies tamu dan
ion-ion di dalam antar lapis
Senyawa interkalasi jenis ini dapat terjadi melalui pertukaran molekulmolekul pelarut. Pertukaran tersebut terjadi antara molekul-molekul pelarut yang
mensolvasi ion-ion dalam antarlapis dengan molekul-molekul tamu. Hal tersebut
terjadi, jika molekul tamu mempunyai polaritas yang tinggi. Pada material
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
11
lempung, molekul monomer dapat terinterkalasi melalui penggantian dengan
molekul air.
d. Senyawa interkalasi yang di bentuk dengan ikatan hidrogen.
Bila dibandingkan dengan senyawa interkalasi yang lain, maka spesies
tamu akan terikat lebih kuat di dalam spesies induk, sehingga deinterkalasi lebih
sulit terjadi.
e. Senyawa interkalasi yang dibentuk dari transfer muatan.
Senyawa interkalasi yang terbentuk jika lapisan bahan induk bersifat
konduktif.
Interkalan yang masuk ke dalam lapisan interkalat menyebabkan susunan
yang dimiliki oleh interkalat mengalami perubahan. Lempung yang semula
berbentuk lapisan alumino silikat, dengan masuknya interkalan diantara lapisan
mengakibatkan lapisan terdekatnya akan terpisah menjadi lapisan alumino silikat interkalan - alumino silikat.
2.3 Magnet Oksida Besi
Bahan oksida besi tersedia di alam dalam jumlah yang besar. Oksida besi
tersebut dapat terbentuk dalam beberapa kombinasi komposisi kimia, yaitu; FeO
(wustite), -Fe2O3 (hematite), -Fe2O3 (maghemite) dan Fe3O4 (magnetite). Dari
macam-macam oksida besi ini, hanya Fe3O4 (magnetite) dan -Fe2O3 (maghemite)
yang bersifat ferrimagnetik dengan nilai magnetisasi masing-masingnya adalah 
= 92 dan 76 emu/gr. Sedangkan untuk fasa FeO bersifat antiferromagnetik
(Cullity.1972). Bentuk struktur oksida besi -Fe2O3 (hematite) dan F3O4
(magnetite) dapat dilihat pada Gambar 2.7 dan Gambar 2.8.
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
12
Gambar 2.7 Bentuk struktur kristal hematite (dari face aligned hkl 100). Fe(III)
(bola lebih kecil) terkoordinasi dengan oksigen (bola lebih besar) (Cullity,1972)
Gambar 2.8 Bentuk struktur kristal magnetite. Bola lebih kecil mewakili Fe(III)
yang terikat secara tetrahedral dan Fe(III) terikat secara oktahedral (arah
panah keatas) dan Fe(II) (arah panah kebawah) terkoordinasi dengan ligan
oksigen (bola lebih besar). Arah panah menunjukkan orientasi dari momen
magnetik dalam ion besi (Cullity, 1972)
Selain proses alami (natural), bahan yang bersifat ferrimagnet ini juga
dapat disintesis secara terkontrol di laboratorium dengan berbagai metode, yaitu;
sintesis sonokimia, reaksi sol-gel, presipitasi dan kopresipitasi. Fasa dan ukuran
partikel yang terbentuk bermacam-macam yang sangat dipengaruhi oleh proses
pembuatan, jenis precursor, suhu reaksi dan atmosfir, kecepatan proses presipitasi.
(Jeong, et.al. 2005). Seung-Jun Lee (2004), melaporkan membuat partikel
maghemite dengan cara kopresipitasi dengan perbandingan molar Fe(II)/Fe(III) =
0,5 diperoleh ukuran partikel dari 3 sampai dengan 8 nm. Grace Tj.S (2005),
membuat partikel magnet dari mill scale pabrik baja dengan metode presipitasi
diperoleh serbuak oksida besi dengan ukuran 27,19 nm disertai dengan
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
13
peningkatan magnetisasi (84 emu/gram) bila dibandingkan dengan produk Fe3O4
Aldrich (72 emu/gram).
Tahapan-tahapan reaksi sintesis magnet Fe3O4 dari precursor garam besi
(III) dan Fe (II) adalah sebagai berikut:
Fe2+ + 2Fe3+ + 8OH-  Fe(OH)2.2Fe(OH)3 FeOFe2O3 + H2O
FeOFe2O3 biasanya ditulis dengan Fe3O4
Fe3O4 juga dapat dibuat dengan menggunakan prekursor Fe(II) namun demikian
harus melalui proses oksidasi sebahagian Fe(II) supaya akhir reaksi menghasilkan
Fe3O4. Proses oksidasi ini dapat dilakukan dengan cara pemanasan, dan
ultrasonik (Adel Fisli, et.al. 2009).
Partikel oksida besi ini untuk keperluan berbagai bidang, seperti, bahan
katalis, proteksi lingkungan, sensor, media penyimpanan magnetik, diagnosis dan
treatmen klinik. Sebagai pengolahan air, oksida besi ini dapat dengan baik
menyerap berbagai kontaminan air seperti As dan Cr (Zhong, et.al.2006).
2.4 Komposit Partikel Magnetik-Bentonit
Komposit merupakan penggabungan suatu fasa dengan fasa lain .
Bentonit berpilar termasuk kelompok komposit karena terjadi pengabungan
partikel dengan bentonit. Bentonit berpilar adalah bahan berdimensi dua yang
dibuat melalui pertukaran ion diantara lembaran bentonit dengan hidrokation
logam anorganik besar. Setelah mengalami pemanasan, hidrokation logam ini
terdekomposisi menjadi bentuk oksidanya yang tetap berada dalam ruang antara
lembaran yang berfungsi sebagai pilar. Proses pemilaran tejadi dengan baik
apabila, (i) spesies pemilar terdistribusi secara homogen, (ii) lembaran bentonit
lebih kuat dan tidak bengkok (iii) semua lembaran terpilar, dan (iv) menghasilkan
system terowongan /terusan dua dimensi (terbentuknya system pori). Sebagai
hasil pemilaran, bahan bersifat porous sehingga meningkatkan luas permukaannya
(Kloproge, 1998).
Bentonit dapat dipilarisasi karena densiti muatannya rendah dan
kemampunnya dapat mengambang (swelling). Sifat-sifat seperti keasaman, luas
permukaan, distribusi ukuran pori dan kestabilan hidrotermal tergantung pada
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
14
metode sintesis dan asal bentonit. Banyak sekali faktor yang dapat mempengaruhi
interkalasi/proses pimilaran. Variasi-variasi ini sulit dibandingkan dengan hasilhasil yang diperoleh oleh berbagai peneliti dan juga reproduksi yang baik sulit
sekali di peroleh. Faktor-faktor yang mempengaruhi diantaranya asal bentonit,
sifat kation metalik, kondisi hidrolisis (konsentrasi, waktu (menuaan), waktu
reaksi, temperatur sintesis, pencucian, pengeringan dan kalsinasi (Angelo, 1998).
Komposit partikel magnet oksida besi dengan montmorillonite telah
dilaporkan dalam beberapa literatur, baik oksida besi sebagai magnetite (Fe3O4)
(Galindo, et.al. 2005 dan Bourlinous, et.al. 2002) maupun sebagai maghemite (Fe2O3) (Szabo, et.al. 2007). Rute yang dikembangkan oleh Bourlinos (2002),
menggunakan prekursor FeCl3 untuk membuat partikel magnet oksida besi. Ada
dua rute yang dilakukan yaitu; pertama larutan FeCl3 dimasukkan kedalam
suspensi montmorillonite kemudian ditambahkan larutan NaOH, kedua larutan
FeCl3 terlebih dahulu diatur pH nya menjadi 2,5 dengan penambahan NaOH
kemudian dimasukkan kedalam suspensi montmorillonite. Seperti yang
diperlihatkan pada Gambar 2.9.
Gambar 2.9 Rute sintesis komposit magnet oksida besi/clay oleh
Bourlinos (2002).
Sedangkan Luiz C.A. Oliveira (2003), membuat komposit magnet oksida
besi/clay menggunakan prekursor campuran FeCl3/FeSO4 2:1 yang ditambahkan
ke dalam suspensi bentonit selanjutnya ditambahkan larutan NaOH. Penelitian
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
15
tersebut difokuskan pada variasi muatan oksida besi didalam komposit. Komposit
magnet yang diperoleh diuji cobakan menyerap logam berat Ni2+, Cu2+, Cd2+ dan
Zn2+ dengan hasil terjadi peningkatan kapasitas adsorpsi setelah bentonit di
kompositkan dengan oksida besi.
2.5 Adsorpsi
Adsorpsi merupakan peristiwa terakumulasinya molekul – molekul dari
suatu senyawa pada permukaan atau antarmuka akibat dari adanya
ketidakseimbangan gaya-gaya pada permukaan tersebut. Zat yang teradsorpsi
disebut sebagai adsorbat dan zat yang mengadsorpsi disebut sebagai adsorben..
Adsorpsi disebabkan adanya gaya ikatan antara individu adsorbat atom, ion atau
molekul dengan permukaan.
Pada proses adsorpsi, terjadi penurunan energi bebas permukaan dan
penurunan entropi. Penurunan energi bebas permukaan tersebut akan berubah
menjadi panas adsorpsi. Oleh karena itu, peristiwa adsorpsi selalu disertai dengan
pelepasan panas. Bila didefinisikan, panas adsorpsi adalah panas yang dilepaskan
bila satu mol gas diadsorpsi pada permukaan adsorben. Proses adsorpsi disertai
dengan penurunan entropi atau ΔS bernilai negatif , penurunan energi bebas
permukaan atau ΔG bernilai negatif , perubahan entalpi atau ΔH bernilai negatif
(eksoterm). Secara termodinamika, hubungan energi bebas, entropi dan entalpi
pada proses adsorpsi dinyatakan dengan persamaan berikut:
ΔG = ΔH – T ΔS
Adsorpsi sangat tergantung pada sifat-sifat tertentu dari adsorbat
(kelarutan, afinitas, konsentrasi, ukuran ion dan muatan), adsorbent (luas
permukaan, fisika kimia permukaan, tersedianya permukaan untuk molekul atau
ion adsorbat, ukuran dan bentuk fisik partikel adsorbent) dan sistem (temperatur
dan pH) .
Isotherm adsorpsi merupakan adsorpsi yang terjadi pada suhu konstan,
adsorpsi yang terjadi harus dalam keadaaan kesetimbangan dimana adsorpsi dan
desorpsi berlangsung dalam laju yang relatif sama. Kesetimbangan adsorpsi
biasanya digambarkan dengan persamaan isoterm, dimana parameternya
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
16
menunjukkan sifat permukaan dan afinitas dari adsorben pada kondisi suhu dan
pH yang tetap. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menyelidiki isotherm
adsorpsi ion logam berat pada pH, jumlah adsorben, konsentrasi ion, waktu
kontak dan suhu optimum sebagai variabel tetap serta konsentrasi adsorbat
(mg/L) sebagai variabel bebas (Gupta et al. 2008). Terdapat beberapa jenis
persamaan isotherm adsorpsi, yang sering digunakan adalah :
a. Isotherm Langmuir : Ce / qe = 1 /(bqm) + ((1/qm)Ce
...................................... (1)
dimana
Ce
= Konsentrasi adsorbat pada kesetimbangan fasa cair ( mg/L)
qe
= Konsentrasi adsorbat pada fasa padat ( mg /g adsorben)
1/qm
= Kemiringan /slope
qm
= Kapasitas adsorpsi optimum (mg/g)
1/(bqm) = Intercep
Rumus diatas didapatkan dari penurunan persamaan laju adsorpsi
((Ka.Ce.N)(1-Θ)) sama dengan laju desorpsi (Kd.N.Θ) seperti berikut :
Ka.Ce.N(1-Θ) = Kd.N.Θ
Ka.Ce.N - Ka.Ce.N Θ = Kd.N.Θ
Ka.Ce.N = N.Θ(Kd + Ka.Ce)
Ka.Ce = Θ(Kd + Ka.Ce)
Θ = Ka.Ce/(Kd + Ka.Ce), jika b = Ka/Kd dan Θ = qe/qm maka
qe/qm = b.Ce/(b.Ce + 1)
qe/qm. (b.Ce + 1) = b.Ce
(qe.b.Ce/b.qm) + (qe/qm) = Ce
(qe.Ce/qm) + (qe/bqm) = Ce
qe((Ce/qe) + (1/b.qm) = Ce
Ce/qe = Ce(1/qe) + (1/b.qm)
Gambar persamaan linear Langmuir diperoleh dengan memplot Ce/qe vs
Ce, dengan persamaan tersebut dapat dicari kapasitas adsorpsi optimum adsorben
terhadap adsorbat. Persamaan Langmuir biasanya banyak digunakan untuk
membahas adsorpsi monolayer. Persamaan Langmuir juga digunakan untuk
memperoleh nilai R, yang menggambarkan dimensi parameter kesetimbangan
atau faktor pemisahan dengan persamaan (Ho, 2003).
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
17
R = 1 / (1+KL.Ce)
............................................................................ (2)
Berdasarkan nilai R, bentuk isotherm dapat ditafsirkan sebagai berikut :
-
R ˃ 1, menggambarkan adsorpsi yang kurang baik
-
R = 1, menggambarkan adsorpsi linear
-
0 ˂ R ˂ 1, menggambarkan adsorpsi yang bagus, dan
-
R = 0, menggambarkan adsorpsi irreversible
b. Isotherm Freundlich : qe = Kf (Ce)1/n ............................................... (3)
Atau log qe = log Kf + 1/n log Ce, dimana
Kf
= Kapasitas adsorpsi
n
= Konstanta adsorpsi
Gambar persamaan linear dari Freundlich diperoleh dengan memplot log
qe vs log Ce dengan persamaan isotherm tersebut dapat dicari kapasitas adsorpsi
optimum adsorben terhadap adsorbat. Persamaan Froundlich biasanya digunakan
untuk adsorpsi yang bersifat bilayer.
2.6 Karakterisasi
Metode karakterisasi yang biasa dilakukan pada bentonit dan komposit bentonit
adalah serangkaian metode karakterisasi padatan seperti yang dijelaskan dibawah
ini.
2.6.1
Difraksi Sinar-X (XRD)
Max von Laude menyatakan bahwa kristal dapat digunakan sebagai kisi
tiga dimensi untuk difraksi radiasi elektromagnetik. Ketika radiasi
elektromagnetik melewati suatu materi, terjadi interaksi dengan elektron dalam
atom dan sebagian dihamburkan ke segala arah. Dalam beberapa arah, gelombang
berada dalam satu fasa dan saling memperkuat satu sama lain sehingga terjadi
interferensi konstruktif sedangkan sebagian tidak satu fase dan saling meniadakan
sehingga terjadi interferensi destruktif (Gunlazuardi, Jarnuzi, 2005).
Interferensi konstruktif tergantung pada jarak antar bidang (d), besar sudut
difraksi (θ) dan berlangsung hanya apabila memenuhi hukum Bragg :
nλ = 2d sin θ
n= 1, 2, 3, …
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
18
Gambar 2.10 Difraksi sinar X
[Sumber: Hardjono, 1992]
Penurunan konvensional Hukum Bragg dengan menganggap setiap bidang
kisi memantulkan radiasi. Dalam difraktometer sampel disebarkan pada bidang
datar, dan pola difraksinya dimonitor secara elektronik. Pada umumnya digunakan
untuk analisa kuantitatif dan kualitatif, karena pola difraksi itu merupakan sejenis
sidik jari yang dapat dikenali.
2.6.2 Spektrofotometer UV/ Visibel
Untuk mengetahui alasan timbulnya warna pada senyawaan tertentu, dapat
digunakan determinasi antara hubungan warna dengan konjugasi yang muncul.
Perhitungan yang akurat dilakukan dengan menyinari sinar lalu dilihat berapa
banyak sinar yang terserap pada panjang gelombang tertentu.
Daerah spektrum UV yang digunakan di atas 200 nm diperkirakan
energinya mencapai 143 kkal/mol. energi tersebut cukup untuk mengeksitasikan
electron molekul ke tingkat yang lebih tinggi lagi. Fenomena ini sering disebut
sebagai spektroskopi elektronik. Promosi elektron yang terjadi biasanya dari
orbital yang penuh elektron (HOMO) ke orbital yang kurang elektron (LUMO).
Ketika molekul sampel disinari cahaya yang memiliki energi yang sesuai, terjadi
kemungkinan transisi elektronik antara molekul. Beberapa sinarnya akan
terabsorb dan ada yang diteruskan. Sinar yang tidak diserap akan terdeteksi pada
alat dan menghasilkan spektrum dengan absorbansi spesifik pada setiap panjang
gelombang tertentu.
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
19
2.6.3 Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive X ray Spectroscopy
(SEM-EDS)
SEM sangat berguna untuk mendapatkan gambaran umum morfologi suatu
material. Perbedaan kontras warna yang terdeteksi mewakili topografi permukaan
dan komposisi elemen yang berbeda. Untuk teknik analisis EDS digunakan
setelah analisis dengan SEM. EDS berguna untuk karakterisasi secara kimia suatu
specimen dalam konteks mikroanalisis. Alat ini dapat menghasilkan data analisis
kualitatif dan semi kuantitatif. SEM-EDS memungkinkan kita mengidentifikasi
fasa dan kimiawi pada material yang tidak diketahui. Determinasi intra dan
interfasa distribusi elemen dengan pemetaan sinar-X. Dapat mendeterminasi
kristal yang cacat atau rusak, propagasi arah kerusakan kristal serta mengetahui
kontaminan (rtiintl.com 2012).
Pada pengambilan data dengan alat SEM-EDS, sampel bubuk yang telah
diletakkan di atas specimen holder dimasukkan kedalam specimen chamber
dengan tingkat kevakuman yang tinggi yaitu sekitar 2 x 10-6 Trorr, kemudian
dimasukkan dalam alat SEM-EDS. Dalam pengukuran SEM–EDX untuk setiap
sampel dianalisa dengan menggunakan analisa area. Sinar electron yang di
hasilkan dari area gun dialirkan hingga mengenai sampel. Aliran sinar electron ini
selanjutnya di fokuskan menggunakan electron optic columb sebelum sinar
electron tersebut membentuk atau mengenai sampel. Setelah sinar electron
mengenai sampel, akan terjadi beberapa interaksi pada sampel yang disinari.
Interaksi – interaksi yang terjadi tersebut selanjutnya akan dideteksi dan di ubah
ke dalam sebuah gambar oleh analisis SEM dan juga dalam bentuk grafik oleh
analisis EDS (mikron.ucr.edu 2012).
2.6.4 Spektroskopi Serapan Atom (SSA)
Spektrosopi atom digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif logam
dalam jumlah sangat kecil. Metode SSA berprinsip pada absorbsi cahaya oleh
atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu,
tergantung pada sifat unsurnya. Proses dalam SSA melalui 2 tahap, yaitu:
a. Atomisasi sampel.
b. Absorpsi radiasi dari sumber sinar oleh atom bebas.
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
20
Atomisasi dapat dilakukan dengan baik menggunakan nyala maupun
tungku.Untuk mengubah unsur logam menjadi uap diperlukan energi panas, oleh
karena itu temperatur harus benar-benar terkendali agar proses atomisasi
sempurna. Bila ditinjau dari sumber radiasi, haruslah bersifat kontinyu.
Disamping itu sistem dengan penguraian optis yang sempurna diperlukan untuk
memperoleh sinar dengan garis absorpsi yang semonokromator mungkin.
2.6.5 Magnetometri Getar Cuplikan (VSM)
Semua bahan mempunyai momen magnet jika ditempatkan dalam medan
magnet. Momen magnet per satuan volume dikenal sebagai magnetisasi. Prinsip
pengukuran menggunakan VSM didasarkan pada metode induksi, yaitu mengukur
magnetisasi dari signal yang ditimbulkan diinduksikan oleh cuplikan yang
bergetar dalam lingkungan medan magnet pada sepasang kumparan (Users. 2006).
Gambar 2.11 Sistem Magnetometri Getar Cuplikan
Pengukuran dilakukan dengan meletakkan sampel pada medan magnet yang
konstan. Jika sampel bersifat magnet, maka medan magnet yang konstan tersebut
akan memagnetkan sampel. Semakin kuat medan magnet, semakin besar
magnetisasinya. Momen magnet sampel membentuk medan magnet di sekitar
sampel yang disebut dengan medan magnet sesatan. Ketika sampel bergerak naik
turun, terjadi perubahan medan magnet sesatan dan dideteksi oleh kumparan pickup atau kumparan analisis. Perubahan medan magnet menimbulkan medan
listrik di dalam kumparan analisis. Arus listrik yang timbul bersifat proporsional
terhadap magnetisasi sampel. Semakin besar magnetisasi, semakin besar arus
imbasan (Txstate. 2007). VSM digunakan untuk menentukan sifat-sifat magnet
dari lapisan tipis dan kristal berukuran kecil (Drecam. 2006).
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Departemen Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia yang
dimulai dari bulan September 2011 sampai dengan Mei 2012.
3.2 Diagram Alur Penelitian
21
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
22
3.3 Alat dan Bahan
3.3.1 Alat Proses
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain gelas piala 100
mL, 250 mL, 500 mL, dan 1000 mL, labu ukur 10 mL, 250 mL, 500 mL, dan
1000 mL, pipet volumetri, pipet tetes, gelas beker, batang pengaduk, botol
semprot, bulb, tabung reaksi, mortar, neraca analitik, oven, termometer,
sentrifuge, sonikator, ayakan mesh, dan magnetic stirrer.
3.3.2 Alat Uji
Alat uji yang digunakan untuk analisis dan karekterisasi adalah
spektrofotometer UV-Vis, SEM-EDS, Difraksi sinar-X (XRD), AAS, dan VSM
3.3.3 Bahan
- Bentonit Alam dari Biuku Tanjung Merangin Jambi
- Akuades
- AgNO3
- NaCl
- Etilendiamin
- Tembaga (II) Sulfat (CuSO4.5H2O)
- FeSO4.7H2O
- FeCl3.6H2O
- NaOH
Semua bahan kimia berasal dari bahan pro analisis produksi Merck.
3.4 Prosedur kerja
3.4.1 Preparasi Bentonit
Bentonit asal Merangin Jambi digerus, kemudian dipanaskan di dalam
oven pada suhu 105 0C selama 2 jam. Bentonit yang sudah dikeringkan lalu
dikarakterisasi dengan alat XRD dan EDS.
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
23
3.4.2 Fraksinasi Sedimentasi Bentonit
Sebanyak 100 gram bentonit dimasukkan ke beaker glass kemudian
ditambahkan 2 liter aquades. Campuran yang terbentuk distirrer selama 30 menit,
kemudian didiamkan selama 5 menit. Endapan (sedimen) yang terbentuk
dipisahkan dengan menuangkan cairan diatasnya ke wadah lain. Endapan disebut
fraksi satu (F1). Suspensi hasil pemisahan F1 didiamkan selama 30 menit,
endapan (F2) dipisahkan dari suspensi diatasnya. Suspensi ini kemudian
didiamkan lagi selama 2 jam untuk memperoleh endapan F3. Proses dilanjutkan
hingga fraksi 4 atau fraksi sisa (lebih dari 24 jam). Endapan tiap fraksi
dikeringkan dalam oven 1050C sampai kering. Tiap fraksi dianalisa dengan XRD
dan dihitung kelimpahan realtif masing-masing clay dengan metode Biscaye.
Fraksi kaya montmorillonite dianalisis dengan EDS dan AAS dan dilakukan
purifikasi.
3.4.3 Sintesis Na-Montmorillonite (Na-MMT)
Sebanyak 20 gram bentonit fraksi satu disuspensikan ke dalam 600 mL
larutan NaCl 1 M. Pengadukan suspensi dilakukan dengan menggunakan stirrer
selama 6 jam. Campuran didekantasi dan diambil endapannya. Endapan tersebut
didispersikan kembali dengan 600 mL NaCl 1 M. Kemudian dilakukan
pengadukan dengan stirrer kembali selama 6 jam, lalu endapan didekantasi.
Endapan dicuci dengan akuades beberapa kali. Filtrat diuji dengan menambahkan
AgNO3 1 M beberapa mL sampai yakin tidak terbentuk endapan putih AgCl.
Setelah dilakukan pencucian, endapan kemudian dikeringkan di dalam oven pada
suhu 110-120 0C. Endapan digerus dan diayak hingga berukuran 200 mesh. NaMMT yang diperoleh dikarakterisasi dengan XRD, EDS, dan AAS.
3.4.4 Penentuan Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Larutan 0.01 M Cu(en)22+ dibuat dengan mencampurkan larutan CuSO4
1M dan larutan etilendiamin 1 M dengan perbandingan stoikiometri (1:2).
Sebanyak 0.1 gram NaMMT disuspensikan dengan 5 mL larutan kompleks
Cu(en)22+ dan akuades 20 mL. Kemudian suspensi diaduk dengan stirrer selama
30 menit. Absorbansi larutan sebelum dan setelah dicampur diukur dengan
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
24
spektrofotometer UV/Vis pada λ maks 536 nm. Larutan standar dibuat dengan
konsentrasi yang mendekati absorbansi filtrat larutan kompleks setelah distirrer.
3.4.5 Sintesis Komposit Bentonit Oksida Besi (BOB)
Sebanyak 6,48 g montmorilonit dilarutkan ke dalam 200 ml air dan
diultrasonikasi selama 5 menit. Kemudian larutan montmorilonit dicampur
dengan 200 ml larutan FeCl3 .6H2O (7,8 g, 28 mmol) dan FeSO4 .7H2O (3,9 g, 14
mmol) pada suhu 70oC, sehingga diperoleh nisbah bobot montmorilonit dengan
besi oksida sebesar 2:1. Suspensi tersebut ditambahkan tetes demi tetes NaOH
5 M sampai 100 ml (Oliveira et al. 2004). Setelah itu komposit dicuci dengan air
demineral dan dikeringkan dalam oven suhu 100oC selama 3 jam sehingga akan
diperoleh komposit yang memiliki sifat magnet . Hasil komposit diuji dengan
Magnet batangan, XRD di UIN pada rentang sudut pengukuran 2oC hingga
70oC.Target Cu-Kα (λ=0,154 nm) , Sifat magnet dianalisa menggunakan
Vibrating Sample Magnetometer (VSM) Oxford Tipe 1,2 T di PTBIN-BATAN.
Sedangkan komposisi unsur yang terdapat pada komposit di analisis
menggunakan EDS di Pusdiklat Kehutanan Bogor.
3.4.6 Aplikasi sebagai Adsorben logam Cd(II)
Sebanyak 50 mg untuk masing-masing sampel komposit didispersikan ke
dalam 50 mL larutan logam berat 0,1; 0,3; 0,6; 1; 1,5; 2; 3; 5 mM. Untuk setiap
campuran yang ada diaduk selama 30 menit selanjutnya didiamkan selama 24 jam
pada suhu kamar . Untuk pengambilan filtrat, campuran disentrifugasi kemudian
filtrat dikarakterisasi dengan AAS. Endapan dikeringkan pada suhu 100oC yang
selanjutnya diregenerasi.
3.4.7 Regenerasi
0,3 g sampel yang telah menyerap Cd(II) ditambahkan dengan 8 ml
larutan NaCl 5 M stirer selama 24 jam pada suhu 40oC. Pisahkan endapan dan
filtrat dengan cara sentrifuge. Endapan dicuci hingga terbebas dari ion Cl- dan
dikeringkan pada suhu 100oC selanjutnya karakterisasi dengan EDS sedangkan
filtrat dianalisis dengan AAS.
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
25
3.5 Bagan Kerja
3.5.1 Preparasi Bentonit
Serbuk bentonit digerus dan dipanaskan di dalam oven pada
suhu 105°C selama 2 jam karakterisasi dengan XRD dan
EDS.
3.5.2 Fraksinasi Sedimentasi Bentonit
Suspensi bentonit 1:10 dengan akuades distirer 30 menit,
lalu diamkan 5 menit (endapan F1), filtrat didiamkan 30
menit (endapan F2), filtrat didiamkan 2 jam (endapan F3),
filtrat sisa didiamkan lebih dari 24 jam (endapan F4).
Endapan dioven pada suhu 105o C sampai kering dan
karakterisasi dengan XRD
3.5.3 Sintesa Na-Montmorillonite
20 gram montmorillonite didespersikan ke dalam 600 ml
NaCl 1 M.
Suspensi distirer selama 2 kali 6 jam, lalu campuran
didekantasi.
Endapan dicuci dengan aquademin. Filtrat diuji dengan
AgNO3 1M sampai tidak terbentuk AgCl.
Endapan dikeringkan di dalam oven pada suhu 105°C,
karakterisasi dengan XRD dan EDS
3.5.4 Kapasitas Tukar Kation
Sampel 0,1 gram NaMMT distirer dengan 5 ml 0,01 M
Cu(en)22+ dan ditambahkan aquademin hingga 25 ml.
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
26
Absorbansi larutan sebelum dan sesudah dicampur diukur
dengan UV/Vis pada λ maks 536nm, endapan diuji dengan
EDS
Latutan standar dibuat dengan konsentrasi yang mendekati
larutan asli.
3.5.5 Sintesis Komposit Bentonit Oksida Besi
Suspensi NaMMT diultrasonic 5 menit dan dilanjutkan
dengan pemanasan pada suhu 70oC sambil distirer
Tambahkan perlahan-lahan larutan FeCl3 dan atau FeSO4
Campuran ditetesi dengan NaOH tetes demi tetes dengan
kecepatan penetesan 2ml/menit.
Endapan dikeringkan di dalam oven pada suhu 100°C selama
3 jam, kemudian endapan dikarakterisasi.
3.5.6 Aplikasi sebagai Adsorben Logam Berat Cd(II)
50mg sampel ditambahkan dengan 50 ml larutan Cd(II)
sesuai dengan variasi konsentrasi.
Campuran distirer setengah jam dan diamkan selama 24 jam
pada suhu ruang.
Supernatan diambil dengan cara disentrifugasi. Dikeringkan
pada suhu 100oC
Filtrat dianalisis dengan AAS.
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
27
3.5.7 Regenerasi
0,3 g sampel yang telah menyerap Cd(II) ditambahkan
dengan 8 ml larutan NaCl 5M stirer selama 24 jam pada suhu
40oC
Centrifuge untuk memisahkan endapan dan filtrat.
Endapan dicuci hingga terbebas dari ion Cl-. Keringkan pada
suhu 100oC dan karakterisasi dengan EDS
Filtrat dianalisis dengan AAS.
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Preparasi Bentonit
Preparasi bentonit asal Merangin, Jambi diawali dengan penggerusan agar
ukuran partikel menjadi lebih kecil, sehingga luas permukaannya menjadi lebih
besar. Kemudian bentonit dikeringkan di dalam oven pada suhu 105°C untuk
menghilangkan kadar air yang berlebihan. Selanjutnya dikarakterisasi dengan
XRD yang bertujuan untuk memastikan apakah sampel yang digunakan
mengandung montmorillonit atau tidak. Dari data XRD didapat puncak-puncak
yang khas untuk bentonit yaitu pada 2 theta 5, 54; 19,82; 34,96 hal ini sesuai
dengan data base yang ada yaitu pada 2 theta 5,89; 19,89; 35,31; seperti terlihat
pada Gambar 4.1 dan Lampiran 1. Dengan data ini dipastikan bahwa sampel yang
digunakan mengandung monmorillonit dan dapat digunakan sebagai bahan
penelitian selanjutnya.
1400
5,64; 1304
1200
19,82; 928
intensitas
1000
800
34,96; 572
600
400
200
2
12
2Θ
22
32
42
Gambar 4.1 Hasil XRD Bentonit Alam
4.2 Fraksinasi Sedimentasi Bentonit
Untuk mendapatkan montmorillonit dengan kandungan yang tinggi perlu
adanya pemisahan komponen non lempung yang terdapat dalam bentonit.
Pengotor yang mungkin terdapat dalam bentonit berupa kwarsa, kalsit, feldspar
kaolinit dan lain lain . Oleh karena itu sampel harus difraksinasi terlebih dahulu
sehingga didapatkan bentonit dengan kandungan montmorillonit yang tinggi dan
diharapkan terbebas dari pengotor.
28
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
29
Agar semua partikel terdistribusi sempurna maka bentonit distirer terlebih
dahulu selama 30 menit, selanjutnya didiamkan dan difraksinasi berdasarkan
rentang waktu pengendapan yaitu 5 menit, 30 menit, 120 menit dan lebih dari 24
jam untuk mendapatkan fraksi sisa. Hal ini dilakukan berdasarkan pada kecepatan
penambahan ketebalan sedimen. Dari fraksinasi didapatkan persen berat tiap
fraksi seperti terlihat pada Tabel 4.1 berikut :
Tabel 4.1 Persen berat tiap fraksi.
Fraksi
% Berat
Fraksi 1 /F1 (5 menit)
59,56%
Fraksi 2 /F2 (30 menit)
24,27%
Fraksi 3 /F3 (120 menit)
7,77%
Fraksi 4 /F4 (lebih dari 24 jam)
5,07%
Total
96,67%
Dari data Tabel di atas total berat bentonit yang diperoleh tidak mencapai
100 % karena bentonit masih terdapat dalam filtrat , ini terlihat dari filtrat yang
masih keruh dan sulit sekali diendapkan. Montmorillonite yang lebih lama
mengendap mempresentasikan bahwa interaksi yang terjadi antara lapisan silikat
dengan molekul air lebih kuat.
Endapan hasil fraksinasi F1, F2, F3 dan F4 dikeringkan dalam oven pada
suhu 105oC dengan tujuan untuk mengurangi kadar air yang terperangkap antar
lembar sehingga didapatkan bentonit dengan kadar air yang sangat rendah yang
selanjutnya digerus dan dikarakterisasi menggunakan XRD, EDS, dan AAS.
Untuk menentukan fraksi mana yang dapat digunakan pada perlakuan
selanjutnya dalam penelitian ini maka tiap fraksi dari data XRD dilakukan analisa
dengan menentukan fraksi mana yang mengandung montmorillonit tinggi.
Dengan mengamati diagram XRD tiap fraksi menunjukkan kemiripan antara satu
dengan diagram yang lain seperti terlihat pada Gambar 4.2 berikut :
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
30
Gambar 4.2 Hasil XRD Bentonit Alam (A), F1(B), F2(C), F3(D) dan F4(E)
Namun peak-peak yang khas dapat terlihat dengan jelas bila menggunakan
data 2 theta XRD dari masing-masing fraksi seperti terlihat pada Lampiran 1
sampai 5 dan dianalisis menggunakan metode Biscaye. Dengan menggunakan
metode Biscaye komposisi relatif clay dapat ditentukan karna komposisinya
sebanding dengan luas area peak dikalikan faktor berat Biscaye (Heath, et.al.
dalam Irwansyah, 2007) (Lampiran 8). Komposisi clay yang dianalisa adalah
smectite/montmorillonit(S), illite(I), chlorite(C), dan kaolinite (K). Posisi 2 theta
masing-masingnya berkisar antara, smectite (4-6), illite(8-9), chlorite(12-13) dan
kaolinite(11,5-13) yang didasarkan pada database seperti terlihat pada Lampiran
18 dan 19. Dari hasil analisis diperoleh komposisi clay untuk tiap-tiap fraksi
seperti terlihat pada Tabel 4.2 berikut, (Lampiran 9).
Tabel 4.2 Komposisi relatif Clay masing-masing fraksi.
SAMPEL
BENTONIT
BENTONIT
ALAM
F1
F2
F3
F4
SMECTITE
(%)
76,26
80,30
76.06
60,25
67,07
ILLITE CHLORITE(+KAOLINITE)
(%)
(%)
14,93
10,55
6,07
22,40
17,55
8,81
9,16
17,87
17,35
15,38
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
31
Dari Tabel 4.2 dapat disimpulkan bahwa fraksi F1 mengandung smectite
paling tinggi yaitu 80,30% sedangkan kandungan illite dan chloritenya paling
rendah dibandingkan dengan fraksi lain. Berdasarkan data ini maka perlakuan
selanjutnya menggunakan sampel fraksi F1.
4.3 Sintesis Na-Montmorillonite (Na-MMT)
Sebelum disintesis menjadi komposit bentonit oksida besi (BOB),
dilakukan penyeragaman kation di antara interlayer bentonit fraksi satu dengan
ion Na+. Substitusi ini bertujuan untuk menyeragamkan kation yang ada di antara
interlayer, sehingga penentuan harga KTK dapat lebih akurat karena berdasarkan
mayoritas jumlah kation Na+. Hasil dari penyeragaman kation pada fraksi satu ini
disebut Na-MMT (singkatan dari Na exchanged – Montmorillonite)
Penyeragaman kation Na+ di antara interlayer akan memperbesar daya
mengembang bentonit tersebut, sehingga akan mempermudah dalam proses
interkelasi seperti diilustrasikan oleh Gambar 4.3. Na-bentonit bersifat lebih
mengembang karena ion Na+ yang berada di permukaan bentonit akan berasosiasi
dengan daerah yang mengalami defisiensi muatan positif pada salah satu lembar
saja, sehingga di antara lembaran akan terpisah cukup jauh dan memungkinkan
interaksi dengan air lebih banyak dan meningkatkan kestabilan .
Gambar 4.3 Gambar Na-bentonit
[Sumber: www.tulane.edu/~sanelson/eens/211 2 Mei 2012]
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
32
Berdasar data XRD F1 dan NaMMT pada Gambar 4.4 terlihat adanya
peningkatan dari F1 15,40 Ao menjadi 15,74 Ao ini menunjukkan bahwa ion Na+
yang ditambahkan pada F1 telah mengisi ruang antar lapisan bentonit.
Gambar 4.4 Hasil pengamatan dengan XRD pada NaMMT dan F1.
Keberadaan kation Na+ ini didukung pula oleh data EDS dan AAS seperti
terlihat pada Tabel 4.3a dan 4.3b dan Lampiran 20 sampai 23. Dari hasil analisis
EDS diketahui bahwa konsentrasi kation Na+ dari 0.005% pada Bentonit alam
dan 0,015% pada F1 naik menjadi 0,44%. Sedangkan berdasarkan analisa AAS
konsentrasi meningkat dari 0,01 % menjadi 0,93%. Kation yang mengalami
penurunan jumlah adalah kalium dari 0,1% menjadi 0,04% dan kation
magnesium dari 0,455% menjadi 0,3%. Ini berarti sebahagian ion Na+ telah
menggantikan kation K+ dan Mg2+ yang terdapat pada lembaran bentonit.
Tabel 4.3a Hasil EDS Bentonit Alam, F1, NaMMT
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
33
Tabel 4.3b Hasil pengolahan data EDS Bentonit Alam, F1, NaMMT.
Bentonit
2Ө
d-spacing
Si/Al
Fe/Si+Al
Ca/Si+Al
Na/Si+Al
Mg/Si+Al
Ba/Si+Al
K/Si+Al
B.Alam
5,54
15,92
3,30
0,066
0,004
0,000
0,009
0,016
0,003
F1
5,70
15,40
2,80
0,049
0,003
0,000
0,013
0,014
0,003
NaMMT
5,61
15,74
3,50
0,041
0,006
0,012
0,008
0,014
0,001
Penambahan NaCl diharapkan juga menggantikan kation Ca2+, namun
berdasarkan data EDS dan AAS sedikit sekali perubahan kandungan kation Ca2+,
yang berarti kation Ca2+ sulit sekali untuk digantikan oleh kation Na+. Oleh karena
itu dicoba dilakukan penambahan asam HCl 0,1 M pada F1 dan distirer selama 3
jam. Dan dilanjutkan dengan penambahan NaCl 1 M dan distirer selama 2 kali 6
jam. Dengan perlakuan ini diharapkan Kation Ca2+ dapat tergantikan oleh kation
Na+ dengan terlebih dahulu kation H+ masuk menggantikan kation Ca2+.
Berdasarkan analisis hasil XRD didapatkan perubahan yang mendasar pada pola
XRDnya seperti terlihat pada Lampiran 7 dan Gambar 4.5 berikut, dimana terjadi
penurunan kadar montmorillonit yang cukup besar dan terjadi penurunan dspacing antar lapisannya dari 15,74Ao dengan 2 theta 5,61 menjadi 12,05Ao
dengan 2 theta 7,33. Sehingga dapat dikatakan bahwa penambahan asam dapat
merusak struktur dari monmorillonit hal ini sesuai dengan penelitian Irwansyah
2007. Ini kemungkinan disebabkan oleh asam menyerang ikatan antara Si dengan
O pada gugus silanol sehingga terbentuk SiO2.
Gambar 4.5 Hasil XRD Na-MMT dan Na-MMT+Asam
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
34
4.4 Penentuan Kapasitas Tukar Kation
Setelah dilakukan penyeragaman kation pada interlayer bentonit fraksi
satu, dilakukan penentuan kapasitas tukar kation. Penentuan kapasitas kation
menggunakan metode kompleks Cu(en)22+. Hal ini dikarenakan menurut Bergaya
(1997), pertukaran kation dengan logam berat bersifat irreversible dan tidak
bergantung pH. Kelebihan metode ini dalam menentukan kapasitas tukar kation
dibandingkan metode Kjeldahl adalah terjadinya reaksi tunggal yang lebih cepat
dan komplit dalam pertukaran kationnya. Selain itu, logam berat pun ikut
tergantikan dan kapasitas tukar kation yang dihasilkan lebih reprodusibel dengan
akurasi sekitar 10% untuk CEC < 20 meq/100 gram clay.
Pada penelitian ini, penentuan adanya kompleks Cu(en)22+ dilakukan
dengan pengukuran spektrofotometer visible. Dengan menghitung kompleks
tembaga amin yang bersisa, maka jumlah kompleks tembaga amin yang terserap
dapat diketahui. Perhitungan dilakukan dengan membuat kurva antara konsentrasi
dan absorbansi seperti tertera pada Lampiran 10.
Tabel 4.4 Tabel konsentrasi larutan [Cu(en)2]2+ dalam penentuan KTK
Konsentrasi
sebelum
(mmol/gram)
0,00235
Konsentrasi
sesudah
(mmol/gram)
0.00093
Konsentrasi yang
diserap
(mmol/gram)
0,00142
Nilai KTK
(mek/100
gram clay)
71
λ = 536nm ; volume = 25 ml ; massa Na-MMT = 0,1 gram
Sedangkan endapan yang didapatkan dari pemisahan filtrat dikarakterisasi
menggunakan EDS untuk melihat Cu(en)22+ telah mengalami proses pertukaran
kation atau tidak. Hasil pengolahan data EDS dapat lihat pada Tabel 4.5 berikut
(Lampiran 28), dimana ratio Cu naik dari 0,000 menjadi 0,034 dengan
menukarkan kation Na dan Mg dengan rasio 0,012 dan 0,008 pada NaMMT turun
menjadi 0,000 dan 0,004 pada NaMMT setelah ditambahkan Cu(en)22+ .
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
35
Tabel 4.5 Hasil pengolahan data EDS dari NaMMT dan NaMMT setelah
ditukarkan kation oleh Cu(en)22+
Sampel
Si/Al
Ca/Si+Al
Na/Si+Al
Cu/Si+Al
Mg/Si+Al
NaMMT
3,50
0,006
0,012
0,000
0,008
NaMMT+
4,98
0,006
0,000
0,034
0,004
Cu(en)2
2+
4.5 Sintesis Komposit Bentonit Oksida Besi (BOB)
Untuk membuat komposit bentonit oksida besi didasarkan pada percobaan
yang telah dilakukan oleh Ollivera (2003), yaitu secara presipitasi dengan
didasarkan pada perbandingan berat bentonit dengan oksida besi. Selanjutnya
dianalisa daya adsorpsinya dan kemampuan adsorben ditarik oleh medan magnet.
Na-MMT yang telah lolos dari ayakan 200 mesh dilarutkan dalam air,
diultrasonik untuk mendapatkan NaMMT yang homogen kemudian distirer
dengan pemanasan hingga 70oC. Selanjutnya ditambahan ion Fe2+ dan ion Fe3+
secara perlahan-lahan ke dalam suspensi NaMMT sambil distirer hingga ion besi
diyakini telah masuk ke inter layer NaMMT. Agar terbentuk oksida besi maka
ditambahkan tetes demi tetes NaOH 5M sambil distirer dengan suhu tetap 70oC.
Penggabungan antara Fe3+ dan Fe2+ dengan nisbah mol 2:1 atau 2 mol Fe3+: 1mol
Fe2+ adalah stoikiometri yang dibutuhkan untuk membentuk besi oksida Fe3O4.
Sedangkan penambahan NaOH bertujuan membentuk Fe(OH)2 dan Fe(OH)3 .
Pemanasan sendiri merupakan suatu proses dehidrasi dari endapan hidroksida besi
membentuk FeOFe2O3 (Waynert et al. 2003). Reaksinya adalah sebagai berikut,
Fe2+ + 2Fe3+ + 8OH- → Fe(OH)2 (s) + 2Fe(OH)3 (s) ↑→ FeOFe2O3 + 4H2O
Selanjutnya endapan yang terbentuk dicuci dengan aquademin untuk
menghilangkan kation dan anion yang tersisa dalam suspensi. Kemudian
dicentrifuge untuk memisahkan endapan dan filtratnya. Endapan dikeringkan pada
suhu 100oC selama 3 jam. Selanjutnya diuji dengan XRD, EDS dan sifat
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
36
kemagnetannya diuji terlebih dahulu menggunakan magnet batangan sebelum
diuji menggunakan alat VSM.
Besi oksida yang masuk ke dalam ruang antar lembaran montmorilonit
melalui proses pertukaran ion atau terjerap pada permukaan montmorilonit yang
bermuatan negatif. Menurut Notodarmojo (2005), pertukaran kation salah satunya
dipengaruhi oleh muatan ion. Muatan ion besar cenderung menggantikan ion
dengan muatan yang lebih kecil. Fe3+ memiliki muatan yang lebih besar dari
kation-kation yang terdapat di dalam ruang antar lembar montmorilonit (Na+, K+,
Ca2+, dan Mg2+) sehingga Fe3+ dapat menggantikan kation-kation tersebut. Fe2+
dapat mengalami pertukaran ion atau menempel pada permukaan montmorilonit
yang bermuatan negatif. Fe3+ dan Fe2+ kemudian membentuk Fe(OH)2 dan
Fe(OH)3 ketika ditambahkan dengan NaOH. Setelah mengalami pemanasan,
Fe(OH)2 dan Fe(OH)3 terhidrasi menjadi besi oksida (Fe3O4) sehingga
menghasilkan komposit yang memiliki sifat magnet.
Gambar 4.6 Ilustrasi proses pembentukan komposit.
Komposit dibuat dengan variasi yang berbeda yaitu dengan berat bentonit
dan oksida besi dibuat tetap dengan perbandingan 2:1 dengan perbandingan mol
Fe2+ dan Fe3+ yang berbeda. Selanjutnya mengamati perubahan yang terjadi bila
perbandingan ion besi tetap sedangkan perbandingan bentonit dan oksida besi
berbeda. Dan terakhir dilihat ada tidaknya pengaruh pemberian gelombang
ultrasonik terhadap daya adsorbsi maupun kemampuan komposit bila dipengaruhi
medan magnet. Variasi pembuatan komposit bentonit oksida besi (BOB) dapat
dilihat pada Tabel 4.6
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
37
Tabel 4.6 Variasi komposisi Komposit Bentonit Oksida Besi (BOB)
No
Kode Sampel
Perbandingan Berat
Perbandingan Mol
Ket
Bentonit : Oksida besi Fe(III)/Fe(II)
1
BOB2120
2:1
2:0
Nonultrasonik
2
BOB2101
2:1
0:1
Nonultrasonik
3
BOB2121
2:1
2:1
Nonultrasonik
4
BOB2121US
2:1
2:1
Ultrasonik
5
BOB1111
1:1
1:1
Nonultrasonik
6
BOB1211
1:2
1:1
Nonultrasonik
Pertama kali diamati perbandingan berat bentonit dengan oksida besi
dengan perbandingan tetap yaitu 2:1 dan perbandingan mol antara ion Fe3+ dan
ion Fe2+ berbeda. Dengan perbandingan mol yang berbeda diharapkan didapat
data awal untuk melihat perubahan Fe2+ mengalami oksidasi atau tidak, karena ion
Fe2+ mudah sekali mengalami oksidasi pada ruang terbuka dan suhu yang tinggi.
Sebagai indikasi terjadi perubahan atau tidak, dapat dilihat warna suspensi ion
Fe2+. Bila terjadi perubahan menjadi coklat kemerahan dapat dipastikan Fe2+
mengalami oksidasi. Sehingga reaksi pembentukan oksida besi mengalami
perubahan pula yang mengakibatkan sulitnya terbentuk Fe3O4.
Dalam penelitian ini warna suspensi komposit bentonit dari Fe2+ sedikit
mengalami perubahan, tetapi masih tetap menunjukkan perbedaan nyata yang
terlihat dari perbedaan warna suspensi komposit seperti terlihat pada Gambar 4.7
berikut:
Gambar 4.7 Perbedaan warna BOB2120, BOB2101 dan BOB2121
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
38
Setelah dikeringkan selama 3 jam pada suhu 100oC dilakukan pengujian
awal dengan mendekatkan serbuk komposit dengan batangan magnet, dihasilkan
bahwa komposit dengan komposisi BOB2121 dapat ditarik oleh batangan magnet
sedangkan BOB2101 dan BOB2120 tidak dapat ditarik oleh batangan magnet,
seperti terlihat pada Gambar 4.8 berikut:
Gambar 4.8 Sampel ketika dikenakan medan magnet.
Untuk menganalisa lebih lanjut dari ketiga komposit tersebut dilakukan uji
menggunakan XRD. Dari data hasil XRD didapatkan puncak-puncak baru yang
menandakan adanya oksida besi yang terkomposit dalam bentonit, seperti terlihat
pada Gambar 4.9 berikut:
Gambar 4.9 Hasil XRD komposit BOB2101, BOB2120 dan BOB2121
dimana M=montmorillonit, K=kuarsa, M*=oksida besi dan
montmorillonit, *=oksida besi
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
39
Sedangkan 2 theta dan intensitas puncak-puncak baru tersebut terlihat pada
Tabel 4.7 berikut ini:
Tabel 4.7 Puncak khas dari Sampel dan Database
Jenis
Puncak 2Ө
Puncak 2Ө
Komposit
(int) sampel
Database
BOB2101
BOB2120
BOB2121
Karakteristik
21,92(85)
35,42(75)
36,58(53)
40,95(23)
43,85(19)
54,63(38)
61,30(22)
62,24(63)
21,24(95)
35,93(59)
36,66(100)
41,18(27)
43,28(19)
54,22(19)
61,28(21)
62,38(44)
Geothite dan kuarsa
Wuestite dan montmorillonit
Geothite
Geothite
Maghemite
Geothite
Geothite dan monmorillonit
Hematit
24,08(23)
34,54(36)
35,29(66)
56,79(24)
62,03(36)
68,28(34)
29,27(38)
32,12(32)
35,64(121)
24,13(26)
33,15(100)
35,60(79)
57,59(13)
62,38(86)
67,64(26)
30,24(30)
32,05(10)
35,63(100)
43,24(29)
54,09(36)
62,97(79)
43,28(19)
53,73(15)
62,92(58)
Hematite
Hematite
Hematite dan monmorillonit
Hematite
Hematite dan montmorillonit
Hematite
Maghemite
Magnetite
Maghemite,Magnetite dan
montmorillonite
Maghemite, Magnetite
Maghemite
Maghemite, Magnetite dan
montmorillonite
Puncak-puncak khas dari data XRD BOB2101 terdapat kesesuaian dengan
database, ini menunjukkan bahwa pada BOB2101 terbentuk komposit oksida besi
berupa Geothite (FeO) dan Wushite (FeO(OH)) yang bersifat antiferomagnetik
yang bila didekatkan dengan medan magnet tak akan tertarik. Sedangkan puncak
khas XRD2120 sesuai dengan database Hematit (α-Fe2O3) juga bersifat
antiferomagnetik yang juga tak dapat ditarik oleh medan magnet. Hasil ini juga
sesuai dengan apa yang telah dilakukan oleh Adel Fisl, Ridwan, Mujamilah,
Grace, 2007. Untuk data XRD komposit BOB2121 bersesuaian dengan database
Maghemite (γ-Fe2O3) dan Magnetit (Fe3O4 ) yang bersifat ferrimagnetik seperti
yang telah dilakukan oleh Olivera, 2003.
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
40
Terbentuknya oksida besi karena terjadi reaksi berikut:
Fe2+ + OH-
→
Fe(OH)2 dipanaskan →
Fe3+
→
Fe(OH)3 dipanaskan → Fe2O3
+ OH-
Fe2+ + Fe3+ + OH- →
FeO atau FeO(OH)
Fe(OH)2Fe(OH)3 dipanaskan → FeOFe2O3
Untuk memperkuat data ini maka sampel dianalisis dengan EDS yang
digunakan untuk mengetahui seberapa besar kandungan masing-masing unsur
pada komposit. Seperti terlihat pada Tabel 4.8 berikut:
Tabel.4.8 Hasil EDS dari sampel komposit dan NaMMT
Komposit Mg
Ca
Na
Si
Al
Fe
Si/Al
Fe/Si+Al
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
NaMMT
0.30
0,23
0,44
27,46
7,84
1,51
3,50
0,04
BOB2101
0,17
0,10
1,93
15,87
10,26
13,34
1,55
0,51
BOB2120
0,04
0,09
0,54
14,19
9,00
19,12
1,58
0,82
BOB2121
0,05
0,10
1,49
13,84
8,92
24,94
1,55
1,10
Dari Tabel di atas dapat dibuat diagram untuk melihat perubahan
kandungan Fe yang terdapat pada masing-masing komposit, dimana terjadi
kenaikan kandungan besi dari BOB2101, BOB2120 dan BOB2121 hal ini terjadi
tergantung berapa mol Fe ditambahkan pada bentonit seperti terlihat pada
Gambar 4.10 berikut. Perbedaan mol yang ditambahkan pada bentonit juga
berpengaruh pada rasio Fe/Si+Al dimana semakin besar mol yang ditambahkan
maka rasio Fe/Si+Al juga akan makin besar. Hal ini menyatakan oksida besi yang
ditambahkan bertambah banyak dan telah menempel pada lapisan bentonit.
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
41
Gambar 4.10 Diagram rasio Si/Al dan Fe/Si+Al pada sampel
Penelitian selanjutnya dengan membuat mol ion Fe2+ dan mol ion Fe3+
sama yaitu masing-masing satu mol dengan perbandingan berat bentonit yaitu
1:2 dan 1:1 dengan kode sampel BOB1211 dan BOB1111. Komposit yang
terbentuk dianalisis dengan XRD seperti terlihat pada Gambar 4.11 berikut. Dari
uji XRD terlihat pola baru yang berbeda dengan pola komposit sebelumnya. Pola
baru ini menonjolkan pola dari Fe3O4 dibandingkan pola bentonit itu sendiri.
Puncak-puncak khas dari bentonit berkurang intensitasnya sedangkan puncak
Fe3O4 bertambah.
Gambar 4.11 Hasil XRD Komposit BOB1111 dan BOB1211
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
42
Berdasarkan uji menggunakan batang magnet, komposit yang terbentuk
mempunyai daya tarik yang kuat terhadap medan magnet dibandingkan dengan
BOB2121, hal ini terjadi karena banyaknya Fe3O4 yang terbentuk akibat
penambahan oksida besi yang sama atau lebih besar dari berat bentonitnya.
Sehingga puncak Fe3O4 yang terbentuk pada kurva XRD makin tinggi
intensitasnya, sedangkan puncak khas montmorilonit tertutupi atau bahkan
berkurang intensitasnya. Hasil ini menunjukkan telah terisinya oksida besi pada
permukaan struktur lembaran bentonit. Dengan berkurangnya intensitas puncak
khas bentonit maka kemungkinan daya absorbennya akan berkurang. Puncakpuncak khas oksida besi terlihat pada Tabel 4.9 berikut:
Tabel 4.9 Puncak khas Oksida Besi pada BOB1111 dan BOB1211
Komposit
2Ө
d-spacing
2Ө oksida Fe
BOB1111
7,29
12,12
BOB1211
8,28
10,68
35,64(121)
40,54(46)
57,15(31)
61,39(72)
30,54(60)
36,64(195)
43,46(53)
53,63(70)
57,41(69)
62,88(104)
Pada Gambar 4.12 merupakan hasil pengukuran menggunakan VSM
dimana terlihat perbedaan yang sangat jelas antara nilai magnetisasi jenuh (Ms)
bentonit Merangin Jambi 0,05 emu/gr dengan komposit bentonit oksida besi
dengan komposisi BOB1211 sebesar 28 emu/gr. Perbedaan yang sangat besar ini
menunjukkan bahwa oksida besi yang ditambahkan pada bentonit telah
membentuk partikel magnetik yang menempati permukaan lembaran bentonit.
Dengan terbentuknya partikel magnetik maka komposit dapat terpengaruh oleh
medan magnet. Momen magnet yang dihasilkan sampel akibat medan magnet
yang diberikan menandakan sifat kemagnetan bahan. Semakin besar momen
magnet suatu bahan semakin besar pula sifat kemagnetannya.
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
43
Gambar 4.12 Kurva Histerisis Bentonit Merangin Jambi dan Komposit
Bentonit-Fe3O4 dengan komposisi BOB1211
Untuk melihat pengaruh ultrasonik terhadap sifat kemagnetan pada
komposit maka pada sampel BOB2121 setelah penambahan NaOH diberikan
gelombang Ultrasonik selama 30 menit, selanjutnya dicuci dan dikeringkan.
Kemudian diuji menggunakan medan magnet batangan dan XRD. Dengan
menggunakan batangan magnet sampel BOB2121 yang telah diultrasonik dapat
tertarik oleh medan magnet dan warna komposit hampir sama dengan warna
BOB2121. Sedangkan dari uji XRD juga tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan seperti terlihat pada Gambar 4.13 dan Tabel 4.10 berikut ini:
Gambar 4.13 Hasil uji XRD dari: (A) BOB2121 tanpa menggunakan
Ultrasonik dan (B) BOB2121 menggunakan Ultrasonik
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
44
Adanya kemiripan hasil XRD antara BOB2121 menggunakan Ultrasonik
dan tidak menggunakan ultrasonik kemungkinan terjadi karena komposit oksida
besi telah terbentuk dan mengisi ruang antar lapisan sehingga saat diberikan
gelombang ultrasonik kurang berpengaruh terhadap pemisahan partikel komposit
dari agregat oksida besinya. Menurut Diemar (1996), pemberian gelombang
ultrasonik bertujuan untuk memecahkan gumpalan-gumpalan supaya
montmorrilonit terpisah dari yang lain. Namun demikian perlakuan gelombang
ultrasonik juga terbatas karena pemberian gelombang ultrasonik yang terlalu lama
dapat mengakibatkan rusaknya struktur montmorillonit (Duong, et. Al. 2007).
Tabel 4.10 Puncak khas oksida besi pada BOB2121US dan BOB2121nonUS
Komposit
2Ө
d-spacing
2Ө oksida Fe
BOB2121US
5,65
15,63
BOB2121NonUS
5,62
15,71
28,41((34)
32,41(31)
35,10(51)
43,31(28)
29,27(38)
32,12(32)
35,64(121)
43,24(29)
4.6 Uji Aplikasi dengan Logam Cd(II)
Berdasarkan kemampuan komposit terhadap medan magnet didapatkan
bahwa yang paling lemah tertarik oleh medan magnet adalah komposit dengan
kode BOB2120 dan yang terkuat adalah BOB1211. Kedua komposit ini
digunakan untuk menguji daya adsorbsi terhadap logam Cd(II) dengan
memvariasikan konsentrasi larutan Cd(II) yaitu mulai dari 0,1 mM; 0,3 mM, 0,6
mM; 1 mM; 1,5 mM; 3 mM; 5 mM; 10 mM dan 20 mM. Pada masing-masing
larutan ditambahkan 50 mg BOB2120 dan pada larutan lain dengan konsentrasi
yang sama ditambahkan 50 mg BOB1211 kemudian distirer selama 30 menit dan
didiamkan selama 24 jam. Selanjutnya endapan yang terbentuk diambil
menggunakan batangan magnet sedangkan filtrat dikarakterisasi menggunakan
alat uji AAS.
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
45
Pengambilan kembali komposit yang telah mengadsorp logam Cd(II)
dalam campuran dilakukan dengan menempelkan magnet pada wadah campuran.
Komposit BOB2120 tidak dapat menempel pada magnet dan suspensi tetap keruh
seperti semula, ini dikarenakan komposit BOB 2120 bersifat nonmagnetik
sehingga komposit tidak dapat ditarik oleh magnet seperti terlihat pada Gambar
4.14A. Sedangkan Komposit BOB1211 setelah didekatkan dengan magnet,
komposit yang mengadsorp logam Cd(II) menempel pada magnet dan campuran
menjadi jernih. Ini menunjukkan bahwa oksida besi yang terkomposit pada
montmorillonit bersifat magnet sehingga saat didekatkan dengan magnet maka
komposit akan tertarik (Gambar 4.14B).
A
B
Gambar 4.14 Komposit BOB2120 tetap keruh saat dikenakan magnet
setelah menyerap logam Cd(II) (A), Komposit BOB1211 menjadi
jernih saat dikenakan magnet setelah menyerap logam Cd(II) (B).
Secara fisik warna larutan dengan konsentrasi 0,1 mM dan 0,3 mM terlihat
agak keruh yang menandakan komposit BOB2120 maupun BOB1211 belum
mengendap semua atau ion Cd(II) telah terserap semua oleh sebagian komposit
dan mengendap bersama-sama komposit sedangkan sebagian komposit yang tidak
menyerap logam Cd(II) masih tersuspensi dalam larutan. Larutan dengan
konsentrasi 0,6 mM; 1mM; 1,5 mM; 3 mM; 5 mM; 10 mM dan 20 mM terlihat
jernih ini menandakan bahwa semua komposit telah menyerap sebahagian atau
semua logam berat sehingga komposit menjadi lebih berat dan mudah diendapkan.
Adapun hasil pengukuran menggunakan AAS dapat dilihat pada Tabel
4.11a dan 4.11b berikut:
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
46
Tabel 4.11a Daya serap komposit BOB2120
[Cd 2+]awal
11,24
33,72
67,44
112,4
337,2
11,24
33,72
53,53
72,2
55,19
ppm
[Cd2+]terserap
ppm
Tabel 4.11b Daya serap komposit BOB1211
[Cd 2+]awal
33,72
67,44
112,4
168,6
224,8
337,2
562
1124
2248
29,30
45,87
51,35
96,59
118,64
170,72
437,5
828,98
407,24
ppm
[Cd2+]terserap
ppm
Dari Tabel 4.11a dan 4.11b didapatkan konsentrasi optimum untuk
komposit BOB2120 dengan konsentrasi awal 112,4 ppm dan konsentrasi Cd(II)
yang terserap 72,2 ppm. Sedangkan pada komposit BOB1211 didapatkan
konsentrasi optimumnya 1124 ppm dengan konsentrasi Cd(II) yang terserap
sebesar 828,98 ppm (Gambar 4.15 kurva adsorpsi BOB2120 dan BOB1211). Ini
menunjukkan bahwa pada keadaan setimbang, kemampuan komposit BOB1211
bersifat magnet dapat menyerap lebih banyak logam Cd(II) dari pada komposit
BOB2120 yang nonmagnet. Ini dapat terjadi karena pada BOB1211 terdapat sisi
aktif lebih banyak dari BOB2120 akibat adanya partikel maghemit dan magnetit
yang terkomposit antar lembar bentonit. Logam Cd(II) tidak hanya mengganti
kation tetapi logam Cd(II) juga teradsorp pada permukaan oksida besi. Menurut
Oliveira (2003), adsorben komposit oksida besi montmorillonit magnetik
mempunyai daya serap terhadap logam berat yang lebih baik dari montmorillonit
nonmagnetik.
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
47
(A)
(B)
Gambar 4.15 Kurva Adsorpsi BOB2120 (A) dan BOB1211 (B)
Untuk mengetahui kecendrungan isotherm adsorpsinya, data pada Tabel
4.11a dan 4.11b diolah menggunakan persamaan isotherm Langmuir dan
Freundlich yang bertujuan untuk melihat kecendrungan proses adsorpsi pada
permukaan membentuk lapisan monolayer atau lapisan bilayer. Berdasarkan kurva
isothermnya, komposit BOB2120 menunjukkan kecenderungan proses adsorpsi
monolayer dengan koefisien relasi (R) Langmuir lebih besar dari R Freundlich
(Gambar 4.16 A). Ini menyatakan bahwa komposit BOB2120 dengan konsentrasi
Cd(II) yang kecil dapat terjadi pertukaran kation antara Cd(II) dengan kationkation yang terdapat antar lapisan montmorillonit. Sedangkan komposit BOB
1211 menunjukkan kecendrungan proses adsorpsi yang tidak hanya pada
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
48
permukaan yang homogen tetapi juga pada permukaan yang tidak beraturan, hal
ini terlihat dari koefisien relasi (R) Langmuir dan R Freundlich yang hampir
mendekati satu (Gambar 4.16 B). Jika konsentrasi Cd(II) kecil, akan terjadi
pertukaran kation antar layernya sedangkan jika konsentrasi Cd(II) besar maka
Cd(II) tidak hanya mengalami pertukaran kation tetapi juga akan menempel pada
oksida besi yang terkomposit antar lapisan montmorillonit dan membentuk
kecenderungan adsorpsi bilayer.
(A)
(B)
Gambar 4.16 Grafik penentuan linearitas isotherm adsorpsi Freundlich
dan Langmuir pada: a) komposit BOB2120 dan b) komposit BOB1211.
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
49
Selanjutnya diuji kemampuan daya serap komposit lain yaitu BOB2101,
BOB2121nonUS, BOB2121US, BOB1111, dan Bentonit alam dengan
melarutkan 50 mg masing-masing komposit kedalam larutan Cd(II) dengan
konsentrasi 1 mM, 20 mM dan 50 mM. Daya adsorpsinya terlihat pada Tabel 4.12
berikut:
Tabel 4.12 Kadar Cd(II) terserap oleh berbagai komposit
konsentrasi Bentonit BOB2101 BOB2121 BOB2121US BOB1111
Cd(II)
ppm
ppm
ppm
ppm
ppm
1mM
79,56
94,29
93,9
92,04
86,49
20mM
780,125
577,5
801,88
773,3
797,7
50mM
2784,6
2785,2
2589,54
2550,24
2035,08
Dari Tabel di atas terlihat bahwa komposit yang bersifat magnet punya
kecendrungan daya adsorpsinya menurun dengan semakin bertambahnya oksida
besi, ini disebabkan oleh menurunya d-spacing komposit (BOB2121,
BOB2121US, BOB1111 masing-masing 15,71Ao; 15,63Ao; 12,12Ao) sehingga
kemampuan komposit untuk mengadsorp Cd(II) berkurang. Juga kemungkinan
disebabkan oleh permukaan komposit yang makin heterogen (isotherm Freudlich)
sehingga sisi aktif dari montmirillonitnya berkurang karena tertutupi oleh partikelpartikel oksida besi.
Sedangkan adanya pemberian gelombang ultrasonik tidak memberikan
pengaruh yang berarti dalam penyerapan logam berat bahkan cenderung daya
adsorpsinya menurun, hal ini juga dibuktikan oleh data XRD yang hampir sama
antara pemberian gelombang US dan NonUS pada Gambar 4.11.
Komposisi yang tepat antara bentonit dan oksida besi dalam membuat
komposit magnet berdasarkan data di atas dan Gambar 4.15 adalah dengan
perbandingan berat bentonit dengan oksida besi 2:1 dan perbandingan mol Fe(III)
dengan Fe(II) adalah 2 :1. Ini menunjukkan bahwa sifat magnet terbentuk pada
komposit dengan kemampuan adsorpsi dari bentonit tetap dipertahankan. Hasil
ini sesuai dengan apa yang telah dilakukan sebelumnya oleh Olievera (2003).
Pada Gambar 4.17 berikut terlihat bahwa bentonit Merangin jambi
memiliki daya adsorpsi yang tinggi terhadap logam berat Cd(II) dibandingkan
dengan komposit yang bersifat magnet. Namun kurang efisien karena hanya dapat
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
50
digunakan sekali dan sulit untuk diambil kembali sehingga logam berat yang
terserap bentonit tetap berada dalam air dan berkemungkinan air dapat tercemar
kembali.
Gambar 4.17 Diagram adsorpsi bentonit Merangin Jambi(1) dan
komposit BOB2120(2), BOB2121(3), BOB2121US(4) dan BOB1111
(5) terhadap logam Cd(II).
4.6 Regenerasi
Untuk mendapatkan kembali lagam Cd(II) yang terdapat pada komposit
maka komposit dipisahkan dari filtrat dengan cara menempelkan magnet pada
diding wadah sampel sehingga sampel komposit tertarik oleh magnet dan
larutannya dapat dipisahkan dengan cara dekantasi. Selanjutnya komposit yang
telah mengadsorpsi logam Cd(II) dikeringkan pada suhu 100oC kemudian digerus
hingga berukuran 100 mesh dan ditimbang. Hasil penimbangan terhadap
komposit BOB1211 sebanyak 85,69% dari 0,3 gram komposit yang telah
menyerap logam berat. Selanjutnya dilarutkan dalam 8 ml NaCl 5 M dan distirer
pada suhu 40oC selama 24 jam. Centrifuge campuran untuk memisahkan endapan
dari filtratnya. Filtratnya dikarakterisasi dengan AAS, dari hasil AAS didapatkan
konsentrasi Cd(II) yang teregenerasi sebanyak 177,731 atau sebesar 39,61%
dengan konsentrasi awal 448,77mg/l . Disamping itu endapan yang telah kering
dikarakterisasi dengan EDS untuk melihat apakah logam Cd telah teregenerasi
atau tidak seperti terlihat pada Lampian 24. Walaupun regenerasi tidak begitu
besar tapi ini cukup membuktikan bahwa komposit yang telah menyerap logam
berat dapat digunakan kembali.
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Bentonit Merangin Jambi merupakan Ca-bentonit dengan fraksi 1 (F1)
merupakan fraksi kaya monmorillonit. Nilai KTK Na-bentonit 71 mek/gram clay,
dihitung dengan metode tembaga diamin, bersifat asam dengan pH berkisar 4
serta tidak tahan terhadap asam kuat.
Komposit bentonit oksida besi bersifat magnetik dapat dibuat dari bentonit
dan campuran Fe(III) dengan Fe(II) dengan perbandingan berat antara bentonit
dan oksida besi dan perbandingan mol antara Fe(III) dengan Fe(II). Komposisi
yang paling besar sifat kemagnetannya adalah komposit BOB1211 sedangkan
komposisi yang paling besar daya adsorpsinya dan mempunyai sifat magnet
adalah komposit BOB2121. Sedangkan pemberian gelombang ultrasonik setelah
terbentuknya oksida besi tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
sifat kemagnetan.
Persamaan adsorpsi isotherm BOB1211 mengikuti persamaan Langmuir
pada konsentrasi rendah sedangkan pada konsentrasi tinggi mengikuti persamaan
Freundlich sedangkan BOB2120 mengikuti persamaan Langmuir.
Komposit BOB1211dapat ditarik kembali dari larutan sebanyak 85,69% dan
dapat diregenerasi dengan NaCl 5M dengan kemampuan mengadsorpsi Cd(II)
39,61%.
5.2 Saran
1.
Sebaiknya dilakukan pengukuran dengan XPS untuk mengetahui dengan
lebih pasti spesi oksida yang terbentuk.
2.
Sebaiknya dilakukan adsorpsi dengan konsentrasi tinggi dengan range
1200 hingga 2100 ppm agar diketahui konsentrasi Cd(II) maksimum
yang dapat diserap oleh komposit BOB1211 .
51
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
52
3.
Perlu dilakukan regenerasi dengan konsentrasi NaCl 1M untuk
mengetahui seberapa besar kemampuan komposit BOB1211 regenerasi
dalam menyerap logam Cd(II).
4.
Sebaiknya dilakukan aplikasi adsorpsi logam berat lainnya dengan
variasi waktu, suhu, dan pH agar dapat diketahui keadaan optimum untuk
pencapaian konsentrasi kesetimbangan.
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
DAFTAR REFERENSI
Adel Fisli, Ridwan, Mujamilah dan Grace Tj,(2007). Sintesa Dan Karakterisasi
Nanokomposit oksida Besi-Bentonit,.Edisi Khusus Jurnal Sains materi
Indonesia.
Adel Fisli, Ridwan, Mujamilah.(2009). Sintesis Dan Karakterisasi Fe3O4 Dari
Prekursor FeSO4, Edisi Khusus Jurnal Sains materi Indonesia.
Angelo,V.(1998).Preparation and Catalytic Properties of Cationic and anionic
Clays, Catalysis Today, 41, 53-71.
Bergaya, F. Vayer M.s (1997). CEC of clays: Measurement by adsorption of a
copper ethylenediamine complex. Applied Clay Science 12 .275-280.
Perancis.
Bourlinos A B, Devlin E, Boukos N, Simopoulos A and Petridis D.(2002). clay
Minerals 37, 135.
Cullity,B.D.(1972).Introduction to Magnetic materials, Addison-esley Publishing
Company, London, 1972.
Diemar, Peters. (1996). Ultrasound in materials chemistry, J.Matter. chemitry.,
6(10)(1996)1605-1618.
Drecam. 2006. Vibrating Sample Magnetometry.http://www.drecam.cea.htm
l [10 Mei 2012].
Duong L. V. And Kloprogge J. T.(2007). An Improved Route for the Synthesis of
Al-13-Pillared Montmorillonit Catalysts, J.porous Mater., 14. 71-79
Galindo-Gonzalez, C. de Vincete-Caballero F and Duran J D G.(2005).
Preparation and Sedimentation Behavior in Magnetic Fields of MagnetiteCovered Clay Particles, Langmuir, 21, 4410.
Gollardo, T. Dyer, A.(1980). in: Recent Developments in Ion Exchange Vo. 2, P.A.
Williams, M.J. Hudson (eds), Elsevier Applied Science, London, UK, p 75.
Grace, Tj.S. Mujamilah dan Ridwan.(2005). Sintesis -Fe2O3/Fe3O4 dari Mill
Scale Pabrik Baja dengan metode presipitasi, J. Sains Materi Indonesia,
Vol.7, No.1, 47-51.
Gunlazuardi, Jarnuzi. (2005). Diktat Kuliah Kimia Analisa Termal. Depertemen
Kimia FMIPA UI.
53
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
54
Gupta, SS. Bhattachrayya, G.K.(2008). Immobilzation of Pb(II), Cd(II), Ni(II) ion
on Kaolinite and Montmorillonite Surface from Aqueous Medium, Jurnal of
environmental management. 87.2-46-58.
Handoyo, Kristian S. (2001). Dasar dasar kimia anorganik nonlogam.
Universitas Negeri Yogyakarta. hal;8.18-8.19.
Ho,Y.S.(2003). removal of Copper ion from Aqueous Solution by treefren. Water
Research 34, 2323-2330.
http//:ceg.fsv.cvut.czENceg-uvod03_bentonit.htm. Selasa, 20 Maret 2012
http//:mikron.ucr.edu.jumat, 01 juni 2012
http://rtiintl.com/sem-edx.html. Jumat, 18 Mei 2012.
http://webmineral.com. Jumat, 18 Mei 2012.
Irwansyah. (2007). Modifikasi Bentonit Menjadi Organoclay Dengan Surfaktan
Heksadesiltrimetilamonium Bromida Melalui Interkalasi Metode Ultrasonik.
Skripsi Departemen kimia. FMIPA Universitas Indonesia.
Jeong,J.R. Shin,S.C Lee,S.J.Kim,J.D.(2005). Magnetic properties of
superparamagnetic -Fe2O3 nanoparticles prepared by coprecipitation
technique, J. Magnetism and Magnetic Materials 286. 5-9.
Kloprogge, J.T.(1998) .Synthesis of Smectite and Porous Pillared Clay Catalysts:
A Review, J. Porous Materials 5, 5-41.
Lee,S.J.Jeoung,J.R.Shin,S.H. Kim,J.C.Kim,J.D.(2004). Synthesis and
Characterization of superparamagnetic maghemite nanoparticles prepared
by coprecipitation technique, J. Magnetism. Magnetic Mater. 282. 147-150.
Notodarmojo, S. (2005). Pencemaran Tanah dan Air Tanah.Bandung: ITB press
Szabo,T. A. Bakandritsos, V. Tzitzios, S. Papp, L. Korosi, G. Galbacs, K.
Musabekov, D. Bolatova, D. Petridis and I. Dekany.(2007). Magnetic Iron
Oxide/clay Composites: Effect of the layer silicate support on the
microstructure and phase formation of magnetic nanoparticles,
Nanotechnology 18, 285602 (9pp).
Rusman Iip Izul Falah, dan RHA Sahirul Alim. (1999). Interkalasi Cu pada
karbon Aktif dan Pemanfaatannya sebagai Katalis Dehidrasi n Amilalkohol.
Indonesian Journal of Chemistry, Vol 1, No.1, hal 23-29.
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
55
Txstate. 2007. Vibrating Sample Magnetometer.http://www.txstate.edu/~
WG06/manuals/vsm/vsm.html [1 mei 2012].
Valeria K.N, Nina N, Marin M. (2002). Investigation the adsorption Properties of The
Natural Adsorbents Zeolite and Betonies Towards Copper Ions, Mining and
Mineral processing, V. 44-45, Sofia, 93-97.
Waynert, J.et.al. (2003). Wastewater Treatment with Magnetic Separation.
Superconductivity for Eletric Systems Program Review 1:1-29.
Zhong,L.Hu,J.Linag,H. Cao,A. Song,W. Wan,L.(2006).Self-Assembled 3D
Flowerlike Iron Oxide Nanostructures and Their Application in water
treatment,Adv. Mter, 18, 2426-2431.
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
56
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
56
*** Basic Data Process ***
# Strongest 3 peaks
Peak
2Theta
no.
(deg)
2
5.5445
14
21.8000
12
19.8200
# Peak Data List
Peak
2Theta
no.
(deg)
1
4.0565
2
5.5445
3
6.5600
4
8.6000
5
9.4875
6
10.8200
7
11.5600
8
12.2200
9
13.2550
10
16.9750
11
17.7200
12
19.8200
13
20.6400
14
21.8000
15
23.0400
16
24.1600
17
24.8000
18
25.2200
19
26.0600
20
26.5925
21
27.5200
22
28.4600
23
28.8400
24
31.3766
25
32.5365
26
34.9600
27
35.8800
28
36.9600
29
37.6400
30
38.2675
31
39.3221
32
40.5000
33
43.0906
34
43.7210
d
(A)
15.92647
4.07360
4.47586
I/I1
d
(A)
21.76465
15.92647
13.46313
10.27358
9.31445
8.17016
7.64877
7.23710
6.67424
5.21906
5.00128
4.47586
4.29985
4.07360
3.85709
3.68076
3.58721
3.52841
3.41655
3.34933
3.23852
3.13366
3.09323
2.84870
2.74975
2.56448
2.50080
2.43017
2.38782
2.35009
2.28946
2.22555
2.09756
2.06876
I/I1
100
81
65
3
100
6
3
6
7
6
8
5
8
4
65
44
81
18
5
7
5
6
13
7
14
12
4
3
28
34
10
6
8
4
3
3
4
FWHM
(deg)
0.78560
0.82400
0.35000
Intensity
(Counts)
501
404
325
Integrated Int
(Counts)
22146
23935
12735
FWHM
(deg)
0.18300
0.78560
0.30660
0.08000
0.49500
0.88000
0.56000
0.62000
0.27000
0.49000
0.28000
0.35000
0.00000
0.82400
1.26400
0.00000
0.49340
0.56800
0.26000
0.25500
0.48000
1.25340
0.93340
0.09330
0.18300
0.54860
0.82000
0.50000
0.52000
0.37500
0.17570
0.12000
0.20530
0.29800
Intensity
(Counts)
16
501
28
15
31
37
30
38
24
40
22
325
222
404
92
27
33
27
29
67
34
71
62
19
16
138
168
50
31
38
20
16
15
21
Integrated Int
(Counts)
199
22146
1059
181
1084
1589
734
1279
435
1347
474
12735
0
23935
7436
0
998
796
518
1059
818
2400
2209
198
226
4395
7688
1716
924
811
244
271
255
463
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
57
*** Basic Data Process ***
# Strongest 3 peaks
peak
2Theta
no.
(deg)
2
5.7392
12
21.7800
10
19.9000
# Peak Data List
peak
2Theta
no.
(deg)
1
4.5200
2
5.7392
3
9.3033
4
10.2600
5
10.9600
6
12.1400
7
12.9900
8
16.9740
9
17.5400
10
19.9000
11
20.6800
12
21.7800
13
23.2200
14
23.9800
15
24.7400
16
26.6400
17
27.3600
18
28.0200
19
28.5000
20
29.8800
21
30.6000
22
31.3516
23
35.1000
24
35.8800
25
36.5200
26
37.0400
27
37.5800
28
38.4800
29
39.4600
30
40.4475
31
42.6950
32
44.5850
d
(A)
15.38660
4.07730
4.45805
d
(A)
19.53380
15.38660
9.49845
8.61481
8.06611
7.28461
6.80979
5.21936
5.05220
4.45805
4.29163
4.07730
3.82760
3.70798
3.59577
3.34347
3.25710
3.18186
3.12935
2.98789
2.91921
2.85092
2.55457
2.50080
2.45843
2.42511
2.39149
2.33760
2.28177
2.22832
2.11607
2.03066
I/I1
100
88
73
I/I1
9
100
5
5
7
7
4
6
4
73
51
88
22
13
13
16
8
12
17
6
4
4
33
36
19
12
11
8
5
5
4
4
FWHM
(deg)
0.90000
1.05600
0.43380
Intensity
(Counts)
485
426
355
Integrated Int
(Counts)
24454
27987
14336
FWHM
(deg)
0.32000
0.90000
0.47330
0.66000
1.11000
0.96000
0.34000
0.61200
0.48000
0.43380
0.00000
1.05600
1.12000
0.00000
2.56000
0.44000
0.70000
0.00000
1.84000
0.68000
0.35000
0.63670
0.80800
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.61340
0.42280
0.78500
0.43000
0.21000
Intensity
(Counts)
43
485
26
26
33
32
17
27
19
355
248
426
106
62
63
77
38
56
82
30
17
17
161
174
90
60
53
38
23
22
18
17
Integrated Int
(Counts)
1445
24454
803
769
1219
1395
403
960
527
14336
0
27987
7808
0
5566
1552
1976
0
4796
1080
333
757
10042
0
0
0
0
2512
612
1141
781
343
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
58
Lampiran 3
X-Ray Diffraction of F2
2000
1800
1600
I (count)
1400
1200
1000
800
600
400
200
0
0
5
10
15
20
25
30
2theta (deg)
35
40
45
50
*** Basic Data Process ***
Data : F2
# Strongest 3 peaks
peak
2Theta
no.
(deg)
10
21.7600
8
19.8800
9
20.7000
# Peak Data List
peak
2Theta
no.
(deg)
5.9209
1
2
9.7430
3
12.2430
4
13.0833
5
13.9233
6
17.0750
7
18.0700
8
19.8800
9
20.7000
10
21.7600
11
22.9800
12
24.8600
13
25.4800
14
26.6292
15
27.5400
16
28.7473
17
30.0600
18
31.4515
19
35.2400
20
35.6600
21
37.5400
22
38.5000
23
39.4246
24
40.6175
25
43.6200
26
43.7200
27
44.7600
28
45.3166
d
(A)
4.08100
4.46249
4.28753
d
(A)
14.91482
9.07075
7.22356
6.76144
6.35535
5.18872
4.90519
4.46249
4.28753
4.08100
3.86703
3.57868
3.49299
3.34480
3.23622
3.10299
2.97041
2.84209
2.54474
2.51573
2.39395
2.33643
2.28374
2.21938
2.07332
2.06881
2.02312
1.99956
I/I1
100
81
55
I/I1
55
4
8
3
3
5
4
81
55
100
24
12
6
17
8
14
3
4
34
41
9
8
5
4
4
4
6
3
FWHM
(deg)
0.96000
0.38280
0.00000
Intensity
(Counts)
426
343
235
Integrated Int
(Counts)
24608
14160
0
FWHM
(deg)
1.09530
0.14600
0.50600
0.27330
0.11330
0.69000
0.14000
0.38280
0.00000
0.96000
1.40000
0.00000
0.80800
0.27350
0.50000
1.35870
0.14000
0.08700
1.10000
1.57000
0.00000
0.61720
0.17730
0.34500
0.12000
0.54660
0.28000
0.44670
Intensity
(Counts)
235
17
36
14
13
22
15
343
235
426
101
52
26
73
35
58
14
15
146
176
37
33
23
18
17
19
24
14
Integrated Int
(Counts)
13794
275
1620
239
85
845
220
14160
0
24608
10082
0
1995
1138
1049
3800
150
133
5566
10440
0
2260
388
706
148
537
462
457
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
59
Lampiran 4
X-Ray Diffraction of F3
2000
1800
1600
I (count)
1400
1200
1000
800
600
400
200
0
0
5
10
15
20
25
30
2theta (deg)
35
40
45
50
*** Basic Data Process ***
Data : F3
# Strongest 3 peaks
peak
2Theta
Integrated Int
no.
(deg)
11
21.3293
10
19.8800
21
35.7800
# Peak Data List
peak
2Theta
Integrated Int
no.
(deg)
1
6.2155
2
8.4283
3
9.1400
4
9.9633
5
11.1600
6
12.1600
7
12.7900
8
14.9380
9
17.2900
10
19.8800
11
21.3293
12
22.8200
13
23.9000
14
25.0225
15
26.6300
16
27.3800
17
28.7020
18
29.6800
19
31.6550
20
35.0400
21
35.7800
22
37.3000
23
38.3725
24
39.2720
25
40.4090
26
42.5550
27
43.4550
28
44.1633
29
45.2150
30
47.9350
d
I/I1
FWHM
Intensity
(A)
4.16243
4.46249
2.50756
100
75
39
(deg)
1.88140
0.39580
1.48800
(Counts)
437
328
171
d
I/I1
FWHM
Intensity
(deg)
1.19900
0.17000
0.64000
0.51330
0.82000
0.56000
0.38000
0.16400
0.19600
0.39580
1.88140
1.36000
0.00000
1.11500
0.30000
0.00000
1.31600
0.56000
0.11660
0.72000
1.48800
1.33600
0.62500
0.17600
0.20200
0.21000
0.21000
0.23330
0.29000
0.13000
(Counts)
158
14
17
32
27
34
20
16
14
328
437
118
47
51
76
19
48
19
14
149
171
54
37
19
19
22
18
19
14
13
(A)
14.20854
10.48248
9.66778
8.87067
7.92200
7.27268
6.91583
5.92585
5.12468
4.46249
4.16243
3.89378
3.72021
3.55581
3.34470
3.25476
3.10778
3.00757
2.82428
2.55881
2.50756
2.40880
2.34390
2.29226
2.23035
2.12271
2.08081
2.04907
2.00382
1.89627
36
3
4
7
6
8
5
4
3
75
100
27
11
12
17
4
11
4
3
34
39
12
8
4
4
5
4
4
3
3
(Counts)
31255
7041
9161
(Counts)
10081
134
568
937
1451
956
667
328
151
7041
31255
9440
0
4371
1972
0
3346
619
233
4599
9161
3398
1309
306
380
307
273
459
46
116
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
60
Lampiran 5
X-Ray Diffraction of F4
2000
1800
1600
I (count)
1400
1200
1000
800
600
400
200
0
0
5
10
15
20
25
30
2theta (deg)
35
40
45
50
*** Basic Data Process ***
Data : F4
# Strongest 3 peaks
peak
2Theta
Int
no.
(deg)
10
21.8800
9
19.9000
2
6.1340 1
# Peak Data List
Peak
2Theta
Integrated Int
no.
(deg)
1
4.4600
2
6.1340
3
9.6200
4
10.2200
5
11.2000
6
12.1625
7
13.2675
8
13.9150
9
19.9000
10
21.8800
11
22.7800
12
23.6000
13
25.0000
14
25.6600
15
26.6500
16
27.4000
17
28.4600
18
29.3000
19
31.2550
20
35.3600
21
35.9400
22
37.1200
23
38.4033
24
40.4216
25
42.4750
26
44.3366
27
45.7725
28
48.6341
d
I/I1
FWHM
Intensity
Integrated
(A)
4.05889
4.45805
4.39714
100
77
44
(deg)
0.74000
0.38780
1.38800
(Counts)
450
346
200
(Counts)
26951
12072
14417
d
I/I1
FWHM
Intensity
(deg)
0.42000
1.38800
0.34660
0.00000
0.59420
0.94500
0.27500
0.19000
0.38780
0.74000
1.50860
0.00000
0.96000
0.67000
0.36660
0.00000
1.44000
0.00000
0.31000
1.28000
1.29000
1.51000
0.54670
0.25670
0.31000
0.20670
0.17500
0.24170
(Counts)
25
200
22
22
28
40
19
17
346
450
130
70
69
43
63
36
55
38
17
156
168
58
41
17
21
19
18
20
(A)
19.79645
14.39714
9.18645
8.64844
7.89380
7.27119
6.66798
6.35912
4.45805
4.05889
3.90052
3.76682
3.55896
3.46890
3.34224
3.25243
3.13366
3.04570
2.85951
2.53638
2.49677
2.42006
2.34209
2.22968
2.12652
2.04146
1.98070
1.87063
6
44
5
5
6
9
4
4
77
100
29
16
15
10
14
8
12
8
4
35
37
13
9
4
5
4
4
4
(Counts)
646
14417
943
0
1371
1653
278
229
12072
26951
9112
0
4949
1421
1950
0
3947
0
491
7362
5850
3832
1675
583
610
610
259
451
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
61
Lampiran 6
X-Ray Diffraction of Na-MMT
1800
1600
1400
I (count)
1200
1000
800
600
400
200
0
0
5
10
15
20
25
30
2theta (deg)
35
40
45
50
*** Basic Data Process ***
Group : 12-12
Data : Na-MMT
# Strongest 3 peaks
peak
2Theta
no.
(deg)
11
21.5205
16
26.6728
10
20.6400
# Peak Data List
peak
2Theta
no.
(deg)
1
5.6105
2
8.6750
3
9.2800
4
9.8800
5
10.4400
6
11.2600
7
12.3020
8
13.2833
9
19.8800
10
20.6400
11
21.5205
12
23.2200
13
23.9600
14
24.9600
15
25.9600
16
26.6728
17
27.4816
18
28.5866
19
29.5400
20
31.4041
21
35.0400
22
35.8400
23
36.6200
24
37.4600
25
38.3666
26
38.9550
27
40.7733
28
44.1650
d
(A)
4.12588
3.33943
4.29985
I/I1
d
(A)
15.73927
10.18493
9.52225
8.94528
8.46668
7.85187
7.18905
6.66008
4.46249
4.29985
4.12588
3.82760
3.71103
3.56457
3.42949
3.33943
3.24296
3.12007
3.02150
2.84627
2.55881
2.50350
2.45195
2.39887
2.34425
2.31018
2.21126
2.04899
I/I1
100
71
46
39
4
5
6
5
5
8
3
43
46
100
18
8
9
3
71
5
10
3
3
22
29
13
5
6
3
3
4
FWHM
(deg)
1.38110
0.27930
0.00000
Intensity
(Counts)
593
423
275
Integrated Int
(Counts)
36434
6051
0
FWHM
(deg)
0.83240
0.31000
0.41600
0.00000
0.00000
0.00000
0.56400
0.23330
0.45560
0.00000
1.38110
1.14660
0.80000
0.92000
0.00000
0.27930
0.42330
1.33330
0.34660
0.29830
0.67200
1.05000
0.74000
0.00000
0.57330
0.33000
0.25330
0.35000
Intensity
(Counts)
231
24
31
33
29
32
47
20
257
275
593
108
49
52
19
423
31
58
19
18
128
174
76
27
33
19
19
23
Integrated Int
(Counts)
11324
567
1178
0
0
0
2413
372
12351
0
36434
7555
1801
2571
0
6051
776
3260
464
326
4254
6979
3240
0
1525
505
531
991
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
62
Lampiran 7
X-Ray Diffraction of NaMMT asam
2000
1800
1600
1400
Intensity (Count)
1200
1000
800
600
400
200
0
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
2 theta (deg)
*** Basic Data Process ***
Group : 29
Data : Na-MMT-Asam
# Strongest 3 peaks
peak
2Theta
no.
(deg)
9
21.5222
8
20.6400
7
19.8800
# Peak Data List
peak
2Theta
no.
(deg)
1
7.3326
2
8.9000
3
9.8000
4
10.6800
5
12.2825
6
13.4300
7
19.8800
8
20.6400
9
21.5222
10
22.6800
11
23.6600
12
24.9400
13
26.6361
14
27.4600
15
28.2344
16
35.1200
17
35.8600
18
37.1400
19
37.5000
20
38.4855
d
(A)
4.12555
4.29985
4.46249
d
(A)
12.04622
9.92794
9.01812
8.27695
7.20042
6.58766
4.46249
4.29985
4.12555
3.91750
3.75740
3.56739
3.34395
3.24546
3.15818
2.55316
2.50215
2.41881
2.39641
2.33728
I/I1
100
48
46
I/I1
17
5
4
5
8
4
46
48
100
30
11
10
18
7
15
21
30
7
5
7
FWHM
(deg)
1.40440
0.00000
0.41760
Intensity
(Counts)
582
277
268
Integrated Int
(Counts)
33321
0
12642
FWHM
(deg)
1.27870
0.82000
0.00000
1.73340
0.55500
0.50000
0.41760
0.00000
1.40440
0.83200
0.91340
0.88000
0.24770
0.70660
1.06890
0.80000
1.12000
0.00000
0.00000
0.26450
Intensity
(Counts)
101
27
26
30
47
21
268
277
582
172
62
59
105
43
86
125
172
43
29
41
Integrated Int
(Counts)
6910
1925
0
2389
1473
966
12642
0
33321
7221
3286
3087
1523
1320
4361
4483
8931
0
0
127
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
63
Lampiran 8
Metode Biscaye
Metode Biscaye mengestimasi komposisi relatif mineral dengan mengalikan peak
area dengan faktor berat, yaitu : 1x peak area smectite (001), 4x peak area illite
(001), 2x peak area chlorite (002) dan 2x peak area Kaolinite (001).
Untuk setiap sampel clay, persentase clay mineral dinyatakan dengan rumus :
Illite (contoh ) =
4Ix100
S  4I  2K  2C
Dengan I=Illite, S= smectite, K= Kaolinite, C= Chlorite.
Karena adanya interferensi antara kaolinite (bidang refleksi 001) dengan chlorite
(bidang refleksi 002) maka sering dilaporkan dalam bentuk kelimpahan
chlorite
(+ kaolinite). Rumusnya dinyatakan :
Illite (contoh) =
4 Ix100
S  4 I  2C ( K )
Berikut ini contoh pola difraksi yang representatif
Lampiran 14
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
64
Lampiran 9
Data Perhitungan Komposisi Clay
Bentonit Alam
Clay
Integrated
2 theta
d (Å)
Smectite
5,5445
15,92647
22146
76,26
Illite
9,4875
9,31445
1084
14,93
Kaolinite (Chlorite)
12,2200
7,23710
1279
8,81
2 theta
d (Å)
Smectite
5,7392
15,38660
24454
80,29
Illite
9,3033
9,49845
803
10,55
12,1400
7,28461
1395
9,16
2 theta
d (Å)
Smectite
5,9209
14,91482
13794
76,06
Illite
9,7430
9,07075
275
6,07
Kaolinite (Chlorite)
12,2430
7,22356
1620
17,87
2 theta
d (Å)
Smectite
6,2155
14,20854
10081
60,25
Illite
9,9633
8,87067
937
22,40
11,1600
7,92200
1451
17,35
2 theta
d (Å)
Smectite
6,1340
14,39714
14417
67,07
Illite
9,6200
9,18645
943
17,55
Kaolinite (Chlorite)
12,1625
7,27119
1653
15,38
Int
Komposisi Relatif (%)
Fraksi 1
Clay
Kaolinite (Chlorite)
Integrated
Int
Komposisi Relatif (%)
Fraksi 2
Clay
Integrated
Int
Komposisi Relatif (%)
Fraksi 3
Clay
Kaolinite (Chlorite)
Integrated
Int
Komposisi Relatif (%)
Fraksi 4
Clay
Integrated
Int
Komposisi Relatif (%)
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
65
Lampiran 10
Kurva absorbansi larutan Cu(en)22+ standar dan perhitungan KTK
Konsentrasi Absorbansi
(M)
0,001
0,03839
0,002
0,06483
0,003
0,09407
0,004
0,12078
0,005
0,14140
A
b
s
o
r
b
a
n
s
i
0,16
0,14
0,12
0,1
0,08
0,06
0,04
0,02
0
1
2
3
4
5
6
Konsentrasi (10-3 M)
Kurva diatas mempunyai persamaan garis y = 26,197X + 0,0133 dengan nilai
R2= 0,996763
Absorbansi larutan sampel
Larutan
Absorbansi Konsentrasi
2+
Cu(en)2
Awal
0,07478
0,00235
Akhir
0,03763
0,00093
Terserap
0,00142
KTK = [ Cu(en)22+] terserap x vol. Larutan x muatan
Massa clay
= (0,00142 mmol/ml) x (25 ml) x (2 meq/mmol)
0,1 gram
= 0,71 meq/ gram
= 71 meq / 100 gram
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
66
Lampiran 11
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
67
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
68
Lampiran 12
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
69
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
70
Lampiran 13
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
71
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
72
Lampiran 14
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
73
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
74
Lampiran 15
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
75
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
76
Lampiran 16
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
77
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
78
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
79
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
80
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
I
E
o
G
o
E
E
o)
C>
+D
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
I 6 <,"
lYl
(E
(:,
(!o
co
6
\O)
o)
q)
o-
o
o-
o
I
f.-
o_
o
o
(f)
CD
c)
@
o-
o o
t
l
t
2
z9
zzt
LH
'nZ
cJ
zfr <
zS*= -z
6-F
I
L
r.
!.
1214 4. i;
i*43 )? v'?
i,Z)>
e6*3 -1
5 s;
,Z'i?
?Fjdi tr
E
HH\L
_
-
ff?HH
EdES
tnz)41*.
ESrC
v=f;ca
4)El
za
LrfF-<
4i
M
Ir{
t-
1
F
6
5o
.-
6s'
At
'E
i's
ET.E
srsU
h\q
d P'r
.E-Ei
,o6
J
E
!r^*$d
6 P.R
z
s
5E$
D
.E ctl
(.) >
=
z T d P 5E
O-
;"
**vl
XYE
Ei \
E*r
sf3
s-:*
o.vli
€'€
.va$
$r#si*ll
E $E
'1r=>
JI
E-'
tv.
E
$
S-%E
,Y:$
!*Yts
-sa
pv'F
E'g E'g=
re s*s$F;
F&l
! g1
:
4
=
<J'
tr\+J
i
a's
c
€€F
o:s)
;*s
FJ
F{
g!
<:
6
^.
-
X=o
B{
l-.4
5S
q
d
<
i;
-
E
r\B
I
E sEti*u,
I
I
z
I
6
a
ET
\
bt] O
q)
I
t
I
9.
>\u't
Et3'=
;U.
rL!
6atf
o
.,$E
{
.v
i
c
c
5
tr
It
o
c
o
E
zG
.a
5
Cl-
5
!n
=i(q
Jcps
-:\
Eb$
Q.U
S,P'U
Eb
E
6-
E
o
c
o
E
c
(,
rd
o-
J'
-ie,
99
CI
a
L
o
(h
ao
r?q
o
8
Y
r!z
E
f
-o
o
o
E
-(\1
.!6
t8
o-
a
a
zo
o-
I
g
=
0z
utqfurl
I8
i-
82
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
83
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
84
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
85
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
86
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
87
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
88
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
89
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
90
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
91
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
92
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
93
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
94
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
95
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
96
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
97
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
98
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
99
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
100
Lampiran 29
Data Adsorpsi dan Penentuan Lineritas Isotherm Adsorpsi
Komposit Bentonit Oksida Besi (BOB2120)
ppm awal (mg/L) Ce (mmol/L) log Ce ppm terserap (mg/L)
11,24
0,1
-1
11,24
33,72
0,3
-0,5228787
33,72
67,44
0,6
-0,2218487
53,53
112,4
1
0
72,2
337,2
3
0,47712125
55,19
qe(mmol/g)
0,100357143
0,301071429
0,477946429
0,644642857
0,492767857
log qe
Ce/qe
-0,998451711
1
-0,521330457
1
-0,320620779 1,259854287
-0,190680825 1,556786704
-0,307357629 6,1098025
qe (mmol/g)
0,1
0,260676157
0,408096085
0,456850534
0,859341637
1,055516014
1,51886121
3,891903915
7,375266904
3,623122776
log qe
-1
-0,583898691
-0,389237571
-0,340225863
-0,065834145
0,023464827
0,181518091
0,59016211
0,867777742
0,559083051
Komposit Bentonit Oksida Besi (BOB1211)
ppm awal (mg/L) Ce (mmol/L)
11,24
0,1
33,72
0,3
67,44
0,6
112,4
1
168,6
1,5
224,8
2
337,2
3
562
5
1124
10
2248
20
log Ce ppm terserap (mg/L)
-1
11,24
-0,5228787
29,3
-0,2218487
45,87
0
51,35
0,17609126
96,59
0,30103
118,64
0,47712125
170,72
0,69897
437,45
1
828,98
1,30103
407,239
Ce/qe
1
1,150853242
1,470241988
2,188899708
1,745522311
1,894807822
1,975164011
1,284718254
1,355883133
5,52009999
Universitas Indonesia
Pengembangan komposit..., Sriparya, FMIPA UI, 2012
Download