BAB II TATANAN GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI REGIONAL II.1 Tektonik Regional Daerah penelitian terletak di Pulau Jawa yang merupakan bagian dari sistem busur kepulauan Sunda. Sistem busur kepulauan ini merupakan hasil interaksi konvergen antara Lempeng Samudera Hindia-Australia dengan Lempeng Eurasia. Interaksi ini terjadi karena Lempeng Samudera Hindia-Australia yang bergerak ke utara menunjam ke bawah tepian benua Lempeng Eurasia yang relatif tidak bergerak (Asikin, 1992). Menurut Katili (1975) dalam Asikin (1992) sebagai akibat dari interaksi konvergen ini terbentuk jalur subduksi yang berkembang semakin muda ke arah baratdaya-selatan dan ke arah utara. Secara umum, evolusi tektonik di pulau Jawa yang masih bisa teramati saat ini yang terdiri dari tiga arah kelurusan struktur yang dominan berdasarkan hasil penelitian Pulunggono dan Martodjojo (1994). Tiga arah kelurusan tersebut yaitu: a. Pola Meratus yang berarah timurlaut-baratdaya, diwakili oleh Sesar Cimandiri di Jawa Barat. Pola ini adalah pola struktur tertua di pualu Jawa yang terbentuk pada kala Kapur sampai Eosen Awal, yang menghasilkan tatanan tektonik kompresif. b. Pola Sunda yang berarah utara-selatan, diwakili oleh sesar-sesar yang membatasi Cekungan Asri, Cekungan Sunda, dan Cekungan Arjuna. Pola Sunda ini mengaktifkan kembali Pola Meratus pada umur Eosen-Oligosen Akhir. c. Pola Jawa yang berarah barat-timur, diwakili oleh sesar-sear naik seperti Baribis, serta sesar-sesar naik di dalam Zona Bogor pada zona fisiografi van Bemmelen (1949). Terbentuknya pola ini pada umur Oligosen Akhir-Miosen Awal. Meskipun demikian, menurut Koesoemadinata (2001) wilayah Jawa Barat memiliki tatanan tektonik yang cukup rumit dan tidak memiliki arah umum tektonik seperti yang terjadi pada pulau Sumatera. Di bagian tengah dari Jawa Barat, pola II-1 struktur regional berarah barat daya-timur laut (SW-NE) dan barat laut-tenggara (NW-SE) (Gambar 2.1). Tatanan tektonik regional yang rumit ini dapat menjadi acuan struktur batuan dasar yang mungkin terdiri dari blok-blok yang tersesarkan dan saling bergerak satu sama lain. Gambar 2.1 Pola kelurusan struktur Pulau Jawa (Pulunggono dan Martodjojo,1994) Daerah penelitian berada dalam deretan gunungapi pada Cekungan Bandung, yang termasuk dalam sistem busur kepulauan Sunda. Summerfield (1999) dalam Brahmantyo (2005) merinci sistem busur kepulauan ini menjadi sistem busur ganda yang terdiri atas busur magmatik/volkanik (Pulau Jawa) yang juga disebut sebagai busur dalam (inner arc), serta busur non-volkanik yang merupakan busur luar (outer arc) yang berada di laut selatan Pulau Jawa. Daerah penelitian terdapat di busur magmatik/volkanik (Gambar 2.2). Berdasarkan evolusi geologi Cekungan Bandung (Pannekoek, 1946 dalam Dam, 1994), fasa tektonik yang terjadi di daerah ini adalah II-2 rezim tensional yang memotong busur volkanik, bersamaan dengan kegiatan dan pengangkatan magmatik. Gambar 2.2 Busur Kepulauan Sunda (Summerfield,1999 dalam Brahmantyo,2005) II.2. Fisiografi Regional Dalam buku Geology Of Indonesia Van Bemmelen (1949) membagi zona fisiografi Jawa Barat menjadi enam zona fisiografi (Gambar 2.3). Daerah penelitian termasuk dalam Zona Gunungapi Kuarter yang dibatasi zona depresi tengah Bandung di utara, dan Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat di selatan. Namun, menurut Brahmantyo (2005) Zona Bandung dibatasi oleh pegunungan plateu tererosi dengan sedimen bercirikan endapan gunungapi tua dan intrusi-intrusi yang berumur Tersier hingga Kuarter. Dengan demikian walaupun didominasi oleh gunungapi Kuarter, di II-3 pegunungan ini masih terdapat gunungapi Tersier, terutama di pegunungan selatan berdasarkan litostratigrafi menurut Koesmono (1996) dan Alzwar (1992). Dam (1994) membagi satuan geomorfologi daerah Bandung dan sekitarnya ke dalam satuan-satuan morfogenetis (Gambar 2.4). Berdasarkan pembagian tersebut, daerah penelitian berada di tepian vulkanik tak teruraikan. Satuan morfogenetis tersebut dibatasi oleh bukit intrusi di bagian utara dan kipas aluvial volkanik. Gambar 2.3 Zona Fisiografi Jawa Barat (Van Bemmelen ,1949 dalam Dam,1994) II-4 Daerah Penelitian Gambar 2.4 Morfogenetis Cekungan Bandung dan sekitarnya (Dam,1994) Pada penelitian lebih lanjut Bronto (2006) mengatakan bentang alam daerah Bandung Selatan dari utara ke selatan secara umum berupa dataran tinggi Bandung, perbukitan, dan pegunungan (Gambar 2.5). Daerah penelitian berada di zona perbukitan (Pb) yang mempunyai relief kasar. Di bagian timur daerah penelitian terdapat dataran yang tidak terlalu curam sampai ke kota Soreang, yang menjadi akses jalan menuju Ciwidey. Kawasan perbukitan mempunyai sebaran paling luas sehingga mendominasi daerah penelitian. Perbukitan yang merupakan hasil produk Gunung Patuha dan Gunung Kendeng menempati bagian selatan dan tengah daerah penelitian, yang tersusun oleh batuan gunungapi Kuarter di bagian utara dan sisa gunungapi Tersier di bagian selatan. Puncak-puncaknya antara lain G. Tambakruyung (1990 m) dan G. Padang II-5 (1501m). Pada tubuh gunungapi tersebut, sungai-sungai umumnya menampakkan pola aliran dendritik dengan kerapatan rendah di bagian utara, tapi mempunyai kerapatan tinggi di bagian selatan. Daerah penelitian merupakan hulu Ci Beber, Ci Tambakruyung, dan Ci Manuk. Ci Beber bermuara di Ci Dadap sedangkan Ci Tambakruyung dan Ci Manuk bermuara di Ci Widey. DAERAH PENELITIAN Gambar 2.5 Zona fisiografi Bandung Selatan (Bronto, 2006) II.3. Stratigrafi Regional Peneliti terdahulu yang telah membahas tatanan stratigrafi regional daerah Bandung antara lain Silitonga (1973), Koesmono (1976), Koesoemadinata dan Hartono (1980), Martodjojo (1984), Sujatmiko (1972), dan Alzwar (1992). Menurut peneliti terdahulu litologi daerah ini secara umum terdiri dari batuan volkanoklastik yang berumur Tersier maupun Kuarter, meskipun terdapat formasi endapan marin di bagian timurlaut dari Cekungan Bandung (Tabel 2.1). Litologi di daerah penelitian sendiri terdiri dari batuan gunungapi Miosen Akhir Formasi Beser dan batuan II-6 gunungapi Plistosen yang kemudian melanjutkan kegiatan erupsinya di Gunung Kendeng dan Gunung Patuha. Formasi Beser sendiri adalah formasi tertua diantara formasi lainnya di Pegunungan Bandung Selatan. Tabel 2.1 Kesebandingan stratigrafi Daerah Bandung menurut peneliti terdahulu Setara dengan stratigrafi regional penelitian Menurut Koesmono (1996) pada peta geologi lembar Sindangbarang dan Bandarwaru, stratigrafi regional daerah penelitian yang tertua adalah Formasi Beser yang terbentuk pada kala Miosen Atas (Tabel 2.1). Satuan batuan Formasi Beser berupa batuan gunungapi yang terdiri atas breksi tufan dan lava andesit dan basalt. Bersama-sama dengan batuan terobosan, kelompok batuan gunung api ini menyebar ke utara (peta geologi lembar Bandung, Silitonga, 1973) dan ke barat laut (peta geologi lembar Cianjur, Sujatmiko, 1972). Batuan terobosan tersebar sampai ke sebelah selatan Cimahi (Silitonga, 1973) dan tenggara Waduk Saguling (Sujatmiko, 1972). Satuan batuan ini mempunyai komposisi andesit, basalt, dan dasit. II-7 II.4. Hidrogeologi Regional Daerah penelitian berada di pegunungan volkanik di bagian selatan dari Kota Bandung. Soetrisno (1983) dalam Peta Hidrogeologi Indonesia Lembar Bandung menyebutkan daerah ini memiliki akifer dengan kualitas sedang hingga produktif pada aliran air melalui celah antar butir dan rekahan (Gambar 2.6). Akifer tersebut mempunyai penyebaran luas dan pada umumnya memiliki sistem airtanah bebas atau airtanah dangkal. Pada penelitian selanjutnya IWACO dan WASECO (1990) telah membagi daerah Bandung ke dalam tiga sistem akifer (Gambar 2.7), yaitu: a) Sistem akifer kompleks daerah volkanik b) Sistem akifer Dataran Bandung dan Dataran Batujajar c) Sistem akifer rekahan batuan Tersier Daerah penelitian ternasuk ke dalam sistem akifer kompleks daerah volkanik. Penyebaran sistem akifer ini berupa kipas-kipas aluvial (Soreang fan dan Ciwidey fan) dan sistem akifer pada batuan beku. II-8 Batununggal GUNUNG PATUHA Gambar 2.6 Kutipan Peta Hidrogeologi Lembar Bandung (Soetrisno,1983) II-9 Gambar 2.7 Sistem akifer daerah Bandung menurut IWACO dan WASECO (1990) II-10