213 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Ruang Lingkup Konsep Kepatuhan (complincce) dalam Konteks Perbankan di Indonesia a. Konsep kepatuhan (compliance) yang diadopsi dalam Basel II oleh Basel Committee on Banking Supervision (BCBS) dilatarbelakangi oleh suatu upaya yang bertujuan untuk memperbaiki proses pengawasan bank dalam rangka meningkatkan kesehatan (safety and soudness) bank. Oleh karena itu pada tahun 2005 The Basel Committee on Banking Supervision kemudian menggunakan pendekatan kepatuahan (compliance) yang secara konkrit diwujudkan dalam pedoman compliance risk dan compliance function. b. Kepatuhan (compliance) akan senantiasa terkait dengan materi hukum, konsep audit dan juga risiko serta manajemennya. Kejelasan dari hubungan-hubungan tersebut belum tampak dalam pengaturan perbankan di Indonesia. c. Sisi penting dari kepatuhan (compliance) dalam perbankan adalah untuk mencegah terhadap runtuhnya integritas dan risiko reputasi perbankan yang dalam hal ini akan bermuara pada tingkat kepercayaan dari masyarakat terhadap perbankan. Untuk mengelola dua hal tadi yaitu 214 integritas dan reputasi maka bank harus memiliki suatu fungsi kepatuhan yang mandiri (independent compliance function) konsep ini juga belum nampak dalam pengaturan mengenai kepatuhan perbankan di Indonesia. Selain itu dalam tataran teknis sisi penting dari kepatuhan (compliance) adalah dalam rangka mendukung proses pengawasan baik internal maupun eksternal, sebagai kontrol atas manajemen risiko, dan sebagai sarana dalam mewujudkan good corporate governance. d. Belum ada aturan yang memisahkan secara tegas antara struktur bagian hukum dan bagian kepatuhan kendati keduanya memiliki fokus yang berbeda yaitu terhadap kewajiban hukum (legal liability) dan risiko hukum serta kewajiban kepatuhan (compliance liability) dan risiko kepatuhan. Inilah yang mengakibatkan keduanya tidak bisa melaksanakan fungsi check and balances. e. Berkaitan dengan prinsip kemandirian dari fungsi kepatuhan (compliance function) maka dalam Pasal 7 ayat (1) PBI No. 13/2/PBI/2011 diatur bahwa direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan wajib memenuhi persyaratan independensi. Peraturan ini hanya menekankan pada independesi personal yang duduk dalam fungsi kepatuhan bank. Namun peraturan ini tidak mengatur independsi secara kelembagaan yaitu kemandirian dari fungsi kepatuhan itu sendiri. 215 2. Pengaturan Konsep Kepatuhan (compliance) dalam Sistem Pengawasan Perbankan di Indonesia a. Pengaturan konsep kepatuhan dalam konteks kelembagaan diwujudkan dalam bentuk fungsi kepatuhan yang berada pada manajemen intern bank yang berperan dalam memonitor jalannya kepatuhan serta sebagai fungsi check and balances terhaap pelaksanaan manajemen risiko, hal inilah yang belum ada dalam pengaturan di Indonesia. Sedangkan pengaturan kepatuhan (compliance) digunakannya pendekatan dalam pengawasan pengawasan eksternal berdasarkan adalah kepatuhan (compliance based supervision) oleh otoritas pengawas. Namun pendekatan ini belum fokus terhadap kepatuhan bank melainkan masih senantiasa dikaitkan dengan manajemen risiko. b. Terdapat kesan “pengenyampingan” terhadap pengaturan megenai kepatuhan (compliance) dalam suatu bank. Hal ini terlihat ketika ditemui sangat minimnya peraturan yang mengatur mengenai kepatuhan dan fungsi kepatuhan bank. Hal ini tentu saja tidak seimbang jika kita melihat apa yang telah digariskan oleh komite basel mengenai penting dan strategisnya kepatuhan dan fungsi kepatuhan bank dalam menjaga integritas dan kepercayaan masyarakat terhadap bank. c. Konsep kepatuhan yang harusnya di kembangkan adalah bukan hanya dalam konteks compliance with regulate tetapi juga harus meliputi compliance with law sebagaimana pandangan Basel Committee on 217 peraturan, standar, maupun kode etik perusahaan. Artinya risiko kepatuhan harus dimaknai secara lebih luas dari yang sekarang. Oleh karenanya otoritas pengawas harus memberikan ruang yang lebih terhadap pendekatan kepatuhan yang digunakan dalam pengawasan perbankan. Pengawasan berdasarkan kepatuhan harus berdiri sendiri dalam struktur organisasi pengawas eksternal dan fokus pada risiko kepatuhan bank, tidak lagi dicampur adukan dengan pendekatan risiko lainnya. 4. Dengan diberlakukannya sistem pengawasan yang terintgrasi oleh OJK maka kunci suksesnya adalah efektifitas koordinasi antar lembaga. Oleh karenanya meskipun pengawasan perbankan akan beralih ke tangan OJK tetap saja Bank Indonesia memiliki kepentingan terhadap kondisi aktual perbankan paling tidak dalam kedudukannya sebagai lender of the last resort. Untuk itu perlu dibangun sistem koordinasi dan komunikasi yang efektif agar pengawasan perbankan dapat berjalan dengan baik. 218