PENDAHULUAN Latar Belakang Kita telah mengenal jamur dalam kehidupan sehari-hari meskipun tidak sebaik tumbuhan lainnya. Hal itu disebabkan karena jamur hanya tumbuh pada waktu tertentu, pada kondisi tertentu yang mendukung, dan lama hidupnya terbatas. Sebagai contoh, jamur banyak muncul pada musim hujan di kayu-kayu lapuk, serasah, maupun tumpukan jerami. namun, jamur ini segera mati setelah musim kemarau tiba. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia telah mampu membudidayakan jamur dalam medium buatan, misalnya jamur merang, jamur tiram, dan jamur kuping. Dari perkembangannya sejak tahun 1970-1990 diketahui bahwa jamur merang telah banyak diusahakan secara komersial di Indonesia dan telah umum dijadikan bahan makanan. Bahkan beberapa produk jamur olahan (bentuk kalengan) sudah menjadi andalan ekspor ke beberapa negara Eropa, Amerika, dan Asia. Sedangkan dalam bentuk kalengan diekspor ke Singapura, Hongkong, Malaysia dan Jepang (Pasaribu dkk, 2002). Kebutuhan jamur merang di pasaran luar negeri yang semakin meningkat, menyebabkan budidaya jamur merang mempunyai prospek yang cukup baik. Singapura misalnya, membutuhkan 100 ton jamur merang setiap bulan dan Malaysia membutuhkan jamur sekitar 15 ton tiap minggunya (Sadnyana 1999 dalam Ida, A.M., 2008). Universitas Sumatera Utara Jamur merang memiliki rasa yang lezat dan mengandung nilai gizi yang tinggi, seperti karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral terdapat didalam jamur. Protein yang dikandungnya paling sedikit terdiri dari delapan macam zat yang sangat dibutuhkan oleh tubuh (asam amino). Protein yang dikandungnyapun memiliki kadar yang lebih tinggi dari daging dan ikan. Selain itu, jamur dapat digunakan untuk pengobatan berbagai penyakit, antara lain penyakit jantung, kanker, dan penyakit kurang darah. Jamur sangat cocok diberikan kepada penderita kencing manis. Juga bagi mereka yang tidak ingin badannya menjadi gemuk (Sukara, 1981). Jamur memiliki kandungan nutrisi yang lengkap. Sebagai bahan makanan mengandung Vitamin B1, B2, D, dan niacin. Jamur juga mengandung unsur mineral yang diperlukan oleh tubuh seperti kalium, calsium, natrium, dan magnesium. Kandungan seratnya juga tinggi, berkisar 7,4-27,6%. Menurut penelitian FAO, jamur segar mengandung protein nabati lebih besar dibandingkan dengan sayuran lainnya (Tim Redaksi Agromedia, 2002) Jamur merang umumnya tumbuh pada media yang merupakan limbah sumber selulosa, seperti merang, limbah penggilingan padi, limbah pabrik kertas, ampas batang aren, limbah kelapa sawit, ampas sagu, sisa kapas, kulit buah pala dan sebagainya (Sinaga, 2006). TKKS (Tandan Kosong Kelapa Sawit) adalah limbah pabrik kelapa sawit yang jumlahnya sangat melimpah. Setiap pengolahan 1 ton TBS (Tandan Buah Segar) akan dihasilkan TKKS sebanyak 22 – 23 persen TKKS atau sebanyak 220 – 230 kg TKKS. Jumlah limbah TKKS seluruh Indonesia pada tahun 2004 diperkirakan mencapai 18.2 juta ton. Jumlah yang luar biasa besar. Ironis sekali, limbah ini belum dimanfaatkan Universitas Sumatera Utara secara baik oleh sebagian besar pabrik kelapa sawit (PKS) di Indonesia(http://politeknikcitrawidyaedukasi.blogspot.com, 2009). Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik melakukan penelitian untuk menguji tanggap pertumbuhan dan produksi jamur merang pada berbagai formulasi media serta pengaruh ketebalan medianya. Tujuan Penelitian Untuk menguji pengaruh lima taraf formulasi media dan dua taraf ketebalan media terhadap pertumbuhan dan produksi jamur merang. Hipotesa Penelitian Ada perbedaan respon yang nyata pada pertumbuhan dan produksi jamur merang akibat perlakuan formulasi dan ketebalan media. Kegunaan Penelitian Untuk mendapat data yang berguna sebagai bahan penyusun skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan. TINJAUAN PUSTAKA Universitas Sumatera Utara