87 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian ini

advertisement
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh pengaturan kerja
fleksibel terhadap konflik kerja-ke-keluarga dan intensi keluar. Selain itu,
penelitian ini juga dilakukan untuk menguji peran supportive work-family culture
sebagai pemediasi pada pengaruh pengaturan kerja fleksibel terhadap konflik
kerja-ke-keluarga dan intensi keluar. Kesimpulan yang dapat diambil dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pengaturan kerja fleksibel memiliki pengaruh negatif yang signifikan
dengan konflik kerja-ke-keluarga. Pengaturan ini mempengaruhi
karyawan dalam mengelola kehidupan pekerjaan dan keluarga. Ketika
karyawan dapat mengintegrasikan kehidupan pekerjaan dan keluarga
secara terpadu, maka konflik kerja-ke-keluarga yang seringkali muncul
dalam pengkombinasian dua domain ini dapat diminimalisir.
2. Pengaturan kerja fleksibel memiliki pengaruh negatif yang signifikan
terhadap
intensi keluar. Pengaturan kerja fleksibel disediakan
perusahaan sebagai solusi atas masalah yang timbul karena karyawan
kesulitan dalam mengatur kehidupan pekerjaan dan keluarga. Hal ini
dirasakan oleh karyawan sebagai bentuk perhatian dan kepedulian
perusahaan untuk karyawan dan keluarga karyawan. Oleh karena itu,
karyawan membalas kebaikan perusahaan ini dengan tetap bekerja pada
87
organisasi, dan tidak memikirkan rencana untuk keluar dari perusahaan.
3. Pengaturan kerja fleksibel memiliki pengaruh positif yang signifikan
terhadap supportive work-family culture. Perusahaan yang betul-betul
mengimplementasi
kebijakan
pengaturan
kerja
fleksibel
untuk
membantu karyawan dan keluarganya, akan menyesuaikan budaya
organisasi dan merubahnya sehingga menjadi supportive work-family
culture,
yaitu dengan diberikannya dukungan manajerial, dan
meminimalisir hambatan konsekuensi karir dan tuntutan waktu
organisasional.
4. Supportive work-family culture memiliki pengaruh negatif yang
signifikan terhadap konflik kerja-ke-keluarga. Melalui norma-norma
dan nilai-nilai organisasi yang mendukung karyawan agar dapat
menyelaraskan aktivitas pekerjaan dan keluarga dengan baik, maka
karyawan dapat meminimalisir konflik kerja-ke-keluarga yang mungkin
terjadi.
5. Supportive work-family culture memiliki pengaruh negatif yang
signifikan terhadap intensi keluar. Selain dapat meminimalisir konflik
kerja-ke-keluarga, kebaikan yang dirasakan karyawan dari perusahaan
melalui supportive work-family culture akan dibalas oleh karyawan
dengan tetap bekerja untuk perusahaan.
6. Supportive work-family culture memediasi secara penuh pengaruh
pengaturan
kerja
fleksibel
terhadap
konflik
kerja-ke-keluarga.
Perusahaan yang menerapkan pengaturan kerja fleksibel, kemudian
88
merubah budaya yang ada menjadi supportive work-family culture.
Melalui
budaya
tersebut,
pengaturan
kerja
fleksibel
dapat
diimplementasikan dengan baik, sehingga kombinasi antara kehidupan
pekerjaan dan keluarga dapat diintegrasikan secara terpadu dan pada
akhirnya karyawan dapat meminimilasir konflik kerja-ke-keluarga.
7. Supportive
work-family
culture
memediasi
sebagian
pengaruh
pengaturan kerja fleksibel terhadap intensi keluar. Kemudahan dalam
mengkombinasikan kehidupan pekerjaan dan keluarga yang secara
tidak langsung diperoleh dari kebijakan atau praktik pengaturan kerja
fleksibel, dapat terlaksana dengan baik ketika organisasi merubah
budaya yang ada menjadi supportive work-family culture. Hal ini
dirasakan karyawan sebagai kebaikan yang diberikan oleh perusahaan
kepadanya. Oleh karena itu, karyawan dapat membalas kebaikan
organisasi dengan cara tetap tinggal di perusahaan tempat dia bekerja
saat
ini.
Meskipun
demikian,
supportive
work-family
culture
tidak/belum menjadi mediator yang kuat dalam pengaruh pengaturan
kerja fleksibel terhadap intensi keluar karyawan.
5.2
Implikasi Penelitian
5.2.1 Implikasi Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini memberikan tambahan bukti empiris pada
hubungan sebab akibat pengaturan kerja fleksibel dengan konflik kerja-kekeluarga dan intensi keluar, pada sampel di negara berkembang, yaitu Indonesia.
89
Secara keseluruhan, hasil pengujian dalam penelitian ini mendukung Work/Family
Border Theory, Teori Pertukaran Sosial, dan konsep perubahan dari Anderson dan
Anderson (2010). Penelitian ini juga memberikan kontribusi penelitian dengan
menyertakan supportive work-family culture sebagai pemediasi pada pengaruh
pengaturan kerja fleksibel terhadap konflik kerja-ke-keluarga dan intensi keluar.
5.2.2 Implikasi Praktis
Temuan pada penelitian ini dapat digunakan oleh pihak manajemen
sebagai bahan masukan untuk dijadikan pertimbangan dalam mengatasi masalah
konflik kerja-ke-keluarga dan intensi keluar yang mungkin dirasakan oleh
karyawan, yaitu dengan cara menyediakan pengaturan kerja fleksibel, khususnya
jam kerja fleksibel. Dan jika pihak manajemen ingin menawarkan pengaturan
kerja fleksibel bagi karyawan, maka budaya organisasi harus dirubah menjadi
supportive work-family culture. Hal ini dimaksudkan agar pengaturan kerja
fleksibel dapat diimplementasikan dengan sukses.
5.3
Keterbatasan Penelitian dan Saran Penelitian Mendatang
Penelitian ini dirancang seoptimal mungkin untuk menghasilkan penelitian
yang baik. Meskipun demikian, penelitian ini masih memiliki beberapa
keterbatasan yang harus diperhatikan, agar keterbatasan ini dapat diatasi pada
penelitian berikutnya. Adapun beberapa keterbatasan yang ada pada penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini fokus pada analisis pengaruh pengaturan kerja fleksibel
90
terhadap konflik kerja-ke-keluarga dan intensi keluar dengan supportive
work-family culture sebagai pemediasi. Jika dilihat dari hasil analisis
deskriptif (rata-rata supportive work-family culture lebih besar
dibanding pengaturan kerja fleksibel) dan Signalling Theory, supportive
work-family culture dapat diperlakukan sebagai pemoderasi. Oleh
karena itu, penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan
penelitian lanjutan yang menganalisis pengaruh pengaturan kerja
fleksibel terhadap konflik kerja-ke-keluarga dan intensi keluar dengan
supportive work-family culture sebagai pemediasi dan pemoderasi,
yang tentunya harus didukung dengan teori-teori yang kuat dalam
pembangunan hipotesisnya.
2. Penilaian atas setiap pertanyaan dan pernyataan yang diberikan melalui
kuesioner dilakukan dengan cara self reporting. Kedepannya, untuk
menguatkan teori secara empiris, ada baiknya jika penelitian
selanjutnya melakukan penilaian dengan cara multi/cross reporting. Hal
ini dapat dilakukan oleh supervisor, rekan kerja, atau bahkan pihak
keluarga, disesuaikan dengan konteks penelitian yang diusulkan.
3. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Temuan dari penelitian ini
dapat digunakan pada penelitian selanjutnya sebagai bahan awal untuk
mengkaji secara lebih mendalam berbagai hal yang dirasakan karyawan
dalam memanfaatkan pengaturan kerja fleksibel pengaruhnya terhadap
berbagai hasil (outcome) karyawan, sesuai dengan konteks penelitian
yang diusulkan. Peneliti selanjutnya juga dapat menggali lebih dalam
91
mekanisme proses pengaruh pengaturan kerja fleksibel terhadap intensi
keluar, yang mana supportive work-family culture yang dijadikan
pemediasi dalam penelitian ini tidak/belum menjadi mediator yang kuat
pada hubungan tersebut. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya dapat
dilakukan menggunakan metode kualitatif atau mix method.
4. Sebagian besar sampel pada penelitian ini bekerja di sektor industri
informasi dan teknologi, dan beberapa sektor industri lain dalam jumlah
kecil (< 10%). Pada penelitian selanjutnya, diharapkan dapat
menggunakan sampel pada sektor industri lain untuk melihat apakah
hipotesis yang sama dapat terdukung pada sampel lainnya.
92
Download